Anda di halaman 1dari 7

REVIEW JURNAL

ILMIAH TERKAIT ESTETIKA

1. Jurnal “ESTETIKA TEKNIK MARBLING DAN DRAWING DALAM KARYA


SENI LUKIS SEMI ABSTRAK”
Halaman : 16 Halaman
Tahun : 2017
Penulis : Regreat Suasmiati
Review : 24 Mei 2021

a. Abstrak :
Mix media antara marbling dan drawing sebagai ide penciptaan seni lukis semi abstrak.
Hasil lukisan memiliki nilai estetis yang berbeda dengan karya 2 dimensi yang lain dan dapat
digolongkan dalam kelompok seni murni. Estetika yang terdapat dalam lukisan ini adalah
dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa akan suatu keindahan. Bagi pencipta
karya lukis mix media ini dapat bebas menuangkan ide kreatif yang diinginkan, karena
memiliki kebebasan pula dalam menuangkan warna dalam air (teknik marbling) dan mengisi
dengan obyek yang diinginkan dengan teknik drawing. Hasil karya lukisnya adalah semi
abstrak yang memiliki arti gambaran imej sebenarnya yang diubah dan dipermudah tetapi
masih bisa dikenali ciri-ciri dari obyek yang digambarkan. Dalam kegiatan pameran bersama
yang dilakukan peneliti dengan mahasiswa ISI Surakarta, dapat diperoleh masukan bahwa
banyak audien yang mengagumi karena teknik marbling dan drawing ini dianggap lama tapi
baru dimunculkan kembali dan hasilnya begitu estetis. Tujuan penelitian mix media ini selain
memiliki sifat estetis bagi penikmat seni saja diharapkan juga dapat dipakai sebagai obyek
penciptaan kriya seni.

b. Pendahuluan :
Dalam penciptaan karya seni utamanya seni murni (lukisan), ada dua hal yang perlu
diperhatikan yaitu yang pertama, dimensi personal artinya erat terkait dengan keberadaan dan
kebermaknaan karya seni dapat disimpulkan secara logis bahwa kerap tak pernah bisa
dilepaskan dari individu jiwa dari si pencipta karya atau senimannya, kedua dimensi sosial
artinya berkaitan dengan pemaknaan seni diyakini dalam peneguhan yang sebaliknya yakni
bukan domain psikologis si senimannya tetapi lebih penekanannya pada risalah ruang, latar,
atau setting sosiologis, sebagai tempat karya seni itu berada. Baik dalam konteks pemaknaan
dari dimensi personal maupun dimensi sosial, yang jelas kebermaknaan suatu karya seni tidak
lepas dari si pencipta karya dan audien dalam mengapresiasikan karya seni yang telah
disuguhkan. Kebutuhan kepuasan batin bagi pencipta seni terkadang tercurah hasil karya seni
untuk kepentingan dirinya sendiri tidak memperhatikan untuk kepuasan batin bagi pengamat
atau audien. Hal itu membuat para pencipta seni yang hidup disekitar masyarakat sosial yang
kurang mendukung keberadaan karyanya akan sulit untuk berkarya seni yang mempunyai
kreativitas dan nilai seni tinggi.

c. Pembahasan :
Seni lukis merupakan hasil karyanya berupa permainan warna dengan berbagai teknik
sapuan, coretan, semprot maupun kuas. Terpenting dalam teknik lukis yaitu dengan bahan
dasar cat/warna (cat air, crayon, cat minyak, cat kayu, dll). Maka berdasarkan bahan utama
pewarna (berbagai macam warna) maka peneliti dapat menjelaskan hal itu dinamakan seni
lukis.
Teknik Marbling

Teknik Marbling bisa disebut dengan Suminagashi berasal dari jepang pada awal abad
ke-12 merupakan teknik kuno yang digunakan untuk melukis diatas air yang menghasilkan
marbleized (tekstur seperti marmer) di atas kertas. Secara harafiah Suminagashi berarti “ink-
floating” atau “tinta mengambang”.

Lukisan FISHS DANCING


Karya Fishs Dancing dihasilkan dengan teknik lama yaitu marbling tetapi dimunculkan
pada saat ini. Sedangkan obyeknya bersifat tampilan yang tidak realis (tidak nyata) sehingga
hasil karyanya bisa dikatakan aliran semi abstrak. Peristiwa ini tentunya selaras dengan
terminologi modern yang mempunyai ciri khas yaitu Kreativitas, dan kreatifitas menjadi daya
dorong seorang seniman untuk mencari kebaruan.
Dasar laut merupakan pemandangan yang indah, beraneka hewan dasar laut dan
tanaman begitu indah. Tercermin ikan berwarna warni sedang bersenda gurau dan menari. Ikan
merupakan salah satu makhluk Tuhan yang juga ingin hidup bebas dan bergembira. Ikanikan
menari terinspirasi untuk dibuat karya lukis semi abstrak. Beragam teknik garis dimunculkan
dalam karya lukisan ini (garis lurus, lengkung, patah) juga beragam titiktitik. Sehingga karya
fishs dancing yang semula menggambil obyek ikan tetapi karena kemunculan obyek ikannya
tidak nyata serta ditambahkan background cat yang memiliki permainan komposisi warna
maka dapat dikatakan dengan aliran semi abstrak sesuai dengan kajian teori di atas, bahwa
estetika adalah pengetahuan tentang keindahan dan rasa indah. Estetika yang dimunculkan
dalam lukisan ini adalah keindahan akan komposisi warna dan komposisi obyek ikan yang
ditampilkan.

d. Simpulan :
Teknik marbling merupakan teknik lukis tetapi dengan cara memasukkan cat ke dalam
air dan media yang akan menampilkan cat tersebut dicelupkan dalam air, sehingga media
tersebut setelah dicelupkan dalam air akan nampak cat menempel pada media yang dimasukkan
dalam air tersebut. Teknik ini berawal dan bangkit sekitar abad 20 atau sekitar akhir era Tahun
1980 dan awal era Tahun 1990.
Semi abstrak bermaksud gambaran imej sebenarnya yang diubah sesuai dan
dipermudahkan atau dimujaradkan. Semi bermakna separuh atau sebagian. Manakala semi
abstrak pula bermakna separuh abstrak. Karya Fishs Dancing yang semula menggambil obyek
ikan tetapi karena kemunculan obyek ikannya tidak nyata serta ditambahkan background cat
yang memiliki permainan komposisi warna maka dapat dikatakan dengan aliran semi abstrak.

2. Jurnal “Konstruk Estetika Hindu dalam Realitas Seni di Bali”

Halaman : 13 Halaman
Tahun : 2019
Penulis : I Made Danu Tirta
Review : 24 Mei 2021

a. Abstrak :
Konstruksi estetika Hindu selalu menjadi poros dan jiwa terhadap realitas kehidupan
seni di Bali. Prinsip-prinsip dasar estetika Hindu diterapkan secara baik dan konsisten dalam
penataan kehidupan seni, sehingga terwujud sebuah keseimbangan dalam setiap karya seni
yang dihasilkan. Setiap aspek kehidupan masyarakat Bali selalu mengedepankan aspek estetika
ini sehingga mereka tidak saja melahirkan karya seni, tetapi juga perjalanan hidup mereka
tampak estetik. Enam klasifikasi mutlak (Sad Angga) dalam estetika Hindu mesti menjadi dasar
bagi penggelut seni untuk menciptakan karya seni yang menitik beratkan pada prinsip kesucian,
kebenaran dan keindahan. Sehingga, ketika hal tersebut terimplementasi dalam kesenian Bali,
maka muncul wujud karya dan aktifitas seni yang bernuansa religius dan Metaksu.

b. Pendahuluan :
Estetika merupakan sebuah nilai, terpaan rasa serta pandangan mengenai sisi baik dan
keindahan yang melekat dalam sebuah objek kesenian. Aspek nilai tersebut, pada dasarnya
dapat ditelisik pada masing-masing karya seni itu sendiri. Konstruk estetika berdimensi Hindu
dalam aktivitas dan realitas seni di Bali, dapat dijadikan salah satu cerminan untuk membuka
cakrawala berpikir estetik secara lokal, religius, serta terbebas dari belenggu kebudayaan barat.
Disisi lain pendalaman terhadap asas estetika Hindu dalam kehidupan seni di Bali, diharapkan
dapat membuka wawasan dan kesadaran umat Hindu Bali, untuk merancang berbagai
kreativitas dan inovasi seni berspirit Hindusime yang melahirkan keseimbangan anatara seni
dengan agama, ekonomi, dan sosial budaya.

c. Pembahasan :
Konseptual estetika dalam agama Hindu, lebih menekankan sebuah asas definitif yang
menitik beratkan bahwa estetika adalah padanan rasa yang terpantik dari adanya sinergisitas
atau kemanunggalan antara situasi, reaksi dan keadaan dinamis dari para pelakunya.
Sinergisitas tersebut berpadu dalam sebuah kenampakan objek tertentu, yang dapat dinikmati
dan dicermati bersama berdasarkan pandangan nilai keindahan masing-masing insan.

Estetika Hindu yang lebih meneropong adanya integrasi antara situasi, reaksi dan
keadaan pelaku dan aktor estetika, kemudian dirumuskan melalui enam syarat pokok (Sad
Angga) yang merupakan landasan utama dalam memunculkan aspek keindahan terhadap
sebuah objek kesenian. Enam landasan utama dalam estetika Hindu tersebut terdiri dari (1)
Rupabheda, yang merupakan aspek estetis dengan penekanan mendalam pada perbedaan
bentuk; (2) Sadrsya, yang dapat diartikan sebagai keselarasan antara guratan bentuk dengan
makna, ide dan suasana yang hendak ditonjolkan didalamnya; (3) Pramana, artinya sesuai
dengan ukuran yang tepat; (4) Wanikabangga, yaitu pemberian aspek warna dan rona yang
tepat; (5) Bhawa yaitu dapat diartikan sebagai suasana dan sekaligus pancaran rasa; (6)
Lawanya berarti keindahan daya pesona, wibawa atau greget.
Dalil Estetika Hindu dalam Realitas Seni di Bali
Agama Hindu menjadi spirit religius, yang mendominasi setiap kehidupan di Bali.
Berbagai bentuk realitas kehidupan masyarakat, tidak terlepas dari tatanan nilai dan konsep
luhur yang termuat dalam agama Hindu. Faham Hinduisme telah terintegrasi secara mantap
dalam setiap aktivitas dan berbagai bentuk realitas yang terjadi di Bali. Eratnya dominasi dan
keterkiatan antara agama Hindu dengan kehidupan masyarakat Bali, pada dasarnya disebabkan
oleh maksimalitas dari fungsi agama yang dirasakan oleh umat atau masyarakat itu sendiri.
Agama Hindu yang memiliki ajaran luhurserta bersifat universal, tidak saja terpaku sebagai
tuntunan spiritualis semata, namun disisi lain juga mencakup berbagai fungsi lain yang
dirasakan secara nyata oleh masyarakat Bali.
Terdapat tiga dalil estetika yang menjadi pedoman dalam membangun aktivitas seni di
Bali. Tiga dalil ini, juga merupakan sinergisitas yang menghendaki adanya kesebangan atau
keharmonisan dalam sebuah aktivias seni di Bali. Adapun tiga dalil atau kaidah utama dari
estetika Hindu yang membagun seni di Bali yakni, kebenaran (Satyam), kesucian (Siwam) dan
keindahan (Sundaram). Dalil kebenaran (Satyam) dalam estetika Hindu, lebih menekankan
aspek moralitas yang tertuju pada kemantapan hati, keikhlasan, termasuk kejujuran dalam
berkesenian. Dalil kesucian (Siwam) merupakan nilai-nilai ke-Tuhanan yang turut membangun
realitasseni di Bali. Sedangkan dalil Keindahan (Sundaram) yang mencakup persamaan dan
perbedaan dapat terrefleksi dalam beberapa dimensi.

Terciptanya aktivitas seni yang bernafaskan aspek ketuhanan, terpantik dari adanya
pandangan teologis umat Hindu di Bali yang memiliki kepercayaan bahwa Tuhan adalah
sumber segalanya. Tuhan adalah Ia yang maha Agung, sebagai yang melingkupi semesta.
Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) dipandang sebagai asas transenden yang menciptakan
segala realitas di dunia ini.

Wujud Konstruktif Estetika Hindu dalam Seni di Bali


Secara simbolis dan filosofis, nilai-nilai estetika Hindu menjiwai bentuk, isi, dan tata
letak penyajian karya seni Bali. Kaidah atau dalil kebenaran (Satyam), banyak mengikat
realisasi dari praktek seni. Pagelaran, pertunjukkan, sebagai praktek akhir dari sebuah proses
konstruksi seni, menjadi media yang merangkum serta memberikan sajian mengenai nilai-nilai
kebenaran yang terdapat didalamnya.
Kaidah kebenaran dari segi moral juga menjadi salah satu konstruk asas kebenaran
dalam realitas seni di Bali. Kebenaran dari segi moral dalam seni di Bali, lebih banyak
melakukan pengejawantahan pada ranah watak. Hal ini tertuang pada pemberian asas sifat,
watak, tingkah laku dari masing-masing lakon yang terlibat dalam sebuah pertunjukan seni.

Pementasan seni di Bali, memiliki aturan khusus yang nantinya menyasar dan menuntut
adanya ketepatan gerak, mimik, Agem, paras, warna, bentuk, ketepatan pukulan, kesepadanan
nada, termasuk kebenaran atau ketepatan pakaian. Terciptanya kebenaran dalam tataran ini,
tentunya memiliki relevansi serta mendukung penguatan terhadap asas penokohan

Seluruh asas kebenaran, kemudian terintegrasi dalam sebuah wujud berkesenian secara
utuh. Asas kebenaran yang telah mengalami penyatuan secara utuh, kemudian
terimpelementasi dalam berbagai jenis aktivitas seni yang umum ditemukan dalam kehidupan
berkesenian di tanah Bali. Aktivitas kesenian Bali tersebut sebagian besar ada yang tertuang
dalam ranah seni pementasan, Tari Sang Hyang, Tari Rajang, kelompok penari Arja, Bondres,
Tupeng, Calonarang, Wayang Wong, Wayang Tantri, Sendratari dan kelompok seni
pertunjukan lainnya. Kemudian dari sisi seni Karawitan, tertuang dalam kelompok pemain
instrument gambelan Bali (Sekaa Gong), Sekaa Angklung, Semar Pegulingan, Slonding,
Gambang, Gong Luang, dan klasifikasi seni Karawitan lainnya. Sementara itu dalam bidang
seni lukis, akan terdapat beberapa klasifikasi seni seperti, Lukisan Wayang Kamasan,
Rerajahan, dan lain sebagainya.

d. Simpulan :
Dalam konsep estetika Hindu, suatu hasil seni untuk bisa dianggap indah dan berhasil
apabila dapat memenuhi Sad Angga (enam rincian syarat) yaitu; (1) Rupabheda, (2) Sadrsya,
(3) Pramana, (4) Wanikabangga, (5) Bhawa, dan (6) Lawanya. Enam syarat pokok tersebut
melekat dan mengikat setiap realitas seni dalam agama Hindu, dengan tujuan menciptakan
karya seni yang tepat, mantap, seimbang dan penuh dengan keindahan. Enam syarat pokok itu
sendiri, nampaknya terintegrasi dalam tiga dalil esetika Hindu yangmembangun realitas
kehidupan seni di Bali yakni, Satyam (kebenaran), Siwam (kesucian) dan Sundaram
(keindahan). Dalil Satyam (kebenaran) dalam realitas seni di Bali, mencangkup kebenaran dari
segi aturan (fakem) seni secara normative, maupun kebenaran dari segi moril. Kebenaran ini
pada akhirnya tertuang serta dapat disimak dan dinilai secara langsung, dalam sebuah
pertunjukan atau hasil akhir dari sebuah klasifikasi seni di Bali. Kebenaran yang tertuang dalam
sebuah praktek seni di Bali, kemudian lebih banyak ditujukan atau diposisikan sebagai wujud
Satyam (kesucian), yangterealisasi melalui kegiatan persembahan seni secara ikhlas kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Sehingga, ketika para penggiat atau
aktivis seni Bali menuangkan hasil seni sebagai persembahan suci pada Tuhan, maka secara
langsung hal tersebut memunculkan rasa kebahagiaan, kepuasan dan kedamaian bathin dari
pelaku seni itu sendiri.

Kesimpulan Review
Estetika merupakan sebuah nilai, terpaan rasa serta pandangan mengenai sisi baik dan
keindahan yang melekat dalam sebuah objek kesenian. Aspek nilai tersebut, pada dasarnya
dapat ditelisik pada masing-masing karya seni itu sendiri. Dan disetiap karya seni memiliki
berbagai macam-macam teknik yang digunakan, juga memilik makna yang tersirat di dalam
karya sini yang dibuat, baik berupa lukisan, musik, pertunjukan seni dan karya seni yang
lainnya. Selain itu konstruk estetika yang ada di Indonesia dalam aktivitas dan realitasnya,
dapat dijadikan salah satu cerminan untuk membuka cakrawala berpikir estetik secara lokal,
religius, serta tidak terbebas dari belenggu kebudayaan barat.

Anda mungkin juga menyukai