Tinjauan Pustaka Marnia
Tinjauan Pustaka Marnia
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1 Persepsi
suatu objek maupun orang lain. Pemahaman seseorang terhadap suatu informasi yang
disampaikan oleh orang lain yang sedang berkomunikasi, berhubungan atau bekerja
sama dapat menimbulkan persepsi. Persepsi juga disebut sebagai inti komunikasi
dimana proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia terjadi.
Dalam membentuk suatu persepsi pada seseorang ada beberapa faktor yang
Faktor ini bersifat personal yang berkaitan dengan kebutuhan individu, usia,
b) Faktor personal
c) Faktor situasional
Faktor ini terjadi berkaitan dengan bagaimana sifat seseorang atau kesan
d) Faktor struktural
Berasal dari sifat stimulus fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada
satu faktor yang dapat mengurangi risiko penyakit yang timbul setelah menikah baik
terhadap orangtua maupun pada bayi. Salah satu perawatan kesehatan sebelum
perilaku, dan preventif sosial yang dapat meningkatkan kemungkinan memiliki bayi
sehat. Pemerintah telah melakukan upaya untuk melakukan skrining terhadap wanita
al, 2021). Dalam skrining prakonsepsi dilakukan pemeriksaan fisik dan psikologis
calon pengantin, pemeriksaan psikologis tidak kalah penting untuk calon pengantin,
karena seorang individu dengan kondisi psikologis yang mengalami gangguan akan
beresiko melakukan kekerasan dalam rumah tangga karena kondisi emosional yang
untuk lebih menggali informasi sebelum menikah mengenai apa yang harus dilakukan
guna mengurangi risiko dan menanggulangi lebih awal terhadap penyakit keturunan
seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan stunting (Agrifa Winda et al., n.d.)..
II.1.2 Stunting
II.1.2.1 Definisi
yang dapat terjadi sejak dalam kandungan sampai anak usia dua tahun (Ayu, 2019).
Stunting disebabkan oleh kurang gizi kronis sehingga proses pertumbuhan anak
Stunting dapat disebabkan saat masa kehamilan, melahrkan, menyusui atau saat masa
nifas hal ini disebabkan oleh MPASI yang tidak mencukupi nutrisi balita (Prasetiya et
al., 2020). Anak yang mengalami stunting akan tumbuh lebih pendek dibandingan
dengan anak-anak seusianya, hal ini diukur dari panjang dan tinggi badan standar
tidak sesuai dengan umurnya, hal ini sangat dipengaruhi oleh asupan gizi ibu sejak
anak didalam kandungan. Kurangnya asupan gizi pada ibu saat hamil dapat
menyebabkan kurang gizi kronis pada anak dimana anak membutuhkan asupan gizi
yang cukup terutama pada usia 1000 hari pertama yang merupakan periode kritis
terhadap pertumbuhan anak, stunting merupakan salah satu indikasi bahwa seorang
tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang ditimbulkan adalah
kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke dan kualitas kerja
Beberapa dampak stunting bagi anak adalah sebagai berikut (Nurjanah, 2018) :
1. Anak yang mengalami stunting sebelum usia 6 bulan akan mengalami kejadian
stunting lebih berat menjelang usia dua tahun. Sehingga akan mempengaruhi
kondisi fisik dan mental anak tersebut yang menyebabkan proses belajar tidak
karena memiliki masalah gizi yang tidak baik sehingga akan berpengaruh
terhadap kesehatannya.
kognitifnya hal ini berpengaruh pula pada saat anak menginjak masa remaja,
(Nurjanah, 2018) :
bahasa
anak
II.1.3.1.1 Pengertian
bertambahnya jumlah sel akan diiringi dengan bertambahnya ukuran fisik (anatomi)
dan struktur tubuh. Pertumbuhan identik dengan perubahan ukuran fisik (Pambudi,
2019). Tumbuh kembang anak pada usia balita yaitu 1-3 tahun merupakan usia yang
membutuhkan gizi yang cukup untuk seorang anak bertumbuh karena pada usia ini
balita akan membutuhkan banyak energi untuk aktivitas fisik dengan intensitas tinggi
dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak yaitu faktor internal dan eksternal :
1. Faktor Internal
- Keluarga
- Umur
- Jenis kelamin
- Kelainan genetika
- Kelainan kromosom
2. Faktor Eksternal
Janin tumbuh dengan mengambil zat-zat gizi dari dalam tubuh ibunya
sehingga selama kehamilan sang ibu harus memenuhi kebutuhan gizi yang lebih
banyak dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil. Selain itu gizi yang cukup
juga diperlukan ibu untuk memproduksi asi saat bayi sudah lahir. Apabila ibu
hamil tidak cukup mengkonsumsi gizi yang dibutuhkan maka janin akan
mengambil persediaan yang ada didalam tubuh ibunya seperti sel lemak dan zat
besi yang akan membahayakan kesehatan ibu hamil (Ernawati et al., 2017).
2. Mekanis
Posisi fetus yang abnormal dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti club
foot.
3. Zat kimia/toksin
4. Endokrin
5. Radiasi
Pada ibu hamil paparan radiasi yang melebihi ambang batas aman dapat
6. Infeksi
Pada usia kehamilan trimester pertama dan kedua dapat terjadi infeksi
7. Kelainan imunologi
8. Anoreksia embrio
9. Psikologis ibu
Kondisi mental ibu hamil sangat mempengaruhi keadaan janin yang sedang
salah dan kekerasan mental pada ibu hamil dapat mempengaruhi kondisi janin
(Prakhasita, 2018).
Untuk menunjang pertumbuhan balita dibutuhkan gizi yang cukup dan seimbang
1. Energi
umur balita. Jumlah energi yang digunakan sebesar 50% untuk metabolisme tubuh, 5-
10% untuk Specific Dynamic Action. 12% untuk aktivitas fisik dan 10% terbuang
melalui feses. Sumber energi dapat berasal dari karbohidrat, lemak dan protein.
2. Protein
Pemberian protein disarankan sebanyak 2-3g/kg BB bagi bayi dan 1,5-2g/kg bB bagi
anak. Protein hewani dapat dipilih sebagai alterntif jenis protein berkualitas tinggi.
3. Air
Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, tubuh sangat membutuhkan air
4. Lemak
Kebutuhan lemak dianjurkan sebesar 15-20% dari jumlah energi yang dibutuhkan
oleh tubuh. Pemberian lemak pada balita harus dengan jumlah yang cukup.
5. Hidrat arang
Hidrat dapat ditemukan pada ASI maupun susu formula, jumlah hidrat arang yang
buah dan sayur sebanyak 1-1,5 mangkuk untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan
mineral.
7. Gizi Mikro
Kebutuhan gizi mikro meliputi zat besi yang berfungsi untuk reaksi oksidasi dalam
tubuh, Yodium yang berfungsi untuk mengatur perkembangan dan pertumbuhan dan
Berdasarkan standar tinggi badan World Health Organization dibuat standar yang
berbeda untuk balita laki-laki dan perempuan. Berikut standar tinggi badan anak
berdasarkan WHO :
1. Balita Laki-laki
Balita laki-laki dengan usia 0-11 bulan rata-rata memiliki tinggi badan 44,2 cm -
67,6cm, untuk usia 12-23 bulan memiliki tinggi badan 78,0 cm – 88,1 cm, balita
dengan usia 36-47 bulan memiliki rata-rata tinggi badan 85,0 cm – 90,3 cm.
Berdasarkan standart tersebut anak dengan usia yang sama akan memiliki tinggi
2. Balita Perempuan
Standar tinggi badan balita perempuan dengan usia 0-11 bulan adalah 45,4 cm – 65,2
cm, untuk 12-23 bulan 66,3 cm – 76,0 cm, 24-35 cm adalah 76,6-83,1 cm maka balita
perempuan yang memiliki tinggi badan dibawah batas normal termasuk balita yang
Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram termasuk dalam
kategori ringan memiliki persentil dibawah 10. Selain berat badan kategori BBLR
juga bisa terlihat dari panjang kurang dari 45cm, umur kehamilan kurang dari 37
minggu dan lingkar dada kurang dari 30cm (Ebtanasari, 2018). Berat badan
merupakan ukuran terpenting dalam pemeriksaan kesehatan anak, karena berat badan
lainnya sehingga menjadi indikator keadaan gizi pada masa pertumbuhan anak. Bayi
dengan BBLR berisiko mengalami stunting dibandingkan anak yang lahir dengan
2. Jenis kelamin
Kebutuhan gizi untuk bayi jenis kelamin laki-laki dan perempuan berbeda, begitu
pula saat menjadi dewasa. Pria membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan
2018).
3. Tinggi ibu
Peristiwa stunting pada balita dengan usia 6-12 bulan dan usia 3-4 tahun sangat
berhubungan dengan tinggi ayah dan ibunya. Ibu yang memiliki tubuh pendek akan
beresiko melahirkan bayi pendek. Tinggi badan ibu berpengaruh besar terhadap tinggi
badan anak yang dikandungnya, karena kromosom pendek yang dibawa oleh sang
ibu. Ibu yang memiliki tinggi badan (<150cm) cenderung beresiko dua kali lipat
memiliki anak yang stunting secara genetik ibu yang pendek akan menurunkan sifat
Asi ekslusif diberikan pada bayi minimal dalam jangka waktu enam bulan tanpa
campuran cairan lain dapat memenuhi kebutuhan bayi. Beberapa manfaat asi yang
- Sumber gizi paling ideal dan terbaik dengan komposisi seimbang dan sesuai
sehingga bayi yang diberi ASI ekslusif berpotensi memiliki kecerdansan yang
baik.
ASI ekslusif dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi sehingga pemberian ASI
ekslusif akan menurunkan resiko stunting yang terjadi pada anak karena gizi sudah
5. Faktor Ekonomi
Stunting disebabkan oleh kurangnya gizi secara kronis, pada keluarga dengan
jumlah pendapatan rendah akan beresiko tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi anak
terutama pada usia masa pertumbuhan. Faktor penyebab masalah gizi adalah
kemiskinan. Kemiskinan dapat menjadi penyebab utama kekurangan gizi pada anak,
sedangkan anak atau individu dengan masalah kurang gizi akan memperlambat
produktifitas kerja karena kekurangan fisik dan menurunnya fungsi kognitif sehingga
kemiskinan akan terus terjadi. Seseorang dengan kondisi stunting akan sulit produktif
seperti orang-orang dengan tinggi badan normal pada umunya, terutama banyaknya
pekerjaan yang menjadikan tinggi badan sebagai salah satu syarat dalam pekerjaan.
6. Tingkat pendidikan
Anak-anak yang lahir dari orangtua dengan tingkat pendidikan rendah akan
berpotensi memiliki anak dengan kondisi stunting, sebab mereka tidak memiliki
pengetahuan untuk memberikan gizi seimbang pada anaknya, sedangkan anak yang
lahir dari orangtua dengan pendidikan tinggi cenderung beresiko lebih rendah
memiliki anak dengan kondisi stunting sebab mereka lebih mengerti gizi yang
dibutuhkan oleh anak serta mereka tahu untuk selalu mencari informasi terkait
7. Usia Ibu
Usia ibu memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada anak.
Ibu yang masih tergolong remaja (<20 tahun) memiliki resiko yang lebih tinggi
memiliki keturunan stunting dibandingkan dengan ibu dengan usia produktif (20-34
tahun). Hal ini disebabkan oleh pertubuhan fisik pada ibu dengan usia remaja masih
berlangsung sehingga akan terjadi kompetisi memperoleh nutrisi yang cukup bagi ibu
dan janin, akibatnya janin akan beresiko mengalami kejadian stunting karena
Peran keluarga khususnya seorang ibu sangat penting dalam menghadapi kejadian
stunting pada anak dalam satu keluarga, pola asuh dari ibu harus dapat memperbaiki
gizi anak untuk mencegah atau menanggulangi kejadian stunting. Beberapa pola asuh
ibu yang dapat memperbaiki kondisi stunting pada anak adalah (Noorhasanah, 2021) :
- Memberikan ASI
- Memberikan makanan pendamping ASI sesuai usianya
Untuk meminimalisir kejadian stunting yang terjadi pada anak, calon pengantin
harus melakukan upaya pencegahan terutama saat salah satu atau kedua calon
anak. Calon pengantin wanita yang merupakan calon ibu sangat berperan penting
dalam upaya pencegahan stunting. Stunting tidak hanya disebabkan oleh kurangnya
gizi dalam asupan makanan tetapi tempat maknaan, jumlah anggota keluarga, peran
untuk mencegah terjadinya stunting pada anak, dalam program ini dilakukan proses
a) Remaja
b) Calon pengantin
c) Ibu hamil dan pasca persalinan
d) Ibu menyusui
stunting
kerangka teori mengenai persepsi individu serta faktor-faktor pada kejadian stunting
terutama pada calon pengantin. Kerangka ini menggunakan teori Health Belief Model
penyakit. Teori ini menjelaskan sikap dan kepercayaan individu dalam perilaku
kesehatan, adanya persepsi yang baik atau tidak baik dapat berasal dari pengetahuan,
pengalaman, dan informasi yang diperoleh suatu individu sehingga terjadi tindakan
dalam memandang sesuatu (Irwan, 2017). Dalam teori Health Belief Model
menekankan pada persepsi yang kuat terhadap suatu penyakit dan bagaiman tindakan
yang akan dilakukan untuk mencegah hal tersebut, maka kerangka teori akan dibuat
sebagai berikut :
Kemungkinan Stunting pada bayi
Program Pendampingan
Keluarga Pedoman Tindakan
Kemungkinan Tindakan
1. Pendidikan
2. Gejala-gejala
3. Media
Agrifa Winda, S., Fauzan, S., Fitriangga, A., Studi Keperawatan, P., & Kedokteran,
F. (n.d.). Tinggi Badan Ibu Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita: Jurnal
Kesehatan 6(1).
Makassar.
Arsyad, J. F., Setiawaty, Y., & Yusnidar, Y. (2022). Pengaruh Pengetahuan Calon
Pengantin Sebelum dan Setelah diberikan Pendidikan Gizi 1000 HPK Melalui
Media Presentasi dan Booklet. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1),
282–287. https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.742
Ayu, R. (2019). Studi Kasus Pada Bayi Stunting Usia 6-12 Bulan Di Desa Singaparna
297.
Irwan (2017). Etika dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta. CV Absolute Media. 144-
145.
Ernawati, A., Perencanaan, B., Daerah, P., & Pati, K. (2017). Masalah Gizi Pada Ibu
Hamil Nutritional Issues Among Pregnant Mothers. In Jurnal Litbang: Vol. XIII
(Issue 1).
Khasanah, N. (2018). Faktor Risiko Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan
Yogyakarta.
Nurrahima, F. E. (2021). Fenomena Stunting Pada Anak Balita Di Desa Jambu Ilir
Prasetiya, T., Ali, I., Rohmat, C. L., & Nurdiawan, O. (2020). Klasifikasi Status