Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

RESUME MATERI VIDIO :

Konferensi Nasional Hukum Tata Negara Ke -7 Tahun 2022

Dosen Pengampuh : Beni Kurnia Illahi, S.H.,M.H

DI SUSUN OLEH :
NAMA : RIFKI ILMAN SAPUTRA
NPM : B1A022317
KELAS : G
PRODI : ILMU HUKUM
FAKULTAS : HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
PERFORMA KONSTITUSI 20 TAHUN PASCA PERUBAHAN
( PERFORMANCE OF THE CONSTITUTION, 20 YEARS AFTER THE AMENDMENT)

HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH

Terjadi resentralisasi Pasca UU 22/99 melalui UU 32/04, 23/14, UU Ciker dan beberapa
UU Sektoral lainnya. 20 tahun otonomi daerah mash melahirkan tarik menarik wewenang
terutama dalam kerangka desentralisasi asimetris. Pembagian urusan menjadi 3 lapis
Pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dimana yang semula diberikan kepada
Kab/Kota atau provinsi perlahan-lahan mulai ditarik menjadi wewenang pemerintah pusat.
Diantaranya menyangkut perizinan, tata ruang, hubungan keuangan pusat dan daerah,
kepegawaian, penentuan NSPK, penyusunan produk hukum. Pemerintah pusat tidak mau
direpotkan dengan berbagai dinamika di daerah atau karakteristik lokal yang ada, segala
bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang "strategis" ditentukan oleh pusat
peruntukannya dengan bungkus "Proyek Strategis Nasional, hak-hak masyarakat jelas
terpinggirkan dengan berbagai proyek tersebut.

DINAMIKA LEMBAGA NEGARA

Terjadi pelemahan peran lembaga-lembaga negara yang dibentuk paska amandemen


baik yang dibentuk atas dasar konstitusi maupun undang-undang seperti KY, KPK, DPD, MK,
Komnas HAM, Ombudsman. Meminimal 3 model pelemairyury disampaikan oleh Tom
Ginsburg terhadap lembaga demokrasi termasuk kekuasaan kehakiman, ada gejala untuk
melakukan:

• Ignore (pengabaian rekomendasi atau putusan,

• Intimidate (serangan fisik dan psikis, ancaman kriminalisasi),

• Interfere (proses rekrutmen, bahkan melalui jalur konstitusional)

Terjadi penguatan peran DPR dan memudarnya akuntabilitas dalam proses pengisian
hampir seluruh lembaga negara. Gejala Politisasi lembaga-lembaga negara dengan
mengizinkan "orang-orang partai politik- mengisi lembaga tersebutTerjadi penguatan peran
DPR dan memudarnya akuntabilitas dalam proses pengisian hampir seluruh lembaga
negara. Gejala Politisasi lembaga-lembaga negara dengan mengizinkan "orang-orang partai
politik- mengisi lembaga tersebut.
PENYELENGGARAAN PEMILU

• Lembaga Pemilu juga mengalami gejala 3i (ignore, intimidate, interferel) sebagaimana


dialami oleh lembaga negara lainnya.

• Dominasi partai politik peserta pemilu yang hendak mengatur komposisi penyelenggara
termasuk menentukan hasil pemilu.

• Presidential Threshold masin menjadi tantangan tersendiri dalam Pilpres karena pada
akhiranya membatasi hak pilih warga dan kompetisi yang sehat dalam Pemilu.

• Gugatan atas hasil pemilu sehingga melahirkan berbagai model dan instrumen
penyelesaian sengketa dan pelanggaran pemilu.

• Dorongan kembali pada proporsional tertutup, kompetisi antar penyelenggara pemilu,


pemanfaatan tekonologi dalam pemilu.

• Tarikan pilkada tak langsung, gejala kotak kosong (calon tunggal atau calon boneka )
• Melemahnya keterwakilan perempuan baik sebagai penyelenggara maupun peserta
pemilu

KEGAGALAN REFORMASI PARTAI POLITIK

Setelah 20 Tahun amandemen konstitusi ternyata partai politik menjadi satu-satunya


lembaga yang gagal direformasi. Meskipun secara jumlah terus berkembang menjelang
pemilu namun aktor yang muncul tetaplah bagian dari masa lalu. Keberadaan UU Parpol
sangat lemah dalam mengintervensi proses demokratisasi partai politik. Partai politik
sebagian besar merupakan lembaga yang justru tidak demokratis, mekanisme demokrasi
internal hanya menjadi formalitas. Pada kenyataannya partai politik semakin terkonsolidasi
dan jauh dari demokrasi, padahal mereka prinsip paling menentukan arah gerak
konstitusionalisme.

AMANDEMEN KONSTITUSI KEMBALI

- Gagasan penataan secara substansial, redaksional maupun sistematika konstitusi telah


dimulai oleh Komisi Konstitusi namun hasilnya tak pernah dijadikan rujukan.
- DPD berjuang mengubah konstitusi untuk memperkuat peran kelembagaannya agar
berimbang dan "bermanfaat" seperti halnya DPR.
- Masyarakat sipil mendorong perubahan konstitusi untuk memperkuat kelembagaan
negara independen seperti KPK, Ombudsman, penataan penyelenggaraan pemilu termasuk
Mekanisme komplain konstitusional.
- MPR mencoba mendorong amandemen untuk mengakomodir PPHN (Pokok-Pokok Haluan
Negara), Utak atik masa jabatan Presiden, pertangungjawaban presiden, pemilihan preisden
bahkan kembali menjadi lembada tertinggi, bahkan ada yang' menghendaki kembali ke UUD
sebelum Amandemen.

TEMUAN REFLEKTIF

- Lembaga demokrasi yang ada harus tetap dipertahankan meskipun menuju pada arah yang
tidak baik.
- Pemilu yang demokratis menjadi kunci utama dalam menentukan arah demokratisasi
konstitusional.
- Partai politik harus "dipaksa* untuk mereformasi diri baik secara internal maupun
intervensi legislasi karena mereka kunci utama dalam demokratisasi.
- Membangun kelompok oposisi alternatif terutama oleh kalangan akademisi dan
masyarakat sipil agar konstitusionalisme tetap terjaga.

DUA DEKADE PERKEMBANGAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL

PERUBAHAN UUD 1945

POKOK SUBSTANSI PERUBAHAN:

• HAM, hak dan kewaijiban warga negara, serta mekanisme mempertahankannya


• Prinsip-prinsip dasar demokrasi dan negara hukum serta pelaksanaannya.
• Format kelembagaan negara dan mekanisme hubungannya serta pertanggungjawaban
para pejabatnya.
UUD 1945 : UUD NRI TAHUN 1945 :
- 16 BAB - 21 BAB
- 37 PASAL - 73 PASAL
- 49 AYAT - 170 AYAT
- 71 Butir Ketentuan - 199 Butir Ketentuan

SISTE KETATANEGARAAN

Pemurnian sistem pemerintahan presidensial :


• Tata cara pemilihan presiden
• Masa jabatan presiden
• Persyaratan dan tata cara pemberhentian presiden
Pergeseran Fungsi Legilasi :
• Memperkuat Kedudukan DPR atau Presiden
Mengapa Tinjauan Yudisial & Demokrasi

- Bukan satu-satunya nilai yang relevan dengan ajudikasi konstitusional


- Nilai yang dipertentangkan Tetapi memiliki nilai intrinsik dan instrumental
- Berisiko dalam banyak sistem konstitusional di seluruh dunia, dan pengadilan adalah salah
satu lembaga yang memiliki posisi yang baik untuk membantu melindungi dan
mempromosikan
- Ely, Demokrasi dan Ketidakpercayaan - titik awal yang berguna tetapi tidak dan titik akhir

Tinjauan yudisial yang responsif dan hukum yang responsif

-Pengadilan Mahfud dan responsif


- Pengadilan Asshidique
- Adaptasi gagasan hukum/peraturan yang responsif - bukan penerapan langsung

● Lihat S Hendrianto, Kebangkitan dan Kejatuhan Tinjauan Peradilan Responsif di


Indonesia, HKLJ (Mendatang, 2023)

Implikasi Yurisprudensial

● Ruang lingkup variabel dan intensitas tinjauan yudisial


- Pengadilan Mahfud: selama teks undang-undang membawa rasa keadilan,
Mahkamah akan mengandalkannya dalam proses pengambilan keputusan.
Tetapi jika teks undang-undang tidak memberikan keadilan, Mahkamah dapat
mengabaikannya dan kemudian mengambil keputusannya sendiri. Itulah hakikat
hukum responsif atau hukum kemajuan (Kasus Pilpres)
- Legitimasi variabel implikasi
⮚ melindungi inti minimum demokrasi yang sah

⮚ menanggapi ancaman serius dan tidak dapat diubah terhadap martabat manusia

● Proporsionalitas dikalibrasi - sebagai campuran AS-Eropa?

● Kuat/lemah atau lemah/kuatnya judicial review

▪ Dimensi - desain dan doktrin; penalaran, pengobatan dan decisis tatapan – misalnya
- Deklarasi yang ditangguhkan - misalnya kasus Anti-korupsi
- Efek tertunda - misalnya Kasus Partai Komunis
- Konstitusionalitas bersyarat - misalnya kasus kejahatan politik, Kasus Kartu
Identitas
▪ Fungsi
- Katup pengaman - misalnya Kasus Calon Independen
- Ketidaksepakatan - Kasus Partai Komunis?
- Penyesuaian praktis - misalnya Kasus KTP, kasus Pilkada Serentak,
kasus Antikorupsi

Kesimpulan: Sebuah teori global atau khusus?

- Cakupan global yang potensial


- hukum perdata dan umum, demokrasi yang terkonsolidasi dan muncul atau rapuh,
Global Utara dan Selatan, tinjauan abstrak dan konkret
- Prasyarat - independensi yudisial, struktur pendukung untuk peninjauan kembali,
pemulihan yudisial + budaya hukum/konsepsi peran yudisial
: NB masalah 'Tinjauan Peradilan yang Melecehkan' (Dixon dan Landau, 2020)
- Kapasitas peradilan - siapa, bagaimana dan berapa banyak hakim?
Narasumber :

1. Professor Rosalind Dixon, UNSW


2. Dr. Charles Simabura, S.H., M.H. , UNAND
3. Prof. Dr. Saldi Isra, S.H, M.PA.

Anda mungkin juga menyukai