Anda di halaman 1dari 11

HAKIKAT DAN HUBUNGAN FILSAFAT

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Ekonomi

Dosen Pengampu :

Ibu Lilis Sulastri Lagut, Dr., S.Ag., MM.

Disusun oleh :

Reyna Arianti Ruswianda (1219210100)

kelas 1C

AKUNTANSI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2021
➢ Hakikat Filsafat

a. Pengertian Filsafat

Filsafat (terjemahan dari bahasa Inggris philolophy) berasal dari bahasa Yunani, yaitu
philo, philia, philein (love of ) dan Sophia atau sophos (wisdom). Oleh karena itu secara
etimologis filsafat artinya cinta atau MENCINTAI akan kebajikan/kebijaksanaan (love of
wisdom). Cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh.
Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Dengan demikian
filsafat memiliki makna, yaitu hasrat yang menggebu atau keinginan yang sungguh-
sungguh/kemauan keras akan kebenaran sejati. Berdasarkan arti tersebut, para ahli kemudian
merumuskan arti dari filsafat itu sendiri. Ada yang menguraiakan bahwa filsafat sebagai suatu
upaya untuk berpikir secara radikal dan menyeluruh, cara berpikir dengan mengupas obyek
sedalam-dalamnya.

Kattsoff, sebagaimana dikutip oleh Associate Webmaster

Professional (2001), menyatakan bahwa karakteristik filsafat adalah:

•Filsafat adalah berpikir secara kritis dan radikal (mendalam)

•Filsafat adalah berpikir dalam bentuknya yang sistematis.

•Filsafat mengahasilkan sesuatu yang runtut atau koheren

•Filsafat adalah berpikir secara rasional dan konspetual

•Filsafat bersifat komprehensif.

b. Objek Filsafat

Obyek filsafat ada dua, yaitu :

• Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada, yang meliputi : ada dalam kenyataan,
ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan,

• Objek formal filsafat adalah hakikat dari segala sesuatu yang ada (Lasiyo dan Yuwono, 1994 :
6).

c. Sistematika Filsafat

Sebagaimana pengetahuan yang lain, filsafat telah mengalami perkembangan yang pesat yang
ditandai dengan bermacam-macam aliran dan cabang.

• Aliran-aliran Filsafat. Ada beberapa aliran filsafat dinataranya adalah : realisme, rasionalisme,
empirisme, idealisme, materialisme, dan eksistensialisme.
• Cabang-cabang Filsafat. Filsafat memiliki cabang-cabang yang cukup banyak dinataranya
adalah : metafisika, epistemologi, logika, etika, estetika, filsafat sejarah, filsafat politik, dst.

➢ Hakikat ilmu

Ilmu adalah adalah hal sistematis yang membangun dan mengatur pengetahuan dalam
bentuk penjelasan serta prediksi yang dapat diuji melalui metode ilmiah tentang alam semesta
(Mirriam Webster dictionary, 2018). Ilmu terdiri dari dua hal, yaitu bagian utama dari
pengetahuan, dan proses di mana pengetahuan itu dihasilkan. Proses pengetahuan memberikan
individu cara berpikir dan mengetahui dunia. Proses ilmiah adalah cara membangun pengetahuan
dan membuat prediksi tentang dunia dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat diuji, misal
pertanyaan “Apakah Bumi datar atau bulat?” bisa diuji dan dipelajari melalui penelitian, terdapat
bukti untuk dievaluasi dan menentukan apakah itu mendukung bumi bulat atau datar. Tujuan
ilmiah yang berbeda biasanya menggunakan metode dan pendekatan yang berbeda untuk
menyelidiki dunia, tetapi proses pengujian adalah inti dari proses ilmiah untuk semua ilmuwan
(Carpi & Egger, 2011).

Pada proses menganalisis dan menginterpretasikan data, ilmuwan menghasilkan hipotesis,


teori, atau hukum yang membantu menjelaskan hasil temuan dan menempatkannya dalam
konteks pengetahuan ilmiah yang lebih luas. Berbagai macam penjelasan ini diuji oleh para
ilmuwan melalui eksperimen tambahan, observasi, pemodelan, dan studi teoritis. Dengan
demikian, pengetahuan ilmiah dibangun di atas ide-ide sebelumnya dan terus berkembang. Hal
ini sengaja dibagi dengan orang lain melalui proses peer review dan kemudian melalui publikasi
dalam literatur ilmiah, di mana disana didapatkan evaluasi dan integrasi oleh komunitas yang
lebih besar. Salah satu keunggulan dari pengetahuan ilmiah adalah bahwa hal itu dapat berubah,
karena data baru dikumpulkan dan interpretasi ulang dari data yang sudah ada. Teori-teori utama,
yang didukung oleh banyak bukti, jarang sekali diubah sepenuhnya, tetapi data baru dan
penjelasan teruji menambah nuansa dan detail (Carpi & Egger, 2011).

Sembilan ciri utama science menurut Mondal (2018) adalah sebagai berikut:

1. Objektivitas

Pengetahuan ilmiah bersifat objektif. Objektivitas berarti kemampuan untuk melihat dan
menerima fakta apa adanya. Untuk menjadi objektif, seseorang harus waspada terhadap bias,
keyakinan, harapan, nilai, dan preferensi sendiri. Objektivitas menuntut bahwa seseorang harus
menyisihkan segala macam pertimbangan subyektif dan prasangka.

2. Verifiability

Sains bersandar pada data indra, yaitu data yang dikumpulkan melalui indera kita, yaitu mata,
telinga, hidung, lidah, dan sentuhan. Pengetahuan ilmiah didasarkan pada bukti yang dapat
diverifikasi, melalui pengamatan faktual konkret sehingga pengamat lain dapat mengamati,
menimbang atau mengukur fenomena yang sama dan memeriksa observasi untuk akurasi.

3. Netralitas Etis

Sains bersifat etis netral. Ilmu hanya mencari pengetahuan. Bagaimana pengetahuan ini akan
digunakan akan ditentukan oleh nilai-nilai kemasyarakatan. Pengetahuan dapat digunakan
berbeda. Etika netralitas tidak berarti bahwa ilmuwan tidak memiliki nilai. Di sini hanya berarti
bahwa ia tidak boleh membiarkan nilai-nilainya mengubah desain dan perilaku penelitiannya.
Dengan demikian, pengetahuan ilmiah adalah netral terhadap nilai-nilai atau bebas-nilai.

4. Eksplorasi sistematis

Sebuah penelitian ilmiah mengadopsi prosedur sekuensial tertentu, rencana yang terorganisir
atau desain penelitian untuk mengumpulkan dan menganalisis fakta tentang masalah yang diteliti.
Umumnya, rencana ini mencakup beberapa langkah ilmiah, seperti perumusan hipotesis,
pengumpulan fakta, analisis fakta, dan interpretasi hasil.

5. Keandalan atau Reliabilitas

Pengetahuan ilmiah harus terjadi di bawah keadaan yang ditentukan tidak sekali tetapi berulang
kali dan dapat direproduksi dalam keadaan yang dinyatakan di mana saja dan kapan saja.
Kesimpulan berdasarkan hanya ingatan tanpa bukti ilmiah sangat tidak dapat diandalkan.

6. Presisi

Pengetahuan ilmiah harus tepat, tidak samar-samar seperti beberapa tulisan sastra. Presisi
membutuhkan pemberian angka, data atau ukuran yang tepat.

7. Akurasi

Pengetahuan ilmiah itu akurat. Akurasi secara sederhana berarti kebenaran atau kebenaran suatu
pernyataan, menggambarkan hal-hal dengan kata-kata yang tepat sebagaimana adanya tanpa
melompat ke kesimpulan yang tidak beralasan, harus ada data dan bukti yang jelas.

8. Abstrak

Sains berlanjut pada bidang abstraksi. Prinsip ilmiah umum sangat abstrak. Tidak tertarik untuk
memberikan gambaran yang realistis.

9. Prediktabilitas

Para ilmuwan tidak hanya menggambarkan fenomena yang sedang dipelajari, tetapi juga
berusaha untuk menjelaskan dan memprediksi juga.

Dalam bukunya yang berjudul Methods in Psychological Research, Evans dan Rooney
(2008) berpendapat dengan orientasi psikologi yang mempelajari individu sebagai subject
matter-nya, bahwa ilmu memiliki empat fungsi, antara lain:

a. To Describe (mendeskripsikan)

b. To Explain (menjelaskan)

c. To Predict (memprediksikan)

d. To Control (mengontrol atau mengendalikan)

➢ Hakikat Pengetahuan

Pengetahuan adalah familiaritas, kesadaran, atau pemahaman mengenai seseorang atau


sesuatu, seperti fakta, informasi, deskripsi, atau keterampilan, yang diperoleh melalui
pengalaman atau pendidikan dengan mempersepsikan, menemukan, atau belajar. Pengetahuan
dapat merujuk pada pemahaman teoritis atau praktis dari suatu subjek. Hal ini dapat diperoleh
secara implisit, dengan keterampilan atau keahlian praktis atau eksplisit, dengan pemahaman
teoritis terhadap suatu subjek dan bisa secara disesuaikan keformalan atau sistematisnya (Oxford
dictionary, 2018). Mintaredja (1980) berpendapat bahwa pengetahuan adalah suatu istilah untuk
menuturkan apabila seseorang mengenal sesuatu. Artinya semua pengetahuan manusia berasal
dari rasa ingin tahu sebagai kecenderungan dasar manusia. Rasa ingin tahu tersebut dicerna oleh
panca indera serta ditampung dalam ingatan hingga memunculkan pengetahuan.

Sumber Pengetahuan:

a. Pengalaman indera (sense experience)

Pengetahuan dapat diperoleh melalui penangkapan panca indera di mana kemudian

menjadi dasar perkembangan “empirisme”

b. Penalaran (reason)

Pengetahuan diperoleh dengan cara menggabungkan atau mengabstraksikan dua

pengertian atau lebih berdasarkan akal sehat manusia.

c. Otoritas (authority)

Pengetahuan diperoleh berdasarkan otoritas sebagai kekuatan sah yang dimiliki seseorang

atau kelompok.

d. Intuisi (intuition)
Pengetahuan diperoleh dari proses kejiwaan tanpa stimulus atau rangsangan dari luar.

e. Wahyu (revelation)

Pengetahuan berdasarkan pada wahyu Tuhan melalui perantara utusan-utusan-Nya.

f. Keyakinan (Faith)

Jenis pengetahuan ini sulit dibedakan dengan pengetahuan yang bersumber pada wahyu. Jika
wahyu berdasar dogmatisme agama, sementara keyakinan lebih mengacu pada kematangan
(maturation) sehingga sifatnya lebih dinamis.

Dalam keseharian, seringkali ilmu (science) disamakan dengan pengetahuan (knowledge),

padahal secara prinsip keduanya berbeda. Ilmu adalah sesuatu yang dihasilkan dari pengetahuan
ilmiah yang berawal dari perpaduan proses berpikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris),
sedangkan pengetahuan adalah hasil aktivitas manusia (subyek) yang mempunyai kesadaran
untuk mengetahui obyek yang dihadapinya sebagai sesuatu yang ingin dikenal dan diketahui.

➢ Hubungan Filsafat Dengan Ilmu

Filsafat berbicara tentang ilmu, begitulah Kattsof mengutarakan jalinan filsafat dengan ilmu.
Bahasa yang dipakai dalam filsafat berusaha untuk berbicara mengenai ilmu dan bukannya
dalamnya ilmu. Sem Saifullah memberikan kesimpulan umum bahwa pada dasarnya filsafat
tiada lain adalah hasil pemikiran manusia, hasil spekulasi manusia betapa pun tidak sempurnanya
daya kemampuan pikiran manusia. Antara filsafat dan ilmu memiliki persamaan, dalam hal
bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan pikiran manusia, yaitu berpikir filosofis, spekulatif,
dan empiris ilmiah. Perbedaan antara keduanya, terutama untuk filsafat menentukan tujuan hidup
dan ilmu menentukan sarana untuk hidup. Karenanya, filsafat inilah kemudian disebut sebagai
induknya ilmu pengetahuan.

Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun
dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat
mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan
keduanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing- masing, bukan untuk
mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih
memahami khazanah intelektual manusia. Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan
secara tegas dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan
sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat, di samping di kalangan ilmuwan sendiri terdapat
perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, demikian juga di kalangan filsuf
terdapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat. Adapun persamaan
(lebih tepatnya penyesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan
berpikir reflektif dalam upaya menghadapi atau memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan,
terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta
sangat konsen pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan
sistematis. Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan,
dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif

dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data


pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut,
sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat
inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih
bersifat sintetis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara
menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam
mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas,
filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan- temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta
seni. Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat mempunyai batasan yang
lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab
oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa
dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan
ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berpikir reflektif dan
sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.

Filsafat dan keseluruhan ilmu itu bertemu pada satu titik, titik itu adalah semua yang ada
dan yang mungkin ada, yang disebut dengan objek material, akan tetapi ilmu dan filsafat tetap
berbeda, tidak sama, karena berbeda pada objek forma nya. Objek forma ilmu itu adalah mencari
sebab yang sedalam-dalamnya, sedangkan objek forma filsafat adalah mencari keterangan yang
sedalam-dalamnya. Ilmu pengetahuan, dengan metodenya sendiri mencoba berusaha mencari
kebenaran tentang alam semesta beserta isinya dan termasuk di dalamnya adalah manusia.
Filsafat dengan wataknya sendiri, juga berusaha mencari kebenaran, baik kebenaran tentang
alam maupun tentang manusia (sesuatu yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu
pengetahuan, karena luar atau di atas jangkauannya) ataupun tentang Tuhan, Sang Pencipta
segala-galanya.

➢ Hubungan filsafat dengan pengetahuan

Ilmu pengetahuan diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang sistematis


(metodeilmiah) menggunakan nalar yang logis. Sarana berpikir ilmiah adalah bahasa,
matematika dan statistika. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif
sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang
dilakukan secara empiris. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan
kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta
dari yang tidak. Dengan metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis atau juga naluri dapat diuji,
apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak. Beberapa prinsip umum dalam filsafat ilmu
pengetahuan. Seiring dengan perkembangan, Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu yang
merupakan cirri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat
mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh dibandingkan dengan makhluk ciptaan
lainnya yang memiliki keterbatasan hidup. Manusia akan mencari tahu dengan berlandaskan
pada tiga aspek utama yang merupakan tiga cabang filsafat, yaitu ontologism (apa),
epistemologis (bagaimana), dan aksiologis (untukapa). Dalam mengkaji aspek ontologis, dari
artikel Stanford Encyclopedia of Philosophy yang menyatakan bahwa aspek ontologism dalam
filsafat ilmu tidak hanya terdiri atas komponen pertanyaan “apa” yang ingin diketahui mengenai
suatu hal, tetapi juga meliputi pertanyaan “apa ciri dari hal tersebut?”, “bagaimana hubungan hal
tersebut dengan hal lain yang bersifat umum?” dan “dengan metodologi apa pertanyaan
ontologism tersebut dapat dijawab?”. Dalam mengkaji aspek aksiologi, dari artikel encyclopedia
of philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation. Hal tersebut sejalan
dengan tahapan metode ilmiah yang menyatakan bahwa para ilmuwan untuk memecahkan
masalah yang dihadapi harus diselesaikan secara sistematis.

Filsafat ilmu pengetahuan mengarahkan manusia untuk memikirkan dan merefleksikan


kegiatan ilmu pengetahuan dengan berbagai macam hal yang berkenaan dengan ilmu
pengetahuan sebagai objeknya secara rasional, menyeluruh dan mendasar agar memperoleh
pemahaman yang jelas, benar dan lengkap sehingga diharapkan manusia dapat menemukan
kejelasan pemahaman tentang ilmu pengetahuan dengan segala unsurnya. Dengan demikian
diharapkan dapat menghasilkan dasar pemikiran yang kokoh dan dapat diandalkan dalam
menentukan langkah tindakan yang bijaksana. berikutnya membahas tentang ilmu pengetahuan
secara filosofi, pada dasarnya terdapat tiga landasan pembahasan, yaitu landasan ontologism
yang menganalisis tentang objek material dari ilmu pengetahuan berupa benda empiris.
Kemudian landasan epistemology yang menganalisis tentang proses tersusunnya ilmu
pengetahuan melalui proses metode ilmiah. Serta landasan aksiologis yang menganalisis
penerapan hasil temuan ilmu pengetahuan yang bertujuan mempermudah pemenuhan kebutuhan
dan demi kelangsungan hidup manusia.

➢ Hubungan Filsafat ilmu dengan Agama

Pada dasarnya hubungan antara filsafat dengan agama tidak mungkin bertentangan. Karena
kedua hal tersebut merupakan hal yang saling berhubungan. Filsafat adalah ilmu pengetahuan
dan penyelidikan dengan menggunakan pola pikir (akal), sedangkan agama adalah hal yang
berkaitan dengan sang pencipta dimana kita juga memerlukan akal dalam memahaminya. Agama
dan filsafat pada dasarnya memiliki persamaan yaitu mengungkap kebenaran.
Akan tetapi ada beberapa pendapat mengenai hal hubungan antara filsafat dan agama. Sama
halnya dengan Ibnu Rusyd, ia adalah seorang filosof besar yang berusaha mencari titik temu atau
hubungan antara filsafat dan agama. Ibnu Rusyd sendiri menegaskan bahwa antara filsafat dan
agama sangat berhubungan dan tidak ada dasar yang membuat keduanya bertentangan.

Pernyataan Ibnu Rusyd sendiri diperkuat dengan dalil Alquran yaitu Qs. Al-hasyr: 2 dan QS. Al-
isra: 84. Kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia dianjurkan untuk berfilsafat atau
berpikir secara mendalam. Fungsi agama sebenarnya adalah mencari kebenaran dan disinilah
peran filsafat dibutuhkan. Adapun pendekatan yang dilakukan Ibnu Rusyd ada dua, yaitu
pendekatan rasional dan pendekatan syar’i. Upaya-upaya yang dilakukan Ibnu Rusyd dalam
menyelaraskan antara agama dan filsafat merupakan suatu pemikiran yang sangat ia yakini.

Dalam pemikirannya mengenai hubungan antara filsafat dengan agama, ada tiga asumsi yang
mendasari pemikiran tersebut:

1. Ad-Din Yujibu at-Tafalsuf (Agama mengandalkan dan mendorong untuk berfilsafat).Terbukti


banyaknya ayat yang menganjurkan untuk melakukan tadabbur, perenungan, pemikiran tentang
alam, manusia dan juga Tuhan.

2. Anna as-Syar'a fihi Dhzahirun wa Batinun, bahwa Syariat itu terdiri dari dua dimensi, yaitu
lahir dan batin. Dimensi lahir itu untuk konsumsi para fuqaha', sedang dimensi batin itu untuk
konsumsi para filusuf.

3. Anna at-Ta'wil Dharuriyyun li al-Khairi as-Syari'ah wal Hikmah aw ad-Din wal


Falsafah.Artinya, ta'wil merupakan suatu keharusan untuk kebaikan bagi syariat dan filsafat.

➢ Hubungan Filsafat dengan Budaya

Tidak terlepas dari itu manusia sebagai pribadi, masyarakat, bangsa dan negara hidup dalam
suatu sosial budaya. Maka membutuhkan penerus sosial budaya yang dilakukan melalui
pendidikan. Agar pendidikan berjalan dengan baik dan sesuai. Maka pendidikan harus berasas
filosofis yang menjamin tujuan untuk meningkatkan perkembangan sosial budaya, martabat
bangsawan, kewibawaan dan kejayaan negara.

Kebudayaan mempunyai fungsi yang besari bagi mnausia dan masyarkat, berbagai macam
kekuatan harus dihapi sepert kekuatan alam dan kekuatan lain. Selain itu manusia dan
masyarakat memerlukan kepuasan baik secara spritual maupun materil. Manusia merupakan
makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia danpat mengembangkan kebudyaan. Begitu
pula manusia hidup dan tergantung apa kebudayaan sebagai hasil ciptaanya.

Kebudayaan memberikan aturan bagi manusia dalam mengolah lingkungan dengan


teknologi hasil ciptaannya. Dan kebudayaan juga diharakan dengan pendidikan yang akan
mengembangkan dan membangkitkan budaya-budaya dulu, agar dia tidak punah dan terjaga
untuk selamanya. Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan dalam
budaya nasional mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan nilai budaya-budaya dan
pranata sosial dalam menunjang proses pengembangan dan pembangunan nasional serta
melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Manusia merupakan makhluk yang berbudaya,
melalui akalnya manusia dapat mengembangkan kebudyaan.

Dengan adanya filsafat, kita dapat mengetahui tentang hasil karya manusia yang akan
menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadap
alam lingkungannya. Sehingga kebudayaan memiliki peran:

1) Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya.

2) Wadah untuk menyalurkan perasaan dan kemampuan lain.

3) Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan pembeda manusia dengan binatang.

4) Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana harus bertindak dan berperilaku dalam pergaulan.

5) Pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat,

menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain.

6) Sebagai modal dasar pembangunan.

7) Apabila dibandingkan defenisi kebudayaan dan defenisi filsafat, dalam hal berfikir.

Filsafat ialah cara atau metode berfikir yang teratur dan logis (sistematik) dan universal
yang berujung pada setiap jiwa, sedangkan kebudayaan adalah salah satu hasil berfilsafat yang
terwujud (termanifestasi) pada cipta, rasa, dan karsa sikap hidup dan pandangan hidup.

Dengan demikian, jelaslah filsafat mengendalikan cara berfikir kebudayaan. Di balik kebudayaan
ditemukan filsafat. Perbedaan kebudayaan dikembalikan kepada perbedaan filsafat. Karena
setiap manusia memiliki filsafat yang berbeda, apalagi kelompok atau masyarakat, tentunya akan
berbeda filsafatnya.
REFERENSI

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popoler. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.2010

Mintaredja, A. H. (1980). Di Sekitar Masalah Ilmu: Suatu Problema Filsafat. Surabaya: Bina
Ilmu

Fachruddin, Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB PRESS Asy’arie, Musa, dkk
(1988). Agama, Kebudayaan dan Pembangunan. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai