Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Kesultanan Demak: Kerajaan Islam Pertama di Jawa

Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Kerajaan ini berdiri pada awal
abad ke-16 Masehi seiring kemunduran Majapahit. Kesultanan Demak pun mulai
memperlihatkan eksistensinya dan tentunya meninggalkan peninggalan sejarah

Dalam buku Sejarah yang ditulis oleh Nana Supriatna diungkapkan, Kesultanan Demak didirikan
oleh Raden Patah, putra Raja Majapahit dari istri seorang perempuan asal Cina, yang telah
masuk Islam. Raden Patah memimpin Demak pada 1500 hingga 1518 M.

Di bawah kepemimpinan Raden Patah, Kesultanan Demak menjadi pusat penyebaran agama
Islam dengan peran sentral Wali Songo. Periode ini adalah fase awal semakin berkembangnya
ajaran Islam di Jawa.

Setelah Raden Patah wafat pada 1518, takhta Demak dilanjutkan oleh putranya, Adipati Unus
(1488-1521). Sebelumnya menjadi sultan, Pati Unus terkenal dengan keberaniannya sebagai
panglima perang hingga diberi julukan Pangeran Sabrang Lor.

Dikutip dari buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di
Nusantara (2005) karya Slamet Muljana, pada 1521 Pati Unus memimpin penyerbuan kedua ke
Malaka melawan Portugis.

Pati Unus gugur dalam pertempuran tersebut kemudian digantikan Trenggana (1521-1546)
sebagai pemimpin ke-3 Kesultanan Demak.

Sultan Trenggana membawa Kesultanan Demak mencapai periode kejayaannya. Wilayah


kekuasaan Demak meluas hingga ke Jawa bagian timur dan barat.

Pada 1527, pasukan Islam gabungan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin Fatahillah atas
perintah Sultan Trenggana berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.

Nama Sunda Kelapa kemudian diganti menjadi Jayakarta atau "kemenangan yang sempurna".
Kelak, Jayakarta berganti nama lagi menjadi Batavia lalu Jakarta, ibu kota Republik Indonesia.

Saat menyerang Panarukan, Situbondo, yang saat itu dikuasai Kerajaan Blambangan
(Banyuwangi), pada 1546, terjadi insiden yang membuat Sultan Trenggana terbunuh.

Meninggalnya Sultan Trenggana inilah yang menjadi awal keruntuhan Kesultanan Demak
karena terjadi perselisihan mengenai siapa yang berhak menduduki takhta selanjutnya. Hingga
akhirnya, pemerintahan Kesultanan Demak benar-benar usai pada 1554.

Peninggalan Kesultanan Demak


Masjid Agung Demak

Salah satu masjid tertua di Indonesia ini merupakan peninggalan utama yang paling terkenal
dari Kesultanan Demak. Dibangun pada masa pemerintahan Sultan Demak pertama, Raden
Patah (1475–1518), masjid ini menjadi pusat pengajaran dan penyebaran ajaran Islam yang
dirintis oleh Wali Songo.

Pintu Bledek

Pintu ini adalah jalan masuk Masjid Agung Demak yang mitosnya dikatakan terbuat dari petir
yang menyambar sehingga dinamakan “bledek". Saat ini, Pintu Bledek sudah rapuh dan tua
sehingga dipindahkan ke dalam Masjid Agung Demak.

Soko Guru

Masjid Agung Demak disokong oleh empat soko guru atau tiang penyangga setinggi 19,54
meter dan berdiameter 1,45 meter. Soko guru ini dipercaya merupakan sumbangan dari 4
anggota Wali Songo, yakni Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel, dan Sunan Gunung Jati.

Bedug dan Kentongan

Bedug dan kentongan di Masjid Agung Demak digunakan untuk memanggil masyarakat sekitar
guna melaksanakan salat. Dua peninggalan era Kesultanan Demak ini masih ada hingga kini.

Sekarang, situs ini tidak digunakan sebagaimana fungsinya dan hanya menjadi bukti
peninggalan sejarah. Pada masa Kesultanan Demak dulu, tempat ini selalu digunakan untuk
wudhu bagi mereka yang hendak melaksanakan salat di Masjid Agung Demak.

Maksurah

Merupakan dinding berkaligrafi yang dibuat pada 1866 M, yakni ketika Aryo Purbaningrat
menjadi Adipati Demak atau setelah era Kesultanan Demak berakhir.

Dampar Kencana
Dahulu, benda peninggalan ini merupakan singgasana Sultan Demak yang berada di dalam
Masjid Agung Demak. Kini dijadikan sebagai mimbar untuk penceramah.

Piring Campa

Di dinding dan tempat imam Masjid Agung Demak, terdapat piring yang ditempelkan. Hiasan ini
merupakan hadiah dari ibunda Raden Patah yang konon berasal dari Cina.

Anda mungkin juga menyukai