Anda di halaman 1dari 17

Artikel ke 1: 2,45 Juta Remaja RI Gangguan Mental: Kerap Dibenturkan Agama-Perlu

Sistem Nasional

Cicin Yulianti - detikEdu

Senin, 15 Mei 2023 09:00 WIB

Jakarta - Masalah kesehatan mental remaja saat ini memang masih banyak ditemui baik secara
nasional maupun global. Berdasarkan hasil riset The Indonesia National Adolescent Mental
Health Survey (I-NAMHS) & Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2021, ditunjukkan bahwa
sekitar 2,6 persen atau 2,45 juta remaja di Indonesia mengalami masalah gangguan mental.

Tingginya angka tersebut tidak sesuai dengan pelayanan rumah sakit jiwa atau ruang konsultasi
kesehatan mental yang tersedia di Indonesia. Hal tersebut pun menjadi sorotan Aldi Palguna,
anggota Orygen (Asean - Australia Youth Mental Health Fellowship Cohort).

Kesehatan Mental Masih Dibenturkan ke Agama

Dalam acara diskusi Impact of Climate Change on Youth Mental Health di Monash University,
Indonesia, Tangerang, pada Jumat (12/5/2023), Aldi berpendapat bahwa di Indonesia belum
ada yayasan yang menginisiasi keperluan para remaja akan masalah kesehatan mental yang
mereka miliki.

"Kami tidak cukup memiliki inisiatif dukungan kesehatan mental remaja di negara ini," terang
Aldi di Monash University, Tangerang, pada Jumat (12/5/2023).

Menurut Aldi, kesehatan mental masih menjadi hal yang tabu di masyarakat Indonesia.
Beberapa masyarakat masih membenturkannya ke dalam masalah agama dan lainnya.

"Orang Indonesia sering mengasosiasikan kesehatan mental dengan gangguan kesehatan


mental dan memandang mereka yang hidup dalam kondisi gila dan kurang keyakinan agama.
Pandangan negatif tentang kesehatan mental seperti itu sebagian besar disebabkan oleh
kurangnya pendidikan kesehatan mental," jelasnya.

Perlu Sistem Kesehatan Mental Skala Nasional

Aldi turut menuturkan bahwa remaja yang terganggu kesehatan mentalnya di Indonesia
memerlukan sebuah sistem yang tepat dalam penanganan berbagai masalah.

"Saya pikir saya tidak dapat melihat (organisasi inisiasi kesehatan mental remaja) karena
seperti yang saya sebutkan sebelumnya, praktik terbaik adalah metode kerja atau serangkaian
metode kerja yang diterima secara resmi sebagai yang terbaik untuk digunakan dalam bisnis
atau industri tertentu," jelas Aldi.
Menurutnya, remaja di Indonesia memerlukan sebuah sistem kesehatan mental berskala
nasional seperti Headspace di Australia. Headspace sendiri merupakan yayasan kesehatan
mental di Australia.

Yayasan tersebut memberi layanan perawatan primer terintegrasi yang mudah diakses, ramah
remaja, yang dibangun di atas kapasitas layanan di komunitas lokal untuk memberikan
pendekatan intervensi dini terhadap masalah kesehatan mental untuk anak muda berusia 12-25
tahun

"Saya bukan mengatakan bahwa pelayanan masalah kesehatan mental remaja di sini tidak
baik, tapi saya pikir kita bisa belajar dari Headspace," tuturnya.

Meskipun di Indonesia belum ada yayasan seperti Headspace, tetapi menurutnya terdapat
beberapa organisasi profit maupun nonprofit yang bisa dijadikan alternatif bagi remaja di
Indonesia saat sedang membutuhkan konsultasi soal masalah kesehatan mental.

Menurut Aldi, beberapa layanan konsultasi soal kesehatan mental bagi remaja Indonesia yang
dapat dicoba yakni Satu Persen, Sehat Jiwa, Ruang Jiwa, dan Fam Health.

Baca artikel detikedu, "2,45 Juta Remaja RI Gangguan Mental: Kerap Dibenturkan Agama-Perlu
Sistem Nasional" selengkapnya
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6719631/245-juta-remaja-ri-gangguan-mental-kerap-dib
enturkan-agama-perlu-sistem-nasional.

Artikel ke 2: Hasil Survei I-NAMHS: Satu dari Tiga Remaja Indonesia Memiliki Masalah
Kesehatan Mental

Liputan/Berita 24 Oktober 2022, 10.55 Oleh : gloriabarus

Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), survei kesehatan mental
nasional pertama yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10 – 17 tahun
di Indonesia, menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan
mental sementara satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12
bulan terakhir.
Angka ini setara dengan 15,5 juta dan 2,45 juta remaja. Remaja dalam kelompok ini adalah
remaja yang terdiagnosis dengan gangguan mental sesuai dengan panduan Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan
diagnosis gangguan mental di Indonesia.

“Remaja dengan gangguan mental mengalami gangguan atau kesulitan dalam melakukan
kesehariannya yang disebabkan oleh gejala gangguan mental yang ia miliki,” terang Prof. dr.
Siswanto Agus Wilopo, SU, M.Sc., Sc.D., Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan
Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM yang merupakan peneliti utama I-NAMHS.

Diseminasi hasil penelitian ini dilakukan Kamis (20/10) di Hotel Grand Melia Jakarta Selatan.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa gangguan mental yang paling banyak diderita oleh
remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas
menyeluruh) sebesar 3,7%, diikuti oleh gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan perilaku
(0,9%), serta gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas (ADHD) masing-masing sebesar 0,5%.

Meskipun pemerintah sudah meningkatkan akses ke pelbagai fasilitas kesehatan, hanya sedikit
remaja yang mencari bantuan profesional untuk masalah kesehatan mental mereka. Padahal,
hampir 20% dari total penduduk Indonesia berada dalam rentang usia 10 – 19 tahun, sehingga
populasi remaja dapat dikatakan memiliki peran penting bagi perkembangan Indonesia,
terutama untuk meraih bonus demografi dan merealisasikan visi Indonesia Emas 2024.

“Hanya 2,6% dari remaja yang memiliki masalah kesehatan mental menggunakan fasilitas
kesehatan mental atau konseling untuk membantu mereka mengatasi masalah emosi dan
perilaku mereka dalam 12 bulan terakhir. Angka tersebut masih sangat kecil dibandingkan
jumlah remaja yang sebenarnya membutuhkan bantuan dalam mengatasi permasalahan mental
mereka,” papar Siswanto.

I-NAMHS juga mengumpulkan data mengenai pengaruh kebijakan-kebijakan yang


berhubungan dengan pembatasan kontak sosial selama pandemi COVID-19 terhadap
kesehatan mental remaja. Sebanyak 1 dari 20 remaja melaporkan merasa lebih depresi, lebih
cemas, lebih merasa kesepian, dan lebih sulit untuk berkonsentrasi dibandingkan dengan
sebelum pandemi COVID-19.

Temuan lain dari I-NAMHS adalah bahwa kebanyakan (38.2%) pengasuh remaja memilih untuk
mengakses layanan kesehatan mental dari sekolah untuk remaja mereka. Di sisi lain, dari
semua pengasuh utama yang menyatakan bahwa remaja mereka membutuhkan bantuan, lebih
dari dua perlima (43.8%) melaporkan bahwa mereka tidak mencari bantuan karena lebih
memilih untuk menangani sendiri masalah tersebut atau dengan dukungan dari keluarga dan
teman-teman.

I-NAMHS merupakan bagian dari National Adolescent Mental Health Survey yang juga
diselenggarakan di Kenya dan Vietnam. Penelitian ini dikerjakan melalui kerja sama antara
Universitas Gadjah Mada, University of Queensland Australia, Johns Hopkins Bloomberg
School of Public Health Amerika Serikat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Universitas Sumatera Utara, dan Universitas Hasanuddin.

I-NAMHS berfokus untuk menghitung beban penyakit atau prevalensi enam gangguan mental
yang paling umum di antara remaja, yaitu fobia sosial, gangguan cemas menyeluruh, gangguan
depresi mayor, gangguan perilaku, gangguan stres pasca trauma (PTSD), dan gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD). I-NAMHS juga mengidentifikasi faktor risiko
dan pelindung yang berhubungan dengan gangguan mental remaja seperti perundungan,
sekolah dan pendidikan, hubungan teman sebaya dan keluarga, perilaku seks, penggunaan zat,
pengalaman masa kecil yang traumatis, dan penggunaan fasilitas kesehatan.

Menurut Siswanto, ketersediaan data prevalensi berskala nasional seperti I-NAMHS sangat
diperlukan. “Selama ini, data yang kita punya tidak merepresentasikan Indonesia atau tidak
berdasarkan diagnosis sehingga perencanaan program dan advokasi mengenai kesehatan
mental remaja menjadi tidak tepat sasaran. Harapannya I-NAMHS bisa membantu pemerintah
dan pihak lain yang terkait dengan kesehatan mental remaja dalam mendesain program dan
advokasi yang lebih baik bagi remaja kita,” ungkapnya.

https://ugm.ac.id/id/berita/23086-hasil-survei-i-namhs-satu-dari-tiga-remaja-indonesia-memiliki-
masalah-kesehatan-mental/

Artikel ke 3: Mengenal Layanan Kesehatan Mental untuk Anak, Remaja dan Keluarga

Mahasiswa Jurusan Psikologi di Universitas Pendidikan Indonesia

Apa itu Kesehatan Mental? Menurut undang-undang nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan
jiwa, kesehatan mental atau jiwa merupakan kondisi di mana seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut dapat
menyadari kemampuan diri, mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi bagi lingkungannya.

Selain kesehatan fisik, kesehatan mental pun sama pentingnya karena keduanya saling
berkaitan. Hal tersebut tidak hanya berlaku pada orang dewasa saja, tetapi juga pada anak dan
remaja. Anak dan remaja juga dapat merasakan stress, depresi, kecemasan, gangguan
perilaku, bahkan depresi hingga bunuh diri. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa hal
seperti tekanan dari lingkungan sekitar, perundungan atau bullying, tekanan keluarga,
permasalahan ekonomi, dan sejenisnya. Kesehatan mental remaja sangat penting bagi
perkembangan remaja tersebut dan juga masyarakat. Tingkat depresi pada remaja telah
meningkat tajam dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di seluruh dunia.
Pada usia remaja (15-24 tahun) memiliki persentase depresi sebesar 6,2%. Depresi berat akan
mengalami kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (self harm) hingga bunuh diri. Sebesar
80 – 90% kasus bunuh diri merupakan akibat dari depresi dan kecemasan. Kasus bunuh diri di
Indonesia bisa mencapai 10.000 atau setara dengan setiap satu jam terdapat kasus bunuh diri.
Menurut ahli suciodologist, 4.2% siswa di Indonesia pernah berpikir untuk melakukan tindak
bunuh diri. Pada kalangan mahasiswa, sebesar 6,9% mempunyai niatan untuk bunuh diri,
sedangkan 3% lainnya pernah melakukan percobaan bunuh diri. Depresi pada remaja bisa
diakibatkan oleh beberapa hal seperti tekanan dalam bidang akademik, perundungan (bullying),
faktor keluarga, dan permasalahan ekonomi.

Namun bagaimana pandangan orang-orang zaman dahulu terhadap kesehatan mental? Di


zaman itu individu dengan gangguan mental dianggap terpengaruh oleh kekuatan jahat seperti
roh atau jin, diperlakukan seperti bukan manusia, bahkan diasingkan oleh keluarga. Bahkan
masyarakat cenderung memberi stigma negatif terhadap orang dengan gangguan mental atau
jiwa dengan mencela dan menganggapnya sebagai aib, anggapan akan “orang gila”. Selain itu
masyarakat yang kurang paham akan tanda–tanda gangguan mental seperti depresi, yang
mana depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang paling sering ditemukan. Namun
seiring perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, pada akhir abad ke-19 dan awal abad
ke-20 perawatan kesehatan mental terutama bagi anak dan remaja berubah menuju arah yang
lebih baik dan manusiawi. Tidak hanya bagi anak dan remaja, tetapi perawatan kesehatan
mental untuk orang dewasa juga mulai dilakukan di beberapa rumah sakit.

Semakin banyak lembaga pemerintahan, swasta, organisasi, bahkan komunitas kesehatan


mental yang berkembang di masyarakat. Salah satunya adalah pembangunan klinik psikologi
pertama di Universitas Pennsylvania oleh Lightner Witmer pada tahun 1896. Organisasi swasta
juga ikut andil dalam menaungi masalah kesehatan mental, seperti American Psychological
Association (APA) dan American Academy of Pediatric (AAP) yang memberikan dampak
langsung dan tidak langsung dalam program kesehatan mental masyarakat.

Berkat upaya, usaha, dan pengaruh federal, swasta, dan organisasi profesional dalam hal
pelayanan kesehatan mental pada anak, remaja, dan keluarga yang gencar dilakukan selama
beberapa dekade terakhir, layanan kesehatan mental bagi anak, remaja, dan keluarga
meningkat dengan pesat. Hal ini tentunya tidak hanya terjadi di negara bagian barat, tetapi juga
negara-negara timur, salah satunya Indonesia. Saat ini Indonesia telah memiliki layanan
kesehatan mental bagi masyarakat yang dibuat oleh pemerintah.

Kini, di era yang serba digital, akses teknologi informasi tersebar hampir di seluruh Indonesia,
layanan kesehatan mental pun perlu memanfaatkan kemudahan tersebut, selain juga
mempersiapkan tenaga Psikolog dan Psikiater yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Salah
satu gerakan yang patut mendapatkan apresiasi adalah peluncuran layanan aplikasi seluler
oleh Kementerian Kesehatan Sehat Jiwa yang dapat diunduh di telepon genggam
masing-masing (Anwar,2015; http://sehat-jiwa.kemkes.go.id/) Layanan aplikasi seluler Sehat
Jiwa merupakan salah satu inovasi yang mendekatkan masyarakat pada akses informasi
layanan kesehatan mental. Masyarakat dapat mendeteksi kondisi dirinya dan jika diperlukan
dapat melakukan pemeriksaan diri ke Psikolog atau Psikiater terdekat.
Layanan SEJIWA menjamin kesehatan mental masyarakat terutama dalam kondisi Covid-19
yang masih terjadi di Indonesia hingga saat ini dan sudah bisa menjangkau masyarakat
Indonesia secara luas meskipun terbentur oleh populasi penduduk dan geografis di Indonesia
karena layanan ini dapat digunakan masyarakat dengan cara menghubungi call center 119
extension 8 di saluran telepon. Selain layanan kesehatan mental SEJIWA yang disediakan oleh
pemerintah, kini sudah tersedia beberapa layanan konseling secara online seperti halodoc, riliv,
kalm dan masih banyak lagi layanan konseling yang melayani secara online.

Kemudahan akses pelayanan kesehatan mental lainnya adalah usaha pemerintah dalam
menempatkan Psikolog di layanan primer kesehatan, yaitu Puskesmas, sehingga mudah
diakses dan dapat menjangkau lapisan masyarakat secara lebih luas. Puskesmas dapat
menjadi jalur awal bagi tenaga kesehatan untuk lebih dekat dengan masyarakat secara
langsung. Walaupun penempatan Psikolog di Puskesmas belum menjadi program yang merata
di seluruh Indonesia, tetapi sebuah awalan yang sangat baik dalam meningkatkan layanan
kesehatan mental.

Nanti, seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan ketersediaan kesempatan, maka ide
layanan kesehatan mental dapat lebih berkembang. Tidak hanya yang dilakukan oleh
pemerintah saja, tetapi juga masyarakat maupun komunitas-komunitas yang peduli dengan
kesehatan mental di era yang serba digital seperti saat ini.

Era digital dapat dipandang sebagai kesempatan untuk ikut serta meningkatkan kesehatan
mental masyarakat. Aplikasi Sehat Jiwa dapat diduplikasi melalui berbagai saluran (channel),
demikian juga layanan Psikolog atau Psikiater. Melalui kerja sama dengan penyedia layanan
informasi berbasis internet, edukasi-edukasi akan kesehatan mental menjadi lebih luas
cakupannya sehingga layanan kesehatan mental di Indonesia nanti, dapat terfasilitasi secara
lebih menyeluruh.

Oleh sebab itu tidak perlu ragu jika memang kamu membutuhkan layanan konseling atau
psikolog, karena sudah banyak layanan kesehatan mental baik online maupun offline yang
disediakan oleh pemerintah serta para profesional psikolog dan perlu diingat bahwa datang ke
psikolog bukan berarti seseorang mengalami gangguan jiwa, tetapi mereka berhasil menyadari
bahwa mereka berhak atas kebahagiaan diri sendiri dan peduli akan kesehatan mentalmu.

Reference

Handbook of mental health services for children, adolescents, and families. (2005). In Choice
Reviews Online (Vol. 43, Nomor 03). https://doi.org/10.5860/choice.43-1599

RI, D. (2014). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.


Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, 1.
Bellyana Fitria, M.Psi., Psikolog.
https://rsmajenang.cilacapkab.go.id/wp-content/uploads/2019/08/Datang-ke-Psikolog-Bukan-Be
rarti-Anda-Mengalami-Gangguan-Jiwa.pdf

Duriana Wijaya, Y., Psi, M., Puskesmas, P., Baru, K., & Dki, J. (2019). Kesehatan Mental di
Indonesia : Kini dan Nanti. Buletin Jagaddhita, 1(1), 1–4.

Artikel ke 4: Puluhan Siswa SMP di Magetan Ditemukan Sayat Lengan dengan Benda
Tajam

Sugeng Harianto - detikJatim

Jumat, 20 Okt 2023 20:20 WIB

Magetan - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Magetan mengungkapkan puluhan pelajar


SMP melukai dirinya dengan benda tajam. Hal ini setelah Dinkes melakukan screening
kesehatan.

Kepala Dinkes Magetan Rohmat Hidayat mengatakan pihaknya menemukan ini saat melakukan
screening kesehatan bagi murid baru. Temuan pertama ini ada di salah satu SMP di Kecamatan
Ngariboyo.

"Itu kan awalnya kita lakukan kegiatan screening di salah satu SMP di Kecamatan Ngariboyo.
Ditemukan tanda goresan saat screening menyeluruh kesehatan, saat tes tekanan darah ada
bekas luka," kata Rohmat, Jumat (20/10/2023).

Magetan - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Magetan mengungkapkan puluhan pelajar


SMP melukai dirinya dengan benda tajam. Hal ini setelah Dinkes melakukan screening
kesehatan.

Kepala Dinkes Magetan Rohmat Hidayat mengatakan pihaknya menemukan ini saat melakukan
screening kesehatan bagi murid baru. Temuan pertama ini ada di salah satu SMP di Kecamatan
Ngariboyo.

"Itu kan awalnya kita lakukan kegiatan screening di salah satu SMP di Kecamatan Ngariboyo.
Ditemukan tanda goresan saat screening menyeluruh kesehatan, saat tes tekanan darah ada
bekas luka," kata Rohmat, Jumat (20/10/2023).
"Mayoritas dari 76 pelajar itu perempuan. Mereka mengaku sakit hati atau depresi dengan
pacar dan juga dengan keluarga. Katanya gabut istilah sekarang," ungkap Rohmat.

Rohmat menambahkan secepatnya Dinas Kesehatan akan melibatkan Dinas Pendidikan untuk
melakukan pendampingan ke semua sekolah.

"Kita secepatnya koordinasi dengan Dinas Pendidikan untuk pendampingan melalui sekolah
baik SLTP maupun SLTA," tandas Rohmat.

Baca artikel detikjatim, "Puluhan Siswa SMP di Magetan Ditemukan Sayat Lengan dengan
Benda Tajam" selengkapnya
https://www.detik.com/jatim/berita/d-6993662/puluhan-siswa-smp-di-magetan-ditemukan-sayat-l
engan-dengan-benda-tajam.

Artikel ke 5: Bikin Miris Siswa SD Situbondo Sayat Lengan Sendiri Tiru Tren TikTok

Hilda Rinanda - detikJatim

Selasa, 03 Okt 2023 08:31 WIB

Fenomena ini terungkap dari ditemukan lengan salah seorang siswa kelas V SD di wilayah Kota
Situbondo yang lengannya dipenuhi luka goresan.

Kejadian ini lantas dilaporkan salah seorang guru sekolah itu kepada kepala sekolahnya. Ini
dilakukan untuk koordinasi agar segera ada tindakan terkait fenomena itu.

Pihak sekolah kemudian melakukan tindakan dengan langsung memeriksa semua siswa.
Mereka berkoordinasi dengan jajaran sekolah lain hingga dilakukan pengecekan terhadap
seluruh siswa.

"Di sekolah kami ternyata ditemukan sekitar 10 siswa lebih yang lengannya juga tersayat. Kami
langsung melakukan pembinaan dan memanggil orang tuanya," kata seorang kepala sekolah
sebuah SD di kawasan Kota Situbondo kepada detikJatim, Senin (2/10/2023).

Pihaknya langsung melaporkan fenomena ini ke Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Situbondo. Ini agar segera ada upaya menelusuri fenomena itu ke sekolah lainnya.
"Kami juga menutup sementara akses para pedagang keliling yang berjualan di sekolah.
Karena dari pengakuan siswa, mereka membeli alat itu dari pedagang keliling di sekolah,"
tandasnya.

Sementara itu, Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Situbondo,
Supiyono mengatakan, ia menerima laporan dari kepala sekolah yang menemukan fenomena
itu di sekolahnya.

Salah satu langkah yang akan dilakukan pihak Disdikbud adalah dengan menggandeng para
korwil di tingkat SD. Lalu menggandeng MKKS (musyawarah kerja kepala sekolah) untuk
menangani masalah yang berada di SMP.

"Karena tak menutup kemungkinan fenomena itu juga terjadi pada banyak siswa SD dan SMP
lainnya," kata Supiyono.

Disdikbud Situbondo juga akan melibatkan sejumlah pihak untuk menangani tren ini. Termasuk,
para orang tua siswa melalui komite yang ada di masing-masing sekolah.

"Kondisi saat ini memang serba repot. Di sekolah mungkin bisa diperketat pemakaian gawai.
Tapi saat sudah berada di rumah, mungkin dibebaskan membuka medsos dan lain-lain,"
ujarnya.

Oleh sebab itu, Supriyono menekankan peran semua pihak dalam pengawasan anak untuk
membuka gawai harus benar-benar terintegrasi. Pun juga pengawasan anak dalam bermedsos.

Dalam kesempatan berbeda, Psikolog, Praktisi Perlindungan Perempuan dan Anak Jatim, Riza
Wahyuni menyebut, tren ini sebenarnya sudah lama dilakukan. Namun, karena dilakukan pada
saat live di TikTok, kini menjadi ramai.

"Tren 6 bulan terakhir, namun baru ramai sekarang. Ada fenomena di mana anak-anak memiliki
tantangan katanya semakin banyak goresannya, maka akan semakin banyak mendapat gift. Ini
problem, pernah live di TikTok," kata Riza saat dihubungi detikJatim, Senin (2/10/2023).

Menurutnya, fenomena ini yang membuat anak-anak lainnya mencontoh. Anak-anak rentan
masalah mental health. Apalagi yang berkaitan dengan kesehatan mental, mudah putus asa,
mudah merasa bersalah atas sesuatu yang ada pada diri mereka.

"Hal-hal yang ada pada diri mereka beraneka ragam, bisa saja mereka korban bullying, korban
kekerasan oleh orang dewasa, keluarga broken home, bisa saja kesalahan pengasuhan di
dalam keluarga. Sehingga membentuk diri mereka bermasalah yang tidak terdeteksi orang tua
sejak awal," jelasnya.
Baca artikel detikjatim, "Bikin Miris Siswa SD Situbondo Sayat Lengan Sendiri Tiru Tren TikTok"
selengkapnya
https://www.detik.com/jatim/berita/d-6961978/bikin-miris-siswa-sd-situbondo-sayat-lengan-sendi
ri-tiru-tren-tiktok.

Artikel ke 6: Startup Kesehatan Mental, Potensi Pasar Tinggi Tetapi Permintaan

Rendah Ahmad Thovan Sugandi Minggu, 28 November 2021 | 11:48 WIB

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Startup Kesehatan Mental, Potensi Pasar
Tinggi Tetapi Permintaan Rendah", Klik selengkapnya di sini:
https://teknologi.bisnis.com/read/20211128/266/1471206/startup-kesehatan-mental-potensi-pas
ar-tinggi-tetapi-permintaan-rendah.

Penulis : Ahmad Thovan Sugandi

Editor : Amanda Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan modal ventura menilai potensi pasar yang besar untuk
startup kesehatan mental tidak diikuti oleh tingginya permintaan layanan. Bendahara Asosiasi
Modal Ventura dan Startup Indonesia (AMVESINDO) Edward Ismawan Chamdani menyebut
startup kesehatan mental memiliki layanan yang terbatas karena menyasar ceruk pasar yang
lebih sempit dibandingkan healthtech pada umumnya. "Ceruk pasar terbatas dan para penderita
banyak tidak menyadari kondisinya," ujarnya saat dihubungi secara daring, Sabtu (27/11/2021).

Menurut Edward, tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mental membuat layanan
startup tersebut masih sulit berkembang. Potensi pasar yang besar tidak diikuti oleh jumlah
permintaan terhadap layanan psikolog atau psikiater berbasis teknologi.

Edward mengatakan potensi layanan kesehatan mental akan lebih maksimal diarahkan pada
kebutuhan korporasi (B2B). Kolaborasi dengan korporasi membuat startup memiliki konsumen
tetap yaitu para karyawan perusahaan. Menurut Co-Founder & Managing Partner Ideosource
Venture Capital tersebut startup kesehatan mental dapat mengembangkan bisnisnya dengan
menjalin kolaborasi bersama health tech yang memiliki ekosistem layanan lebih luas Startup
kesehatan mental juga dapat masuk dalam ekosistem aplikasi super sebagai salah satu
layanan yang disediakan dan dapat diakses dalam satu aplikasi. Menurut Edward, tidak
banyak investor yang tertarik menggelontorkan dana ke startup kesehatan mental. "Bisa
dibilang investor yang tertarik di ceruk pasar ini adalah yang sudah memiliki startup layanan
kesehatan umum atau investor yang sadar bahwa investasi mereka memang menargetkan
segmen yang lebih spesifik," ucapnya. Para startup penyedia layanan kesehatan mental, dia
melanjutkan, dapat menargetkan pasar lembaga pendidikan dan edutech. Nantinya startup
tersebut menjadi mitra lembaga pendidikan dan edutech untuk mengelola konseling para
pelajar. Menurut data yang dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, untuk saat ini Indonesia
memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk. Artinya, sekitar 20
persen populasi di Indonesia mempunyai potensi masalah gangguan jiwa. Selain itu,
berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes 2016, data bunuh diri
pertahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri. Bila dilihat
dari keseluruhan kasus, 47,7 persen korban bunuh diri adalah pada usia 10-39 tahun yang
merupakan usia anak remaja dan usia produktif.

Artikel ke 7: MENGGALI CERUK BISNIS STARTUP KESEHATAN MENTAL

Potensi layanan kesehatan mental akan lebih maksimal diarahkan pada kebutuhan segmen
korporasi atau business to business (B2B). Kolaborasi dengan korporasi membuat startup
bidang ini memiliki konsumen tetap yaitu para karyawan perusahaan.

Bisnis, JAKARTA — Pandemi Covid-19 menjadi katalis pertumbuhan bisnis perusahaan rintisan
berbasis layanan kesehatan mental. Sayangnya, potensi pendanaan untuk startup di bidang ini
masih terhalang oleh prospek pasar yang cenderung tersegmentasi.

Founder & CEO Bicarakan.id Andreas Handani mengatakan startup penyedia layanan
kesehatan mental berbasis teknologi mulai menjamur selama pandemi hampir 2 tahun
belakangan.

“Kebutuhan untuk konsultasi dengan psikolog demi menjaga kesehatan psikologis seseorang
meningkat," ujarnya saat dihubungi Bisnis, baru-baru ini.

Berdasarkan data yang dihimpun Bicarakan.id, sebelum pandemi platform konseling tersebut
hanya melayani 2—3 orang setiap hari. Setelah 1,5 tahun pandemi, jumlah klien konsultasi
daring harian bertambah lebih dari 70 orang.

Terkait dengan pendanaan, Andreas melanjutkan, Bicarakan.id pada mulanya didirikan dengan
100 persen uang pribadinya. Modal tersebut dipakai untuk membangun laman daring dan
aktivasi iklan daring.

Saat ini, perusahaan telah mengantongi putaran pendanaan tahap awal (preseed funding) dari
perusahaan modal ventura East Ventures dengan nominal yang dirahasiakan.
Setelah pendanaan tersebut Bicarakan.id mengaku masih fokus untuk menyempurnakan
layanan konseling berbasis teknologi di aplikasi dan laman daring. Selain konseling,
Bicarakan.id sedang mengembangkan fitur meditasi yang 100 persen gratis.

Ke depan perusahaan berencana menjalin kolaborasi dengan organisasi layanan kesehatan


fisik (medis) lantaran kesehatan fisik dan mental adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain.

Dengan kerja sama tersebut, Andreas ingin menyediakan layanan kesehatan yang holistik.

Sebagai informasi, saat ini jumlah klien Bicarakan.id mencapai 50—75 orang per hari. Para
klien tersebut ditangani oleh 26 psikolog klinis. Adapun, aplikasi Bicarakan.id telah diakses oleh
2.500 pengguna.

Layanan yang disediakan Bicarakan.id adalah konseling daring, konseling tatap muka, berbagai
macam assessment psikologis, dan beragam program terapi psikologis seperti CBT, ACT, DBT,
dan lain lain.

Selain itu ada juga konseling pasangan, konseling suami istri, dan konseling keluarga. Saat ini,
biaya per sesinya dimulai dari Rp189.000.

Platform layanan konsultasi daring kesehatan mental lainnya, Riliv, juga tengah getol
memperluas jangkauan pengguna dan klien seiring dengan makin tingginya kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya kesehatan mental.

CEO Riliv Audrey Maximillian menyebut banyak psikolog tertarik dengan adanya penyedia
layanan kesehatan mental berbasis teknologi.

"Hal ini bisa membantu kami menjangkau lebih banyak pengguna khususnya di luar Jawa yang
mungkin sedikit terhambat dari segi kesediaan psikolog," ujarnya.

Riliv mencatat adanya peningkatan akses layanan konseling pada masa pandemi Covid-19,
yang memang memicu kerentanan kesehatan mental seperti kecemasan (anxiety disorder) atau
perasaan putus asa (mental depressive disorder).

Audrey yakin masih banyak potensi yang dapat dikembangkan dengan sinergi teknologi dan
kesehatan mental, seperti integrasi layanan kesehatan lain berupa meditasi mindfulness dan
mood tracker.

Audrey mengatakan perusahaannya membuka pintu seluas-luasnya untuk kerja sama dengan
berbagai kalangan seperti perusahaan maupun kolektif lain untuk menciptakan ekosistem
kesehatan mental yang integratif.

POTENSI PASAR
Sementara itu, kalangan pemodal ventura menilai startup bidang layanan kesehatan mental
memiliki potensi pasar yang cukup lebar. Sayangnya, potensi tersebut belum diimbangi dengan
tingginya permintaan layanan oleh masyarakat luas.

Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (AMVESINDO) Edward Ismawan
Chamdani menyebut startup kesehatan mental cenderung memiliki segmentasi pasar yang
sempit dibandingkan dengan startup teknologi kesehatan (healthtech) pada umumnya.

"Ceruk pasar terbatas dan para penderita banyak tidak menyadari kondisinya," ujarnya.

Edward berpendapat potensi layanan kesehatan mental akan lebih maksimal diarahkan pada
kebutuhan segmen korporasi atau business to business (B2B). Kolaborasi dengan korporasi
membuat startup bidang ini memiliki konsumen tetap yaitu para karyawan perusahaan.

Co-Founder & Managing Partner Ideosource Venture Capital tersebut juga menyarankan agar
startup kesehatan mental mengembangkan bisnisnya dengan menjalin kolaborasi bersama
pemain healthtech yang memiliki ekosistem layanan lebih luas

Startup kesehatan mental juga dapat masuk dalam ekosistem aplikasi super sebagai salah satu
layanan yang disediakan dan dapat diakses dalam satu aplikasi.

Menurut Edward, tidak banyak investor yang tertarik menggelontorkan dana ke startup
kesehatan mental.

"Bisa dibilang investor yang tertarik di ceruk pasar ini adalah yang sudah memiliki startup
layanan kesehatan umum atau investor yang sadar bahwa investasi mereka memang
menargetkan segmen yang lebih spesifik," ucapnya.

Founder UMG IdeaLab Kiwi Aliwarga menyebut tren pendanaan startup kesehatan mental
untuk saat ini masih terbatas karena belum banyak masyarakat tahu dan sadar dengan
pentingnya kesehatan mental.

"Setelah pemberitaan dan kesadaran meningkat, 2 tahun ke depan akan mulai gencar investasi
ke startup di ranah kesehatan mental ini," ujarnya.

Menurutnya, startup di sektor tersebut memiliki peluang yang sangat besar, tetapi tantangannya
juga banyak. Hal itu disebabkan sebagian klien tidak sadar dengan kondisi mentalnya sehingga
merasa tidak membutuhkan layanan psikolog.

"Masyarakat baru mengakses layanan kesehatan mental ketika sudah kondisi parah sekali,"
ucapnya.
Sebagai investor, dia melanjutkan, beberapa proposal pendanaan dari startup kesehatan
mental pernah diterima oleh perusahaannya tetapi batal karena sumber daya manusia yang
tersedia masih terbatas.

Kiwi menambahkan saat ini kalangan investor juga masih belum banyak melirik startup
kesehatan mental karena adopsi teknologi yang masih minim.

Saat startup kesehatan mental sudah mampu mengadopsi berbagai macam teknologi dalam
layanannya, ke depan investor akan datang dengan sendirinya. "Saya sendiri tertarik investasi
di sana," ucap Kiwi.

KERJA SAMA

Di sisi lain, startup penyedia layanan kesehatan mental dinilai tetap memiliki peluang walaupun
perkembangannya tidak secepat healthtech dengan layanan yang lebih menyeluruh. Salah satu
strategi yang bisa ditempuh adalah melalui kolaborasi.

Peneliti ekonomi digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda
berpandangan bisnis startup kesehatan mental saat ini masih sulit berkembang karena
masyarakat masih malu mengakui kondisi kesehatan mentalnya.

Kebanyakan masyarakat menolak kondisi tersebut dan enggan mengakses layanan konseling.

Walaupun demikian, Huda mengatakan startup kesehatan mental tetap memiliki kesempatan
untuk berkembang jika mereka bersedia menjalin kerja sama dengan ekosistem yang lebih
luas.

"Terlebih tren healing, adanya burnout pekerjaan, dan media sosial mendorong praktik
healthtech di bidang kesehatan mental. Terutama di media sosial perngaruhnya sangat tinggi
sekali," ucap Huda.

Ketua Asosiasi Healthtech Indonesia Gregorius Bimantoro menambahkan startup kesehatan


mental dapat berkolaborasi dengan startup healthtech yang memiliki layanan lebih luas.

Upaya tersebut menurut Gregorius dapat memperluas ekosistem bisnis layanan kesehatan
berbasis teknologi.

"Healthtech ini luas, dan terus berkembang. Kita bisa kolaborasi saling support juga kan,"
ujarnya. (Thovan Sugandi)

Editor: Wike D. Herlinda

https://bisnisindonesia.id/article/menggali-ceruk-bisnis-startup-kesehatan-mental
Artikel ke 8: 4 Startup Indonesia yang Sediakan Layanan Kesehatan Mental Digital, Sudah
Coba?

Huyogo SimbolonHuyogo Simbolon

Diperbarui 10 Okt 2022, 09:00 WIB

Liputan6.com, Bandung - Indonesia dilingkupi kondisi geografis yang menantang dan populasi
penduduk yang besar. Karena itu, perlu metode layanan kesehatan mental yang mampu
menjangkau masyarakat luas.

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang optimal menjadi peluang


pengembangan layanan profesional psikolog dalam upaya mewujudkan kesehatan mental di
masyarakat.

Saat ini, startup atau perusahaan rintisan di Indonesia semakin berkembang pesat. Tidak hanya
dalam bidang teknologi, perusahaan rintisan di Indonesia juga telah menghadirkan platform
dalam bidang psikologi khususnya konseling online.

Berikut beberapa startup atau perusahaan rintisan konseling kejiwaan yang harus kamu
ketahui.

1. riliv
(https://www.instagram.com/riliv/?utm_source=ig_embed&ig_rid=8a9a9ca0-86de-4cab-9fa1-ce0
f7549e379)

Riliv adalah startup kesehatan mental Indonesia yang didirikan sejak 2015. Layanan ini dapat
diunduh di Google Play Store dan Apple Store.

Perusahaan rintisan asal Surabaya ini dibangun oleh kakak beradik Maxi dan Audy. Keduanya
membangun Riliv sebagai gabungan antara kemudahan teknologi dan sentuhan psikologi untuk
menjangkau layanan kesehatan mental di seluruh Indonesia.

Startup kesehatan mental ini memiliki tiga jenis layanan. Layanan itu adalah meditasi,
pengantar lelap, serta konseling online bersama psikolog profesional.

Untuk menjaga kualitas, layanan konseling Riliv memiliki tarif yang terjangkau daripada
konseling tatap muka.
2. Psikologimu
(https://www.instagram.com/psikologimu.co/?utm_source=ig_embed&ig_rid=40b265e8-45da-4b
8e-af26-56adf842d4c0)

Platform Psikologimu adalah startup mental health yang didirikan oleh Nova Ariyanto Jono pada
2013. Aplikasi psikologimu menghadirkan banyak sekali psikolog profesional dengan berbagai
macam konsultasi via chat, email voice call, dan sebagainya.

Peran platform ini adalah memfasilitasi komunikasi antara Anda dengan para psikolog atau
pakar yang berada dalam Psikologimu dalam bentuk layanan konsultasi. Anda memiliki hak
untuk mengonsiderasi dan memilih apabila layanan ini sesuai atau tidak untuk Anda.

Konsultasi via Psikologimu bisa diunduh melalui Google Play Store dan Apple Store.

3. Kalm
(https://www.instagram.com/get.kalm/?utm_source=ig_embed&ig_rid=fa00a487-eed8-4058-841
2-82d39527c614)

Startup kesehatan mental ini memberikan layanan khusus untuk konseling online yang fleksibel,
privat, dan terjangkau. Kalm bisa menjadi solusi apabila kamu merasa cemas dan terganggu,
namun bingung ingin bercerita pada siapa.

Layanan Kalm juga diklaim praktis, nyaman, terjangkau, serta bersifat rahasia. Apabila kamu
menggunakan layanannya, kamu akan dicocokkan dengan Kalmselor (sebutan untuk konselor)
melalui kuisioner singkat yang kamu isi.

Apabila ternyata kamu merasa Kalmselor-mu kurang cocok denganmu, kamu bisa mengajukan
pergantian kapan pun kamu menginginkannya. Ada beberapa layanan terbaru dari Kalm yakni
Increasing Wellness dan Increasing Value agar pengguna dapat mengetahui dan mencapai
target yang diinginkan. Platform yang satu ini masih menggunakan dana operasionalnya
sendiri.

4. Oncom
(https://www.instagram.com/oncomkonsultasi/?utm_source=ig_embed&ig_rid=a591a822-37bd-
4129-afe9-27fad4391cc9)

Oncom merupakan singkatan dari Online Consultation and Mentorship. Kamu bisa
menggunakan layanan dari OnCom secara cuma-cuma.
Layanan startup ini merupakan tempat untuk konsultasi kepada orang, sesuai dengan
bidangnya. Salah satu bidang yang ditawarkan adalah psikologi. Jadi, kamu bisa bertanya
terkait kesehatan mental lewat mentor-mentor yang ada.

Startup mental health Indonesia ini didirikan oleh Bima Sastra Gordhi pada 2016. Kamu bisa
menggunakan layanan OnCom melalui aplikasinya yang tersedia di Google Play Store.

5. Diceritain
(https://www.instagram.com/diceritain.id/?utm_source=ig_embed&ig_rid=5d7771c2-92a8-4b90-
8391-c17b8b44666c).

Diceritain adalah aplikasi konseling sebaya pertama yang terintegrasi untuk mahasiswa di
seluruh Indonesia. Layanan preventif yang mengedepankan kepentingan kesehatan mental
mahasiswa se-Indonesia dengan menyediakan layanan konseling sebaya dan mengutamakan
anonimitas untuk kenyamanan bersama.

Aplikasi ini gratis dan dapat diunduh di Google Play Store.

Itulah daftar dari startup kesehatan mental asal Indonesia. Apakah kamu tertarik untuk
mencoba menggunakan layanannya?

https://www.liputan6.com/regional/read/5092621/4-startup-indonesia-yang-sediakan-layanan-ke
sehatan-mental-digital-sudah-coba?page=6

Anda mungkin juga menyukai