Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : BAMBANG SUDARMAJI

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 855772828

Kode/Nama Mata Kuliah : PDGK4407/PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN


KHUSUS

Kode/Nama UT Daerah : 118/PALEMBANG

Masa Ujian :2023/2024 Genap (2024.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Rangkuman Kasus Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Sumber: https://www.kompas.id/baca/riset/2020/09/14/pandemi-mengikis-pendidikan-anak-
berkebutuhan-khusus
Kasus:
Dina, seorang anak perempuan berusia 12 tahun di Lampung, mengalami tuna daksa sejak lahir.
Ia memiliki keterbatasan fisik pada kaki dan tangannya sehingga kesulitan untuk berjalan dan
menulis. Sejak kecil, Dina bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) karena keterbatasannya.
Namun, ia memiliki keinginan kuat untuk bersekolah di sekolah reguler bersama teman-
temannya.
Analisis Kasus:
Berdasarkan teori keilmuan tentang pendidikan inklusif, setiap anak berhak mendapatkan
pendidikan yang berkualitas, termasuk anak berkebutuhan khusus seperti Dina. Sekolah reguler
harus membuka diri dan menyediakan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan ABK,
seperti menyediakan aksesibilitas fisik, guru yang terlatih, dan materi pembelajaran yang
disesuaikan.
Kasus Dina menunjukkan bahwa masih banyak hambatan yang dihadapi ABK untuk
mendapatkan pendidikan yang inklusif. Masyarakat dan pemerintah perlu bekerja sama untuk
meningkatkan pemahaman tentang ABK dan menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan
inklusif bagi semua anak.
Pembahasan:
Kasus Dina merupakan contoh nyata dari perjuangan ABK untuk mendapatkan pendidikan yang
berkualitas. Kurangnya pemahaman dan kesiapan sekolah reguler menjadi salah satu hambatan
utama bagi ABK untuk bersekolah bersama teman-temannya. Diperlukan upaya yang lebih keras
dari berbagai pihak untuk mewujudkan pendidikan inklusif yang benar-benar dapat diakses dan
bermanfaat bagi semua anak, termasuk ABK. Hal ini dapat dilakukan dengan:
- Meningkatkan edukasi dan pelatihan bagi guru dan staf sekolah reguler tentang pendidikan
inklusif.
- Menyediakan infrastruktur dan fasilitas sekolah yang ramah bagi ABK.
- Mengembangkan kurikulum dan materi pembelajaran yang inklusif.
- Membangun kerjasama antara sekolah reguler, SLB, dan organisasi terkait lainnya.
- Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mendukung pendidikan inklusif.
Dengan mewujudkan pendidikan inklusif, semua anak, termasuk ABK, dapat belajar dan
berkembang bersama dengan penuh rasa hormat dan penghargaan atas perbedaan.
Kesimpulan:
Kasus Dina menunjukkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk mewujudkan
pendidikan inklusif di Indonesia. Diperlukan kerjasama dan komitmen dari berbagai pihak untuk
memastikan bahwa semua anak, termasuk ABK, mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan
sesuai dengan kebutuhannya.

2. Peraturan Perundangan-Undangan Nasional tentang Hak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
merupakan peraturan perundangan-undangan nasional yang secara khusus mengatur tentang hak-
hak penyandang disabilitas, termasuk ABK. Berikut beberapa poin penting dalam undang-
undang tersebut:
Hak-hak Dasar ABK:
Pasal 5:
- Hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi penuh dan efektif dalam
masyarakat.
- Hak untuk diakui dan dihormati sebagai pribadi yang bermartabat.
- Hak untuk bebas dari diskriminasi dan kekerasan.
- Hak untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang sama.
- Hak untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk mencapai kemandirian, partisipasi
penuh, dan kualitas hidup yang setinggi-tingginya.
Pasal 6:
- Hak untuk memperoleh pendidikan yang inklusif dan berkualitas.
- Hak untuk memperoleh pekerjaan dan berusaha.
- Hak untuk mendapatkan aksesibilitas fisik dan non-fisik.
- Hak untuk mendapatkan layanan kesehatan dan rehabilitasi.
- Hak untuk mendapatkan informasi dan komunikasi.
- Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
- Hak untuk mendapatkan keadilan dan perlakuan yang sama di depan hukum.
- Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif:
Pasal 40: Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi
pendidikan inklusif dan pendidikan khusus.
Pasal 41:
- Satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif wajib menerima peserta didik
berkebutuhan khusus.
- Satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif wajib menyediakan layanan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus.
- Satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif wajib memiliki tenaga
kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta
didik berkebutuhan khusus.
Penegakan Hak-hak ABK:
- Pasal 59: Pemerintah membentuk Komisi Nasional Disabilitas.
- Pasal 60: Pemerintah Daerah membentuk Komisi Daerah Disabilitas.
- Pasal 61: Lembaga Penyiaran Publik menyediakan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.
- Pasal 62: Penyedia layanan publik wajib menyediakan aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas.
- Pasal 63: Perorangan, badan usaha, dan/atau organisasi masyarakat wajib menghormati dan
melindungi hak-hak penyandang disabilitas.
Kesimpulan:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
merupakan langkah maju dalam melindungi dan mempromosikan hak-hak ABK di Indonesia.
Undang-undang ini memberikan landasan hukum yang kuat untuk memastikan ABK dapat
menikmati kehidupan yang penuh dengan martabat dan kesempatan yang sama dengan orang
lain. Penting untuk dicatat bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan
implementasi penuh undang-undang ini. Diperlukan kerjasama dan komitmen dari berbagai
pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta, untuk mewujudkan hak-hak
ABK secara penuh.

3. Mengapa Peraturan Perundangan tentang ABK Belum Terlaksana dengan Baik di Indonesia?
Meskipun banyak peraturan perundangan-undangan yang dibuat untuk melindungi dan
memberdayakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), faktanya masih banyak yang belum
terlaksana dengan baik di Indonesia. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya, seperti:
a. Kurangnya Kesadaran dan Pemahaman:
Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap ABK. Mereka kurang memahami kebutuhan
dan hak-hak ABK, sehingga memandang ABK sebagai beban atau tidak mampu berprestasi.
Guru dan tenaga kependidikan belum mendapatkan pelatihan yang memadai untuk
menangani ABK di kelas reguler. Hal ini membuat mereka kesulitan dalam merancang
pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan ABK.
b. Keterbatasan Infrastruktur dan Fasilitas:
Sekolah-sekolah, terutama sekolah reguler, belum memiliki infrastruktur dan fasilitas yang
ramah ABK. Contohnya, tidak ada aksesibilitas untuk kursi roda, toilet khusus, dan alat bantu
belajar yang sesuai.
c. Lemahnya Penegakan Hukum:
Kurangnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran hak-hak ABK. Hal ini
membuat banyak pihak yang mengabaikan peraturan perundangan-undangan yang ada.
Kurangnya koordinasi antar lembaga terkait dalam menangani isu ABK. Hal ini membuat
program-program yang ada menjadi tidak efektif.
d. Keterbatasan Anggaran:
Pemerintah belum mengalokasikan anggaran yang cukup untuk mendukung program-
program pendidikan dan pemberdayaan ABK. Hal ini membuat banyak program yang
terhambat dan tidak dapat mencapai target.
e. Kurangnya Partisipasi Masyarakat:
Masyarakat masih kurang terlibat dalam upaya pemenuhan hak-hak ABK. Hal ini membuat
ABK dan keluarganya merasa terasingkan dan tidak mendapatkan dukungan yang memadai.
Menurut saya setiap ABK adalah individu yang unik dengan potensi dan kekuatannya sendiri.
Kita semua harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah ABK,
sehingga mereka dapat hidup, belajar, dan berkembang dengan penuh martabat dan kesempatan
yang sama.

4. Jenis Layanan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia


Di Indonesia, terdapat beberapa jenis layanan pendidikan yang tersedia untuk ABK, yaitu:
a. Layanan Pendidikan Segregasi:
Pada layanan ini, ABK ditempatkan di sekolah khusus yang terpisah dari sekolah reguler.
Sekolah khusus ini dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan belajar ABK dengan jenis
kecacatan yang sama.
- Kelebihan:
o Guru dan staf sekolah terlatih dalam menangani ABK dengan jenis kecacatan tertentu.
o Kurikulum dan materi pembelajaran dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan ABK
o Tersedia fasilitas dan layanan yang lebih lengkap untuk mendukung pembelajaran ABK.
- Kekurangan:
o ABK terisolasi dari anak-anak lain dan tidak memiliki kesempatan untuk berinteraksi
dengan anak-anak tipikal.
o Hal ini dapat memperkuat stigma dan diskriminasi terhadap ABK.
o Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan kemandirian.
b. Layanan Pendidikan Inklusi:
Pada layanan ini, ABK belajar bersama dengan anak-anak tipikal di sekolah reguler. Sekolah
reguler dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan belajar ABK, seperti menyediakan
aksesibilitas fisik, guru pendamping, dan materi pembelajaran yang disesuaikan.
- Kelebihan:
o ABK memiliki kesempatan untuk berinteraksi dan belajar bersama dengan anak-anak
tipikal.
o Hal ini dapat membantu ABK mengembangkan keterampilan sosial dan kemandirian.
o Mempromosikan sikap inklusif dan toleransi di masyarakat.
- Kekurangan:
o Membutuhkan lebih banyak pelatihan untuk guru dan staf sekolah reguler.
o Membutuhkan infrastruktur dan fasilitas yang lebih lengkap.
o Membutuhkan kurikulum dan materi pembelajaran yang lebih fleksibel.
c. Layanan Pendidikan Integrasi:
Pada layanan ini, ABK mengikuti sebagian pelajaran di sekolah reguler dan sebagian lagi di
sekolah khusus. ABK dapat mengikuti kelas reguler bersama dengan anak-anak tipikal untuk
mata pelajaran tertentu, dan mengikuti kelas khusus untuk mata pelajaran yang membutuhkan
pendekatan yang berbeda.
- Kelebihan:
o Memberikan keseimbangan antara manfaat pendidikan inklusi dan pendidikan segregasi.
o Memungkinkan ABK untuk mendapatkan manfaat dari kedua jenis layanan pendidikan.
o Lebih fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu ABK.
- Kekurangan:
o Membutuhkan koordinasi yang lebih baik antara sekolah reguler dan sekolah khusus.
o Membutuhkan sumber daya yang lebih banyak.
o Mungkin tidak cocok untuk semua ABK.
Dan menurut saya layanan pendidikan paling tepat untuk ABK adalah layanan pendidikan
inkluisi.
Di Indonesia, layanan pendidikan inklusi menjadi model yang paling ideal dan diprioritaskan
untuk ABK. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan pendidikan nasional yang mendorong
inklusivitas dan kesetaraan pendidikan bagi semua anak, termasuk ABK.
Layanan pendidikan inklusi menawarkan banyak manfaat bagi ABK, seperti:
- Membantu ABK mengembangkan keterampilan sosial dan kemandirian.
- Mempromosikan sikap toleransi dan inklusif di masyarakat.
- Memberikan ABK kesempatan untuk mencapai potensi penuh mereka.
- Mempersiapkan ABK untuk kehidupan di masyarakat.
Meskipun demikian, perlu diingat bahwa layanan pendidikan inklusi tidak selalu ideal untuk
semua ABK. Ada beberapa ABK yang mungkin membutuhkan layanan pendidikan segregasi
atau integrasi, tergantung pada kebutuhan dan kondisinya.

5. Menurut saya, di antara model layanan yang disebutkan, model layanan kognitif-afektif
merupakan model yang paling efektif untuk diterapkan pada anak berbakat dari aspek kognitif.
Alasan utamanya adalah karena model ini secara khusus dirancang untuk mengembangkan
potensi kognitif dan afektif anak berbakat. Model ini fokus pada:
- Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan pemecahan masalah.
- Meningkatkan keterampilan belajar mandiri dan motivasi belajar.
- Membangun rasa percaya diri dan kemandirian dalam belajar.
- Mengembangkan kemampuan interpersonal dan komunikasi.
- Membantu anak berbakat dalam penyesuaian diri dan perkembangan sosial-emosional.
Model layanan kognitif-afektif menggunakan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar anak berbakat. Contohnya, pembelajaran berbasis
proyek, pembelajaran kooperatif, dan pembelajaran diferensial. Pendekatan holistik yang
ditawarkan oleh model ini membantu anak berbakat untuk mencapai potensi penuh mereka di
bidang kognitif dan afektif.
Berikut beberapa alasan lain mengapa model layanan kognitif-afektif efektif untuk anak
berbakat:
- Model ini berpusat pada anak dan memberikan kesempatan bagi anak berbakat untuk belajar
dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka.
- Model ini fleksibel dan dapat disesuaikan dengan berbagai tingkat kemampuan dan
kebutuhan anak berbakat.
- Model ini menekankan kolaborasi antara guru, orang tua, dan profesional lainnya untuk
mendukung perkembangan anak berbakat.
- Meskipun model layanan lain seperti model layanan perkembangan moral, model
perkembangan nilai, dan layanan berbagai bidang khusus juga dapat bermanfaat bagi anak
berbakat, model layanan kognitif-afektif secara khusus dirancang untuk mengembangkan
potensi kognitif dan afektif anak berbakat, sehingga menjadikannya model yang paling
efektif untuk diterapkan pada anak berbakat dari aspek kognitif.
Kesimpulan
Model layanan kognitif-afektif merupakan model layanan yang paling efektif untuk diterapkan
pada anak berbakat dari aspek kognitif karena model ini secara khusus dirancang untuk
mengembangkan potensi kognitif dan afektif anak berbakat. Model ini menggunakan berbagai
metode dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar anak berbakat,
dan pendekatan holistiknya membantu anak berbakat untuk mencapai potensi penuh mereka.

Anda mungkin juga menyukai