Carolis Lamany - 01405180016 - Paper 1
Carolis Lamany - 01405180016 - Paper 1
Oleh:
NAMA : CAROLIS SYLVESTER LAMANY
NPM : 01405180016
AKHIR
Dengan ini menyatakan bahwa karya tugas akhir yang saya buat dengan judul
KAJIAN ANTROPOLOGI
KRISTEN TERHADAPDALAM
SEBAGAI FASILITATOR PERAN GURU KRISTEN SEBAGAI
PENERAPAN
” adalah :
Kalau terbukti saya tidak memenuhi apa yang dinyatakan di atas, maka karya
tugas akhir ini dianggap batal.
Jakarta, 12 Juli 2021
Oleh:
Nama : Carolis Sylvester Lamany
NPM : 01405180016
Program Studi : Pendidikan Agama Kristen
telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dan dipertahankan dalam Sidang
Tugas Akhir guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi
Pendidikan Agama Kristen
, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pelita
Harapan, Jakarta
Menyetujui:
Pembimbing
Dekan
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Pada Selasa, 19 Oktober 2021 telah diselenggarakan Sidang Tugas Akhir untuk
Penerapan collaborative learning merupakan model pembelajaran yang menekankan pada kerja
sama antar siswa. Dalam penerapannya, guru memainkan peran penting sebagai fasilitator dalam
membantu siswa untuk ada dalam kerja sama. Akan tetapi, kenyataan yang terjadi adalah guru
tidak menjalankan sebagai fasilitator sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, guru harus memiliki
pemahaman yang tepat terhadap perannya sebagai fasilitator melalui kerangka antropologi,
sehingga hal tersebut membantu guru untuk menjalankan perannya. Bertemali dengan hal itu
penulisan ini bertujuan untuk mengkaji peranan guru Kristen sebagai fasilitator dalam penerapan
collaborative learning berdasarkan kerangka antropologi. Metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan kajian literatur. Antropologi Kristen memandang
manusia dipandang sebagai Imago Dei. Akan tetapi, keberdosaan manusia membuat relasi
manusia dengan Allah, sesama dan ciptaan menjadi rusak. Untuk itu, peran guru Kristen sangat
dibutuhkan untuk mengembalikan gambar dan rupa Allah yang telah rusak dalam diri siswa. Saran
dalam penulisan ini yaitu agar penelitian ini menjadi lebih objektif, maka diperlukan penelitian
yang lebih lanjut. Mengingat makalah ini dikaji melalui metode kualitatatif, maka penelitian
selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sumber-sumber yang kredibel.
Referensi: 65 ( 2000-2021).
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Tritunggal atas segala berkat yang telah
” ini ditujukan
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai
pihak, Proyek Akhir ini tidak akan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh
semua pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan Proyek Akhir ini,
yaitu kepada:
penulis.
4.
Semua orang yang sudah membantu dan memotivasi penulis selama pembuatan Tugas Akh
.
dalam Proyek Akhir ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan
vi
sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga Proyek Akhir ini dapat bermanfaat bagi
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
LATAR BELAKANG............................................................................................2
Kajian Teori............................................................................................................5
Antropologi Kristen...........................................................................................5
Collaborative Learning.......................................................................................7
Guru sebagai Fasilitator..................................................................................12
PEMBAHASAN...................................................................................................15
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................21
KESIMPULAN.................................................................................................21
SARAN..............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23
viii
KAJIAN ANTROPOLOGI TERHADAP PERAN GURU KRISTEN
SEBAGAI FASILITATOR DALAM PENERAPAN COLLABORATIVE
LEARNING
ABSTRAK
Penerapan collaborative learning merupakan model pembelajaran yang menekankan pada kerja
sama antar siswa. Dalam penerapannya, guru memainkan peran penting sebagai fasilitator dalam
membantu siswa untuk ada dalam kerja sama. Akan tetapi, kenyataan yang terjadi adalah guru
tidak menjalankan sebagai fasilitator sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, guru harus memiliki
pemahaman yang tepat terhadap perannya sebagai fasilitator melalui kerangka antropologi,
sehingga hal tersebut membantu guru untuk menjalankan perannya. Bertemali dengan hal itu
penulisan ini bertujuan untuk mengkaji peranan guru Kristen sebagai fasilitator dalam penerapan
collaborative learning berdasarkan kerangka antropologi. Metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan kajian literatur. Antropologi Kristen memandang
manusia dipandang sebagai Imago Dei. Akan tetapi, keberdosaan manusia membuat relasi
manusia dengan Allah, sesama dan ciptaan menjadi rusak. Untuk itu, peran guru Kristen sangat
dibutuhkan untuk mengembalikan gambar dan rupa Allah yang telah rusak dalam diri siswa. Saran
dalam penulisan ini yaitu agar penelitian ini menjadi lebih objektif, maka diperlukan penelitian
yang lebih lanjut. Mengingat makalah ini dikaji melalui metode kualitatatif, maka penelitian
selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sumber-sumber yang kredibel.
ABSTRACT
The application of collaborative learning is a learning model that emphasizes cooperation
between students. In practice, the teacher plays an important role as a facilitator in helping
students to work together. However, the reality is that teacher do not act as facilitator as they
should. Therefore, teachers must have the right understanding of their role as facilitator through
an anthropological framework, so that it helps teacher to carry out their roles. With that in mind,
this paper aims to examine the role of Christian teacher as facilitators in the application of
collaborative learning based on an anthropological framework. The research method used is
descriptive qualitative by using a literature review. Christian anthropology views humans as
Imago Dei. However, the sinfulness of humans makes human relations with God, others and
creation damaged. For this reason, the role of Christian teacher is urgently needed to restore the
image and likeness of God that has been damaged in students. Suggestions in this paper is that this
research becomes more objective, so further research is needed. Considering that this paper was
reviewed through a qualitative method, it is hoped that further research can use credible sources.
1
LATAR BELAKANG
siswa dan juga guru. Umohoibhi & Guralnick (2017) mengatakan bahwa
permasalahan. Ciri khas dari model ini adalah tidak ada pengelompokkan
khusus bagi siswa yang memiliki kompetensi lebih tinggi dan yang tidak lebih
bahwa collaborative learning adalah model yang melibatkan kerja sama antara
dimiliki.
yang membawa siswa kepada sebuah penemuan atau solusi. Guru sebagai
fasilitator menuntut adanya sikap kreatif dan inovatif (Wardan, 2019). Guru
2
Guru dan siswa adalah ciptaan yang serupa dan segambar dengan Allah,
yang telah jatuh ke dalam dosa. Kejadian 1:27 dijelaskan bahwa Allah
membuat manusia menjadi seteru Allah. Dosa juga membuat manusia tidak
Oleh karena itu, manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri, kecuali
membuat gambar dan rupa Allah dalam diri manusia menjadi rusak. Gambar
dan rupa Allah yaitu sifat dan struktur manusia tidak lagi cenderung kepada
Allah (Fennema, 2009). Secara struktur, esensi manusia adalah ciptaan yang
religius bukan hanya dalam tingkah laku agama, tetapi dalam roh dan pikiran.
dalam pribadi guru dan siswa sebagai imago Dei. Penerapan collaborative
siswa dalam berelasi dan mengemukakan pendapat, akan tetapi yang terjadi
diluar instruksi yang diberikan (Gunawan, 2007). Akibat yang kedua adalah
guru tidak peduli saat hanya beberapa siswa yang aktif dan yang lain memiliki
3
sibuk bermain (Haqqi, 2017). Kedua hal inilah yang menunjukkan bahwa dosa
Melalui hal tersebut perlu disadari bahwa, tanpa dasar antropologi yang
mereka tidak memiliki dasar yang kuat untuk menjalankan peran tersebut.
Oleh karena itu, guru harus memiliki dasar yang kuat untuk hal ini. Dasar
yang tepat dan solid adalah pengenalan akan diri Allah melalui Alkitab, agar
sebuah ketaatan dan respon terhadap keselamatan yang Allah berikan (Wijaya,
2015). Van Brummelen (2009) mengatakan bahwa guru juga harus menyadari
melayani.
dengan landasan teologi yang kuat. Penulis berharap agar setiap tulisan yang
4
dalam makalah sesuai dengan Firman Allah, agar hanya Allah yang
KAJIAN TEORI
Antropologi Kristen
Aka, 2018). Suharta (2020) mengatakan bahwa antropologi berasal dari bahasa
yunani yaitu, antrophos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Dengan
melalui, bentuk fisik, asal usul dan kebudayaan. Eriksen (2017) juga mengatakan
dapat dipahami bahwa antropologi adalah sebuah studi tentang perbandingan dan
yang berbicara tentang hakikat, struktur tubuh, tujuan dan asal manusia. Hal yang
sama juga ditekankan oleh Eriksen (2017) bahwa penekanan antropologi Kristen
penekanan pada tiga hal penting yaitu, 1) asal-usul, 2) struktur pembentuk dan 3)
5
Dalam kaitannya dengan ketiga hal tersebut, melalui fokus kajian ini kita
akan melihat tujuan manusia diciptakan. Sebagai gambar dan rupa Allah, manusia
agung dan perintah agung. Pranoto (2016) mengatakan bahwa Allah menciptakan
memuliakanNya. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Hwang (2016) bahwa Rasul
Yohanes dalam Wahyu 4:11; 5:13 bahwa Allah layak dimuliakan oleh seluruh
semua makhluk. Meski demikian, semua orang telah melupakan tujuan penciptaan
Perlu kita sadari bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang
Allah yang berelasi, oleh karena itu manusia diciptakan untuk hidup di dalam
relasi denganNya dan sesama. Manusia harus menyadari bahwa dasar dari relasi
yang dibangun adalah kasih. Seperti yang tertulis dalam Matius 22:34-40
relasi yang dibangun atas kasih kepada Allah dan sesama, maka manusia akan
Sehubungan dengan itu, kita dapat melihat hal ini dalam penerapan collaborative
6
melalui kerja sama tersebut, siswa akan sama bertumbuh di dalam iman kepada
Kristus.
learning, peran guru sangat dibutuhkan. Guru berperan untuk menguatkan dan
menghargai siswa sebagai gambar dan rupa Allah (Suparno, 2019). Melalui relasi
yang terjalin antara guru diharapkan mampu untuk memotivasi siswa di dalam
proses pembelajaran (Kristiyanti, 2020). Bagi Estep et al., (2008) peran guru
tindakan yang baik pula. Estep et al., (2008) juga menyatakan bahwa krisis yang
terjadi dalam pendidikan Kristen disebabkan oleh pemahaman yang keliru dan
Collaborative Learning
hal ini dibuktikan dengan banyak teori yang mendefinisikan tentang hal tersebut.
Webster’s New World Dictionary dalam Diana et al., (2019) mengatakan bahwa,
collaborative learning berasal dari dua kata yaitu Collaborative yang berarti to
work together dan learning yang berarti to get knowledge atau skill by study.
7
yang menekankan pada kerja sama antar siswa. Menurut Thobroni (2016)
dalam suatu populasi melalui interaksi bersama. Menurut Inah &Pertiwi (2017)
adalah sebuah model yang menekankan pada kerja sama siswa yang di dalamnya
siswa akan saling bertukar pikiran, berkomunikasi alami dan memecahkan sebuah
penting, karena membantu siswa untuk bekerja sama dalam penyelesaian masalah,
Menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa; mendorong kerja keras dan rasa ingin
8
toleransi terhadap sesama. Dengan demikian, penerapan collaborative learning
pemahaman yang baru, melatih siswa dalam meningkatkan kualitas team work,
menumbuhkan sikap toleransi, peduli, setia dan juga menumbuhkan rasa tanggung
jawab siswa.
kepada masing-masing kelompok. Pada tahap ini, seluruh siswa akan memberikan
melalui proses diskusi, eksplorasi siswa akan memiliki pemahaman yang sama.
Siswa yang awalnya tidak mengerti dengan materi tersebut, dapat mengerti; Fase
presentation, pada tahap ini siswa akan mempresentasikan hasil diskusi kelompok
dan kelompok lain akan mencermati; Fase reflection, pada tahap ini kelompok
akan melakukan sesi tanya jawab. Pada tahap ini, kelompok akan bekerja sama
dalam Alkitab, namun dapat kita temukan dalam beberapa bagian Alkitab, baik
9
dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, salah satu contohnya adalah
kisah Daniel dan kawan-kawan. Daniel 1-3 mengisahkan bagaimana Daniel dan
peristiwa Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang setia kepada Tuhan dengan tidak
demikian, pengetahuan yang dimiliki oleh Daniel dan kawan-kawan adalah bukti
campur tangan Tuhan atas hidup mereka (Siahaan and Peterson, 2007).
Komunitas yang dibangun oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego memberikan kita
2010). Hal dibuktikan pada Daniel 4: 12, 16, yang menyatakan bahwa mereka
tidak menyembah patung yang didirikan Raja Nebukadnezar. Hasil dari ketaatan
akan Firman Allah adalah nama Tuhan yang dipermuliakan. Penerapan lainnya
dapat kita lihat dalam Perjanjian Baru, yaitu pada jemaat mula-mula. Jemaat
mula-mula merupakan jemaat yang heterogen baik dari suku, ras, bahasa dan
kebudayaan. Akan tetapi, melalui perbedaan itu mereka saling melengkapi satu
dengan yang lain, sehingga tidak yang lebih tinggi dan lebih rendah (Zaluchu,
2018). Kisah Para Rasul 2:42 berbunyi “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-
rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan
roti dan berdoa.” Ayat ini menjelaskan bagaimana jemaat mula-mula hidup
menggumuli dan mendalami firman Allah yang diajarkan para Rasul dalam
sebuah persekutuan (Stott, 2012). Tentunya hal ini dilakukan untuk mengetahui
dan melakukan ketetapan Tuhan, mengasihi Allah serta mengasihi sesama sebagai
10
anggota tubuh Kristus (Siburian and Wicaksono, 2019). Sehubungan dengan hal
itu, pendalaman Alkitab dan kebiasaan yang dilakukan oleh jemaat mula-mula
mencerminkan sikap hidup yang mau tolong menolong dan berbagi sebagai suatu
bukan hanya menolong siswa untuk memiliki pemahaman yang luas, tetapi juga
pengenalan akan Allah yang sejati. Dalam kaitannya dengan relasi, Rosita &
sarana untuk saling berbagi sebagai makhluk relasional. Makhluk relasional yang
dimaksud adalah manusia yang diciptakan untuk berelasi dan bergantung dengan
orang lain (Chand and Beuving, 2017). Sehubungan dengan itu, Gulo (2020) juga
Setiap manusia perlu untuk melakukan kolaborasi dengan orang lain. Menurut
Husin & Sawitri (2021) kurangnya kolaborasi antar siswa dalam pembelajaran
menimbulkan stres belajar, bersikap individualis dan lebih menuntut. Hal ini
manusia diciptakan oleh Allah menurut gambar-Nya. Gambar dan rupa Allah di
dalam artian manusia sebagai makhluk yang berelasi. Akan tetapi, kejatuhan
11
manusia di dalam dosa (Kejadian 3), membuat manusia gagal untuk menjalankan
tugasnya. Oleh karena itu, collaborative learning merupakan salah satu sarana
untuk mengembalikan gambar dan rupa Allah yang telah rusak dalam diri siswa.
Sehubungan dengan itu, siswa akan difasilitasi oleh guru melalui pemahaman
yang sesuai dengan Firman Tuhan agar dapat membantu siswa untuk melihat
yang memfasilitasi atau memberi fasilitas. Fasilitas yang dimaksud adalah guru
yang memancing pengetahuan murid untuk fokus dalam proses belajar bersama.
Sehubungan dengan itu, menurut Darmadi (2019) guru sebagai fasilitator artinya
bakatnya. Menurut Rahmawati & Suryadi (2019) sebagai guru sebagai fasilitator
artinya guru yang mengizinkan siswa untuk menemukan kebutuhannya dan tujuan
guru harus paham kebutuhan dan keperluan siswa dalam proses pembelajaran
(Andrianti, 2018); guru juga harus menyediakan media dan sumber belajar yang
12
cocok dan beragam, agar pembelajaran dapat berjalan tidak monoton (Amik,
Nuraini, and Sugiarti, 2016); guru bukan hanya menyediakan hal-hal fisik, tetapi
fasilitasi agar siswa dapat melakukan kegiatan dan pengalaman belajar dan
membantu siswa untuk belajar dan punya keterampilan dalam berbagai bidang
untuk mencapai tujuan belajar (Ahmad, Helsa, and Ariani, 2020). Oleh karena itu,
guru akan memberikan kemudahan belajar, sehingga siswa dapat dengan terbuka
tertentu untuk menjadi fasilitator. Sehubungan dengan hal itu, Silitonga et al.,
(2021) mengatakan terdapat tiga indikator untuk menjadi guru sebagai fasilitator
yang efektif. Pertama, tindakan guru dalam membantu siswa dalam proses
pembelajaran. Tindakan yang dimaksud adalah guru yang memiliki sikap yang
baik. Sikap baik yang dimiliki oleh guru akan memberikan dampak bagi siswa
dan juga menjadi salah satu penentu tercapai tujuan pembelajaran. Kedua,
harus memahami apa yang menjadi kebutuhan siswa selama proses pembelajaran.
Guru melakukan hal ini agar dapat menentukan tindakan apakah yang akan
dilakukan kepada siswa. Ketiga, guru juga harus mengupayakan agar memiliki
Kemampuan guru dalam menyikapi perbedaan setiap siswa merupakan hal yang
penting. Kemampuan ini akan membantu guru dalam menentukan apa yang siswa
13
Peranan guru sebagai Fasilitator dapat kita temukan dalam beberapa kisah
Alkitab. Dalam Perjanjian Lama, kisah Elia dan Elisa menjadi salah satu
gambaran sebagai fasilitator. Elia adalah nabi yang setia dan dipenuhi oleh kuasa
Tuhan. Dalam akhir hidupnya, ia tahu bahwa ia akan terangkat ke sorga tanpa
harus mati. Oleh karena itu, ia memilih Elisa untuk menggantikan tugasnya dalam
kesetiaan Elisa sebanyak tiga kali, Elia memotivasi Elisa yang tersirat ketika Elisa
mengharapkan dua roh sama seperti Elia (Soeliasih, 2019). Kisah lainnya dapat
10). Paulus dengan tekun dan sabar dalam memfasilitasi Timotius, dalam
(1Kor 16:10-11; 2 Tim 7:8) (Wan and Sianipar, 2020). Paulus bukan hanya
akan tetapi Paulus juga menjadi contoh dan teladan bagi Timotius seperti
guru sebagai fasilitator. Guru sebagai fasilitator, bukan hanya memfasilitasi siswa
dengan metode pembelajaran dan media yang sesuai, akan tetapi guru harus
menjadi contoh dan teladan seperti Paulus dan Elia. Berkaitan dengan hal tersebut,
Van Brummelen (2009) mengatakan bahwa guru harus lebih dari sekadar
14
memfasilitasi, artinya bahwa guru harus menjadi contoh dan teladan dalam proses
tentang kerajaan Allah bersama kelompok kecil-Nya. Guru sebagai fasilitator juga
karunia yang Allah berikan. Sehubungan dengan hal tersebut, Silitonga et al.,
Lebih dari itu, sebagai fasilitator guru harus membawa siswa untuk sadar akan
PEMBAHASAN
Dewasa ini, banyak terjadi kasus yang menyoroti tentang guru dalam dunia
pendidikan. Hal ini akan menjadi lebih serius apabila guru melakukannya secara
berulang, maka siswa tidak mengerti tentang tujuan yang ingin dicapai melalui
tugas yang diberikan. Hal serupa juga dikatakan oleh Makarim dalam Hakim
(2020) dalam bahwa fakta yang terjadi di lapangan, guru hanya memberikan
permasalahan dalam dunia pendidikan juga mencakup hal esensial yaitu, guru
lebih banyak fokus kepada ilmu yang ditransfer kepada siswa, hingga melupakan
bahwa pentingnya menanamkan nilai-nilai sosial di dalam diri siswa. Hal ini
saat ini adalah fokus guru hanya pada transfer pengetahuan, tetapi lupa untuk
15
Menyadari realita yang tengah terjadi, guru tidak dapat menutup mata dan
mengelak bahwa hal itu muncul akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa. Sejak
ciptaan yang diciptakan serupa dan segambar dengan-Nya di dalam kebenaran dan
ciptaan yang paling mulia. Akan tetapi, kejatuhan manusia ke dalam dosa,
membuat gambar dan rupa Allah dalam diri manusia menjadi rusak. Grudem
gagal menghidupi hukum moral dan juga kehilangan kebaikan di hadapan Allah.
manusia melalui penebusan Kristus di kayu salib. Hal ini dikemukakan oleh
Hoekema (2006) bahwa manusia diselamatkan dari dosa, oleh karena anugerah
Allah melalui Yesus Kristus. karya keselamatan yang dilakukan oleh Kristus,
mengerjakan perbuatan baik. Selain itu, melalui penebusan Kristus, gambar dan
rupa Allah yang telah rusak dalam diri manusia dipulihkan. Cara pandang inilah
yang harus guru miliki, untuk menghadapi setiap permasalahan yang terjadi dalam
dunia pendidikan.
Guru Kristen akan dibantu untuk mengerti esensi manusia atau yang
antropologi Kristen adalah manusia dipandang sebagai gambar dan rupa Allah
yang telah jatuh, namun telah ditebus oleh Yesus Kristus. Hal ini disebutkan oleh
Calvin (2000) dalam buku Institutio menyatakan bahwa manusia adalah gambar
16
Allah yang memiliki kesadaran atas ketergantungan pada Allah. Kesadaran yang
dimaksud adalah kesadaran akan sesuatu yang ilahi, kuasa dan karya Allah yang
pendidikan, khususnya dari cara pandang guru melihat siswa. Estep et al., (2008)
juga mengatakan bahwa dengan memahami hakikat sejati dari siswa, maka guru
akan menyadari bahwa siswa adalah pribadi yang berharga di hadapan Allah.
Pandangan yang sama dijelaskan juga oleh Fennema (2009) bahwa guru harus
melihat siswa sebagai jiwa-jiwa yang perlu untuk dilahirkan kembali untuk masuk
fasilitator berarti guru harus memahami kebutuhan atau keperluan peserta didik
dalam proses belajar melalui fasilitator pendidik. Lebih dari itu, Van Brummelen
(2009) mengatakan bahwa setiap pendidik Kristen harus mengenali setiap potensi
yang dimiliki siswa dan menjadi pemicu bagi siswa untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki. Dengan demikian, murid akan menghargai setiap potensi
yang dimiliki, serta dapat bertanggung jawab dengan potensi yang Allah berikan
Manusia diciptakan sebagai mahkluk sosial, yang mana perlu dikaji dalam
untuk hidup di dalam sebuah relasi dengan sesama. Hal ini juga dijelaskan oleh
Hisyam (2021) bahwa sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk hidup di
17
dalam interaksi satu sama lain dalam memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan hal
tersebut, dapat kita lihat pada naturnya manusia diciptakan untuk membangun
learning memberi ruang bagi siswa untuk menunjang dan menolong satu dengan
yang lain. Hal ini diwujudnyatakan ketika siswa bekerja sama untuk
learning memungkinkan siswa untuk saling bekerja sama demi mencapai tujuan.
learning, siswa akan diajarkan untuk bertanggung jawab dengan tugas yang
hasil dari kerja sama siswa dalam memecahkan masalah adalah setiap siswa
memiliki pemahaman yang setara. Artinya, siswa yang memiliki kognitif rendah
akan memperoleh pengetahuan yang baru dan siswa yang memiliki kognitif yang
tinggi, akan semakin dipertajam. Akan tetapi, segala sesuatu yang dikemukakan
oleh beberapa ahli diatas, hanya dapat dicapai jika siswa berada di dalam relasi
Relasi sebagai orang percaya adalah relasi yang saling membangun dan
18
melalui berelasi. Sehubungan dengan hal tersebut, Saputra (2018) melanjutkan
bahwa relasi yang dibangun atas dasar kasih harus berbuah kepada tindakan nyata
untuk memuliakan Allah. Oleh karena itu, melalui relasi yang dibangun dalam
akan Allah dan sesama, yang menghasilkan pertumbuhan dari dalam diri setiap
siswa.
kepada relasi yang bertumbuh melalui penerapan collaborative learning. Eka Sri
Astutik & Amrullah (2020) mengatakan bahwa melalui kerja sama dalam
yang guru berikan dinyatakan melalui memberikan teguran, masukan dan nasehat.
Paulus dalam 2 Timotius 4:2, yaitu Allah memanggil guru memberi teguran dan
fasilitator yang lain adalah mendorong siswa. Van Brummelen (2009) mengatakan
bahwa guru Kristen sebagai fasilitator bertugas untuk mendorong siswa agar
siswa dengan memberikan dorongan, nasihat dan masukan, akan tetapi membantu
19
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
kepada sesama, menemukan dan mengembangkan potensi dalam diri siswa, serta
membawa siswa di dalam relasi yang bertumbuh dan dewasa di dalam iman.
Untuk memaksimalkan hal ini, maka guru berperan untuk memfasilitasi siswa
yang disampaikan. Melihat pentingnya peran guru sebagai fasilitator, maka guru
sebagai fasilitator. Peran guru sebagai fasilitator dapat kita lihat melalui penerapan
collaborative learning. Tugas guru yang telah disebutkan di atas akan sia-sia,
apabila guru tidak mengalami kelahiran baru yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
Guru harus memahami bahwa siswa adalah gambaran Allah yang telah
rusak, yang perlu untuk dituntun. Oleh karena itu, guru harus membantu siswa
untuk memulihkan gambaran Allah yang telah rusak. Guru juga harus mengalami
SARAN
penelitian ini perlu dikaji lebih lanjut dengan menggunakan sumber-sumber yang
lebih kredibel dan relevan.; Kedua, guru harus telah lahir baru untuk menjadi
20
fasilitator, sehingga dapat mengimplementasikan setiap tugas dan tanggung
21
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S., Helsa, Y., and Ariani, Y. (2020). Pendekatan Realistik dan Teori Van
Hiele. Yogyakarta: Deepublish.
Ainun, Y. (2019). Guru di Era Disrupsi.
Alif, M., and Maemunawati, S. (2020). Peran Guru, Orang Tua, Metode dan
Media Pembelajaran: Strategi KBM di Masa Pandemi Covid-19. Banten:
3M Media Karya Serang.
Amik, F., Nuraini, E., and Sugiarti, A. (2016). Menuju Guru dan Siswa Cerdas.
Yogyakarta: Leutikaprio.
Andrianti, S. (2018). Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Sebagai Fasilitator
Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Literasi. FIDEI: Jurnal Teologi
Sistematika Dan Praktika, 1(2), 232–249.
https://doi.org/10.34081/fidei.v1i2.13
Barckley, E., Major, C., and Cross, P. (2014). Collaborative Learning Techniques
(Second Edi). California: John Willey and Sons.
Barkley, E., Cross, P., and Major, C. H. (2014). Collaborative Learning
Techniques. Bandung: Nusa Media Publisher.
Bavinck, H. (2008). Reformed Dogmatics (Volume.4; J. Bolt, Ed.). Michigan:
Baker Books.
Caliguire, M. (2019). Transformasi Rohani dalam Relasi. Yogyakarta: Katalis
Media dan Literatur- Yayasan Gloria.
Calvin, Y. (2000). Institutio. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Chand, F., and Beuving, M. (2017). Multiply (Melipatganda) Menjadi Murid yang
Menjadikan Murid. Yogyakarta: Katalis Media dan Literatur- Yayasan
Gloria.
Damayanti, N. K., Suarsana, I. M., and Suryawan, I. P. (2017). Peningkatan
Kemampuan Literasi Matematika Siswa Melalui Penerapan Collaborative
Learning Model. Wahana Matematika Dan Sains: Jurnal Matematika, Sains
Dan Pembelajarannya, 11.
Darmadi, Bahruddin, Suwondo, and Syahza, A. (2017). Prosiding Seminar
Nasional. Pekanbaru: LPPM Universitas Riau.
Darmadi, H. (2019). Pengantar Pendidikan Era Globalisasi. Animage Team.
Dockery, D. (2010). Concise Bible Commentary. Nashville: B & H Publishing
Group.
Eka Sri Astutik, and Amrullah, M. (2020). The Role of Teachers in Implementing
Responsibility Characters in Grade IV Students at SD Negeri Kedungboto:
Peran Guru dalam Mengimplementasikan Karakter Tanggung Jawab pada
Siswa Kelas IV di SD Negeri Kedungboto Eka. 8, 2–6.
Eriksen, T. H. (2017). What Is Antropology. London: Pluto Press.
Estep, J., Anthony, M., and Allison, G. (2008). A theology for education.
Nashville: B & H Publishing Group.
https://doi.org/10.1080/0034408590540602
Fennema, J. (2009). Memandang Murid melalui Kerangka Konseptual
Penciptaan-Kejatuahan-Penebusan.
Graham, D. (2009). Teaching Redemtively: Bringing Grace and Truth into Your
22
Classroom. Association of Christian Schools International.
Grudem, W. (2000). Systematic Theology. Michigan: Inter-Varsity Press.
Gulo, F. (2020). Tinjauan Teologis Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
(Team Games Tournament) [A Theological Review of the TGT Type
Cooperative Learning Model]. Diligentia: Journal of Theology and Christian
Education, 2(2), 31. https://doi.org/10.19166/dil.v2i2.2048
Gunawan, A. W. (2007). Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Hakim, R. N. (2020). Mendikbud Singgung Guru yang Hanya Beri Tugas tanpa
Bimbingan.
Hamalik, O. (2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Haqqi, A. (2017). COLLABORATIVE LEARNING : Model Pembelajaran Dalam
Upaya Meningkatkan Literasi Informasi Mahasiswa Jurusan Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Melalui Belajar secara Kolaboratif Athiatul-
haqqi@Yahoo.co.id A . Pendahuluan Proses pembelajaran di perguruan
tinggi. Jurnal Ilmu Perpustakaan Dan Informasi, 1, 1–22.
Hisyam, C. J. (2021). Sistem Sosial Budaya. Jakarta Timur: PT Bumi Aksara.
Hoekema, A. (2006). Diselamatkan oleh Anugerah. Surabaya: Momentum.
Husin, and Sawitri. (2021). Covid-19: Tingkat Stress Belajar Anak-anak di
Daerah Terpencil. Jurnal Ilmiah Pendidikan Madrasah Ibtidayah, 5.
https://doi.org/10.35931/am.v5i2.542
Hwang, T. (2016). Apa Tujuan dari Penciptaan. Gyeonggi-do: AMI Publication.
Imron, I. F., and Aka, K. A. (2018). Pembelajaran Fenomena Sosial.
Banyuwangi: LPPM IAI Ibrahimy Genteng Press & Erisy Syawiril Ammah,
M.Pd.
Inah, E., and Pertiwi, U. (2017). PENERAPAN COLLABORATIVE LEARNING
MELALUI PERMAINAN MENCARI GAMBAR UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA KELAS V DI SDN
TABANGGELE KECAMATAN ANGGALOMOARE KABUPATEN
KONAWE. Jurnal Al-Ta’dib, 10.
Irnaningsih, S., Kusmawan, U., and Fatmasari, R. (2021). Pengaruh Collaborative
Skills dan Kompetensi Pedagogik Guru Terhadap Kinerja Siswa Sekolah
Dasar di Gugus 10 Kecamatan Pamulang. Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan
Nonformal, 7(2), 523. https://doi.org/10.37905/aksara.7.2.523-536.2021
Isotani, S., Millan, E., Ogan, A., Hastings, P., McLaren, B., and Luckin, R.
(2019). Artifical Intelligence in Education. Chicago: Springer International.
Kristanto. (2020). Pengaruh Disiplin Kerohanian Orang Tua Terhadap Formasi
Kerohanian Anak. Jurnal KIP, (III).
Kristiyanti, T. (2020). Self-Regulated Learning: Konsep Implikasi dan
Tantangannya bagi Siswa di Indonesia. Yogyakarta: Sanatha Dharma
University Press.
Lee, W. (2020). Pelajaran Hayat Kisah Para Rasul. Jakarta: Yasperin.
Mustadi, A. (2014). Lesson Study Berbasis Collaborative Learning Sebagai
Model Pemantapan Kualitas Pendidikan di Sekolah Dasar. Prosiding
ISBN.978-602-96172-6-9 Seminar Nasional “Pemantapan Implementasi
Kurikulum 2103 Dalam Pendidikan Sekolah Dasar 12 Maret 2014.
Nirankara, H. (2019). Hanno Nakshatra. Jawa Barat: CV Jejak.
Pranoto, D. S. (2016). Pelayanan Penyebaran Injil Berdasarkan 2 Korintus 6:1-10.
23
Manna Rafflesia, 3.
Rahmawati, M., and Suryadi, E. (2019). Guru sebagai fasilitator dan efektivitas
belajar siswa. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, 4(1), 49.
https://doi.org/10.17509/jpm.v4i1.14954
Rosita, I., and Leonard, L. (2015). Meningkatkan Kerja Sama Siswa Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share. Formatif: Jurnal Ilmiah
Pendidikan MIPA, 3(1), 1–10. https://doi.org/10.30998/formatif.v3i1.108
Safitri, D. (2019). Menjadi Guru Profesional. Riau: PT. Indragiri.
Saputra, B. (2018). Yesus Sahabat Pemungut Cukai dan Orang Berdosa. Jurnal
Aletheia, 20.
Saroengoe, D. (2012). Antropologi Budaya. Semarang: Pesat Sumbagut.
Siahaan, S. M., and Peterson, R. (2007). Tafsiran Alkitab. Kitab Daniel. Jakarta:
BPK Gunung Mulia.
Siburian, H. H., and Wicaksono, A. (2019). Makna Belajar Dalam Perjanjian
Lama dan Implementasinya Bagi PAK Masa Kini. FIDEI: Jurnal Teologi
Sistematika Dan Praktika, 2(2), 207–226.
https://doi.org/10.34081/fidei.v2i2.75
Silitonga, B., Saputro, A., Damayanti, W., Tanjung, R., Nababan, E., Musyadad,
V., … Fauzi, A. (2021). Profesi Keguruan: Kompetensi dan Permasalahan.
Medan: Yayasan Kita Menulis.
Simanjuntak, F. (2020). Konsep Dosa Menurut Pandangan Paulus. Real Didache
(Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen), 3(2), 17–28.
https://doi.org/10.31219/osf.io/7vr8d
Soeliasih, S. (2019). Penerapan Prinsip Pemuridan Elia dalam Pendidikan Agama
Kristen. Jurnal Teologi Berita Hidup, 2(1), 1–10.
https://doi.org/10.38189/jtbh.v2i1.23
Sproul, R. C. (2014). Kaum Pilihan Allah (Volum.7). Malang: Literatur SAAT.
Stott, J. (2012). The Living Church. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Suharta. (2020). ANTROPOLOGI BUDAYA. Klaten: Lakeisha Publisher.
Suparno, P. (2019). Spiritualitas Guru. Yogyakarta: Kanisius.
Telaumbanua, A. (2018). Peranan Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam
Membentuk Karakter Siswa. Jurnal Fidei, 1(2).
Thobroni, M. (2016). Belajar dan Pembelajaran Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Umohoibhi, J., and Guralnick, D. (2017). Interactive Collaborative Learning.
New York: Springer International.
Van Brummelen, H. (2009). Berjalan dengan Tuhan dalam Kelas. Jakarta: UPH.
Wan, J., and Sianipar, R. (2020). Teologia Paulus di Era Postmodern.
Yogyakarta: Stiletto Indie Book.
Wardan, K. (2019). Guru sebagai Profesi. Yogyakarta: Deepublish.
Wibowo, L. A., and Pardede, L. R. (2019). Peran Guru dalam Menggunakan
Model Pembelajaran Collaborative Learning terhadap Keaktifan Siswa
Dalam Belajar. Diskusi Panel Nasional Pendidikan Matematika, 5(1), 201–
208.
Wijaya, H. (2015). Etika Mengajar Pendidkan Agama Kristen. Jurnal Jaffray,
(October), 1–23. https://doi.org/10.13140/RG.2.1.4260.5523
Wiranata, I. G. A. (2011). Antropologi Budaya. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Zaluchu, S. (2018). Eksegesis Kisah Para Rasul 2:42-47 untuk Merumuskan Ciri
24
Kehidupan Rohani Jemaat Mula-mula di Yerusalem Sonny. EPIGRAPHE:
Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani, 2(2), 136.
https://doi.org/10.30648/dun.v2i2.172
Zisca Diana, P., Sulistiyono, R., and Abri Pradan, R. (2019). Implementasi Model
Pembelajaran Kolaboratif pada Mata Kuliah Bahasa Indonesia di Perguruan
Tinggi. Bahasa: Jurnal Keilmuan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia,
1(1), 60–70. https://doi.org/10.26499/bahasa.v1i1.27
25