Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Theory Planned of Behavior (TPB)

Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan dari Theory of

Reasoned Action (TRA) yang telah dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen pada tahun

1975 (Darsono, 2020). Theory of Reasoned Action (TRA) atau yang lebih dikenal

dengan teori tindakan beralasan, menjelaskan hubungan antara keyakinan (belief),

sikap (attitude), dan niat (intention) (Guo, et. al, 2016). Fishbein dan Ajzen

memaparkan bahwa dalam Theory of Reasoned Action (TRA) diketahui jika niat

seseorang untuk melakukan perbuatan tertentu didorong oleh dua alasan, yaitu norma

subjektif dan sikap terhadap perilaku. Namun kemudian hal tersebut berkembang,

diketahui bahwa ada pendorong ketiga pada niat seseorang yaitu persepsi individu

(perceived behavioral control), sehingga Theory of Reasoned Action (TRA) berubah

menjadi Theory of Planned Behavior (TPB) (Seni dan Ratnadi, 2017).

Ajzen mengemukakan Theory Planned of Behavior digunakan secara luas

sebagai alat untuk menganalisis perbedaan antara sikap dan niat, serta niat dan

perilaku. Niat merupakan indikator perilaku seseorang, jika ingin mengetahui apa

yang akan dilakukan, maka yang pertama kali harus diketahui adalah niat dari orang

tersebut (Simon, 2016). Namun, pertimbangan lain dapat dibuat berdasarkan alasan-

28
29

alasan yang sama sekali berbeda (tidak selalu berdasarkan kehendak). Konsep penting

dalam teori ini adalah fokus perhatian (salience) yaitu mempertimbangkan sesuatu

yang dianggap penting, dan niat (intention) yang ditentukan oleh sikap dan norma

subyektif (Meitiana, 2017).

Teori ini memiliki fondasi terhadap perspektif kepercayaan yang mampu

mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan tingkah laku yang spesifik. Perspektif

kepercayaan dilaksanakan melalui penggabungan beraneka ragam karakteristik,

kualitas dan atribut atas informasi tertentu yang kemudian membentuk keinginan

seseorang dalam berprilaku (Seni & Ratnadi, 2017). Menurut Ajzen, sikap terhadap

perilaku ditentukan oleh keyakinan seseorang mengenai konsekuensi positif dan atau

negatif yang akan diterima dari keputusan melakukan suatu hal, yang didasari oleh

penilaian subyektif orang tersebut (Lee, 2016).

Selanjutnya Theory of Planned Behavior menunjukkan bahwa niat berperilaku

menandakan rencana dan tekad untuk melakukan perilaku yang ditargetkan. (Simon,

2016). Secara umum, niat individu untuk melakukan perilaku tertentu tumbuh lebih

kuat sesuai dengan sikap positif yang dimiliki. Semakin kuat niat seseorang untuk

melakukan perilaku, semakin besar kemungkinan perilaku tersebut akan dilakukan.

Hal ini juga yang menjadi dasar pemahaman terhadap niat beli konsumen yang

dipandang sangat penting, karena perilaku pembelian terakhir yang dilakukan dapat

diprediksi dari niat konsumen tersebut. Konsumen akan memutuskan apakah mereka

berniat untuk membatalkan atau melanjutkan pembelian berdasarkan informasi yang

tersedia bagi mereka (Pappas, 2016). Demikian halnya dengan keputusan pasca
30

pembelian, konsumen juga akan memutuskan apakah akan menjadi pelanggan tetap

pada suatu produk atau akan mencari produk lain. Keputusan ini tentunya didasarkan

pada niat yang dilanjutkan oleh sikap, namun tentu saja niat dan sikap tersebut

didorong oleh berbagai alasan, entah alasan yang bersumber dari dalam diri yang

berupa perasaan bahwa produk yang dipilih sesuai dengan kebutuhan dan memenuhi

harapan, atau dorongan dari niat dan sikap ini berasal dari pihak-pihak yang memiliki

kesamaan rasa suka dan kebutuhan akan produk tersebut (Darsono, 2020).

2.1.2 Kepercayaan Merek (Brand Trust)

2.1.2.1 Pengertian Brand Trust

Menurut chaudhuri & Holbrook dalam Seprianti Eka Putri (2022), kepercayaan

merek adalah kesediaan konsumen rata – rata untuk mengandalkan kemampuan

konsumen dalam melakukan fungsi merek.

Menurut Delgado dalam Iendy Zelviean Adhari (2021) kepercayaan merek atau

brand trust adalah adanya harapan atau kemungkinan yang tinggi bahwa merek

tersebut akan mengakibatkan hasil positif terhadap konsumen.

Menurut Kertajaya dalam jurnal Senen Abdi Santoso (2021) dari sudut pandang

perusahaan, brand trust adalah merek yang berhasil menciptakan brand experience

yang berkesan dalam diri konsumen yang berkelanjutan dalam jangka panjang,

berdasarkan integritas, kejujuran dan kesantunan brand tersebut.

Menurut (Ballester et al., 2016) brand trust merupakan rasa aman yang dimiliki

oleh seorang konsumen melalui interaksinya dengan merek yang didasarkan pada

persepsi konsumen bahwa merek tersebut dapat dipercaya dan bertanggung jawab
31

untuk kepentingan dan kesejahteraan konsumen. Selain itu (Afzal et al., 2014)

mengutarakan bahwa kepercayaam pelanggan pada merek atau brand trust diartikan

sebagai keinginan pelanggan untuk bersandar pada sebuah merek dengan resiko yang

dihadapi karena ekspektasi terhadap merek itu akan menyebabkan hal yang positif.

Selain itu, menurut Delgado ( dalam Rizan et al., 2012), kepercayaan merek

atau brand trust merupakan kemampuan merek untuk dipercaya (brand reliability),

yang bersumber pada keyakinan konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi

nilai yang dijanjikan dan intensi baik merek (brand intention) yang didasarkan pada

keyakinan konsumen bahwa merek tersebut mampu mengutamakan kepentingan

konsumen. Brand trust didefinisikan oleh Chatterjee dan Chaudhuri (2005), sebagai

kepercayaan pelanggan yang dibangun dari keandalan dan integritas dari sebuah

merek. Artinya bahwa untuk memperoleh brand trust perlu adanya integritas atau

juga posisi sebuah merek di dalam masyarakat sehingga masyarakat mampu percaya

dan pada akhirnya memutuskan untuk menggunakan sebuah merek tersebut. Brand

trust yaitu kemampuan konsumen untuk terus bergantung pada suatu merek ketika

merek tersebut mampu melakukan fungsi-fungsi yang diekspresikannya (Foster dan

Bisnis, 2018).

2.1.2.2 Kriteria Brand Trust

Kepercayaan merek merupakan tindakan suka rela yang dilakukan konsumen

untuk mengandalkan merek dalam menggunakan setiap fungsi yang dijanjikan oleh

produk yang dihasilkan perusahaan. Delgado dalam Susilawati & Wufron (2017). Hal

ini dapat dilihat dari beberapa kriteria berikut:


32

a. Jangka panjang

Bentuk kepercayaan konsumen akan terlihat lamanya penggunaan produk dengan

merek tertentu secara terus menerus.

b. Ketulusan

Kepercayaan konsumen terhadap merek produk akan terihat dari ketulusannya

menggunakan produk seperti kenyamanan dalam menggunakan produk yang

dihasilkan.

c. Kejujuran

Bentuk kepercayaan yang diperlihatkan konsumen akan menunjukkan kejujuran

konsumen dalam menggunakan produk dengan merek tertentu yang dihasilkan

perusahaan. Dengan memperlihatkan jelasnya konsumen dalam menggunakan

produk jangka yang panjang, ketulusannya konsumen dalam menggunakan

seperti kenyamanan dalam menggunakan dan tidak adanya komplain, serta secra

terang terangan konsumen dalam menggunakan produk dengan merek tertentu

yang dihasilkan perusahaan, hal ini akan mempengaruhi loyalitas konsumen

terhadap merek produk tertentu. Sehingga secara teoritis kepercayaan merek

berpengaruh positif terhadap loyalitas merek.

2.1.2.3 Indikator Brand Trust

Menurut Sivesan dalam Jodi & Adhika (2019) untuk mengatasi penetrasi yang

dilakukan oleh kompetitor, maka perusahaan akan tetap menjaga pangsa pasarnya,

salah satunya dengan membentuk citra merek yang kuat oleh perusahaan. Tanpa citra

merek yang kuat dan positif, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menarik
33

pelanggan baru dan mempertahankan kepercayaan merek (brand trust) konsumen.

Penilaian tentang brand trust diukur berdasarkan indikator-indikator berikut:

a. Achieving result adalah harapan terhadap janji yang harus dipenuhi kepada

pembeli.

b. Acting with integrity adalah bertindak dengan integritas, adanya konsistensi

antara ucapan dan tindakan dalam menangani setiap situasi yang di alami

pembeli.

c. Demonstrate concern adalah perhatian kepada pembeli dalam bentuk empaty

yang menunjukkan sikap pengertian kepada pembeli jika menghadapi masalah

dengan produk.

2.1.2.4 Pengukuran Brand Trust

Menurut Kustini & Ika dalam Adiwidjaja & Tarigan (2017), brand trust dapat

diukur melalui dimensi viabilitas (dimension of viability) dan dimensi intensionalitas

(dimension of intentionality).

a. Dimension of Viability

Dimensi ini mewakili sebuah persepsi bahwa suatu merek dapat memenuhi dan

memuaskan kebutuhan dan nilai konsumen. Dimensi ini dapat diukur melalui

indikator kepuasan dan nilai (value).

b. Dimension of Intentionality

Dimensi ini mencerminkan perasaan aman dari seorang individu terhadap suatu

merek. Dimensi ini dapat diukur melalui indikator security dan trust.
34

2.1.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Brand Trust

Menurut Lau & Lee dalam Sunarti et al (2018:62) terdapat 3 faktor yang

mempengaruhi Kepercayaan merek, ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entitas

yang tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen yaitu:

a. Brand Charasteristic (karakteristik merek)

Karakteristik merek memiliki peran yang sangat penting dalam

menentukanapakah pelanggan memutuskan untuk percaya terhadap suatu merek

atau tidak. Berdasarkan pada penelitian kepercayaan interpersonal, individu yang

dipercaya didasarkan pada reputasi, predictability, dan kompetensi.

b. Company Charateristic (karakteristik perusahaan)

Karakteristik perusahaan juga memainkan peranan yang penting untuk

mempengaruhi tingkat kepercayaan pelanggan pada merek. Karakteristik

perusahaan yang mempengaruhi kepercayaan pelanggan pada merek didasarkan

pada reputasi, motif yang dipersepsikan, serta integritas dari perusahaan yang

dipersepsikan oleh pelanggan.

c. Consumer-brand Chrarasteristic (karakteristik hubungan pelanggan-merek)

Yaitu kesamaan (similarity) antara self-concept pelanggan dan citra merek,

kesukaan terhadap merek, pengalaman terhadap merek, kepuasan terhadap

merek, serta dukungan dan pengaruh dari oranglain/rekan. Pelanggan.


35

2.1.3 Brand love

2.1.3.1 Definisi Brand love

Brand love menjadi sesuatu yang sangat penting didalam mengembangkan

hubungan merek dengan konsumen, dimana konsumen yang memiliki kecintaan pada

sutu merek akan memberikan saran serta pengawasan pada merek, konsumen,

maupun calon konsumen. Menurut (Keller & Lehmann, 2013) brand is a name, term,

sign, symbol or design or combination of these, that identifies the maker or seller of a

product or services. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulakan merek adalah

suatu kombinasi nama, tanda dan simbol yang membedakan suatu produk atau jasa

dengan produk jasa lainya. Apabila merek yang diciptakan perusahaan sudah kuat,

maka merek tersebut akan sukses dipasar. Apabila merek yang diciptakan perusahaan

sudah kuat, maka merek tersebut akan sukses dipasar. Sebuah merek yang sukses

dipasar harus mampu memberikan konsumen persepsi kualitas yang unggul.

Kemudian merek diciptakan untuk membantu perusahaan memposisikan diri mereka

secara strategis untuk masa yang akan datang dan bersaing secara efektif dengan

perusahaan – perusahaan global yang mendominasi pasar.

Menurut (Carroll & Ahuvia, 2015) menyatakan bahwa setelah konsumen

mengkonsumsi dan mengalami tingkat kepuasan yang tinggi yang dapat

mempengaruhi kecintaan konsumen terhadap merek, maka konsumen akan menjadi

lebih loyal terhadap merek atau menyebarkan kata-kata positif tentang merek ke

berbagai pihak. Penilaian tersebut dinamakan dengan cinta merek (brand love). Hasil
36

penelitian menunjukkan cinta atas kepuasan konsumen lebih besar terhadap merek

dalam kategori produk hedon dibandingkan terhadap produk yang bermanfaat, serta

kepuasan konsumen lebih besar untuk merek yang menawarkan keuntungan.

Menurut (Mick & Fournier, 2017) brand love is conceptualized here as a

mode satisfaction, i.e., a response experienced by some, but not all, satisfied

consumers. Pengertian brand love tersebut tertuju pada sebuah tingkatan kepuasan

konsumen yang menghasilkan sikap konsumen untuk mencintai merek akan tetapi

tidak semua kosumen merasakan sebuah kepuasan untuk mencintai sebuah merek.

Sedangkan pengertian brand love menurut (Carroll & Ahuvia, 2015) berbeda dari

pengertian sebelumnya yaitu mengatakan bahwa brand love is defined as the degree

of passionate emotional attachment a satisfied consumer has for a particular trade

name. Brand love merupakan tingkatan emosional yang penuh gairah kepuasan

konsumen untuk memiliki sebuah merek.

Pengertian brand love didasarkan pada pengertian tentang love, menurut

(Langeslag & Van Strien, 2016), “The word ‘love’ has many different meanings and

may have different meanings to different people”. Istilah “love” memiliki banyak arti

yang berbeda-beda untuk setiap orang. Tiap orang bisa mengartikan love dengan arti

yang berbeda berdasarkan pada perspektif pandangnya masing-masing. Definisi love,

menurut (Rahmat Kaur Kochar & Dr. Daisy Sharma, 2015), “Love is a combination

of emotions, cognitions, and behaviors that often plays a crucial role in intimate

romantic relationships”. Love dipahami sebagai kombinasi antara emosi, kognisi, dan

perilaku yang memiliki peran dalam menciptakan hubungan dekat yang bersifat
37

romantis. Emosi menggambarkan rasa suka, kognisi yang menggambarkan tingkat

pengenalan yang mendalam, dan perilaku menunjukkan respon dalam bentuk

tindakan, di mana ketiganya membentuk hubungan rekat yang bersifat romantis.

Berdasarkan hasil definisi tersebut maka dapat disimpulakn bahwa brand love

menunjukan bahwa brand love sebagai bentuk kepuasan konsumen atas respon dan

gairah emosional berdasarkan pengalaman mereka pada merek produk tertentu.

2.1.3.2 Dimensi Brand love

Menurut (Albert et al., 2008), “Love is a three-dimensional construct composed

of affiliation and need for dependence, predisposition to help, and exclusivity and

absorption (inclusion of the other)” (p. 1063). Rasa cinta pada sebuah merek

melibatkan tiga dimensi, yaitu: ketergantungan kebutuhan pada sebuah merek,

kecenderungan untuk membantu merek, dan eksklusivitas serta keasyikan hubungan.

Penjelasan dari ketiga dimensi ini adalah sebagai berikut:

a. Affiliation and need for dependence

Kecintaan pada sebuah merek menjadi pelanggan merasa selalu membutuhkan

sebuah merek dan tidak bisa beralih ke merek lainnya. Kecintaan pada sebuah

merek menjadikan adanya perasaan ketergantungan terhadap sebuah merek.

b. Predisposition to help

Kecintan sebuah merek pada diri pelanggan juga melahirkan respon positif

terhadap sebuah merk. Ketika konsumen mencintai sebuah merek, terdapat

kecenderungan untuk ikut membantu merek, misalnya dengan memberikan


38

umpan balik mengenai pengalaman-pengalaman penggunaan merek ke

perusahaan atau kepada konsumen lainnya.

c. Exclusivity and absorption

Dimensi ini menjelaskan bahwa kecintaan pada sebuah merek menyebabkan

adanya perasaan hubungan khusus pada sebuah merek, dan hubungan tersebut

berbeda dengan hubungan antara konsumen dengan merek lain.

2.1.3.3 Indikator Brand Love

Menurut Bambang, dkk (2017) terdapat beberapa indikator Brand love

(kecintaan merek) dalam penelitian ini, diantaranya:

a. Passion for a brand

Adanya keinginan memiliki, mengkonsumsi, dan menggunakan barang atau jasa

dengan merek tertentu. Ini sebagai bentuk rasa cinta konsumen pada suatu merek.

b. Brand attachment

Adanya keterikatan perasaan terhadap suatu brand oleh konsumen. Hal ini

membuat jiwa konsumtif konsumen untuk membeli satu bahkan lebih dari suatu

produk.

c. Positive evaluation of the brand

Konsumen akan memberi penilaian atau ulasan pada produk ketika selesai

memakai barang atau jasa. Penilaian yang baik akan diberikan apabila konsumen

memiliki tingkat kecintaan merek yang tinggi.

d. Positive emotions in response to the brand


39

Konsumen yang memiliki perasaan positif setelah mengkonsumsi produk

diindikasikan memiliki rasa cinta kepada suatu brand.

e. Declarations of love toward the brand

Indikasi rasa cinta konsumen terhadap suatu brand dibuktikan dengan cara

mendeklarasikan perasaannya terhadap suatu brand.

2.1.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Brand Love

Kecintaan merek mengacu pada emosi mendalam yang dialami pelanggan dan

berkaitan dengan merek tertenu. Unal & Aydın (2013) mengatakan ada dua faktor

yang memengaruhi brand love yaitu pertama, Brand image merupakan citra merek

yang menunjukkan reputasi terhadap merek berkualitas dan mendorong pelanggan

untuk mencintai sebuah merek. Kedua, Social self menjelaskan dukungan sebuah

merek terhadap citra diri yang diinginkan oleh pelanggan dan menyebabkan

pelanggan mencintai sebuah merek tersebut.

Penelitian (Ahmed Sallam, 2015) juga mendapatkan temuan faktor yang

mempengaruhi brand love atau kecintaa terhadap merek, faktor tersebut adalah brand

indentification dan kepuasan. Brand identification menunjukkan kemampuan sebuah

merek untuk membantu konsumen dalam membangun citra diri, sedangkan kepuasan

berhubungan dengan evaluasi antara harapan dan realisasi dari kinerja merek yang

dirasakan oleh konsumen. Semakin kuat brand identification dan semakin tinggi

kepuasan konsumen menyebabkan kecintaan pada sebuah merek semakin kuat.


40

2.1.4 Brand evangelism

Brand evangelism didefinisikan sebagai konsep komunikasi lanjutan dari

WoM. Hal ini sepandang dengan Sarkar (2017) yang mendefinisikan brand

evangelism sebagai bentuk pesan e-WoM positif yang lebih kuat dimana konsumen

evangelist memiliki loyalitas tinggi terhadap produk, sehingga akan berusaha

menyebarkan informasi positif dan mencoba untuk mengkonversi calon pelanggan

lain untuk loyal. Pemasaran merek yang kompetitif tak jarang mendorong konsumen

terlibat langsung dalam mengunggulkan produk kesukaan mereka. Selain pembelian,

wujud cinta dan dukungan konsumen juga dilakukan melalui advokasi yang mampu

mempengaruhi individu lain untuk membeli produk yang sama. Artinya, semakin

tinggi pesan advokasi e-WoM yang diterima merek dari konsumen, maka akan

semakin tinggi pula tingkat keberhasilan penerapan strategi brand evangelism.

Sajoy, P.B. (2018) merincikan beberapa faktor strategi yang dapat mendorong

terciptanya brand evangelism, yaitu:

a. Quality of the product

Sebuah merek yang memiliki produk dengan kualitas baik secara positif akan

mendorong konsumen merekomendasikan produk dan menghadirkan percakapan

publik yang positif. Untuk menjaga hal ini, sebuah merek harus menjaga

percakapan publik dengan mengumpulkan seluruh input dan respon konsumen


41

sehingga komunikasi dua arah antar merek dan konsumen dapat terus terjaga

dalam aktivitas evangelist marketing.

b. Build a customer community to meet and share

Seberapa besar keterkaitan komunitas pelanggan pada merek dapat ditentukan

melalui jenis dan ruang tempat mereka berkumpul. Semakin aktif ruang diskusi

yang terjadi dalam komunitas, maka kelekatan hubungan emosional merek

dengan konsumen juga akan semakin erat.

c. Create an online and offline buzz about the brand

Pada usaha menciptakan buzz yang positif, merek diharapkan dapat

mengeksekusi aktivitas penyebarluasan konten positif terkait produk secara

efektif. Sebuah merek disimpulkan dapat mengembangkan hubungan dua arah

dengan konsumen melalui firm-created dan user-generated content untuk

meningkatkan interaksi serta brand conversation (Poturak & Softic, 2019).

Sehingga semakin positif dan menarik konten yang disebarkan, maka akan

semakin tinggi pula probabilitas konsumen menyebarluaskan merek kepada

individu lain.

Adapun menurut penelitian Anggraini (2018), diketahui beberapa dimensi

yang mempengaruhi terbentuknya brand evangelism adalah meliputi:

a. Brand satisfaction
42

Brand satisfaction didefinisikan sebagai hasil yang diperoleh dari perbandingan

antara pengalaman pelanggan dalam mengkonsumsi produk dan taraf ekspektasi

yang dapat terpenuhi sebagai kebutuhan emosional pelanggan (Chen dkk, 2020).

b. Consumer brand identification

Customer brand identification dinilai memiliki pengaruh positif pada strategi

brand evangelism. Konsep ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat

kelekatan emosional, persamaan nilai, dan kemampuan identifikasi merek yang

dimiliki pelanggan maka akan semakin tinggi pula potensi tumbuhnya perilaku

advokasi pada konsumen lain sebagai bentuk loyalitas merek (Anggraini, 2018).

c. Brand salience

Lamlo & Selamat (2020) menyimpulkan brand salience sebagai bentuk kekuatan

memori yang pelanggan miliki dalam kebutuhan mengingat merek/produk

tertentu, yang pada akhirnya menjadi pertimbangan individu untuk melakukan

pembelian.

d. Brand trusts

Konsep brand trust dinilai dapat dijadikan indikator utama keberhasilan brand

evangelist . Menurut Husain dan Madjid (2017), mendefinisikan brand trust

sebagai kemampuan merek dalam memenuhi janji dan mampu menciptakan

minat beli produk. Artinya, semakin nilai merek dapat berkesan positif,

trustworthy, reliable, honest, dan aman di benak pelanggan maka akan semakin

tinggi pula kemungkinan merek masuk dalam perbincangan publik dengan berita

yang positif.
43

e. Opinion leaderships

Moldovan dkk (2017) mendefinisikan konsep opinion leadership sebagai seorang

pelanggan yang mampu mempengaruhi pengambilan keputusan pelanggan lain

berkat informasi berkualitas tinggi yang mendorong reaksi pembelian individu

lain.

Pembahasan dimensi-dimensi ini dikaji karena dapat dijadikan sebagai

referensi indikator untuk mengukur efektivitas pesan brand evangelist dan kaitannya

dalam mempererat hubungan asosiasi pelanggan dengan merek (brand loyalty) pada

dimensi ekuitas merek.

2.2 Kerangka Pemikiran

Saat ini perusahaan dan konsumen dihadapkan pada melimpahnya informasi

yang didukung oleh kecepatan teknologi. Hal ini membuka peluang kompetisi bagi

para pebisnis untuk menjadi terdepan dalam menyampaikan informasi kepada

konsumen sehingga memiliki peluang besar untuk dipilih. Kecepatan dan padatnya

teknologi informasi juga memicu perubahan perilaku konsumen dalam menanggapi

berbagai informasi yang tersedia. Jika dulu konsumen yang sibuk mencari informasi

tertentu, maka saat ini informasi tersebut seolah berdatangan dengan sendirinya dan

dapat diatur sedemikian rupa sehingga lebih mudah untuk sampai kepada pihak

konsumen. Maka dari itu konsep branding menjadi semakin dibutuhkan setiap

perusahaan tanpa terkecuali, sebagai strategi untuk mengimbangi kompetisi bisnis.

Melalui branding, perusahaan diharapkan mampu membentuk persepsi konsumen


44

terhadap brand, membangun rasa percaya konsumen kepada brand dan membangun

rasa cinta konsumen terhadap brand. Branding yang kuat akan membuat pelanggan

lebih percaya dengan produk dan lebih loyal terhadap perusahaan.

Mengingat era digital saat ini yang juga merubah perilaku konsumen, maka

sesuatu yang dapat menyenangkan, berkesan, dan memunculkan rasa ketergantungan

konsumen terhadap suatu brand akan memicu keinginan untuk membagikan

pengalaman tersebut berupa informasi-informasi positif kepada pihak lain mengenai

brand. Tentu saja hal ini akan menguntungkan perusahaan karena secara tidak

langsung hal ini menjadi bentuk lain dari promosi yang efektif karena berdasar pada

pengalaman riil sehingga tingkat akurasi informasinya sangat tinggi. Maka secara

tidak langsung kegiatan ini dapat menciptakan konsumen baru, sementara pelanggan

lama semakin memiliki dedikasi dan rasa memiliki yang sangat kuat terhadap

perusahaan atau yang dikenal dengan Brand evangelism.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku konsumen setia yang

telah berhasil dibangun melalui branding perusahaan sehingga memiliki Brand trust

dan Brand love yang sangat tinggi yang kemudian mampu membangun Brand

evangelism, yang mana ikatan emosional ini terbentuk dengan didasarkan pada

kesamaan nilai-nilai pribadi konsumen yang terwakili oleh brand tersebut atau

dikenal sebagai Value Congruity.

Brand evangelism merupakan hal yang popular terutama pada perusahaan-

perusahaan besar. Brand evangelism merupakan bentuk dukungan penuh dari

konsumen yang terpuaskan oleh pilihannya terhadap suatu brand, sehingga


45

menjadikan konsumen tersebut lebih dari sekedar loyal, namun juga bertindak fanatik

serta secara sukarela menceritakan hal-hal positif mengenai brand yang dipilih

kepada pihak lain dengan tujuan pihak tersebut mengikuti pilihannya. Adapun Brand

evangelism dapat diukur dengan Brand Purchase Intentions, Positive Brand

Referrals, dan Oppositional Brand Referrals.

Brand Purchase Intentions merupakan keinginan konsumen untuk melakukan

pembelian ulang, hal ini terlihat dari adanya rencana membeli dalam waktu dekat,

dimana produk dari brand tersebut menjadi keharusan untuk dibeli secara berkala,

juga konsumen tersebut akan membeli setiap produk baru yang dikeluarkan brand

tersebut. Sedangkan Positive Brand Referral atau juga dikenal sebagai positive word-

of-mouth, yaitu ketika seseorang secara sukarela membagikan rekomendasi positif

dan berusaha mempengaruhi orang lain untuk membeli produk yang sama. Dan

Oppositional Brand Referrals merupakan perilaku konsumen yang kurang

menguntungkan bagi kompetitor seperti menyebarkan hal negatif atau kekurangan

dari kompetitor.

Seorang konsumen akan menjadi seorang Brand Evangelist ketika memiliki

kepercayaan yang mendalam terhadap brand tersebut (Brand Trust). Brand trust

dapat diartikan sebagai perasaan aman yang ditimbulkan berdasarkan interaksi

konsumen terhadap suatu merek, dan merek tersebut dapat dipercayai serta

bertanggung jawab. Kepercayaan yang mendalam akan menjadikan konsumen hanya

meyakini bahwa brand inilah yang mampu memenuhi harapannya. Sekalipun

ditawarkan sesuatu yang dinyatakan pihak lain “lebih baik”, namun keyakinan
46

terhadap pilihannya akan membuat konsumen ini menetap. Adapun Brand trust dapat

diukur dengan Intentionality; diartikan sebagai rasa aman yang dirasakan konsumen

ketika menggunakan produk dari brand yang dipilih, hal ini bisa terlihat dari adanya

kepuasan setelah mengkonsumsi produk, melakukan pembelian ulang, serta memiliki

nilai yang tinggi dimata konsumen. Selanjutnya Brand trust juga diukur dengan

Viability; diartikan sebagai persepsi yang melekat bahwa brand yang dipilih dapat

memenuhi harapan konsumen tersebut. Indikator dari Viability yaitu tingkat

keamanan yang dirasakan konsumen dan kepercayaan konsumen terhadap produk.

Selain Brand Trust, seseorang dapat menjadi Brand Evangelist pada saat

merasa memiliki dan mencintai suatu Brand (Brand love), bahkan berani

mendeklarasikan rasa keterikatannya dengan brand tersebut, lebih lanjut konsumen

yang memiliki Brand love bahkan tidak peduli terhadap kekurangan atau kesalahan

dari brand yang dia pilih. Brand love dapat diartikan sebagai pengalaman emosional

yang sangat kuat antara konsumen dengan merek. Brand love dapat diukur dengan

Brand Affection yaitu keintiman atau ketergantungan dengan indikatornya; Keunikan

merek, durasi penggunaan, kedekatan/hubungan yang nyaman dengan merek, rasa

emosional terhadap merek dan kenangan terhadap penggunaan merek. Selanjutnya

Brand love juga diukur dengan Brand Passion yaitu struktur psikologis berdasarkan

investigasi interpersonal, dan mendefinisikannya sebagai antusiasme merek, kegilaan,

atau bahkan kompleks konsumen terhadap sebuah merek. Indikator dari Brand

Passion yaitu kesenangan dalam menggunakan merek, dan menjaga hubungan

dengan merek.
47

Namun pada dasarnya, baik Brand Trust, Brand love maupun Brand

evangelism dapat terbentuk apabila konsumen merasakan kesesuaian antara nilai yang

ada pada suatu Brand dengan nilai-nilai yang ada pada pribadi konsumen tersebut.

Nilai dipandang sebagai dasar motivasi yang membentuk psikologis seseorang.

Kesamaan nilai-nilai tersebutlah yang menjadi pendorong seseorang untuk merasa

bergantung pada suatu merek tertentu dan berpersepsi bahwa merek tersebut sangat

penting untuknya (Value Congruity). Value Congruity adalah tingkat kemiripan

antara satu atau sekelompok teman bicara, pembeli dan konsumen di setiap

pengambilan keputusan yang diamati dalam karakteristik kedua belah pihak (merek

dan konsumen) dan mengambil keuntungan dari kemiripan ini untuk membentuk citra

merek produk. Adapun Dimensi dari Value Congruity yaitu Value Congruity of Self-

Brand (VCSB), dimana yang menjadi dasar pemilihan brand tertentu yaitu kesamaan

nilai-nilai yang ada pada merek dengan nilai-nilai individu atau kepribadian

konsumen. VCSB diukur dengan Reflects Personality, Manifest Social Status,

Important, Buy because name. Selanjutnya dimensi Value Congruity of Self-

Community (VCSC), dimana yang menjadi dasar pemilihan brand tertentu yaitu

adanya kesamaan nilai-nilai yang ada pada suatu kelompok atau komunitas tertentu

dengan nilai-nilai atau karakteristik konsumen tersebut. VCSC diukur dengan Share

of Value, Same Reasons, Share Similar Interest, Share Similar Preference.

Berdasarkan paparan kerangka pemikiran tersebut, maka dapat digambarkan

suatu paradigma penelitian sebagai berikut:

ε2
H5
ε1
BRAND TRUST H7
48

Gambar 2.1
Model Penelitian
2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan cerminan dari kemampuan seorang peneliti untuk menelusuri dan

mengidentifikasi penelitian terdahulu yang relevan dengan topik atau permasalahan dalam penelitian yang

dilakukannya. Setiap penelitian yang dilakukan terdapat perbedaan dalam konteks lingkungan yang berbeda dan

variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian dengan penelitian-penelitian sebelumnya, sekalipun penelitian

tersebut merupakan replikasi penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1

berikut:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Penulis,
N
Judul Jurnal Tujuan Penelitian Sampel Metode Hasil
o
(Tahun)
1 The Influence Stefanus Tujuan dari Sampel dari Penelitian ini Hasil dari
Of Brand Mamesah penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan metode penelitian ini
Identification (2020) untuk menganalisa adalah 100 kuantitatif dengan menemukan
And Brand Jurnal EMBA faktor-faktor mahasiswa aktif penyebaran kuesioner bahwa brand
Satisfaction penentu yang di FEB Unsrat untuk mendapatkan data, identification dan
Of mempengaruhi dan Regresi Linear brand satisfaction
Smartphone brand evangelism Berganda sebagai alat keduanya
Products On mahasiswa FEB analisa memiliki
Brand Unsrat, dalam hal ini hubungan yang
Evangelism yaitu brand positif dan
identification dan signifikan
brand satisfaction terhadap brand

28
29

Penulis,
N
Judul Jurnal Tujuan Penelitian Sampel Metode Hasil
o
(Tahun)
evangelism.
Berdasarkan hasil
ini,
direkomendasika
n untuk
perusahaan
smartphone
untuk focus pada
bagaimana cara
perusahaan untuk
bisa membuat
ikatan dengan
konsumen
mereka.
2 Understandin Lina Anggarini, Penelitian ini Data yang Metode yang digunakan Hasil penelitian
g Brand (2018) bertujuan untuk digunakan dalam berdasarkan penerapan menunjukkan
Evangelism SIJDEB, 2(1), mengetahui penelitian ini desain penelitian survei bahwa kepuasan
and the pemahaman brand diperoleh kuantitatif. Metode merek,
Dimensions evangelism dan dengan analisis data yang identifikasi
Involved in a dimensi yang menyebarkan digunakan dalam merek konsumen,
Consumer terlibat dalam kuesioner online penelitian ini adalah arti-penting
Becoming konsumen menjadi kepada 468 analisis regresi berganda merek,
Brand brand evangelist responden yang kepercayaan
Evangelist telah merek, dan
menggunakan kepemimpinan
Apple iPhone opini mempunyai
minimal 6 bulan pengaruh positif
di Indonesia terhadap brand
evangelism.
30

Penulis,
N
Judul Jurnal Tujuan Penelitian Sampel Metode Hasil
o
(Tahun)
3 Do value Paul Harrigan and Berdasarkan logika Responden yang Pemodelan persamaan Sebagian besar
cocreation Sanjit K. Roy layanan, penulis direkrut melalui struktural kuadrat terkecil penelitian
and (2021) menyelidiki Amazon MTurk parsial (PLS-SEM) menyelidiki
engagement Marketing bagaimana disurvei digunakan untuk menguji penciptaan nilai
drive brand Intelligence & penciptaan nilai mengenai model penelitian. dari perspektif
evangelism? Planning , 39(3), mengarah pada penggunaan Temuan – Penciptaan peran dalam
345-360. perilaku evangelis media sosial nilai dan keterlibatan dan/atau peran
yang berhubungan dalam merek pelanggan adalah ekstra mengenai
dengan merek pengambilan pendorong perilaku manfaatnya bagi
(pertahanan merek keputusan terkait evangelis terkait merek, perusahaan.
dan advokasi pariwisata. Total yang menekankan Melalui logika
merek). Para penulis ukuran sampel pentingnya keduanya layanan, penulis
menganalisis yang dapat dalam pemasaran dan mengilustrasikan
interaksi antara digunakan bagaimana keduanya bagaimana hal itu
penciptaan nilai dan adalah 397 mendorong hasil mengarah pada
keterlibatan merek perilaku. perilaku
pelanggan di media evangelis terkait
sosial dalam merek
mendorong hasil ini.
Para penulis juga
mempertimbangkan
peran kecintaan
terhadap merek
dalam memunculkan
perilaku injili terkait
merek
4 Analisis Crizki Arouw, Tujuan dari Sampel pada Penelitian ini merupakan Hasil pengolahan
Pengaruh Margaretha Pink penelitian ini adalah penelitian ini penelitian kuantitatif data menyatakan
Brand Berlianto untuk mengetahui adalah sebanyak deskriptif. Subjek dari bahwa
31

Penulis,
N
Judul Jurnal Tujuan Penelitian Sampel Metode Hasil
o
(Tahun)
Experience, (2022) apakah brand 272 yang penelitian ini adalah pengalaman
Brand PROCEEDING experiene, brand diperoleh dari pengguna iPhone. merek
Loyalty, Dan NATIONAL loyalty, dan brand penyebaran Metode analisis data berpengaruh
Brand CONFERENCE satisfaction kuesioner yang digunakan adalah positif terhadap
Satisfaction BUSINESS, berpengaruh melalui Google PLS-SEM dengan dua penginjilan
Terhadap MANAGEMENT terhadap brand form secara tahap, yaitu outer model merek,
Brand , AND evangelism iPhone online dan inner model. pengalaman
Evangelism ACCOUNTING Penelitian ini merek
Pada Apple (NCBMA) memanfaatkan SmartPLS berpengaruh
Iphone sebagai softwarenya. positif terhadap
Indikator yang ada pada loyalitas merek,
penelitian ini adalah pengalaman
sebanyak 21. merek
berpengaruh
positif terhadap
kepuasan merek,
loyalitas merek
berpengaruh
positif terhadap
penginjilan
merek, kepuasan
merek tidak
berpengaruh
positif terhadap
penginjilan
merek, loyalitas
merek memediasi
hubungan
pengalaman
32

Penulis,
N
Judul Jurnal Tujuan Penelitian Sampel Metode Hasil
o
(Tahun)
merek dengan
penginjilan
merek, kepuasan
merek tidak
memediasi
hubungan
pengalaman
merek dengan
penginjilan
merek.
5 Factors Monica Widodo Penelitian ini total responden Penelitian ini termasuk Hasil penelitian
Influencing (2024) bertujuan untuk yang dalam kategori penelitian menunjukkan
and Their Journal of menguji dan berpartisipasi deskriptif kuantitatif. bahwa kualitas
Impact On Management, memahami apakah dalam penelitian Data dikumpulkan dari interaksi, kualitas
Brand Vol. 13 No. 6 kualitas interaksi, adalah 201 orang populasi sasaran yang lingkungan fisik,
Evangelism kualitas lingkungan terdiri dari individu kualitas hasil,
fisik, kualitas hasil, pemilik Kartu Starbucks, citra merek,
citra merek, melakukan pembelian di simbolisme
simbolisme merek, Starbucks dua kali merek, dan
dan kepuasan seminggu, pernah kepuasan
pelanggan merekomendasikan pelanggan
mempengaruhi dan Starbucks kepada teman berpengaruh
berdampak pada atau keluarga, dan positif terhadap
penginjilan merek di berdomisili di wilayah penginjilan
Starbucks Jabodetabek. merek di
Jabodetabek Pengumpulan data Starbucks
dilakukan dengan Jabodetabek
menyebarkan kuesioner.
Selanjutnya data diolah
33

Penulis,
N
Judul Jurnal Tujuan Penelitian Sampel Metode Hasil
o
(Tahun)
dan dianalisis
menggunakan
pendekatan Partial Least
Square Structural
Equation Modeling (PLS
SEM) dari Smartpls 3.0.
Analisis regresi berganda
digunakan dalam analisis
data
6 Analisis Fauzan Alif Penelitian ini Sampel Penelitian menggunakan Hasil penelitian
Pengaruh Fathurrahman bertujuan ditentukan pendekatan kuantitatif. menunjukkan (1)
Kepercayaan (2018) menganalisis dengan purposiv Populasi penelitian kepercayaan
Merek JURNAL pengaruh e adalah penggemar merek secara
Terhadap MANAJEMEN kepercayaan merek sampling, jumla merek boy/girlband Kore signifikan
Brand BISNIS terhadap brand h sampel a Selatan serta Indonesia berpengaruh
Evangelism INDONESIA, evangelism dimedias sebanyak 432 di Indonesia. Metode positif
Dengan Vol 7. No. 6 i variabel orang analisis data yang terhadap brand
Identifikasi identifikasi merek digunakan evangelism. (2)
Merek Dan dan brand passion adalah structural kepercayaan
Brand equation merek secara
Passion modeling (SEM) dengan signifikan
Sebagai bantuan uji sobel berpengaruh
Variabel positif
Mediasi terhadap brand
passion. (3)
kepercayaan
merek secara
signifikan
berpengaruh
34

Penulis,
N
Judul Jurnal Tujuan Penelitian Sampel Metode Hasil
o
(Tahun)
positif terhadap
identifikasi
merek. (4)
Identifikasi
merek secara
signifikan
berpengaruh
positif
terhadap brand
passion. (5)
Identifikasi
merek secara
signifikan
berpengaruh
positif
terhadap brand
evangelism.
(6) Brand
passion secara
signifikan
berpengaruh
positif
terhadap brand
evangelism. (7)
Kepercayaan
merek secara
signifikan
berpengaruh
positif
35

Penulis,
N
Judul Jurnal Tujuan Penelitian Sampel Metode Hasil
o
(Tahun)
terhadap brand
passion dimedias
i oleh identifikasi
merek. (8)
Kepercayaan
merek secara
signifikan
berpengaruh
positif
terhadap brand
passion dimedias
i oleh identifikasi
merek. (9)
Kepercayaan
merek secara
signifikan
berpengaruh
positif
terhadap brand
passion dimedias
i oleh identifikasi
merek. (10)
Kepercayaan
merek secara
signifikan
berpengaruh
positif
terhadap brand
passion dimedias
36

Penulis,
N
Judul Jurnal Tujuan Penelitian Sampel Metode Hasil
o
(Tahun)
i oleh identifikasi
merek.
7 When The Nur Fariz, Penelitian ini Survei ini dipilih Analisis data Temuan
Influence Of (2023) berupaya untuk menggunakan menggunakan analisis penelitian ini
Brand Love JIMMU, VOL. 8 menguji pengaruh purposive faktor dan Lisrel- adalah hipotesis
On Buying NO. 2 brand love yang sampling di structural Equation yang mendukung
Satisfaction dibentuk oleh brand Jabota Modeling (SEM). antara lain
And Intention experience dan (singkatan dari pengalaman
brand trust terhadap Jakarta – Bogor merek
e-satisfaction serta – Tangerang) berkontribusi
melihat dengan kriteria terhadap
kemungkinan pengambilan kecintaan merek,
pelanggan untuk sampel kemudian
kembali penelitian ini kecintaan merek
menggunakan adalah menunjukkan
layanan online pelanggan pesan hasil positif yang
khususnya di bidang antar makanan mempengaruhi
produk makanan online kepuasan
elektronik, dan
kecintaan merek
juga berpengaruh
positif terhadap
niat pembelian
ulang. Sumber
daya ini diartikan
bahwa
kepercayaan
merek tidak
berpengaruh
37

Penulis,
N
Judul Jurnal Tujuan Penelitian Sampel Metode Hasil
o
(Tahun)
positif terhadap
kecintaan merek,
pengalaman
merek tidak
menunjukkan
hasil positif
terhadap niat
membeli ulang
dan kepuasan
elektronik juga
tidak
memberikan
kontribusi positif
terhadap niat
membeli ulang.
2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan peneliti

sampai melalui data yang terkumpul. Berdasarkan teori yang ada maka dirumuskan

hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

H1 : brand trust memiliki Peranan dalam membangun brand evangelist pada

McDonald's dengan value congruity sebagai mediasi.

H2 : brand love memiliki Peranan dalam membangun brand evangelist pada

McDonald's dengan value congruity sebagai mediasi.

28
DAPUS BAB 2

Afzal, H., Khan, M. A., Rehman, K. ur, Ali, I., & Wajahat, S. (2014). Consumer’s
Trust in the Brand: Can it be built through Brand Reputation, Brand Competence
and Brand Predictability. International Business Research, 3(1).
https://doi.org/10.5539/ibr.v3n1p43
Ahmed Sallam, M. (2015). the Effects of Satisfaction and Brand Identification on
Brand Love and Brand Equity Outcome: the Role of Brand Loyalty. European
Journal of Business and Social Sciences, 4(09).
Albert, N., Merunka, D., & Valette-Florence, P. (2008). When consumers love their
brands: Exploring the concept and its dimensions. Journal of Business Research,
61(10). https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2007.09.014
Badrinarayanan, V., & Laverie, D. (2013). The role of manufacturers’ salespeople in
inducing brand advocacy by retail sales associates. Journal of Marketing Theory
and Practice, 21(1). https://doi.org/10.2753/MTP1069-6679210104
Carroll, B. A., & Ahuvia, A. C. (2015). Some antecedents and outcomes of brand
love. In Marketing Letters (Vol. 17, Issue 2). https://doi.org/10.1007/s11002-
006-4219-2
Delgado-Ballester, E., & Munuera-Alemán, J. L. (2016). Does brand trust matter to
brand equity? Journal of Product and Brand Management, 14(3).
https://doi.org/10.1108/10610420510601058
Doss, S. K. (2015). “Spreading the Good Word”: Toward an Understanding of Brand
Evangelism. In The Sustainable Global Marketplace.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-10873-5_259
Doss, S. K., & Carstens, D. S. (2014). Big Five Personality Traits and Brand
Evangelism. International Journal of Marketing Studies, 6(3).
https://doi.org/10.5539/ijms.v6n3p13
Keller, K. L., & Lehmann, D. R. (2013). Brands and branding: Research findings and
future priorities. Marketing Science, 25(6).
https://doi.org/10.1287/mksc.1050.0153
Langeslag, S. J. E., & Van Strien, J. W. (2016). Regulation of romantic love feelings:
Preconceptions, strategies, and feasibility. PLoS ONE, 11(8).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0161087
Matzler, K., Pichler, E. A., & Hemetsberger, A. (2015). Who is Spreading the Word?
The Positive Influence of Extraversion on Consumer Passion and Brand

28
29

Evangelism. In AMA Winter Educators’ Conference Proceedings (Vol. 18).


Mick, D. G., & Fournier, S. (2017). Paradoxes of technology: Consumer cognizance,
emotions, and coping strategies. Journal of Consumer Research, 25(2).
https://doi.org/10.1086/209531
Rahmat Kaur Kochar, & Dr. Daisy Sharma. (2015). Role of Love in Relationship
Satisfaction. International Journal of Indian Psychology, 3(1).
https://doi.org/10.25215/0301.102
Rizan, M., Saidani, B., & Sari, Y. (2012). Pengaruh Brand Image Dan Brand Trust
Terhadap BRAND LOYALTY TEH BOTOL SOSRO Survei Konsumen Teh
Botol Sosro di Food Court ITC Cempaka Mas, Jakarta timur. Jurnal Riset
Manajemen Sains Indonesia (JRMSI), 3(1).
Unal, S., & Aydın, H. (2013). An Investigation on the Evaluation of the Factors
Affecting Brand Love. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 92.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.08.640
Mamesah, S., Tumbuan, W.J. and Tielung, M.V., 2020. The influence of brand
identification and brand satisfaction of smartphone products on brand
evangelism. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan
Akuntansi, 8(1).

Anggraini, L., 2018. Understanding brand evangelism and the dimensions involved in
a consumer becoming brand evangelist. Sriwijaya International Journal of
Dynamic Economics and Business, pp.63-84.

Harrigan, P., Roy, S.K. and Chen, T., 2021. Do value cocreation and engagement
drive brand evangelism?. Marketing Intelligence & Planning, 39(3), pp.345-360.

Arouw, C. and Berlianto, M.P., 2022, August. Analisis pengaruh brand experience,
brand loyalty, dan brand satisfaction terhadap brand evangelism pada apple
iphone. In Proceeding National Conference Business, Management, and
Accounting (NCBMA) (Vol. 5, pp. 260-266).

Widodo, M. and Ginting, A.M., 2024. Factors Influencing and Their Impact On
Brand Evangelism. Enrichment: Journal of Management, 13(6), pp.3773-3781.

Fathurrahman, F.A., 2018. Analisis pengaruh kepercayaan merek terhadap brand


evangelism dengan identifikasi merek dan brand passion sebagai variabel
mediasi. Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia (JMBI), 7(6), pp.569-580.
30

Fariz N, 2023, When The Influence Of Brand Love On Buying Satisfaction And
Intention. Jurnal Ilmu Manajemen (JIMMU). (8) 2. 10.33474/jimmu.v8i2.20404

Anda mungkin juga menyukai