Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
kelas 1C
AKUNTANSI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2021
➢ Hakikat Filsafat
a. Pengertian Filsafat
Filsafat (terjemahan dari bahasa Inggris philolophy) berasal dari bahasa Yunani, yaitu
philo, philia, philein (love of ) dan Sophia atau sophos (wisdom). Oleh karena itu secara
etimologis filsafat artinya cinta atau MENCINTAI akan kebajikan/kebijaksanaan (love of
wisdom). Cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh.
Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Dengan demikian
filsafat memiliki makna, yaitu hasrat yang menggebu atau keinginan yang sungguh-
sungguh/kemauan keras akan kebenaran sejati. Berdasarkan arti tersebut, para ahli kemudian
merumuskan arti dari filsafat itu sendiri. Ada yang menguraiakan bahwa filsafat sebagai suatu
upaya untuk berpikir secara radikal dan menyeluruh, cara berpikir dengan mengupas obyek
sedalam-dalamnya.
b. Objek Filsafat
• Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada, yang meliputi : ada dalam kenyataan,
ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan,
• Objek formal filsafat adalah hakikat dari segala sesuatu yang ada (Lasiyo dan Yuwono, 1994 :
6).
c. Sistematika Filsafat
Sebagaimana pengetahuan yang lain, filsafat telah mengalami perkembangan yang pesat yang
ditandai dengan bermacam-macam aliran dan cabang.
• Aliran-aliran Filsafat. Ada beberapa aliran filsafat dinataranya adalah : realisme, rasionalisme,
empirisme, idealisme, materialisme, dan eksistensialisme.
• Cabang-cabang Filsafat. Filsafat memiliki cabang-cabang yang cukup banyak dinataranya
adalah : metafisika, epistemologi, logika, etika, estetika, filsafat sejarah, filsafat politik, dst.
➢ Hakikat ilmu
Ilmu adalah adalah hal sistematis yang membangun dan mengatur pengetahuan dalam
bentuk penjelasan serta prediksi yang dapat diuji melalui metode ilmiah tentang alam semesta
(Mirriam Webster dictionary, 2018). Ilmu terdiri dari dua hal, yaitu bagian utama dari
pengetahuan, dan proses di mana pengetahuan itu dihasilkan. Proses pengetahuan memberikan
individu cara berpikir dan mengetahui dunia. Proses ilmiah adalah cara membangun pengetahuan
dan membuat prediksi tentang dunia dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat diuji, misal
pertanyaan “Apakah Bumi datar atau bulat?” bisa diuji dan dipelajari melalui penelitian, terdapat
bukti untuk dievaluasi dan menentukan apakah itu mendukung bumi bulat atau datar. Tujuan
ilmiah yang berbeda biasanya menggunakan metode dan pendekatan yang berbeda untuk
menyelidiki dunia, tetapi proses pengujian adalah inti dari proses ilmiah untuk semua ilmuwan
(Carpi & Egger, 2011).
Sembilan ciri utama science menurut Mondal (2018) adalah sebagai berikut:
1. Objektivitas
Pengetahuan ilmiah bersifat objektif. Objektivitas berarti kemampuan untuk melihat dan
menerima fakta apa adanya. Untuk menjadi objektif, seseorang harus waspada terhadap bias,
keyakinan, harapan, nilai, dan preferensi sendiri. Objektivitas menuntut bahwa seseorang harus
menyisihkan segala macam pertimbangan subyektif dan prasangka.
2. Verifiability
Sains bersandar pada data indra, yaitu data yang dikumpulkan melalui indera kita, yaitu mata,
telinga, hidung, lidah, dan sentuhan. Pengetahuan ilmiah didasarkan pada bukti yang dapat
diverifikasi, melalui pengamatan faktual konkret sehingga pengamat lain dapat mengamati,
menimbang atau mengukur fenomena yang sama dan memeriksa observasi untuk akurasi.
3. Netralitas Etis
Sains bersifat etis netral. Ilmu hanya mencari pengetahuan. Bagaimana pengetahuan ini akan
digunakan akan ditentukan oleh nilai-nilai kemasyarakatan. Pengetahuan dapat digunakan
berbeda. Etika netralitas tidak berarti bahwa ilmuwan tidak memiliki nilai. Di sini hanya berarti
bahwa ia tidak boleh membiarkan nilai-nilainya mengubah desain dan perilaku penelitiannya.
Dengan demikian, pengetahuan ilmiah adalah netral terhadap nilai-nilai atau bebas-nilai.
4. Eksplorasi sistematis
Sebuah penelitian ilmiah mengadopsi prosedur sekuensial tertentu, rencana yang terorganisir
atau desain penelitian untuk mengumpulkan dan menganalisis fakta tentang masalah yang diteliti.
Umumnya, rencana ini mencakup beberapa langkah ilmiah, seperti perumusan hipotesis,
pengumpulan fakta, analisis fakta, dan interpretasi hasil.
Pengetahuan ilmiah harus terjadi di bawah keadaan yang ditentukan tidak sekali tetapi berulang
kali dan dapat direproduksi dalam keadaan yang dinyatakan di mana saja dan kapan saja.
Kesimpulan berdasarkan hanya ingatan tanpa bukti ilmiah sangat tidak dapat diandalkan.
6. Presisi
Pengetahuan ilmiah harus tepat, tidak samar-samar seperti beberapa tulisan sastra. Presisi
membutuhkan pemberian angka, data atau ukuran yang tepat.
7. Akurasi
Pengetahuan ilmiah itu akurat. Akurasi secara sederhana berarti kebenaran atau kebenaran suatu
pernyataan, menggambarkan hal-hal dengan kata-kata yang tepat sebagaimana adanya tanpa
melompat ke kesimpulan yang tidak beralasan, harus ada data dan bukti yang jelas.
8. Abstrak
Sains berlanjut pada bidang abstraksi. Prinsip ilmiah umum sangat abstrak. Tidak tertarik untuk
memberikan gambaran yang realistis.
9. Prediktabilitas
Para ilmuwan tidak hanya menggambarkan fenomena yang sedang dipelajari, tetapi juga
berusaha untuk menjelaskan dan memprediksi juga.
Dalam bukunya yang berjudul Methods in Psychological Research, Evans dan Rooney
(2008) berpendapat dengan orientasi psikologi yang mempelajari individu sebagai subject
matter-nya, bahwa ilmu memiliki empat fungsi, antara lain:
a. To Describe (mendeskripsikan)
b. To Explain (menjelaskan)
c. To Predict (memprediksikan)
➢ Hakikat Pengetahuan
Sumber Pengetahuan:
b. Penalaran (reason)
c. Otoritas (authority)
Pengetahuan diperoleh berdasarkan otoritas sebagai kekuatan sah yang dimiliki seseorang
atau kelompok.
d. Intuisi (intuition)
Pengetahuan diperoleh dari proses kejiwaan tanpa stimulus atau rangsangan dari luar.
e. Wahyu (revelation)
f. Keyakinan (Faith)
Jenis pengetahuan ini sulit dibedakan dengan pengetahuan yang bersumber pada wahyu. Jika
wahyu berdasar dogmatisme agama, sementara keyakinan lebih mengacu pada kematangan
(maturation) sehingga sifatnya lebih dinamis.
padahal secara prinsip keduanya berbeda. Ilmu adalah sesuatu yang dihasilkan dari pengetahuan
ilmiah yang berawal dari perpaduan proses berpikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris),
sedangkan pengetahuan adalah hasil aktivitas manusia (subyek) yang mempunyai kesadaran
untuk mengetahui obyek yang dihadapinya sebagai sesuatu yang ingin dikenal dan diketahui.
Filsafat berbicara tentang ilmu, begitulah Kattsof mengutarakan jalinan filsafat dengan ilmu.
Bahasa yang dipakai dalam filsafat berusaha untuk berbicara mengenai ilmu dan bukannya
dalamnya ilmu. Sem Saifullah memberikan kesimpulan umum bahwa pada dasarnya filsafat
tiada lain adalah hasil pemikiran manusia, hasil spekulasi manusia betapa pun tidak sempurnanya
daya kemampuan pikiran manusia. Antara filsafat dan ilmu memiliki persamaan, dalam hal
bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan pikiran manusia, yaitu berpikir filosofis, spekulatif,
dan empiris ilmiah. Perbedaan antara keduanya, terutama untuk filsafat menentukan tujuan hidup
dan ilmu menentukan sarana untuk hidup. Karenanya, filsafat inilah kemudian disebut sebagai
induknya ilmu pengetahuan.
Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun
dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat
mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan
keduanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing- masing, bukan untuk
mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih
memahami khazanah intelektual manusia. Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan
secara tegas dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan
sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat, di samping di kalangan ilmuwan sendiri terdapat
perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, demikian juga di kalangan filsuf
terdapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat. Adapun persamaan
(lebih tepatnya penyesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan
berpikir reflektif dalam upaya menghadapi atau memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan,
terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta
sangat konsen pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan
sistematis. Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan,
dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif
Filsafat dan keseluruhan ilmu itu bertemu pada satu titik, titik itu adalah semua yang ada
dan yang mungkin ada, yang disebut dengan objek material, akan tetapi ilmu dan filsafat tetap
berbeda, tidak sama, karena berbeda pada objek forma nya. Objek forma ilmu itu adalah mencari
sebab yang sedalam-dalamnya, sedangkan objek forma filsafat adalah mencari keterangan yang
sedalam-dalamnya. Ilmu pengetahuan, dengan metodenya sendiri mencoba berusaha mencari
kebenaran tentang alam semesta beserta isinya dan termasuk di dalamnya adalah manusia.
Filsafat dengan wataknya sendiri, juga berusaha mencari kebenaran, baik kebenaran tentang
alam maupun tentang manusia (sesuatu yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu
pengetahuan, karena luar atau di atas jangkauannya) ataupun tentang Tuhan, Sang Pencipta
segala-galanya.
Pada dasarnya hubungan antara filsafat dengan agama tidak mungkin bertentangan. Karena
kedua hal tersebut merupakan hal yang saling berhubungan. Filsafat adalah ilmu pengetahuan
dan penyelidikan dengan menggunakan pola pikir (akal), sedangkan agama adalah hal yang
berkaitan dengan sang pencipta dimana kita juga memerlukan akal dalam memahaminya. Agama
dan filsafat pada dasarnya memiliki persamaan yaitu mengungkap kebenaran.
Akan tetapi ada beberapa pendapat mengenai hal hubungan antara filsafat dan agama. Sama
halnya dengan Ibnu Rusyd, ia adalah seorang filosof besar yang berusaha mencari titik temu atau
hubungan antara filsafat dan agama. Ibnu Rusyd sendiri menegaskan bahwa antara filsafat dan
agama sangat berhubungan dan tidak ada dasar yang membuat keduanya bertentangan.
Pernyataan Ibnu Rusyd sendiri diperkuat dengan dalil Alquran yaitu Qs. Al-hasyr: 2 dan QS. Al-
isra: 84. Kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia dianjurkan untuk berfilsafat atau
berpikir secara mendalam. Fungsi agama sebenarnya adalah mencari kebenaran dan disinilah
peran filsafat dibutuhkan. Adapun pendekatan yang dilakukan Ibnu Rusyd ada dua, yaitu
pendekatan rasional dan pendekatan syar’i. Upaya-upaya yang dilakukan Ibnu Rusyd dalam
menyelaraskan antara agama dan filsafat merupakan suatu pemikiran yang sangat ia yakini.
Dalam pemikirannya mengenai hubungan antara filsafat dengan agama, ada tiga asumsi yang
mendasari pemikiran tersebut:
2. Anna as-Syar'a fihi Dhzahirun wa Batinun, bahwa Syariat itu terdiri dari dua dimensi, yaitu
lahir dan batin. Dimensi lahir itu untuk konsumsi para fuqaha', sedang dimensi batin itu untuk
konsumsi para filusuf.
Tidak terlepas dari itu manusia sebagai pribadi, masyarakat, bangsa dan negara hidup dalam
suatu sosial budaya. Maka membutuhkan penerus sosial budaya yang dilakukan melalui
pendidikan. Agar pendidikan berjalan dengan baik dan sesuai. Maka pendidikan harus berasas
filosofis yang menjamin tujuan untuk meningkatkan perkembangan sosial budaya, martabat
bangsawan, kewibawaan dan kejayaan negara.
Kebudayaan mempunyai fungsi yang besari bagi mnausia dan masyarkat, berbagai macam
kekuatan harus dihapi sepert kekuatan alam dan kekuatan lain. Selain itu manusia dan
masyarakat memerlukan kepuasan baik secara spritual maupun materil. Manusia merupakan
makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia danpat mengembangkan kebudyaan. Begitu
pula manusia hidup dan tergantung apa kebudayaan sebagai hasil ciptaanya.
Dengan adanya filsafat, kita dapat mengetahui tentang hasil karya manusia yang akan
menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadap
alam lingkungannya. Sehingga kebudayaan memiliki peran:
7) Apabila dibandingkan defenisi kebudayaan dan defenisi filsafat, dalam hal berfikir.
Filsafat ialah cara atau metode berfikir yang teratur dan logis (sistematik) dan universal
yang berujung pada setiap jiwa, sedangkan kebudayaan adalah salah satu hasil berfilsafat yang
terwujud (termanifestasi) pada cipta, rasa, dan karsa sikap hidup dan pandangan hidup.
Dengan demikian, jelaslah filsafat mengendalikan cara berfikir kebudayaan. Di balik kebudayaan
ditemukan filsafat. Perbedaan kebudayaan dikembalikan kepada perbedaan filsafat. Karena
setiap manusia memiliki filsafat yang berbeda, apalagi kelompok atau masyarakat, tentunya akan
berbeda filsafatnya.
REFERENSI
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popoler. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.2010
Mintaredja, A. H. (1980). Di Sekitar Masalah Ilmu: Suatu Problema Filsafat. Surabaya: Bina
Ilmu
Fachruddin, Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB PRESS Asy’arie, Musa, dkk
(1988). Agama, Kebudayaan dan Pembangunan. Yogyakarta.