Disusun Oleh:
2023
Regulasi Konten Digital yang Bertanggung Jawab: Harmonisasi
Hukum dan Etika
(Kelompok Laki-Laki)
Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau, Pekanbaru, Indonesia
Abstract
This research explores legal and ethical challenges in the context of social
engineering in the digital world with a focus on aspects of the spread of false
information and child protection. Using normative and descriptive analytical
research methods, secondary data is used as a source of information to
investigate the impact of social engineering on digital communication ethics. The
research results show that digital communication norms are disrupted by the
practice of spreading false information and strengthening filter bubbles.
Communication law and ethics theory provides a foundation for identifying risks
and formulating protective approaches, with digital ethics education a key
element in addressing these challenges.
Abstrak
Penelitian ini mengeksplorasi tantangan hukum dan etika dalam konteks rekayasa
sosial di dunia digital dengan fokus pada aspek penyebaran informasi palsu dan
perlindungan anak. Dengan menggunakan metode penelitian normatif dan
deskriptif analitis, data sekunder digunakan sebagai sumber informasi untuk
menyelidiki dampak rekayasa sosial terhadap etika komunikasi digital. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa norma-norma komunikasi digital terganggu oleh
praktek menyebarkan informasi palsu dan memperkuat filter bubble. Teori hukum
dan etika komunikasi memberikan landasan untuk mengidentifikasi risiko dan
merumuskan pendekatan perlindungan, dengan pendidikan etika digital sebagai
elemen kunci dalam mengatasi tantangan ini.
kebocoran data pribadi yang sering terjadi, dan tindakan diskriminatif yang
dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, semuanya merupakan situasi
nyata yang terkait erat dengan pelanggaran hukum. Keberadaan permasalahan ini
menyoroti kompleksitas dan dampak negatif yang dapat timbul akibat kemajuan
pesat dalam teknologi komunikasi 5.
1
Utomo, “TANTANGAN HUKUM MODERN DI ERA DIGITAL.”
2
Bahram, “TANTANGAN HUKUM DAN ETIKA (REKAYASA SOSIAL TERHADAP KEBEBASAN
BERPENDAPAT DI DUNIA DIGITAL).”
3
Pakpahan, “Analisis Fenomena Hoax Diberbagai Media Sosial Dan Cara Menanggulangi Hoax.”
4
Kurniawati, “Pertanggungjawaban Pidana Atas Penyebaran Berita Bohong Hoax Di Media Sosial.”
5
Hans Karunia H, “Etika Dan Regulasi Industri Komunikasi: Studi Kasus Pada Regulasi Privasi Data
Digital Di Indonesia,” Open Journal Systems, 18.1 (2023)
<http://binapatria.id/index.php/MBI/article/view/458>.
Hal yang sama juga disematkan oleh Udiyo Basuki dkk bahwa
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah memberikan dampak
signifikan pada cara berkomunikasi dan menyebarkan informasi, tetapi sayangnya,
fenomena yang semakin marak adalah penyebaran berita palsu atau hoax, terutama
melalui jejaring media sosial online6. Penyebaran hoax merupakan dampak dari
perilaku mekanis yang muncul sebagai konsekuensi dari masifnya teknologi dan
media sosial. Kemudahan dalam menerima, berbagi, dan memberikan komentar
melalui platform media sosial menjadi pemicu utama terjadinya fenomena ini.7
6
Hernowo and Saputra Pratama Erawan, “Divine Tobacco: A Paradox Among Health Fascism.”
7
Basuki and R.Hendradi, “Strategic Measures to Determine Hoax: A Policy and Legal Approach.”
8
Naufal, “Literasi Digital.”
9
Antonius Havik, “Analisis Hukum Terhadap Instrumen Kebijakan Pemerintah Dalam Mewujudkan
Akselerasi Literasi Digital.”
komunikasi tradisional bercampur aduk dengan platform-platform daring, media
sosial, dan alat-alat komunikasi modern lainnya. Meskipun terjadi pergeseran
fungsi dan peran, terdapat kecenderungan bahwa netizen kini memiliki kendali
penuh terhadap produksi dan distribusi informasi. Mereka memiliki kebebasan
untuk memilih jenis informasi yang ingin mereka akses dan dari sumber mana
informasi tersebut diperoleh. Namun, sayangnya, kebebasan ini tidak selalu
menghasilkan dampak positif. Sebaliknya, telah terjadi pergeseran arah yang
awalnya diharapkan positif menjadi lebih negatif 10. Ruang media yang semestinya
menjadi sarana pembelajaran dan pencerahan bersama justru menjadi tempat untuk
memamerkan sikap acuh-tak-acuh, amarah dan kebencian11, mengelola masalah
ini seringkali lebih menantang dan menghadapi tantangan hukum di negara-negara
di mana undang-undang tidak sepenuh menanganinya12.
Dalam konteks yang begitu dinamis ini, penelitian menjadi semakin penting
untuk menjelajahi implikasi, tantangan, dan peluang yang muncul dari perubahan
ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki lebih lanjut dampak
revolusi digital terhadap kebebasan berpendapat dan ekspresi, serta bagaimana
dinamika rekayasa sosial di dunia digital memengaruhi proses-proses
demokratisasi. Dalam konteks ini, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki
"Tantangan Harmonisasi Hukum dan Etika: Rekayasa Sosial terhadap Kebebasan
Berpendapat di Dunia Digital.
Kajian Pustaka
13
Menurut Cialdini dalam Bahram Rekayasa sosial di dunia digital merujuk pada
usaha yang sengaja dilakukan untuk memanipulasi persepsi, sikap, dan perilaku
10
Maria Herawati, “Penyebaran Hoax Dan Hate Speech Sebagai Representasi Kebebasan
Berpendapat.”
11
Sudibyo, “Media Sosial , Demokrasi Dan Problem Etika.”
12
Bari and Taufik, “Implikasi Hukum Dan Sosial Dari Kriminalisasi Cyberbullying : Tinjauan
Terhadap Perlindungan Korban Dan Tersangka.”
13
Bahram, “TANTANGAN HUKUM DAN ETIKA (REKAYASA SOSIAL TERHADAP KEBEBASAN
BERPENDAPAT DI DUNIA DIGITAL).”
masyarakat melalui berbagai strategi,seperti disinformasi, polarisasi, dan filter
bubble. Teori rekayasa sosial menyatakan bahwa pihak-pihak tertentu dapat
memanfaatkan media sosial dan platform digital untuk memengaruhi opini publik
sesuai dengan tujuan mereka.
Selain disinformasi, polarisasi juga menjadi salah satu strategi umum dalam
rekayasa sosial di dunia digital. Beberapa aktor sengaja memanfaatkan
ketidaksetujuan atau perbedaan pendapat yang sudah ada dalam masyarakat dan
mengamplifikasinya. Dengan memperkuat perpecahan antara kelompok-kelompok,
mereka menciptakan ketegangan sosial yang dapat diarahkan sesuai dengan tujuan
mereka. Teori rekayasa sosial menekankan bahwa polarisasi dapat menjadi alat
yang efektif untuk memperkuat identitas kelompok dan meningkatkan pengaruh
aktor-aktor tersebut di tengah persaingan opini publik yang semakin kompleks 15.
14
ibid.
15
Sunstein, Republic Divided Democracy in the Age of Social Media.
16
McQuail, CQuail’s Mass Communication Theory.
media, dan platform digital dalam menyajikan serta memproses informasi secara
bertanggung jawab 17.
17
Ess, Digital Media Ethics.
18
Watie, “Komunikasi Dan Media Sosial (Communications and Social Media).”
pengalaman pengguna, tetapi juga membuka ruang untuk beragam bentuk
partisipasi dalam ranah digital.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat normative dan dengan
pendekatan deskriptif analitis. Pengumpulan data pada penelitian ini diambil dari
data sekunder sebagai sumber informasi. Dalam kerangka studi ini menyelidiki
tantangan harmonisasi hukum dan etika yang menjadi fenomena dalam praktik
rekayasa social di digital
Pembahasan
Tidak dapat disangkal bahwa migrasi ke dalam ranah digital menjadi suatu
keharusan pada zaman ini. Perubahan ini membawa dampak signifikan terhadap
kebutuhan untuk bijaksana dalam mengelola ekosistem digital19. Semakin
banyaknya interaksi dan transaksi yang terjadi secara online menuntut kesadaran
19
Hidayah, Simatupang, and Belladonna, “Pembudayaan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Konsep Etika
Ruang Digital Di Era Post-Pandemi.”
akan pentingnya pengelolaan yang cerdas dan bertanggung jawab terhadap
lingkungan digital.
20
Malik, “Jurnalisme Kuning, ‘Lampu Kuning’ Etika Komunikasi Massa.”
21
Hidayah, Simatupang, and Belladonna, “Pembudayaan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Konsep Etika
Ruang Digital Di Era Post-Pandemi.”
inovasi, dan mengatasi tantangan yang muncul seiring dengan perkembangan
teknologi digital.
Dalam analisis komunikasi digital, Penelitian ini menelisik bahwa rekayasa
social dapat merusak etika dengan mendesiminasi informasi yang tidak benar dan
memperkuat algoritma filter buble. Penelusuran ini menganalisis proses bagaimana
sebuah teori hukum dan etika komunikasi dapat mengarahkan definisi dan
penegakan norma-norma tersebut. dengan transparansi dan akuntabilitas sebagai
kunci mengatasi tantangan etika dalam rekayasa social.
22
Dinata, “Literasi Digital Dalam Pembelajaran Daring.”
norma etika dan hukum. Pembahasannya mencakup penyesuaian kebijakan hukum
dan etika terhadap perkembangan global.
23
Dippu et al., “Konsep Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Pidana Nasional Yang Akan
Datang Program Studi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial.”
teknologi adalah suatu keharusan untuk menghadapi kejahatan di dunia maya
dan memahami peran teknologi dalam pelanggaran hukum. Dalam mengatasi
tantangan ini, perlu diterapkan pendekatan yang proaktif dan adaptif untuk
memastikan relevansi hukum pidana dalam konteks teknologi yang terus
berkembang.
Masyarakat juga sebaiknya dilibatkan secara aktif dalam konsep
pertanggungjawaban pidana. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan
penerapan hukum dapat meningkatkan efektivitasnya. Pendidikan masyarakat
tentang norma-norma hukum dan tanggung jawab bersama dalam menjaga
keamanan dapat menjadi komponen penting dari pendekatan ini. Melibatkan
masyarakat secara langsung membuka ruang bagi kerjasama yang lebih baik
antara lembaga hukum dan warga, memperkuat pemahaman bersama terhadap
nilai-nilai hukum, dan mendorong partisipasi aktif dalam menjaga ketertiban
sosial.
Penutup
Hasil penelitian menyoroti kompleksitas tantangan hukum dan etika
dalam dunia rekayasa sosial digital. Teori hukum dan etika komunikasi menjadi
pemandu esensial dalam mengenali risiko dan merumuskan strategi
perlindungan, terutama terkait dengan penyebaran informasi palsu dan
perlindungan anak di ranah digital. Peran utama pendidikan etika digital
tampaknya vital dalam menanggulangi isu-isu ini dan perlu disematkan secara
efisien dalam kurikulum pendidikan. Menghadapi dinamika globalisasi dan
kemajuan teknologi, kerjasama internasional menjadi mutlak untuk memperkuat
penegakan hukum dan etika di tingkat global. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ketidaksetaraan dalam regulasi antarnegara dan tantangan penegakan
hukum di tingkat internasional memerlukan perhatian lebih lanjut. Walaupun
teori hukum dan etika komunikasi memberikan fondasi, keberlanjutan dalam
diskusi, penelitian, dan partisipasi aktif masyarakat sipil menjadi kunci untuk
menjaga relevansi dan efektivitas kerangka hukum dan etika menghadapi evolusi
terus-menerus dalam teknologi dan dinamika rekayasa sosial.
Daftar Pustaka
http://binapatria.id/index.php/MBI/article/view/458.
https://doi.org/10.53947/perspekt.v1i2.32.
Pakpahan, Roida. “Analisis Fenomena Hoax Diberbagai Media Sosial Dan
Cara Menanggulangi Hoax.” Konferensi Nasional Ilmu Sosial &
Teknologi (KNiST) 1, no. 1
(2017): 479–84.
http://seminar.bsi.ac.id/knist/index.php/UnivBSI/article/view/184.
Sudibyo, Agus. “Media Sosial , Demokrasi Dan Problem Etika.” Jurnal
Visioner
02 (2018): 1–13.
Sunstein, Cass. Republic Divided Democracy in the Age of Social Media.
New Jersey: Princeton University Press., 2017.