Pemahaman Epistemologis
Pemahaman Epistemologis
a.aditomo@gmail.com
Abstract
Epistemological understanding is an important part of college students’ intellectual development. The present
study examines the structure of epistemological understanding on a sample of students in an Indonesian
university. The study also compares epistemological understanding of the social and natural science disciplines.
Participants were mostly female (58%), on average 17.9 years, and enrolled in either a social science (fashion
design, law, and psychology; N = 575) or natural sciences study programme (engineering, pharmacy, and
biology; N = 924). A Likert-type instrument was used to measure three dimensions of epistemological
understanding regarding authority as a source of knowledge, the subjectivity of knowledge, and the
changeability of knowledge. Eigen values and scree plot in the exploratory factor analysis indicate a four-factor
solution. These factors referred to the three hypothesised dimensions, and one additional dimension reflecting
beliefs related specifically to factual knowledge. Additional analyses show that knowledge in the social sciences
are seen as more subjective and uncertain. Furthermore, while students generally trust epistemic authorities from
both fields, the trust towards authority in the social sciences is associated with a belief that knowledge is
subjective. The reverse pattern was found for the natural sciences. A possible explanation is that social science
students recognised but were uncomfortable with the subjective nature of their discipline, and hence sought
certainty from epistemic authorities.
Keywords: epistemic beliefs; personal epistemology; soft and hard disciplines; intellectual character; disposition
Abstrak
Pemahaman epistemologis merupakan bagian penting dari karakter intelektual mahasiswa. Artikel ini menelaah
struktur dimensi konstruk ini pada calon mahasiswa di sebuah universitas di Indonesia, serta mengeksplorasi
perbedaan antara pemahaman epistemologis tentang ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam. Partisipan penelitian
merupakan mahasiswa baru dari jurusan-jurusan ilmu sosial (desain fesyen, hukum, dan psikologi; N = 575) dan
ilmu alam (teknik, farmasi, dan biologi; N = 924). Lebih dari separuh (58%) partisipan adalah perempuan,
dengan usia rata-rata 17,9 tahun. Sebuah skala Likert digunakan untuk mengukur tiga dimensi pemahaman
epistemologis, yakni pandangan tentang (a) apakah otoritas di sebuah bidang bisa dipercaya sebagai sumber
pengetahuan, (b) apakah ilmu pengetahuan di bidang tersebut bersifat subjektif, dan (c) apakah pengetahuan
tersebut statis atau dinamis. Nilai eigen dan scree plot dalam analisis faktor menunjukkan bahwa struktur
pemahaman epistemologis perlu diperluas menjadi empat dimensi. Empat dimensi ini terdiri dari tiga dimensi
yang dihipotesiskan oleh teori, dan satu dimensi tambahan, yakni tentang apakah pengetahuan faktual bisa
berubah. Analisis lebih lanjut mengindikasikan bahwa pengetahuan di bidang sosial dipandang lebih subjektif
dan tak pasti/dinamis dibanding ilmu alam. Selain itu, meski otoritas di bidang sosial maupun ilmu alam sama-
sama dipercaya, kepercayaan pada otoritas di bidang sosial berkaitan dengan pandangan bahwa pengetahuan
bersifat subjektif. Ini merupakan indikasi bahwa banyak mahasiswa ilmu sosial yang menyadari bahwa ilmunya
bersifat subjektif, namun merasa tak nyaman dengan hal itu sehingga berusaha mencari kepastian dengan
mengandalkan pendapat otoritas.
Kata kunci: keyakinan epistemik; perbedaan lintas disiplin ilmu; disposisi; karakter intelektual
8
Pemahaman epistemologis calon mahasiswa 9
awam pun sebenarnya kerap dihadapkan pengetahuan harus diperoleh melalui proses
pada isu-isu epistemologis. Misalnya, ketika penalaran yang tepat.
menimbang apakah sebuah iklan produk
suplemen makanan layak dipercaya, individu Meski seringkali bersifat implisit atau tidak
dituntut untuk memercayai bukti yang disadari, pemahaman epistemologis yang
diajukan. Demikian pula ketika seseorang dimiliki seseorang menentukan cara berpikir
sedang menimbang saran dua dokter yang dan bertindak ketika dihadapkan pada
tidak sepenuhnya sejalan, atau men- persoalan epistemik. Dalam situasi sehari-
dengarkan argumen yang berbeda-beda dari hari, individu yang belum matang secara
calon pejabat mengenai cara terbaik untuk epistemologis akan memiliki pandangan
mengatasi banjir. dikotomis (“hitam-putih”) tentang penge-
tahuan (Schommer-Aikins & Hutter, 2010).
Dalam literatur, pendapat dan cara pandang Hanya ada dua kemungkinan penilaian
individu tentang pengetahuan disebut sebagai terhadap sebuah gagasan, yakni benar atau
pemahaman atau keyakinan epistemologis. salah. Sulit bagi orang tersebut untuk melihat
Para peneliti di bidang ini menggambarkan bahwa sebuah pemikiran bisa memiliki
adanya tiga sampai lima komponen atau banyak segi dan bersifat kontekstual (benar
dimensi utama dari pemahaman episte- pada kondisi tertentu, namun tidak tepat pada
mologis (Bråten, 2010; Sandoval, Greene, & kondisi lain). Akibatnya, bila sudah meyakini
Bråten, 2016). Sebagian komponen tersebut sesuatu sebagai kebenaran, individu yang
terkait dengan pandangan tentang apakah demikian cenderung enggan memertimbang-
ilmu pengetahuan bersifat statis (tetap) atau kan ulang keyakinannya dan cenderung
dinamis (terus berubah). Ada individu yang mengandalkan otoritas untuk mengevaluasi
percaya bahwa jika sesuatu telah terbukti informasi pada bidang yang tidak ia
diterima sebagai pengetahuan yang benar, mengerti. Secara teoretis, individu seperti ini
maka hal itu tidak akan mengalami revisi di rentan memercayai dan menyebarkan
masa depan. Sebaliknya, ada individu yang informasi palsu atau hoaks, asalkan informasi
berpendapat bahwa pengetahuan di sebuah tersebut sejalan dengan opini personalnya.
bidang akan terus berubah.
Pemahaman epistemologis banyak ditelaah
Komponen atau dimensi-dimensi lain dari dalam konteks sekolah dan pendidikan
pemahaman epistemologis lebih terkait tinggi, terutama oleh para peneliti dari
dengan asal usul pengetahuan, bagaimana Amerika dan beberapa negara Eropa.
pengetahuan diperoleh dan bagaimana Penelitian-penelitian awal menunjukkan
membedakan antara sumber pengetahuan bahwa siswa yang percaya bahwa
yang sahih dan lemah (Sandoval, dkk., pengetahuan bersifat permanen (tidak
2016). Pemahaman tentang dimensi ini juga berubah) cenderung mengambil simpulan
menunjukkan adanya perbedaan antar yang terlalu hitam-putih mengenai sebuah
individu. Sebagian individu berpendapat bacaan (Schommer, 1990). Penelitian-
bahwa informasi yang berasal dari otoritas penelitian selanjutnya mengindikasikan
ilmu (seperti guru, dosen, ilmuwan, dan bahwa pemahaman epistemologis mem-
pakar) selalu bisa dianggap sebagai prediksi prestasi akademik (Cano, 2005;
pengetahuan yang sahih. Sebaliknya, ada Lodewyk, 2007; Schommer-Aikins, Duell, &
juga orang yang cenderung mudah skeptis Hutter, 2005). Penelitian-penelitian lain
(curiga) pada otoritasdan lebih memercayai menelaah secara lebih langsung pengaruh
pengalaman langsung sebagai landasan dari pemahaman epistemologis pada proses
pengetahuan. Sebagian berpandangan bahwa berpikir dan strategi belajar siswa. Misalnya,
pengetahuan harus dilandasi bukti empiris, Hofer (2004) menemukan bahwa pandangan
tapi tidak cukup dari pengalaman pribadi siswa tentang objektivitas serta kepastian
saja. Sebagian lagi berpendapat bahwa pengetahuan memengaruhi cara mereka
sepenuhnya sejalan. Untuk menguji dugaan tersebut konsisten atau bervariasi antara
ini, Schommer dan Walker (1995) ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam?
melakukan survei pada sampel mahasiswa
dan menemukan bahwa pemahaman METODE
epistemologis seseorang tentang ilmu sosial
sangat mirip dengan pemahaman Penelitian ini merupakan survei cross-
epistemologisnya tentang matematika. sectional menggunakan kuesioner tertulis
Berdasarkan hal itu, mereka menyimpulkan yang diisi secara mandiri (self report).
bahwa pemahaman epistemologis cenderung Partisipan survei (N = 1.502) adalah lulusan
bersifat ranah umum (domain-general). SMA yang telah terdaftar di berbagai jurusan
Dengan kata lain, pandangan seseorang sebuah universitas. Usia rata-rata partisipan
tentang pengetahuan berlaku untuk berbagai adalah 17,9 tahun, dengan komposisi gender
bidang dan disiplin ilmu. 58% perempuan. Pemilihan partisipan
bersifat purposive untuk mewakili disiplin
Namun demikian, penelitian selanjutnya ilmu-ilmu sosial, dipilih partisipan dari
menunjukkan bahwa seiring dengan jurusan desain (N = 69), hukum (N = 257),
bertambahnya pengalaman kuliah, pema- dan psikologi (N = 252), sedangkan untuk
haman epistemologis mahasiswa menjadi disiplin ilmu-ilmu alam, dipilih partisipan
lebih terdiferensiasi berdasarkan bidang studi dari jurusan teknik (kimia, elektro, industri,
mereka (Schommer-Aikins, Duell, & Barker, dan informatika, N = 440), farmasi (N =
2002). Sejalan dengan hal itu, penelitian lain 439), serta biologi (N = 45). Pada saat survei
menemukan bahwa pandangan mahasiswa para partisipan belum menjalani perkuliahan
tentang sifat ilmu matematika dan sejarah namun telah memelajari berbagai disiplin
tidak berbeda secara signifikan. Di sisi lain, ilmu alam dan sosial selama sekolah
analisis klaster untuk mengelompokkan menengah serta telah menetapkan pilihan
responden berdasarkan pandangan episte- tentang jurusan kuliah. Dengan demikian,
mologis, motivasi, dan prestasi menghasilkan diasumsikan bahwa para partisipan telah
pola berbeda antara bidang matematika dan sedikit banyak mempunyai bayangan tentang
sejarah (Buehl & Alexander, 2005). ilmu pengetahuan bidang tersebut (terlepas
Berdasarkan temuan-temuan semacam ini, dari akurasi dari bayangan tersebut) sehingga
Buehl dan Alexander (2006) kemudian dapat memberi respons yang bermakna
mengajukan teori tentang sifat ganda (dual terhadap butir-butir skala pemahaman
nature) pemahaman epistemologis. Menurut epistemologis.
teori ini, pemahaman epistemologis pada
awalnya bersifat general atau lintas bidang. Pemahaman epistemologis diukur dengan
Namun bila individu dipaparkan pada instrumen yang diadaptasi oleh Aditomo
pengalaman terkait beragam jenis dan bidang (2014) dari Greene, dkk. (2010). Dalam
pengetahuan, pemahaman epistemologis penelitian Aditomo (2014), validitas
yang spesifik dapat muncul. instrumen ini dievaluasi dari segi proses
respons menggunakan wawancara kognitif.
Berangkat dari latar belakang yang Pemahaman epistemologis terdiri dari tiga
dipaparkan di atas, penelitian ini dirancang dimensi yang terpisah: (a) pandangan tentang
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan apakah otoritas bisa dipercaya sebagai
berikut: (1) Apakah struktur empiris dimensi sumber pengetahuan yang sahih (butir nomor
pemahaman epistemologis pada sampel 1–5), (b) apakah pengetahuan di sebuah
lulusan SMA di Indonesia sejalan dengan bidang bersifat subjektif atau objektif (butir
model yang dihipotesiskan oleh teori-teori nomor 6–10), dan (c) apakah pengetahuan
yang ada? (2) Apakah struktur empiris tersebut terus mengalami revisi atau
pemahaman epistemologis pada sampel cenderung permanen (butir nomor 11–15).
Butir untuk masing-masing dimensi dapat
dilihat pada Tabel 1, sedangkan reliabilitas
tiap dimensi dapat dilihat pada sub-bagian. dihasilkan sama, pola pengelompokan butir
Setiap butir memiliki 7 pilihan respons pada faktor-faktor tersebut berbeda antara
model Likert, mulai dari 1 (sangat tidak ilmu sosial dan ilmu alam (lihat Tabel 1).
setuju) sampai 7 (sangat setuju). Masing-
masing dimensi pemahaman ini diukur Dimensi otoritas memiliki reliabilitas skala
terkait ilmu pengetahuan pada disiplin ilmu yang tinggi untuk ilmu sosial maupun ilmu
yang dipelajari di tiap fakultas. Misalnya, alam (lihat Tabel 2). Skor rerata kedua
mahasiswa teknik kimia diminta melaporkan dimensi cenderung tinggi, yakni lebih dari 5
pemahamannya tentang pengetahuan di dalam skala 1 sampai 7. Perbedaan antara
bidang teknik kimia, mahasiswa psikologi skor rerata ilmu sosial dan ilmu alam juga
untuk pengetahuan psikologi. tidak terpaut jauh (lihat Tabel 2). Analisis
varians menunjukkan bahwa perbedaan
Mengingat belum ada teori yang kuat tentang tersebut tidak signifikan secara statistik (F =
struktur dimensi pemahaman epistemologis 2,29; p = 0,13).
(apalagi pada sampel di Indonesia), teknik
analisis yang dipilih adalah analisis faktor Dimensi subjektivitas memiliki harga
eksploratori dengan menggunakan pen- reliabilitas yang rendah untuk ilmu sosial
dekatan analisis komponen prinsipal maupun ilmu alam. Koefisien korelasi butir
(principal components analysis). Analisis total menunjukkan bahwa hal ini terutama
faktor dilakukan secara terpisah untuk bidang disebabkan oleh butir nomor 10
ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam. Jumlah (“Pengetahuan di bidang ilmu saya bersifat
faktor mengikuti kriteria harga eigen lebih faktual dan tidak melibatkan opini
dari 1 sedangkan ekstraksi faktor dilakukan personal”). Bila butir nomor 10 digugurkan,
dengan rotasi varimax. Untuk menguji reliabilitas dimensi subjektivitas meningkat
apakah asumsi mengenai ukuran sampel dan menjadi 0,60 pada ilmu sosial dan menjadi
korelasi antar butir yang disyaratkan oleh 0,64 pada ilmu alam.
analisis faktor telah terpenuhi, peneliti
menelaah hasil uji statistik dari Kaiser- Tabel 1 menampilkan skor rerata dan
Meyer-Olkin (KMO) dan tes Bartlett. reliabilitas untuk versi lima butir dan versi
Selanjutnya, perhitungan harga koefisien alfa empat butir. Terlihat bahwa secara rata-rata,
Cronbach dilakukan untuk memeriksa ilmu sosial dipandang lebih subjektif
reliabilitas dimensi-dimensi teoretis. Semua dibanding ilmu alam (lihat Tabel 2). Analisis
prosedur diterapkan menggunakan perangkat varians menunjukkan bahwa perbedaan ini
lunak SPSS IBM Statistics versi 20. signifikan secara statistik, baik untuk skor
lima butir (F = 220,39, p < 0,001) maupun
skor empat butir (F = 164,67, p < 0,001).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk dimensi perubahan, reliabilitas skala
Uji KMO menunjukkan bahwa asumsi terkait masih dapat diterima, yakni 0,59 dan 0,63.
sampel sudah terpenuhi, dengan koefisien Kelima butir pada dimensi ini memiliki
sebesar 0,8 untuk ilmu-ilmu sosial dan 0,79 korelasi yang cukup tinggi dengan butir-butir
untuk ilmu-ilmu alam. Uji Bartlett juga lainnya (r > 0,3) sehingga harga reliabilitas
menghasilkan koefisien chi-square yang skala tidak dapat ditingkatkan dengan
signifikan (p < 0,001) untuk ilmu-ilmu sosial menggugurkan butir. Melihat skor rerata,
maupun ilmu-ilmu alam. Harga eigen pada kembali tampak bahwa ilmu-ilmu sosial
masing-masing jenis disiplin ilmu dipandang lebih kerap mengalami perubahan
menunjukkan adanya empat faktor yang atau revisi dibanding ilmu-ilmu alam (lihat
secara kumulatif menjelaskan 55,77% Tabel 2). Analisis varians mengonfirmasi
varians respon sub-sampel ilmu-ilmu sosial, bahwa perbedaan ini signifikan secara
dan 57,21% varians respons sub-sampel statistik (F = 34,12; p < 0,001).
ilmu-ilmu alam. Meski jumlah faktor yang
Jurnal Psikologi Undip Vol.16 No.7 April 2017, 20-31
Pemahaman epistemologis calon mahasiswa 13
Tabel 2. Skor rerata (skala 1 sampai 7) dan nilai alfa cronbach dimensi-dimensi teoretis pemahaman
epistemologis pada ilmu sosial dan ilmu alam.
Apakah pengelompokan butir secara empiris (sosial dan alam) menunjukkan bahwa secara
sejalan dengan struktur dimensi yang umum, butir-butir terkait otoritas (butir nomor
dihipotesiskan oleh teori Greene dkk. (2010)? 1 sampai 5) mengelompok menjadi satu
Hasil analisis faktor pada dua disiplin ilmu faktor sesuai dengan dimensinya. Sumbangan
tiap butir terhadap faktornya juga cukup jangkar atau patokan yang bisa diandalkan
besar, dengan bobot (factor loading) antara untuk menghadapi klaim dan informasi dari
0,64 sampai 0,80. Selain itu, kelima butir berbagai sudut pandang yang subjektif. Hal
otoritas menunjukkan konsistensi internal ini mungkin mencerminkan kecemasan
yang tinggi. Temuan-temuan ini epistemik, yakni perasaan tidak nyaman
mengindikasikan bahwa persepsi para karena ketidakpastian tentang apa yang bisa
partisipan mengenai peran otoritas sebagai dianggap benar dan salah. Semakin kuat
sumber pengetahuan dapat dipisahkan dari persepsi bahwa pengetahuan (dalam ilmu
persepsi mereka mengenai dimensi-dimensi sosial) bersifat subjektif, semakin tinggi
pemahaman epistemologis yang lain. Selain kecemasan epistemik yang dirasakan. Dalam
itu, sebagian besar partisipan berpandangan konteks ini, para partisipan berharap bahwa
bahwa otoritas (dosen, ilmuwan, buku teks) di ketidakpastian yang bersumber dari
ilmu sosial maupun ilmu alam dapat subjektivitas dalam ilmu-ilmu sosial dapat
dipercaya sebagai sumber pengetahuan. “diobati” atau terselesaikan dengan berpaling
pada pakar, dosen, ilmuwan, dan buku-buku
Meski secara umum butir-butir terkait otoritas teks (Barber, King, & Magolda, 2013; Patton,
membentuk dimensi yang sejalan dengan Renn, Guido, & Quaye, 2016).
teori, patut dicatat bahwa terdapat beberapa
butir lain yang juga memberi sumbangan pada Interpretasi tentang pola cross loading pada
faktor ini. Fenonema ini dinamakan dengan ilmu sosial didukung oleh pola yang muncul
bobot lintas faktor (cross loading). Yang pada ilmu alam di mana butir yang cross
menarik adalah bahwa pola cross loading ini loading pada faktor otoritas adalah nomor 10
berbeda antara ilmu sosial dan ilmu alam. (“pengetahuan di jurusan saya bersifat faktual
Pada ilmu sosial, yang mengalami cross dan tidak melibatkan opini personal”). Butir
loading pada faktor otoritas adalah dua butir ini dirancang untuk mengukur dimensi
yang seharusnya mengukur dimensi subjektivitas, namun dengan arah makna yang
subjektivitas, yakni nomor 6 (“yang disebut berkebalikan. Dengan kata lain, untuk ilmu-
kebenaran selalu tergantung dari sudut ilmu alam, kepercayaan yang tinggi pada
pandang”) dan nomor 8 (“tiap orang biasanya otoritas justru sejalan dengan pandangan
punya keyakinan yang berbeda-beda tentang bahwa pengetahuan bersifat objektif. Hal ini
apa yang benar”). Factor loading yang positif sejalan dengan teori karena keyakinan tentang
menunjukkan bahwa kepercayaan pada objektivitas ilmu pengetahuan dan
otoritas sebagai sumber pengetahuan berjalan kepercayaan pada otoritas sebagai sumber
seiring dengan pandangan bahwa pengetahuan pengetahuan mencerminkan pemahaman
bersifat subjektif. Temuan ini bertentangan epistemologis yang relatif kurang matang.
dengan kebanyakan teori pemahaman Objektivitas pengetahuan justru menjadi
epistemologis yang menyatakan bahwa alasan untuk percaya pada otoritas (yang
kepercayaan yang kuat pada otoritas dianggap menguasai pengetahuan tersebut).
menandakan ketidakmatangan epistemologis
sedangkan keyakinan tentang subjektivitas Untuk dimensi subjektivitas pengetahuan,
pengetahuan justru menandakan kematangan pola pengelompokan butir ilmu alam lebih
(Greene, dkk., 2010). konsisten dengan teori dibandingkan pola
pada ilmu sosial. Pada ilmu alam, kelima butir
Mengapa keyakinan bahwa ilmu sosial subjektivitas (nomor 6 sampai 10)
bersifat subjektif justru berkorelasi positif mengelompok pada faktor yang sama, dengan
dengan kepercayaan pada otoritas? Salah satu factor loading antara 0,34 sampai 0,73.
kemungkinan penjelasannya adalah bahwa Terdapat dua butir (nomor 7 dan 10) yang
sifat subjektif ilmu sosial justru menjadi mengalami cross loading dengan faktor
alasan untuk memercayai otoritas. Dengan ketiga, yakni keyakinan tentang apakah ilmu
kata lain, otoritas menjadi penting sebagai pengetahuan bersifat permanen atau terus
berubah. Hal ini mengindikasikan bahwa terpecah menjadi dua kelompok, dengan butir
kedua dimensi ini berkorelasi positif di mana nomor 14 dan 15 membentuk faktor
individu yang berpandangan bahwa tersendiri. Penjelasannya mungkin terkait
pengetahuan bersifat subjektif juga cenderung dengan konten kedua butir ini yang lebih
percaya bahwa pengetahuan terus mengalami terfokus pada pertanyaan apakah pengetahuan
revisi dan perubahan. Kaitan positif ini faktual mengalami perubahan. Terbentuknya
sejalan dengan teori karena kedua pandangan faktor keempat ini mengindikasikan bahwa
tersebut sama-sama dianggap mencerminkan partisipan di kedua disiplin ilmu memiliki
pemahaman epistemologis yang matang pandangan tersendiri tentang fakta. Padangan
(Sandoval, dkk., 2016). tentang fakta ini belum tentu sejalan dengan
pandangan mereka mengenai ilmu
Pada ilmu-ilmu sosial, butir-butir pengetahuan secara lebih luas. Dengan kata
subjektivitas tidak mengelompok ke dalam lain, fakta mungkin dianggap sebagai bagian
satu faktor. Sebagaimana telah dibahas, butir dari pengetahuan yang lebih pasti dan
nomor 6 mengelompok ke faktor pertama menetap (tidak mengalami revisi).
(pandangan tentang otoritas) sedangkan butir
nomor 7 dan 10 mengelompok ke faktor Sebagai ringkasan, penelitian ini menemukan
ketiga (pandangan tentang perubahan ilmu) bahwa dimensi otoritas dalam struktur
dan keempat (pandangan tentang perubahan dimensi teoretis yang diajukan teori Greene
fakta). Seperti hanya pada ilmu alam, cross terkonfirmasi secara empiris sedangkan
loading antara butir-butir dimensi dimensi subjektivitas terkonfirmasi pada ilmu
subjektivitas dan dimensi perubahan ilmu alam. Selain itu, dimensi perubahan
sejalan dengan prediksi teoretis karena kedua tampaknya terdiri dari dua sub-dimensi, yakni
pandangan ini mencerminkan kematangan pandangan tentang apakah ilmu pengetahuan
epistemologis. Hal ini pun konsisten dengan di sebuah bidang berkembang dan pandangan
hasil analisis faktor yang beberapa peneliti tentang apakah fakta-fakta di bidang tersebut
(Chan & Elliott, 2004; Schommer-Aikins, bisa berubah.
2004).
Penelitian ini menunjukkan bahwa instrumen
Meski demikian, cross loading yang terlalu Greene dkk. berhasil menggambarkan
besar dapat dianggap melemahkan model beberapa perbedaan epistemologis antara
pengukuran yang membedakan antara kedua ilmu sosial dan ilmu alam pada sampel di
dimensi ini. Problem ini terlihat lebih kuat Indonesia. Dengan demikian, teori dan
terjadi pada pandangan tentang ilmu sosial. instrumen ini berpotensi untuk dikem-
Secara teoretis, kedua dimensi ini merujuk bangkan dan digunakan untuk menyelidiki
pada konstruk yang berbeda: pandangan pemahaman epistemologis secara lebih luas
tentang subjektivitas lebih terkait dengan pada konteks Indonesia.
peran penalaran dalam terbentuknya
pengetahuan sedangkan pandangan tentang Penyempurnaan yang perlu dilakukan
perubahan ilmu lebih terkait dengan sifat terutama terkait butir-butir yang mengukur
pengetahuan yang dihasilkan. Karena itu keyakinan responden tentang subjektivitas/
perlu upaya lebih lanjut untuk menyelidiki objektivitas ilmu pengetahuan. Untuk itu,
mengapa banyak partisipan yang memiliki salah satu solusi yang layak dicoba adalah
pandangan yang overlap terkait kedua mengembangkan butir-butir yang secara
dimensi tersebut (terutama ketika memikirkan langsung merujuk pada peran penalaran atau
ilmu sosial). proses berpikir individu (ilmuwan, peneliti,
pakar) ketika mereka membuat simpulan,
Untuk dimensi perubahan ilmu, terjadi mengajukan teori, dan aktivitas-aktivitas
pengelompokan butir yang mirip antara ilmu serupa.
sosial dan ilmu alam. Butir-butir dimensi ini
Selain penyempurnaan instrumen, penelitian proses menerima bahwa tidak ada otoritas
selanjutnya dapat mengeksplorasi interaksi yang menyediakan kebenaran-kebenaran
antara pemahaman epistemologis dengan instan dan pasti. Pada akhirnya, pergulatan
konstruk-konstruk keyakinan diri (self beliefs) epistemologis semacam ini diharapkan
dalam menjelaskan dinamika motivasi dan membuat mahasiswa memiliki keyakinan
prestasi belajar (Aditomo, 2015; Reimann & untuk berpikir secara kritis dan mandiri
Aditomo, 2013; Tansil, Aditomo, & Tjahjono, (Barber, dkk., 2013).
2009). Topik penting lain terkait dengan
peran pemahaman epistemologis dalam SIMPULAN
pemaknaan dan evaluasi individu atas
informasi di dunia maya (Mason, Ariasi, & Berdasarkan analisis di atas, dapat
Boldrin, 2011; Strømsø & Bråten, 2010). disimpulkan bahwa pemahaman
Selain itu, pemahaman epistemologis juga epistemologis bersifat multidimensi. Namun
dapat ditelaah sebagai prediktor sikap dan demikian pemahaman epistemologis memiliki
strategi siswa/mahasiswa dalam mengerjakan struktur yang lebih kompleks daripada diduga
aktivitas yang berpusat pada siswa/ oleh teori. Secara lebih khusus, struktur tiga
mahasiswa, seperti tugas-tugas menulis dimensi yang diajukan oleh Greene dkk.
(Aditomo & Reimann, 2011; Liu, Calvo, (2010) dapat menggambarkan sebagian
Aditomo, & Pizzato, 2012), pembelajaran variasi pandangan calon mahasiswa tentang
kolaboratif (Aditomo & Reimann, 2007; ilmu pengetahuan di bidang mereka, terutama
Thompson et al., 2015), serta pembelajaran untuk ilmu-ilmu alam. Struktur tiga dimensi
berbasis inkuiri secara umum (Aditomo, yang ditemukan dalam penelitian ini mungkin
Goodyear, Bliuc, & Ellis, 2013). perlu diperluas dengan penambahan dimensi
terkait keyakinan mengenai pengetahuan
Sebagian temuan penelitian ini juga memiliki faktual (yang terpisah dari dimensi tentang
beberapa implikasi praktis. Misalnya, temuan apakah ilmu pengetahuan bersifat statis atau
penelitian ini mengindikasikan bahwa dinamis).
sebagian mahasiswa ilmu-ilmu sosial
berharap untuk mendapat informasi yang UCAPAN TERIMA KASIH
“pasti” atau “benar” dari dosen dan sumber-
sumber yang dipelajari dalam perkuliahan. Penelitian ini didanai oleh Lembaga
Akibatnya, mahasiswa tersebut mungkin akan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
kecewa dan terkejut ketika menemukan (LPPM) Universitas Surabaya. Penulis
bahwa ternyata banyak perbedaan pendapat mengucapkan terima kasih kepada
antara para dosen, pakar, maupun teori yang Marchitania dan Fifi Limantoro yang telah
dipelajari (Hofer, 2001). Para pengajar, membantu dalam pengumpulan dan input data
terutama yang menghadapi mahasiswa baru, survei.
perlu menyadari hal ini agar tidak
meremehkan kegalauan yang dirasakan
DAFTAR PUSTAKA
mahasiswa terkait hal ini. Di sisi lain,
kesadaran tentang pemahaman epistemologis
Aditomo, A. (2014). Evaluating the validity
tentang hal ini juga penting agar para pengajar
of an epistemic belief questionnaire:
tidak sekedar menuruti tuntutan mahasiswa
Evidence based on internal structure,
untuk menyediakan jawaban yang pasti benar.
content, and response process. ANIMA
Meski bisa menenangkan mahasiswa dalam
Indonesian Psychological Journal,
jangka pendek, tindakan semacam itu justru
29(3), 155–168.
dapat menghambat pertumbuhan intelektual
mahasiswa. Idealnya, para pengajar dan
Aditomo, A. (2015). Students’ Response to
konselor kampus mahasiswa memosisikan
Academic Setback: “Growth Mindset”
diri sebagai pemandu mahasiswa dalam
as a Buffer Against Demotivation.