Anda di halaman 1dari 2

Pak Karyo terbangun dari tidur lelapnya, mimpinya seketika dibuyakan oleh teriakan

memanggil manggil namanya yang merambat dan meluncur sepersekian detik cepatnya hingga
mengetuk gendang kedua telinganya. Kalang kabut bangun dari dipan tempat dia berbaring, Pak
Karyo bergegas menuju ke tempat istrinya berada.

“ada apa bu ne?” tanya Pak Karyo sambil ngos ngosan

“ular pak…ular”

“mana ularnya”

“itu …tu..disamping gentong pak ne”

Rupanya, tidak hanya Pak Karyo yang datang, para tetangga juga spontan mengerumuni
rumah Pak Karyo. Betapa tidak, Bu Karyo teriak kencang sekali dan juga hari masih jam 9 pagi dimana
para tetangganya masih banyak yang berada di rumah. Dapur menjadi sumber perhatian dipagi itu,
sebab ada ular yang sembunyi dibalik gentong dapur menurut penuturan Bu Karyo. Dapur rumah Bu
Karyo memang berada dibelakang dan memiliki dua akses masuk . Satu dari dalam rumah dan satunya
lagi akses untuk menuju ke kamar madi belakang. Posisi gentong air yang menurut penuturan Bu
Karyo ada ular yang sembunyi dibaliknya, berada didekat pintu keluar masuk halaman belakang.

Dikepunglah gentong air tersebut oleh bapak bapak yang bersenjatakan bambu dan kayu
serta sisanya membawa karung dan parang dengan ragu ragu, salah seorang maju dan menggoyang
goyagkan gentong air dengan tongkatnya. Lama digoyang goyangkan dengan harapan si ular keluar
dari situ dan langsung bisa diamankan, namun hingga digoyang goyang berkali kali pun, tidak ada yang
keluar dari balik gentong.

“Bener bu ne, disitu ularnya?”

“aq lihat ekornya hitam nyembul disitu pak ne”

Pak Karyo menghadapi dilema dikarenakan sudah banyak yang datang membantu namun
ular yang dimaksud istrinya, tak kunjung keluar. Tak mau menunggu lama lagi, Pak Karyo nekat
menggeser gentong air. Dengan sigap, bapak bapak sudah siap untuk kemungkinan terburuknya dan
tak disangka ular yang dikatakan oleh isrtinya benar ada dibelakang gentong air. Hanya saja kok
terasa aneh, dalam batin Pak Karyo ular berwarna coklat kehitaman itu tak bergerak sedikitpun.
Meskipun ditowel towel sama tongkat tetap tak bergerak ular itu rupanya, sampai Pak Johari
memberanikan diri untuk mendekat hendak menyentuh ular itu. Banyak yang bernafas lega dan tak
sedikit juga yang kecele, betapa tidak sebab ular yang disangka oleh banyak orang nyatanya hanya
ular ularan karet mainan milik anak bungsunya Pak Karyo sendiri. Si Wati.

Setelah kegemparan yang dibuat oleh si bungsu pagi tadi, Pak Karyo tak pernah absen
melakukan rutinitas bersama ternak peliharaaanya dibelakang pekarangan rumah. Bisa dibilang
kegiatan wajib tiap sore hari menjelang pergantian hari. Rutinitas Pak Karyo bisa dibilang biasa saja,
seperti mengganti pakan, membersihkan sisa sisa pakan kemarin dan memasukkan peliharaannya ke
kandang namun luar biasa bagi anak perempuannya. Ketika Pak Karyo sedang asik dengan aktifitas
sore hariannya itu, anak perempuannya ikut nimbrung asik dengan hewan hewan ternak bapaknya.
Meski anak perempuan, tidak ada takut takutnya sama sekali dengan hewan-hewan itu meskipunl
badannya yang kurus itu kalah besar dengan kambing betina bapaknya.

Selain hewan ternaknya yang beragam dan banyak, Pak Karyo juga memiliki anak yang tidak
sedikit. Anak bungsu yang saban hari ngikut Pak Karyo bernama Wati yang genap berumur 6 tahun
seminggu yang lalu. Bungsu dari lima bersaudara ini, sangat disayang sama bapak ibunya, selain
karena anak yang paling cantik dari semua saudara saudaranya, wati juga anak yang paling kecil
umurnya. Semua kakak kakaknya, terpaut sembilan tahun sama kakaknya yang nomer empat.
Selagi Pak Karyo sedang mengurus ayamnya, Wati juga ikut ngerusuhin kambing, bukan
untuk mengganti pakan atau memasukkan kambing kambing bapaknya ke kandang tapi justru sedang
asyik main kejar kejaran dengan anak anak kambing kesana kemari. Bapak nya yang sesekali melirik ke
anak perempuannya, hanya senyum manis dan sesekali ngomong ,

"Jangan lari lari nduk, sudah sore nanti dimarahi ibumu"

Wati tak mendengar apa yang diomongkan bapaknya, dia terlalu asyik mengejar anak anak
kambing, satu dua tiga anak kambing dikejarnya bergantian. Dikala urusan Pak Karyo sudah selesai
dengan ayam, kini beralih ke beberapa angsa yang sejak tadi mengerumuninya. Angsa Pak Karyo ada
lima totalnya dan setiap kali Pak Karyo masuk halaman belakang rumahnya kawanan angsa ini selau
mengerumuninya. Berbeda halnya dengan Bu Karyo, meskipun sering keluar masuk halaman
belakang, tidak pernah kawanan angsa itu datang menghampiri Bu Karyo. Ini mungkin berkaitan
dengan kajadian setahun yang lalu. Sebab dulu pernah angsa yang paling besar nyosor kaki nya Wat,
alhasil sepasang sendal melayang kena angsa tersebut. Mungkin karena trauma disawat sendal lah
penyebab tak ada satupun angsa yang mendekat, sepertinya mereka ilfeel sama Bu Karyo.

Wati makin girang bukan main,kesana kemari dikejarnya anak anak kambing sejak tadi, meski
bapaknya sudah ngingetin berulng kali, tp dasar anak kecil yang lagi kegirangan bukan main, ga
digubris omongan bapaknya. Namun kegembiraan tawa Wati perlahan mulai berubah menjadi tangis,
bukannya jatuh karena lari lari seperti omongan bapaknya, ini lebih parah lagi. Kalau jatuhnya lari
sendiri, anak seperti Wati, sangat sulit untuk meneteskan air mata, atau bisa dibilang anak ini bukan
tipikal anak yang cengeng, lha wong jatuh dari sepeda kebonya Lek Jun aja cuman senyam senyum
asem.

Tangis Wati meledak, dia terisak sambil ngelus ngelus punggungnya, dengkulnya terlihat
gosong hitam kena tanah, dan ada tai ayam di pipi sebelah kirinya, lha iya , kok bisa jatuh tengkurep
pas ada jebakan tai ayam disitu. Bapakya sontak lari menghampiri anaknya yang paling cantik itu,
angsanyapun juga ikut lari ngikut Pak Karyo dibelakangnya. Wati dielus elus, dibersihkan sambil
ditenangkan. Adapun jatuh ndelosornya Wati disebabkan oleh kambing bapaknya sendiri. Bukan
kambing yang dikejar kejar ya, itu masih anak kambing, ini tak lain induk kambingnya yang lari
nyeruduk Wati sampai ndelosor seperti itu. Sepertinya darah tingginya naik,ngebuat emosi induk
kambing yang ndak rela anak anaknya dikejar kejar terus sama Wati. Untungnya Wati ndak luka
parah, dengkulnya cuman memar merah, punggungnya sudah nggak kerasa sakit, dan pipi kirinya
makin mulus habis terkena luulur tai ayam. Malamnya Wati seperti mendapt energi tambahan,
kejadian sore tadi sudah dilupakannya. Setelah disayang sayang sama ibunya dan tidur dengan
balutah minyak herba sinergi di dengkul dan punggungnya. Wati terlelap dalam dengkuran bapak nya.

Keesokan hari nya, disaat bapak nya ke belakang, Wati kembali ngikut Pak Karyo. Seolah
kejadian kemarin sore diseruduk kambing tidak pernah terjadi. Ibunya sudah melarang sebenarnya,
namun kengototan Wati tak bisa lagi ditahan.

"Ndok, nanti jangan deket deket sama kambing yang kemarin nyeruduk kamu loh ya"

"Inggih pak" kata Wati

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Wati tetep kembali ngejar anak anak
kambing bapaknya. Bapaknya sudah melarang, tapi namanya anak kecil, diterabas. Anak anak
kambing dikejar nya kesana kemari tak tentu arah sesuai angin yang membawa. Dikejar keselatan,
anak kambing lari keselatan, dikejar ke barat, anak kambing lari ke barat

Anda mungkin juga menyukai