Anda di halaman 1dari 29

23

BAB III

PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH

PENYIDIK

A. Gambaran Umum Polsek Nusalaut

Polsek Nusalaut termasuk kedalam wilayah kerja Kepolisian Resort Kota

(Polresta) Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, yang merupakan satuan kepolisian

yang berada dibawah Kepolisian Daerah Maluku (Polda Maluku). Polresta Pulau

Ambon dan Pulau-pulau Lease berkantor dengan alamat Jl. Sirimau Dr. Latumenten

No.10, Kel Waihaong, Nusaniwe, Kota Ambon, Provinsi Maluku dengan wilayah

kerja Pulau Ambon dan Kepulauan Lease yang terdiri dari Pulau Haruku, Pulau

Molana dan Pulau Nusalaut.

Kepolisian sektor Nusalaut dari aspek geografisnya adalah bagian dari

kepolisian resor kota pulau Ambon dan Pulau Pulau Lease provinsi Maluku,

merupakan satuan kerja kewilayahan yang terletak di Jalan Aer Panas Nalahia, Kec.

Nusalaut, Kab. Maluku Tengah, Maluku yang dipimpin oleh seorang Kapolsek

bernama Izaac Tahapary berpangkat Inspektur Polisi Dua (IPDA).

Menurut PERKAP Nomor 23 Tahun 2010, unsur Polresta Pulau Ambon dan

Pulau-pulau Lease yang bertugas untuk melakukan penanganan konflik antar

masyarakat 37 ada pada subbaghumas (Sub Bagian Humas), satintelkam (Satuan

Intel dan Keamanan), satbinmas (Satuan Pembinaan Masyarakat), dan satsabhara

(Satuan Sabhara).
24

Tugas dan fungsi Unsur Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease

Unsur Tugas Fungsi

Subbaghumas 1. Mengumpulkan dan mengolah


data, serta menyajikan informasi
dan dokumentasi kegiatan
kepolisian yang berkaitan dengan
penyampaian berita di lingkungan
Polres
2. Meliput, memantau, memproduksi,
dan mendokumentasikan informasi
yang berkaitan dengan tugas
Polres.
Satintelkam 1. Menyelenggarakan dan membina 1. pembinaan kegiatan intelijen
fungsi Intelijen bidang keamanan dalam bidang keamanan, antara
2. Pelayanan yang berkaitan dengan lain persandian dan produk
ijin keramaian umum dan intelijen di lingkungan Polres
penerbitan SKCK 2. pelaksanaan kegiatan operasional
3. Menerima pemberitahuan kegiatan intelijen keamanan guna
masyarakat atau kegiatan politik terselenggaranya deteksi dini
4. Membuat rekomendasi atas (early detection) dan peringatan
permohonan izin pemegang senjata dini (early warning),
api dan penggunaan bahan peledak. pengembangan jaringan informasi
melalui pemberdayaan personel
pengemban fungsi intelijen
3. pengumpulan, penyimpanan, dan
pemutakhiran biodata tokoh
formal atau informal organisasi
sosial, masyarakat, politik, dan
pemerintah daerah
4. pendokumentasian dan
penganalisisan terhadap
perkembangan lingkungan
strategik serta penyusunan produk
intelijen untuk mendukung
kegiatan Polres
5. penyusunan prakiraan intelijen
keamanan dan menyajikan hasil
analisis setiap perkembangan
yang perlu mendapat perhatian
pimpinan
6. penerbitan surat izin untuk
keramaian dan kegiatan
masyarakat antara lain dalam
bentuk pesta (festival, bazar,
konser), pawai, pasar malam,
pameran, pekan raya, dan
pertunjukkan/permainan
ketangkasan
7. penerbitan STTP untuk kegiatan
masyarakat, antara lain dalam
bentuk rapat, sidang, muktamar,
kongres, seminar, sarasehan, temu
25

kader, diskusi panel, dialog


interaktif, outward bound, dan
kegiatan politik
8. pelayanan SKCK serta
rekomendasi penggunaan senjata
api dan bahan peledak.
Satbinmas 1. kegiatan penyuluhan Masyarakat 1. pembinaan dan pengembangan
2. pemberdayaan Perpolisian bentuk-bentuk pengamanan
Masyarakat (Polmas) swakarsa dalam rangka
3. melaksanakan koordinasi, peningkatan kesadaran dan
pengawasan dan pembinaan ketaatan masyarakat terhadap
terhadap bentuk-bentuk hukum dan ketentuan peraturan
pengamanan swakarsa (pam perundang-undangan
swakarsa), Kepolisian Khusus 2. pengembangan peran serta
(Polsus), serta kegiatan kerja sama masyarakat dalam pembinaan
dengan organisasi, lembaga, keamanan, ketertiban, dan
instansi, dan/atau tokoh masyarakat perwujudan kerja sama Polres
guna peningkatan kesadaran dan dengan Masyarakat
ketaatan masyarakat terhadap 3. pembinaan di bidang ketertiban
hukum dan ketentuan peraturan masyarakat terhadap komponen
perundang-undangan serta masyarakat antara lain remaja,
terpeliharanya keamanan dan pemuda, wanita, dan anak
ketertiban masyarakat 4. pembinaan teknis,
pengkoordinasian, dan
pengawasan Polsus serta Satuan
Pengamanan (Satpam)
5. pemberdayaan kegiatan Polmas
yang meliputi pengembangan
kemitraan dan kerja sama antara
Polres dengan masyarakat,
organisasi, lembaga, instansi,
dan/atau tokoh masyarakat.
Satsabhara 1. melaksanakan Turjawali dan 1. pemberian arahan, pengawasan
pengamanan kegiatan masyarakat dan pengendalian pelaksanaan
dan instansi pemerintah, objek tugas Satsabhara
vital, TPTKP, 2. pemberian bimbingan, arahan,
2. penanganan Tipiring dan pelatihan keterampilan dalam
3. pengendalian massa dalam rangka pelaksanaan tugas di lingkungan
pemeliharaan keamanan dan Satsabhara
ketertiban masyarakat serta 3. perawatan dan pemeliharaan
pengamanan markas. peralatan serta kendaraan
Satsabhara;
4. penyiapan kekuatan personel dan
peralatan untuk kepentingan
tugas Turjawali, pengamanan
unjuk rasa dan objek vital,
pengendalian massa, negosiator,
serta pencarian dan penyelamatan
atau Search and Rescue (SAR)
5. pembinaan teknis pemeliharaan
ketertiban umum berupa
penegakan hukum Tipiring dan
TPTKP
26

6. pengamanan markas dengan


melaksanakan pengaturan dan
penjagaan
Sumber: Perkap Nomor 23 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat
Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor

Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga

polisi. Demikian dinyatakan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2

tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Adapun fungsi

kepolisian yang diatur dalam pasal 2 dan tujuan kepolisian yang diatur dalam pasal

4 bahwa :

Pasal 2
Fungsi kepolisian merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara di
bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada Masyarakat.
Pasal 4
Kepolisian bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang
meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan
tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia.

1. Visi dan Misi

a. Visi Polri

Terciptanya keamanan dalam negeri dari segala bentuk ancaman dan

gangguan berupa kejahatan guna terlaksananya pembangunan nasional dalam

rangka tercapainya masyarakat yang damai dan sejahtera. Polri memiliki

kemampuan profesional dalam melaksanakan tugasnya dan dapat dipercaya

oleh masyarakat.
27

b. Misi Polri

Misi Polri adalah Tugas Pokok Polri sebagaimana tercantum dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia :

1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;


2) Menegakkan hukum; dan
3) Memberikan perlindungan pengayoman dan pelayanan masyarakat.
2. Tugas Pokok

Penjabaran tugas pokok pada Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2002 dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13,

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :

a. Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segalah kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap

hukum dan peraturan perUndang Undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

B. Penyebab Terjadinya Kriminalisasi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Oleh

Penyidik Polsek Nusalaut

Sesuai surat Nomor : B/06/X/2021/Reskrim, tanggal 05 Oktober 2021 tentang

Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang ditandatangani


28

Kapolsek Nusalaut atau penyidik (IPDA) Izaac Tahapary, dan Surat Panggilan

Polsek Nusalaut untuk memeriksa LR alias Leo sebagai tersangka pengancaman

menurut pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 1 angka (2) KUHAP jo. pasal 1 angka

(2) PERKAP Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, penyidikan

yang sah menurut peraturan perundang-undangan adalah

serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.

Yang wajib didahului dengan serangkaian tindakan penyelidikan yang

seharusnya dilakukan Kapolsek Nusalaut atau penyidik, sebagai satu kesatuan

dengan penyidikan.

Bukti penggunaan pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP dalam SPDP, yang berbeda

dengan Surat Nomor B.292/Q.1.10.1/Eoh.1/11/2021, tanggal 10 November 2021

tentang SP2HP yang mencantumkan pasal 336 ayat (1) jo. Pasal 335 ayat (1) ke-1

KUHP, menunjukkan salah satu fakta hukum, bahwa Polsek Nusalaut dalam hal ini

Kaposlek Nusalaut atau penyidik dan Kanit Reskrimnya dan kawan-kawan bersikap

ragu-ragu, ambigu dan sewenang-wenang dalam menggunakan pasal-pasal pidana,

sehingga tidak menjamin kepastian hukum1 dalam penerapan hukum tentang

bentuk peristiwa pidana yang dilakukan (dilanggar) oleh LR alias Leo. Hal ini

melanggar prinsip atau asas legalitas dan hak asasi manusia dalam Negara hukum

modern yang demokratis.

1
L. J. van Apeldoorn. Pengantar Ilmu Hukum, Cet ke-15, Pradnya Paramita, Jakarta, 1978,
hal. 129.
29

Asas legalitas dalam hukum acara pidana hanya mengandung 3 (tiga) makna,

yaitu :

1) lex scripta artinya, harus bersifat tertulis dalam penuntutan hukum acara

pidana;

2) lex certa artinya, harus memuat ketentuan yang jelas dalam hukum acara

pidana;

3) lex stricta artinya, harus ditafsirkan secara ketat dalam hukum acara

pidana.2

Pasal 102 (1) KUHAP mewajibkan penyelidik segera melakukan tindakan

penyelidikan bukan saja seketika menerima laporan atau pengaduan masyarakat

atau anggota polri, melainkan wajib lakukan penyelidikan manakala penyelidik

mengetahui tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak

pidana.

Pasal 102 (1) KUHAP

Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang


terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib
segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.

Maka, penyidikan yang abaikan penyelidikan sebagaimana dilakukan dan

diakui Kapolsek Nusalaut atau penyidik, Kanit Reskrim Polsek Nusalaut dan

kawan-kawan dalam menangani laporan polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek

Nusalaut/Polresta Ambon/Polda Maluku, tanggal 01 Oktober 2021 jo. Surat

Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/07/X/2021/Reskrim, tanggal 01 Oktober

2
Ibid.
30

2021, adalah tindakan penyidikan yang cacat hukum, melanggar hukum

(malpraktek), dan serta m

erta batal demi hukum.

Pasal 1 angka (5) KUHAP jo. Pasal 1 angka (2) PERKAP 6 Tahun 2019

tentang Penyidikan Tindak Pidana, bahwa :

“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan


menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang.”

Artinya, unsur dari rumusan atau definisi hukum penyelidikan dalam pasal

tersebut, terdiri dari :

1. Adanya serangkaian tindakan atau beberapa tindakan saling terkait

(berdasar PERKAP dan PERKABA);

2. rangkaian tindakan itu dilakukan oleh penyelidik;

3. rangkaian tindakan penyelidik bertujuan untuk mencari dan menemukan

suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana; (PERKAP 6 Tahun

2019 Pasal 6 ayat (2) huruf d)

4. guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini.

Dengan kata lain, ketentuan Pasal 1 angka (5) KUHAP jo. Pasal 1 angka (2)

PERKAP 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana juga mewajibkan

Kapolsek Nusalaut atau penyidik lakukan penyelidikan lebih dulu. Bila hasil

penyelidikan menemukan jenis kelamin peristiwa yang diketahui atau dilaporkan

atau diadukan adalah suatu peristiwa pidana, maka Kapolsek Nusalaut lakukan

penyidikan untuk menemukan pelaku, modus, bukti, dan motif. Itulah tujuan
31

penyelidikan yang benar menurut hukum. Karena peristiwa pidana itu peristiwa

yang dibuat manusia, maka dalam peristiwa itu ada pelaku pembuat atau perbuatan.

Peristiwa pidana adalah terjadinya perbuatan yang dilarang, dan diberi sanksi

oleh peraturan perundang-undangan, seperti didefinisikan oleh Moeljatno tentang

perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dalam undang-undang dan

diancam dengan pidana barangsiapa melanggar larangan itu.3 Arti kata perbuatan

dalam frase perbuatan pidana menurut ahli hukum pidana, terdiri dari kelakuan atau

tindakan dan akibat. Perlu diingat bahwa tidak selamanya kelakuan dan akibat

terjadi pada waktu dan tempat yang sama.4

Dari penjelasan di atas, maka yang pertama-tama harus ditentukan itu adalah

peristiwanya melalui tindakan penyelidikan pada :

Pasal 5 ayat (1) PERKAP Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak

Pidana.

(1) Penyelidikan dilakukan berdasarkan :


a. laporan dan/atau pengaduan;
b. surat perintah penyelidikan.
Pasal 5 ayat (1) PERKAP Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak

Pidana.

(1) Kegiatan penyelidikan dilakukan dengan cara :


a. pengolahan TKP;
b. pengamatan (observasi);
c. wawancara (interview);
d. pembuntutan (surveillance);
e. penyamaran (undercover);
f. pelacakan (tracking); dan/atau
g. penelitian dan analisis dokumen.

3
Eddy O.S. Hiariej. Prinsip-prinsip Hukum Pidana (Edisi Revisi), Cet ke-1, Cahaya Atma
Pustaka, Yogyakarta, 2016, hal. 121.
4
Ibid, hal. 293.
32

(2) Sasaran penyelidikan meliputi :


a. orang;
b. benda atau barang;
c. tempat;
d. peristiwa/kejadian; dan/atau
e. kegiatan.

Dalam melakukan penyelidikan, di atur dalam Pasal 5 ayat (3) PERKABA

Nomor 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Penyidikan, yaitu :

“Penyelidik harus menjunjung tinggi objektifitas berdasarkan fakta.”

Selanjutnya, penyelidik atau penyidik dalam menjalankan tugas dan

kewewenangan penyelidikan atau penyidikan harus memperhatikan Pasal 3

PERKABA Nomor 1 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur

Perencanaan Penyidikan Tindak Pidana.

Pasal 3

Prinsip dan asas dalam peraturan ini :

a) akuntabel : mengutamakan akuntabilitas dalam penyidikan dengan


melibatkan pemangku kepentingan dan dapat dipertanggung jawabkan;
b) profesional : meningkatkan kapasitas dan kemampuan penyidik sehingga
dapat memberikan pelayanan yang mudah, cepat dan profesional;
c) responsive : meningkatkan kepekaan penyidik dalam menindak lanjuti
laporan masyarakat;
d) transparan : proses dan hasil penyidikan dilaksanakan secara terbuka dan
dapat dimonitor dengan mudah oleh pihak yang berkepentingan sehingga
masyarakat dapat mengakses informasi seluas-luasnya dan akurat;
e) efisiensi dan efektif pelaksanaan penyidikan berjalan dengan baik dan
mencapai sasaran yang di harapkan;
f) dalam melaksanakan proses penyidikan, penyidik memperhatikan :
1. hak tersangka seseuai KUHAP;
2. hak pelapor dan pengadu;
3. hak asasi korban;
4. hak asasi manusia;
5. asas persamaan dimuka hukum;
6. asas praduga tak bersalah;
7. asas legalitas;
8. asas kepatutan, kecuali dalam hal diatur dalam undang-undang lain;
9. memperhatikan etika profesi kepolisian.
33

Sebelum melakukan penyelidikan, penyelidik wajib membuat rencana

penyelidikan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) PERKAP Nomor 6 Tahun 2019

tentang Penyidikan Tindak Pidana, yaitu :

Pasal 7 ayat (2)

(2) Rencana penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan


kepada Penyidik, paling sedikit memuat :
a. surat perintah penyelidikan;
b. jumlah dan identitas Penyidik/penyelidik yang akan melaksanakan
penyelidikan;
c. objek, sasaran dan target hasil penyelidikan;
d. kegiatan dan metode yang akan dilakukan dalam penyelidikan;
e. peralatan dan perlengkapan yang diperlukan dalam pelaksanaan
kegiatan penyelidikan;
f. waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan penyelidikan; dan
g. kebutuhan anggaran penyelidikan.

PERKAP Nomor 6 Tahun 2019 Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3), sesudah

penyelidik lakukan penyelidikan, yaitu :

(1) Penyelidik wajib membuat Laporan Hasil Penyelidikan secara tertulis


kepada Penyidik.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit berisi:
a. tempat dan waktu;
b. kegiatan penyelidikan;
c. hasil penyelidikan;
d. hambatan; dan
e. pendapat dan saran.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditandatangani oleh ketua
tim penyelidik.
Selanjutnya, pasal 9 ayat (1) menegaskan, bahwa :

(1) Hasil Penyelidikan yang telah dilaporkan oleh tim penyelidik, wajib
dilaksanakan gelar perkara untuk menentukan peristiwa tersebut diduga:
a. tindak pidana; atau
b. bukan tindak pidana.
(2) Hasil gelar perkara yang memutuskan :
a. merupakan tindak pidana, dilanjutkan ke tahap penyidikan;
b. bukan merupakan tindak pidana, dilakukan penghentian penyelidikan;
dan
c. perkara tindak pidana bukan kewenangan Penyidik Polri, laporan
dilimpahkan ke instansi yang berwenang.
34

Berdasar PERKAP Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana

tersebut, maka secara expressis verbis penyelidikan adalah keharusan sebelum

penyidikan. Sehingga penyelidikan dan penyidikan merupakan satu kesatuan

rangkaian tindakan untuk menemukan peristiswa pidana yang harus didukung

dengan bukti permulaan yang cukup, menjadi bukti yang cukup yang terdiri dari

barang bukti ditambah minimal 2 alat bukti, sebelum menetapkan siapa pelaku

suatu perbuatan pidana.

Pada dasarnya fungsi bukti permulaan yang cukup dapat di klasifikasikan atas

2 (dua) buah kategori, yaitu merupakan prasyarat untuk :

1. Melakukan penyidikan.

2. Menetapkan status tersangka terhadap seseorang yang diduga telah

melakukan suatu tindak pidana.

Dua pembagian atas 2 (dua) buah kategori tersebut bukannya tanpa arti.

Terhadap kategori pertama, maka fungsi bukti permulaan yang cukup adalah bukti

permulaan untuk menduga adanya suatu tindak pidana dan selanjutnya dapat

ditindak lanjuti dengan melakukan suatu penyidikan. Sedangkan terhadap kategori

kedua, selain sebagai bukti permulaan untuk menduga adanya suatu tindak pidana,

fungsi bukti permulaan yang cukup adalah bukti permulaan bahwa (dugaan) tindak

pidana tersebut diduga dilakukan oleh seseorang.5

Pasal 17 KUHAP

Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras


melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

5
Chandra M. Hamzah. Penjelasan Hukum (Restatement) Bukti Permulaan Yang Cukup, Pusat
Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], Jakarta, 2014, hal. 6.
35

Penjelasan pasal 17 KUHAP yang dimaksud dengan bukti permulaan yang

cukup ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan

bunyi Pasal 1 butir 14, yaitu :

”Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,


berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.”
Untuk menemukan bukti permulaan yang cukup, maka penyelidik harus

lakukan penyelidikan. Permulaan yang cukup adalah bukti permulaan bahwa

dugaan tindak pidana tersebut diduga dilakukan oleh seseorang. Hal ini terlihat dari

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

(UU KPK) Pasal 44 Ayat (1), yaitu Jika Penyelidik dalam melakukan penyelidikan

menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi.

penjelasan di atas menunjukkan bahwa tanpa penyelidikan tidak boleh dilakukan

penyidikan.

Kewajiban hukum ini dilanggar oleh Kapolsek Nusalaut atau penyidik. Hal-

hal ini yang seharusnya dilaksanakan dan dicapai Kapolsek Nusalaut dalam

menangani Laporan Polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek Nusalaut/Polresta

Ambon/Polda Maluku, tanggal 01 Oktober 2021 jo. Surat Perintah Penyidikan

Nomor : SP.Sidik/07/X/2021/Reskrim, tanggal 01 Oktober 2021, yang dilaporkan

oleh Junis Pattinasarany.

Terkait dengan penyelidikan dan penyidikan merupakan satu kesatuan

penegakkan hukum, dimana menurut Eddy O.S.Hiariej adalah pembuktian dalam

perkara pidana sudah dimulai dari tahap pendahuluan, yakni penyelidikan dan

penyidikan.6 Pembuktian memberikan landasan dan argument yang kuat kepada

6
Ibid. hal. 96.
36

penuntut umum untuk mengajukan tuntutan. Pembuktian dipandang sebagai

sesuatu yang tidak memihak, objektif, dan memberikan informasi kepada hakim

untuk mengambil kesimpulan7 suatu kasus yang sedang disidangkan. Terlebih

dalam perkara pidana, pembuktian sangatlah esensial karena yang dicari dalam

perkara pidana adalah kebenaran meteriil.8

Untuk menemukan dan menentukan peristiwa pidana, pelaku atau tersangka

yang membuat peristiwa pidana, barang bukti dan atau alat-alat bukti tersebut

dalam pasal 184 KUHAP, yaitu :

Ayat (1)
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Kerangka terdakwa.

Ayat (2)
Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Namun Polsek Nusalaut tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan menurut

peraturan perundang-undangan dan secara serta merta dan melawan hukum

menetapkan LR alias Leo sebagai tersangka karena bertentangan dengan Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Bahwa Kapolsek Nusalaut atau penyidik belum miliki kompetensi keilmuan

memadai untuk memahami metode interpretasi dalam ilmu hukum (hermeneutik)

dan hukum pidana. Tidak pula miliki kompetensi yuridis untuk melakukan diskresi

peraturan perundang-undangan. Karena dalam hukum administrasi Negara

Republik Indonesia, lembaga Polri melalui Kapolri adalah pejabat yang

7
Ibid. hal. 96.
8
Ibid. hal. 96.
37

berwewenang melakukan diskresi terhadap KUHAP. Diskresi itu, dituangkan

dalam PERKAP dan sudah dielaborasi lebih teknis dalam PERKABA yang

merupakan standar prosedur operasional baku (beleidsregels) yang mengikat dan

tidak boleh ditafsirkan lain oleh semua anggota Polri termasuk Kapolsek Nusalaut

atau penyidik, penyelidik dan atau penyidik pembantu dalam melakukan tugas dan

wewenang penyelidikan atau penyidikan dugaan tindak pidana.

Wewenang diskresi kepada Kapolri ditegaskan dalam Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Undang Undang

Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

yaitu :

Pasal 8

(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan,
lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-
Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau
yang setingkat.
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Selain itu, dalam membuat suatu undang-undang nasional Indonesia, fraksi

Persatuan Pembangunan berpendapat harus dipenuhi asas yang terkandung dalam

Undang-undang Dasar 1945, yaitu asas berpadunya secara seimbang antara

kepentingan, hak serta wewenang penguasa dengan kepentingan, hak serta hak-hak
38

rakyat, martabat dan hak-hak asasi manusiawi rakyat.9 Dengan demikian, suatu

hukum acara pidana yang baik bertujuan bukan saja memberantas kejahatan,

melainkan juga yang lebih penting adalah mendidik dan meninggikan harkat dan

martabat manusia (to improve the quality of man as man).10

Selanjutnya pasal 284 ayat (2) KUHAP menegaskan bahwa :

“Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan, maka


terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan
pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana
sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan
dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi.”

Pada pokoknya Kapolsek Nusalaut menjelaskan telah memeriksa dan mem-

BAP 17 (tujuh belas) saksi. 13 (tiga belas) saksi dari pihak pelapor (Junis

Pattinasarany dan kawan-kawan) diperiksa mulai tanggal 1 Oktober 2021, tanggal

2 Oktober 2021, dan tanggal 4 Oktober 2021, dan tanggal 02 November 2021.

Sedangkan 3 (tiga) saksi a de charge (menguntungkan Tersangka) diperiksa dan di-

BAP mulai tanggal 14 dan tanggal 16 Oktober 2021, menurut Kapolsek diabaikan

saja.

Bahwa Kapolsek Nusalaut tidak mencantumkan saksi fakta Hermanus

Parinussa alias Nus yang juga diperiksa oleh penyidik pembantu Hanny

Pattipeilohy di Polsek Nusalaut pada tanggal 14 Oktober 2021 dan telah

menandatangani BAP. Saksi Hermanus Parinussa alias Nus menerangkan bahwa

dia berada sekitar 10 (sepuluh) meter dari posisi LR alias Leo di tempat kejadian

(bukan peritiwa pidana) pada tanggal 21 September 2021, sekitar pukul 17.00 WIT.

9
Biro Hukum. Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Proses Pembahasannya, Jakarta,
1981, hal. 217.
10
Ibid. hal. 221.
39

Namun saksi menerangkan LR alias Leo tidak melakukan perbuatan pidana yang

dilaporkan atau difitnahkan oleh Junis Parrinussa dan kawan-kawan kepada LR

alias Leo.

Dalam BAP-nya, saksi fakta Hermanus Parinussa alias Nus pada pokoknya

menjelaskan bahwa LR alias Leo tidak meneriakan kata-kata ancaman

(pukul…bunuh dong, beta kapala pemuda, beta tanggung jawab), sebagaimana

diterangkan Kapolsek Nusalaut dalam kronologi. Keterangan Hermanus Parinussa

alias Nus tersebut, sama dengan keterangan saksi fakta Marthinus Samallo alias

Nus, Alfredo Wairisal alias Edo, dan saksi Since Rumailal alias Ince.

Saksi-saksi fakta tersebut baru terungkap berdasarkan keterangan LR alias

Leo sebagai TERSANGKA dalam pemeriksaan tanggal 15 Oktober 2021. bukan

hasil rangkaian tindakan penyelidikan penyelidik atau penyidik polsek Nusalaut.

Bahkan keterangan saksi-saksi fakta tersebut dengan sengaja diabaikan oleh

Kapolsek Nusalaut atau penyidik dan penyidik pembantu lainnya. Hal ini

membuktikan bahwa Kapolsek Nusalaut dan semua jajarannya yang berwenang

tidak bekerja professional, objektif dan tidak berdasar fakta, melainkan bekerja

secara melawan hukum, bersikap tendensius berpihak pada pelapor dan kawan-

kawan.

Bila Kapolsek atau penyidik dan penyelidik serius lakukan penyelidikan,

maka akan menemukan dan meminta keterangan dari Babinsa Ameth, Wempy Dirk

Parinussa (pejabat pemerintah Negeri Ameth), dan lebih dari 10 (sepuluh) saksi

fakta lain yang berada dan melihat LR alias Leo tidak melakukan perbuatan yang

difitnahkan Junis Pattinasarane dan kawan-kawan.


40

Mereka juga tahu persis LR alias Leo tidak miliki mens rea untuk lakukan

tindak pidana. Justru LR alias Leo bersama pejabat pemerintah negeri Ameth dan

aparat keamanan berkoordinasi mencegah terjadinya konflik antara sesama

masyarakat Ameth, sebagaimana telah disampaikan kepada KOMNAS HAM RI

pada tanggal 15 dan 16 Desember 2021.

Kapolsek Nusalaut atau penyidik berpihak kepada kelompok pelapor dan

mengabaikan keterangan saksi 4 (empat) orang tersebut dan mengabaikan pula

pengakuan LR alias Leo. Hal ini terlihat dari 13 (tiga belas) orang yang dijadikan

saksi, bahkan pada tanggal 2 November 2021, Kapolsek Nusalaut atau penyidik

masih minta keterangan saksi Dirjoans Frangky Kakiay alias Angky.

Dari fakta ini, terbukti bahwa penyelidik atau penyidik Polsek Nusalaut tidak

melaksanakan bentuk, tahapan dan prinsip-prinsip penyelidikan dan penyidikan

yang ditentukan peraturan perundang-undangan, meski Kapolsek Nusalaut atau

penyidik mendapatkan bukti berupa keterangan saksi-saksi bahwa LR alias Leo

tidak melakukan peristiwa pidana pada tanggal 21 September 2021 di kampung

Alahaal sebagaimana yang dilaporkan Junis Pattinasarany kepada Kapolsek

Nusalaut. Dan untuk membenarkan pelapor dan kelompoknya, Kapolsek atau

penyidik memeriksa ahli bahasa Indonesia pada hari libur Sabtu, 2 Oktober 2021,

satu hari sesudah Kapolsek menerbitkan Laporan Polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/

Polsek Nusalaut/Polresta Ambon/Polda Maluku, tanggal 01 Oktober 2021, dan dua

hari sebelum pemeriksaan saksi. Padahal untuk memastikan dualism atau

kontradiksi keterangan saksi tentang, ada atau tidaknya peristiwa pidana

pengancaman, penyelidik atau penyidik harus mendatangkan dan mendengar


41

keterangan ahli hukum pidana, mencari barang bukti dan alat bukti lain yang

relevan dengan perkara tersebut atau menghentikan penyelidikan. Namun yang

terjadi, Kapolsek Nusalaut atau penyidik lebih percaya keterangan saksi dan

berpihak pada pelapor.

Berdasarkan proses pidana yang melanggar hukum, maka Kapolsek Nusalaut

tidak menggambarkan kronologi lengkap sesungguhnya, bukan saja karena tidak

berdasar fakta, melainkan berasal dari perbuatan melawan hukum, dan penjelasan

Kapolsek Nusalaut tentang batas waktu pengiriman SPDP perkara ini penyidik atau

penyidik pembantu (pen-William Sahetapy-Kanit Serse Polsek Nusalaut)

mengirimkan SPDP kepada penuntut umum pada hari kelima, dan sudah

menetapkan saudara LR alias Leo sebagai tersangka bukan saja tidak lengkap

melainkan gagal memahami putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-

XIII/2015, yang amarnya menyatakan Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara

bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa

“penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum” tidak dimaknai

“penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya

penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu

paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan”.

Makna dari amar putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, penyidik tidak

hanya diwajibkan menyampaikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP)


42

kepada jaksa penuntut umum, akan tetapi juga wajib sampaikan SPDP kepada

terlapor dan korban/pelapor dengan waktu paling lambat 7 (tujuh) hari dipandang

cukup bagi penyidik untuk mempersiapkan atau menyelesaikan hal tersebut.

Faktanya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) diterbitkan tanggal 1 Oktober

2021, dan SPDP diterbitkan tanggal 5 Oktober 2021, namun Polsek Nusalaut

menyerahkan SPDP kepada dan diterima tersangka pada tanggal 19 Oktober 2021,

atau sudah daluwarsa 12 (dua belas) hari. Jadi dalam hal penyampaian SPDP

kepada LR alias Leo, Kapolsek Nusalaut atau penyidik lakukan pula perbuatan

melawan hukum. Hal ini sengaja ditutupi dan tidak dijelaskan Kapolsek.

Dalam pemeriksaan ahli bahasa Indonesia, proses yang dilakukan Polsek

Nausalaut dalam menangani perkara ini sudah bertentangan atau melawan hukum

acara pidana yang dilakukan penyidik atau penyidik pembantu pada hari Sabtu,

tanggal 2 Oktober 2021, satu hari sesudah Polsek Nusalaut menerbitkan Laporan

Polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek Nusalaut/Polresta Ambon/Polda Maluku,

tanggal 01 Oktober 2021. Padahal tanggal 2 Oktober 2021 jatuh pada hari sabtu

atau hari libur. Pemeriksaan ahli bahasa Indonesia bersamaan pula dengan

pemeriksaan 4 (empat) orang saksi kelompok pelapor yakni :

1. Dirk Pattisasarany alias Deky Putih (saksi/korban) BAP tanggal 2 Oktober

2021;

2. Dirk Heharua alias Deky BAP tanggal 2 Oktober 2021;

3. Dirk Pattinasarany alias Deky Itam (saksi/korban) BAP tanggal 2 Oktober

2021; dan,

4. Pieter Molle alias Pice (saksi/korban) BAP tanggal 2 Oktober 2021;


43

Dengan memeriksa dan mendengar keterangan 4 saksi tersebut, Kapolsek

Nusalaut atau penyidik langsung dan secepat kilat simpulkan sudah terjadi

peristiwa pidana. Dan untuk membenarkan kesimpulannya, supaya penuhi syarat 2

alat bukti guna tersangkakan terlapor, mereka datangkan ahli bahasa Indonesia

untuk memaknai bahasa dalam peristiwa yang dilaporkan pelapor yang ternyata

kemudian bukan dan tidak pernah terjadi peristiwa pidana.

Padahal pada tahap awal ada begitu banyak teknik penyelidikan yang harus

dikerjakan penyelidik lebih dulu, sebelum mendengar keterangan ahli11 termasuk

ahli hukum pidana yang berkompeten untuk berikan pendapat tentang fakta

peristiwa yang dilaporkan pelapor. Bahkan menduga sangat mungkin ahli bahasa

sudah dihubungi sebelum tanggal pemeriksaan 4 saksi. Karena itu, penyidik atau

penyidik pembantu tidak memerlukan keterangan dari tersangka dan saksi-saksi

yang menguntungkan tersangka, dan tersangka mempunyai hak untuk menyangkal

perbuatannya.

Karena dua alat bukti ini diperoleh dengan cara yang melanggar hukum, maka

2 alat bukti tersebut tidak sah atau illegal, sehingga tidak penuhi syarat bukti

permulaan yang cukup menurut hukum yang berlaku untuk tersangkakan terlapor.

Berdasarkan fakta ini, maka pada tahap ini pula, Kapolsek Nusalaut atau penyidik

dan kawan-kawan, terbukti telah melakukan perbuatan melanggar hukum.

Penyidik atau penyidik pembantu melakukan diskriminasi (ketidaksamaan

perlakuan) terhadap saksi-saksi lain dan keterangan terlapor. Padahal, terdapat

dalam prinsip penyelidikan dan penyidikan adalah mengusahakan kesamaan

11
Ibid. hal. 62.
44

kesempatan kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penyelidikan dan

penyidikan, sebagai penjabaran asas hukum Audi et alteram partem yang artinya,

asas kesamaan prosesuil dan para pihak yang berperkara atau general rules of

evidence are the same in equity as the law (aturan umum pembuktian adalah sama

dalam keadilan dengan hukum).

Penyelidik atau penyidik tidak menerapkan hukum yang mengatur tentang

rencana penyelidikan, prinsip dan cara-cara penyelidikan yang ditentukan pada

pasal 6 ayat (1) dan (2) PERKAP Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak

Pidana, yaitu :

(1) Kegiatan penyelidikan dilakukan dengan cara :


a. pengolahan TKP;
b. pengamatan (observasi);
c. wawancara (interview);
d. pembuntutan (surveillance);
e. penyamaran (under cover);
f. pelacakan (tracking); dan / atau
g. penelitian dan analisis dokumen.
(3) Sasaran penyelidikan meliputi :
a. orang;
b. benda atau barang;
c. tempat;
d. peristiwa / kejadian; dan / atau
e. kegiatan.

Sehingga penyidik atau penyelidik tidak mendapatkan fakta-fakta akurat dan

objektif. Tidak pula bisa mendapatkan saksi-saksi yang relevan dengan perkara.

Pada hari Jumat tanggal 15 Oktober 2021, Polsek Nusalaut memeriksa LR

alias Leo sebagai Tersangka. Sebelum dan sesudah tanggal 15 Oktober 2021, LR

alias Leo tidak pernah diperiksa oleh Polsek Nusalaut baik dalam proses

penyelidikan dan atau penyidikan. Sebelum LR alias Leo diperiksa tanggal 15

Oktober 2021, Kapolsek Nusalaut atau penyidik menerbitkan lebih dulu Surat
45

Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor : B/06/X/2021/Reskrim,

tanggal 05 Oktober 2021. Di dalam SPDP tersebut Polsek Nusalaut telah

menetapkan LR alias Leo sebagai tersangka tindak pidana dimaksud pasal 335 (1)

ke-1 KUHP, berdasar laporan Polisi Nomor : LP/B/06/X/2021/Polsek Nusalaut/

Polresta Ambon/Polda Maluku, tanggal 01 Oktober 2021 jo. Surat Perintah

Penyidikan Nomor : SP.Sidik /07/X/2021/Reskrim, tanggal 01 Oktober 2021.

Sedangkan Pasal 25 ayat (1) dan (2) PERKAP Nomor 6 Tahun 2019 tentang

Penyidikan Tindak Pidana menegaskan :

(1) Penetapan tersangka berdasarkan paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang
didukung barang bukti.
(2) Penetapan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
melalui mekanisme gelar perkara, kecuali tertangkap tangan.

Dan status hukum tersangka harus ditetapkan dengan Surat Penetapan Tersangka,

namun yang terjadi tidaklah demikian.

Yang dimaksud dengan tersangka pada Pasal 1 angka (14) KUHAP Jo dan

Pasal 1 angka (9) PERKAP Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak

Pidana adalah :

“Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,


berdasarkan 2 (dua) alat bukti yang sah didukung barang bukti patut diduga
sebagai pelaku tindak pidana.”

Bahwa perbuatan orang ditemukan penyelidik melalui proses penyelidikan

berdasar dua alat bukti sah (legal evidence), yang didukung barang bukti. Dua alat

bukti sah artinya cara memperoleh dua alat bukti harus melalui penyelidikan yang

sesuai dan dibenarkan oleh hukum dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Karena itu, penetapan status LR alias Leo sebagai tersangka tindak pidana
46

dalam SPDP adalah perbuatan Kapolsek Nusalaut atau penyidik cacat hukum dan

melawan hukum.

Pada 27 Oktober 2021 LR alias Leo l minta William Sahetapy atau Kanit

Reskrim atau penyidik pembantu serahkan BAP LR alias Leo, namun tidak

diberikan. William Sahetapy atau Kanit Reskrim beralasan kepada LR alias Leo

bahwa BAP itu rahasia. Padahal hak tersangka untuk peroleh BAP-nya adalah hak

yang dilindungi KUHAP.

Selanjutnya, tanggal 10 Desember 2021 pukul 08:19 Wit, selaku advokat atau

kuasa hukum dari saudara LR alias Leo meminta Kapolsek Nusalaut serahkan BAP

dan Surat Penetapan Tersangka. Permintaan ini ditujukan kepada Kapolsek

Nusalaut, melalui Whatsapp Kanit Reskrim Polsek Nusalaut. Namun permintaan

dari advokat atau kuasa hukum saudara LR alias Leo tidak ditanggapi sama sekali.

Padahal, pasal 72 KUHAP, menegaskan :

Atas permintaan tersangka atau Penasihat hukumnya pejabat yang


bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk
kepentingan pembelaannya.

Maka, alasan penyidik atau penyidik pembantu menolak memberikan BAP

tersebut bukan saja membohongi masyarakat dan naif, melainkan melawan hukum

pula.

C. Pertanggungjawaban Hukum Penyidik Akibat Kriminalisasi Pelaku

Tindak Pidana

Salah satu lembaga penegakan hukum yang ada di Indonesia yaitu Kepolisian

Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak awal berkaitan dengan fungsi
47

dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepolisian pada

intinya adalah aparat penegak hukum yang bertugas dan bertanggung jawab atas

ketertiban umum, keselamatan dan keamanan masyarakat.

Kepolisian merupakan Lembaga yang pertama kali harus dilalui dalam proses

peradilan pidana. Oleh karena itu mempunyai wewenang untuk melakukan

penyelidikan, penyidikan, penahanan, penyitaan, sampai ditemukan suatu

kejahatan yang diduga telah dilakukan. Kepolisian Negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang Kepolisian, menyebutkan

sebagai berikut :

“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan


keamanan dalam negari yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta
terbinanya ketentaraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.”
Fungsi kepolisian merupakan bagian dari suatu fungsi pemerintahan negara

dibidang penegakan hukum, perlinduan dan pelayanan masyarakat serta

pembimbing masyarakat dalam rangka terjaminnya ketertiban dan tegaknya

hukum, kepolisian sebagai integral fungsi pemerintah negara, ternyata fungsi

tersebut memiliki takaran yang begitu luas tidak sekedar aspek refresif dalam

kaitannya dengan proses penegakan hukum pidana saja tapi juga mencakup aspek

preventif berupa tugas-tugas yang dilakukan yang begitu melekat pada fungsi

utama hukum administratif dan bukan kompetensi pengadilan.

Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanan masyarakat sudah

seharusnya pihak kepolisian mewujudkan rasa aman tersebut. Peran Polri dalam

pengungkapan suatu tindak pidana, merupakan peran yang ideal yang dijalankan
48

oleh individua atau kelompok sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan,

karena polisi sudah manjalankan proses penegakan hukum sesuai dengan undang-

undang.

Polri dalam upaya penanggulangan suatu tindak pidana melaksanakan peran

utamanya yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan. Penyidik sesegera

mungkin menanggapi setiap adanya laporan dari anggota masyarakat tentang

adanya tindak pidana dengan melakukan penyelidikan, karena laporan tersebut

harus di dukung oleh bukti-bukti yang kuat untuk menentukan apakah termasuk

sebagai tindak pidana atau bukan. Tujuan pokok tindakan penyidikan untuk

menemukan kebenaran dan menegakan keadilan, bukan mencari-cari kesalahan

seseorang. Dengan demikian, seorang penyidik dituntut untuk bekerja secara

obyektif, tidak sewenang-wenang, senantiasa berada dalam koridor penghormatan

terhadap hak asasi manusia.

Penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, dilakukan

dalam bentuk tindakan preventif dan tindakan represif, dimana tindakan perventif

merupakan tindakan pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran norma-norma yang

berlaku yaitu dengan mengusahakan agar faktor niat dan kesepakatan tidak bertemu

sehingga situasi tetap terpelihara aman dan terkendali. Sedangkan tindakan represif

adalah rangkaian tindakan yang dimulai dari penyelidikan, penindakan

(penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan), pemeriksaan dan

penyerahan penuntut umum untuk disidangkan di pengadilan.12

12
Nurdjana. Sistem Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Banjarmasin, 2009, hal. 29.
49

Karena itu, dalam penanganan kasus LR alias Leo tersebut, Kapolsek

Nusalaut penyelidik atau penyidik wajib berpedoman pada KUHAP dan berbagai

Peraturan Kapolri (PERKAP) yang dielaborasi lebih teknis dalam Peraturan Kepala

Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (PERKABA),

tanpa hak diskresi. Namun fakta membuktikan, Kapolsek Nusalaut dan jajarannya

telah melakukan perbuatan melanggar hukum, maka mereka semua patut diadili

dalam sidang kode etik Polri yang harus menghukum mereka membebas tugaskan

mereka dari jabatan dan fungsi reserse di semua tingkatan dalam yurusdiksi Polda

Maluku, karena mereka tidak miliki kompetensi secara intelektual, tidak objektif,

tidak jujur dan melawan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Akibat perbuatan dan integritas moralnya yang buruk, bukan saja telah merusak

nama baik LR alias Leo secara memfitnah, melainkan mereka telah memburukan

citra institusi Polri di mata masyarakat sebagai lembaga penegak hukum dan

pelindung masyarakat pencari keadilan yang seharusnya dilindungi dan

diperlakukan equality before the law sesuai UUD 1945. Dan meminta motif

keberpihakan Kapolsek Nusalaut atau Penyidik dan kawan-kawannya diungkap

oleh Propam Polda Maluku dan Hakim persidangan kode etik nanti. Karena

perbuatan demikian itu, (IPDA) Izaac Tahapary (Kapolsek Nusalaut) Bripka

William Sahetapy (Kanit Reskrim) dan penyidik pembantu yang terlibat, pantas

dibebas tugaskan dari Satker Reskrim di semua tingkatan Polda Maluku, karena

telah memburukan citra Polri sebagai lembaga penegak hukum, pelindung dan

pengayom masyarakat pencari keadilan.


50

KOMNAS HAM RI dan Propam Polda Maluku perlu meminta keterangan

ahli Bahasa Indonesia yang sudah diperiksa Polsek Nusalaut, dan mempertanyakan

prosedur permintaan ahli, asal-usul sumber pembiayaan dan honorarium ahli, dan

bagaimana pembayaran pajaknya. Apakah bersumber dari anggaran resmi institusi

Polri atau polsek Nusalaut, ataukah berasal dari pelapor dan kawan-kawan. Karena

itu, penyidik atau penyidik pembantu tidak memerlukan keterangan dari tersangka

dan saksi-saksi yang menguntungkan tersangka, dan tersangka mempunyai hak

untuk menyangkal perbuatannya.

Rangkaian sidang kode etik diatur dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan

dalam Undang-Undang Nomor Kepolisian, Peraturan Pemerintahan Nomor 1

Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia (selanjutnya disingkat PP Pemberhentian Anggota Polri), Peraturan

Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Petunjuk Teknis Institusional Peradilan

Umum Anggota Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode

Etik Kepolisian.

Proses penegakan hukum terhadap anggota Polri yang melakukan

kriminalisasi pelaku tindak pidana sudah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, yang dimana dalam prosesnya penegakan hukum

dilakukan keseluruhan tahap-tahap sama dengan masyarakat umum yang

melakukan tindak pidana. Sementara itu dalam penegakan hukum yang dimana

pelakunya sendiri adalah anggota polisi penjatuhan pidananya lebih berat karena

sebagai aparat penegak hukum yang seharuhnya penegakan hukum, pelindung dan

pengayom masyarakat pencari keadilan tetapi terlibat dalam tindak pidana. Selain
51

penegakan melalui peradilan umum juga dilakukan proses penegakan kode etik

polisi, dalam penegakan terhadap anggota polisi masih belum sesuai dengan

prosedur yang telah ditentukan di dalam undang-undang yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai