Anda di halaman 1dari 25

PEDOMAN

MANAGEMEN NYERI

Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap


Tahun 2022

1
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILACAP
NOMOR : 188.47/ 295 /TAHUN 2022

TENTANG

PANDUAN MANAJEMEN NYERI


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILACAP

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILACAP,


Menimbang : a. bahwa dalam rangka membantu
meningkatkan kualitas hidup pasien,
menurunkan angka mortalitas dan
menfasilitasi proses pemulihan pasien;
b. bahwa untuk mendukung keberhasilan
Pelayanan yang bermutu maka diperlukan
Acuan dalam bentuk Panduan Pelayanan baik
ditingkat Rumah Sakit maupun di Unit kerja;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b perlu menetapkan Keputusan
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Cilacap tentang Panduan Manajemen Nyeri
di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004


tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
2. Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063), sebagaimana telah diubah dengan
Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);

2
3. Undang–Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072), sebagaimana telah
diubah dengan Undang–Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5607);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah
Sakit;
7. Perturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1087/ MENKES/ SK/VIII/
2010 Tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
HK.01.07/MENKES/503/ 2020 tentang komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
10. Peraturan Bupati Cilacap Nomor 166 Tahun
2020 tentang Pembentukan, Kedudukan,
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah pada
Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap (Berita

3
Daerah Tahun 2020 Nomor 166);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KESATU Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum


Daerah Cilacap tentang Panduan Manajemen
Nyeri di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap.

KEDUA : Panduan Manajemen Nyeri Rumah Sakit Umum


Daerah Cilacap Sebgaimana Dalam Lampiran
Keputusan Ini.

KETIGA Panduan Manajemen Nyeri Sebagaimana Dalam


Diktum KESATU, digunakan sebagai acuan bagi
penyelanggaran pelayanan di Rumah Sakit Umum
Daerah Cilacap.

KEEMPAT : Panduan Manajemen Nyeri di Rumah Sakit Umum


Daerah Cilacap ini perlu di evaluasi 3 tahun sekali
atau bila memang ada perubahan dalam panduan
tersebut.

KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.

Ditetapkan di Cilacap
pada tanggal 1 Oktober 2022

DIREKTUR RSUD CILACAP,

MOCH. ICHLAS RIYANTO

DAFTAR ISI

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILACAP...................i


DAFTAR ISI............................................................................................................ vi

4
BAB I DEFINISI....................................................................................................... 1
BAB II RUANG LINGKUP........................................................................................2
BAB III TATA LAKSANA..........................................................................................4
A. Asesmen nyeri...............................................................................................4
B. Cara melakukan asesmen nyeri....................................................................4
C. Pemeriksaan pada pasien dengan nyeri........................................................6
D. Metode penilaian skor nyeri...........................................................................9
E. Kriteria nyeri.................................................................................................13
F. Penanganan nyeri........................................................................................14
Algoritma manajemen nyeri................................................................................22
BAB DOKUMENTASI............................................................................................23

LAMPIRAN :
KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD CILACAP
NOMOR : 188.47/ 295 /TAHUN 2022
TENTANG : PANDUAN MANAJEMEN NYERI DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILACAP

BAB I
DEFINISI
Nyeri merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan diakibatkan
adanya kerusakan jaringan. Nyeri bersifat subyektif yang artinya masing-masing
individu memiliki respon nyeri yang berbeda-beda, kadang-kadang sulit diungkapkan
dan hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang
lain. (daniels,2004 ).
Menurut international association for study of pain ( iasp ), nyeri adalah suatu
sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang aktual dan potensial atau yang dirasakan , atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Pada tahun 1999, the veterans health administrasion mengeluarkan kebijakan
untuk memasukkan nyeri sebagai tanda vital ke lima, jadi perawat tidak hanya mengkaji
suhu tubuh,nadi,tekanan darah, dan respirasi tetapi juga harus mengkaji tentang nyeri.
Berdasarkan hal diatas maka saat ini dalam proses perawatan pasien, nyeri telah
dimasukkan dalam salah satu tanda vital pasien sehingga setiap pasien yang dilakukan

5
perawatan mulai pasien rawat jalan maupun rawat inap perlu dilakukan manajemen
nyeri.
Mengingat pentingnya manajemen nyeri bagi pasien maka rsud cilacap perlu
untuk membuat panduan manajemen nyeri yang akan dipakai untuk pengelolaan
pasien yang mengalami nyeri.

BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pelayanan nyeri yaitu semua pasien dengan kondisi nyeri yang
membutuhkan pelayanan manajemen nyeri, pengobatan dan observasi nyeri. Pada
tahun 1986, the nasional institutes of health consensus conference on pain
mengkategorikan nyeri menjadi 2 tipe yaitu :
1. Nyeri akut, merupakan hasil dari injury acute, penyakit dan pembedahan. Nyeri
akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki
hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
2. Nyeri kronik :
 Non keganasan di hubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa
penyembuhan atau tidak progresif
 Keganasan adalah nyeri yang di hubungkan dengan kanker atau proses
penyakit lain yang progresif.
 Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri
kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan
dan sering sekali tidak diketahui penyebab yang pasti
Karakteristik nyeri akut nyeri kronis
1. Nyeri akut
 Onset : baru terjadi
 Durasi : < 6 bulan
6
 Respon sso : terjadi peningkatan pada (hr, rr, td), berkeringat, dilatasi pupil,
tegangan otot
 Relevansi penyembuhan : menghilang seiring proses penyembuhan
 Analgesik : responsif
2. Nyeri kronis
 Onset : kontinu atau intermiten
 Durasi : > 6 bulan
 Respon sso : jarang timbul
 Relevansi penyembuhan : terus berlangsung setelah penyembuhan
 Analgesik : jarang responsif

7
BAB III
TATA LAKSANA

A. Asesmen nyeri
Asesmen nyeri adalah suatu tindakan melakukan penilaian rasa nyeri
pada pasien di rumah sakit yang terdiri dari asesmen awal dan asesmen ulang
nyeri. Nyeri merupakan salah satu dari tanda-tanda vital. Oleh karena itu dalam
melakukan asesmen dan pemeriksaan tanda-tanda vital , faktor nyeri harus
dilakukan asesmen. Asesmen nyeri awal adalah suatu tindakan melakukan
penilaian rasa sakit / nyeri pada saat pasien dilayani pertama kali di rawat jalan,
igd maupun rawat inap.
Asesmen nyeri ulang adalah suatu tindakan melakukan penilaian ulang
terhadap rasa sakit / nyeri pada pasien yang telah dilakukan asesmen nyeri
awal maupun yang telah dilakukan pengelolaan nyeri baik di rawat jalan, igd,
ruang rawat inap, rawat khusus icu, hdn, maupun hemodialisa, sampai pasien
terbebas dari rasa nyeri

B. Cara melakukan asesmen nyeri


a. Semua pasien yang diperiksa di rsud cilacap baik pasien anak maupun
dewasa, pasien yang ada di ugd, urj , uri , pasien yang akan operasi , pasien
di icu,hdn, maupun peresti harus dilakukan asesmen awal nyeri .
b. Asesmen awal nyeri dilakukan dengan cara anamnesa kepada pasien ,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tanda-tanda vital.
c. Anamnesa terhadap keluhan nyeri pada pasien, hal –hal yang ditanyakan
pada pasien saat melakukan anamnesa adalah sebagai berikut :
 Onset : Kapan mulai terjadi nyeri?,berapa lama
Nyeri dirasakan ? (menit,jam,hari,bulan
dll), seberapa sering nyeri terjadi ?
 Provocating (penyebab) : Apa yang menjadi pencetus atau yang
Memperberat terjadinya nyeri?apa
yang dapat meredakan nyeri?
 Quality (kualitas ) : kualitas nyeri ? Seperti apa nyeri yang
Dirasakan?apakah seperti tertusuk?
terbakar? Kena benda tumpul? Seperti
8
tertekan benda berat? kram?
 Region (lokasi ) : apakah nyerinya menyebar?bila
menyebar ke daerah tubuh yang
mana?
 Severate (skala) : berapa skala nyeri yang dirasakan
pasien,
Dengan cara mengukur skala nyeri
dengan menggunakan metode yang
sesuai dengan pasien
d. Asesmen ulang nyeri dilakukan kepada pasien yang telah dilakukan
penanganan / pengelolaan nyeri atau dilakukan tiap 30 menit s/d 1 jam
setelah pemberian obat nyeri.
e. Asesmen ulang nyeri dilakukan setiap
- Shift
- Pada saat pengukuran tanda – tanda vital pasien
- 1 jam setelah pengelolaan nyeri atau sesuai jenis dan onset obat.
- Setelah pasien menjalani prosedur operasi / tindakan lain yang
menimbulkan rasa sakit.
- Sebelum transfer pasien antar ruang / bagian
- Setelah pasien transfer antar ruang / bagian
- Sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
f. Untuk pasien yang mengalami nyeri cardiak ( jantung ), dilakukan asesmen
ulang tiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena.

C. Pemeriksaan pada pasien dengan nyeri


a. Pemeriksaan fisik
Dalam melakukan pemeriksan fisik kepada pasien yang mengalami
nyeri , ada beberapa hal yang nampak dan perlu diperhatikan yaitu:
- respon fisiologis
stimulasi simpatik ( pada nyeri ringan, sedang dan berat ), seperti :
 Dilatasi saluran bronchial
 Peningkatan RR , HR dan TD
9
 Peningkatan kadar gd,kekuatan otot
 Diaphoresis
 Dilatasi pupil
- stimulasi parasimpatis ( khusus pada nyeri sangat berat ):
 Muka pucat
 Otot mengeras
 Penurunan hr dan td
 Nafas cepat dan irreguler
 Nousea dan vomitus
 Kelelahan dan keletihan
- respon tingkah laku, meliputi :
 Pernyataan verbal ( mengaduh,menangis, sesak nafas,
mendengkur )
 Ekspresi wajah ( menangis,menggeletukkan gigi , menggigit bibir )
 Gerakan tubuh ( gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan
gerakan tangan dan jari )
 Interaksi sosial ( menghindari percakapan,menghindari kontak
sosial, penurunan perhatian, focus pada aktivitas menghilangkan
nyeri

b. Pemeriksaan umum
 Tanda vital : suhu, tensi, nadi, pernafasan.
 Ukur bb dan pb/tb.
 Cek apakah terdapat lesi / luka pada kulit seperti jaringan parut
akibat operasi, hyperpigmentasi,ulserasi, tanda bekas jarum suntik
 Perhatikan apakah ada ketidak segarisan tulang ( malalignment),
atrofi otot,
 Fasikulasi,diskolorasi dan edema.
c. Pemeriksaan status mental
 Orientasi pasien
 Kemampuan mengingat jangka panjang,pendek dan segera.
 Kemampuan kognitif

10
 Kondisi emosional pasien termasuk gejala depresi,tidak ada
harapan atau kecemasan.
d. Pemeriksaan sendi
 Periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
 Catat pergerakan aktif semua sendi,perhatikan adanya
keterbatasan gerak,
 Diskinesis, raut wajah meringis atau asimetris
 Catat pergerakan pasif sendi yang terlihat abnormal/ dikeluhkan
oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif ) perhatikan adanya
limitasi gerak, raut wajah meringis atau asimetris.
 Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri.
 Periksa stabilitas sendi apakah ada cidera pada ligament
e. Pemeriksaan motorik
nilai kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria dibawah
ini :

Deraja Keterangan
t
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan
tahanan kuat
4 Mampu melawan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan ke kanan tetapi
tidak mampu melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot ( inspeksi/palpasi ), tidak
menghasilkan pergerakan.
0 Tidak terdapat kontraksi otot

f. Pemeriksaan sensorik :
 Pemeriksaan sensorik mekanik ( tidak nyeri ) : getaran.
 Pemeriksaan sensorik mekanik ( nyeri ) : tusukan jarum pin
prick,tekanan.
 Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas )
11
 Pemeriksaan sensasi persepsi
g. Pemeriksaan neurologi :
 Evaluasi nervus kranial i-xii terutama bagi pasien yang mengeluh
nyeri
 Wajah, servikal dan sakit kepala.
 Periksa reflek otot
 Nilai adanya refleks babinski dan hoffman
 Nilai gaya berjalan pasien.
h. Pemeriksaan khusus :
Terdapat 5 tanda non organik pada pasien dengan gejala nyeri, tetapi
tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien hal ini
terjadi karena hypokondriasis, histeria, depresi. ke 5 tanda tersebut
adalah :
1. Distribusi nyeri superfisial atau non anatomik
2. Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik
3. Verbalisasi berlebihan terhadap nyeri ( over-reaktif )
4. Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes / pemeriksaan nyeri
5. Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten ( berpindah-pindah ) saat
gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang berbeda ( distraksi )
i. Pemeriksaan radiologi :
Dilakukan pada pasien dengan indikasi :
- Pasien nyeri curiga penyakit degeneratif tulang belakang.
- Curiga adanya neoplasma, infeksi tulang belakang, penyakit
inflamatorik dan penyakit vaskuler.
- Pasien dengan deficit neurologis motoric
j. Khusus pada bayi , tanda dan gejala nyeri yang perlu diperhatikan
adalah :
- Menangis lebih keras, melengking, berlangsung lama dari biasanya.
- Jika bayi sangat sakit atau prematur kadang –kadang tenang jika
kesakitan karena tidak punya tenaga untuk menangis, perhatikan raut
wajah bayi, mungkin meringis, membuka mulut, kerut dahi,memiliki
garis yang dalam disekitar hidung dan menekan mata yang tertutup.
- Postur tubuh dan gerakan tubuh bayi mungkin tegang / kaku dengan
lengan dan kaki ditarik atau semua berbaring.
12
- Bayi bisa juga menggerakkan tangan dan kaki masuk dan keluar.bayi
bisa rewel, gelisah, tidak sesuai jadwal biasanya,menolak makan dan
tidur.
- Perubahan ttv seperti : detak jantung, pernafasan, td, jumlah oksigen
dalam darah.

D. Metode penilaian skor nyeri


Rsud cilacap menetapkan 4 metode yang dapat dipakai untuk menilai skor Nyeri
yaitu :

1. Wong Baker Face Painscale (WBFP)


o Indikasi : Digunakan untuk pasien dewasa dan anak > 3 tahun yang
tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.
o Cara : dokter, perawat, bidan menilai intensitas nyeri yang
dirasakan pasien dengan cara mencocokkan skala nyeri dengan ekspresi
wajah pasien

Keterangan :
Wajah 0 : pasien tidak merasakan nyeri sama sekali.
Wajah 2 : pasien hanya sedikit merasakan nyeri.
Wajah 4 : pasien merasa lebih nyeri ( agak mengganggu )
Wajah 6 : pasien merasa jauh lebih nyeri ( mengganggu aktivitas )
Wajah 8 : pasien merasa sangat nyeri tetapi tidak sampai menangis (sangat
mengganggu )
Wajah 10 : pasien merasa sangat nyeri sampai menangis ( tak tertahankan )

2. FLACC ( Face, Leg, Activity, Cry, Consolability )


o Indikasi : digunakan pada anak usia < 3 tahun yang belum dapat
berkomunikasi , atau pada pasien nicu yang tidak dalam pengaruh sedasi.

13
o Cara :pasien diukur nyerinya dengan cara mengkaji ekspresi wajah
pasien, gerakan kaki,aktifitas pasien, menangis dan suara pasien dengan
di cocokkan pada tabel dan dilakukan scoring

o skala :
Pengkajian 0 1 2 Nilai
Wajah Tersenyum/ Terkadang Sering
tak ada meringis menggetarkan
ekspresi /menarik diri dagu &meng-
khusus atupkan rahang
Kaki Gerakan Tidak tenang/ Kaki dibuat me-
normal/ tegang nendang/menarik
Relaksasi diri
Aktivitas Tidur,posisi Gerakan Melengkungkan
normal mudah menggeliat punggung/kaku/
bergerak berguling, kaku Menghentak
Menangis Tidak Mengerang,mer Menangis terus
menangis e-ngek-rengek menerus,terhisak,m
(bangun/tidur) enjerit
Bersuara Bersuara Tenang bila Sulit utk
normal, dipe- ditenangkan
tenang luk,digendong
atau diajak
bicara

- keterangan :
total scor :
Skala 0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7 -10 : nyeri berat
3. CCPOT ( critical care pain observation tools )
14
o indikasi : digunakan pada pasien yang dalam pengaruh sedasi / tidak
sadar dan pasien yang di rawat di unit icu dengan menggunakan
ventilator .
o cara : pasien diukur nyerinya dengan cara mengkaji ekspresi wajah
pasien, gerakan tubuh,ketegangan otot, mengikuti ventilator dan
Penggunaan obat kemudian di cocokkan pada tabel dan dilakukan
scoring.
o skala :
Kategori 0 1 2
Ekspresi wajah Tidak tampak Dahi mengkerut, Kontraksi dapat
kontraksi otot penurunan alis diatasi dengan
wajah mata, kontraksi mata memejam
wajah lain cepat
Gerakan tubuh Tidak bergerak Gerakan lambat Berusaha
sama sekali berusaha mencabut selang (
menyentuh tube ), berusaha
daerah nyeri duduk, gerakan
tangan / kaki tidak
mematuhi
perintah, mencoba
melompat
Ketegangan Tidak ada Ada tahanan Tahanan yang
otot tahanan saat saat digerakan kuat sampai tidak
( evakuasi digerakan bisa dikerjakan
dengan
menggerakan
lengan secara
pasif)
Mengikuti Alarm tidak Alarm berbunyi Asinkroni, alarm
ventilator berbunyi, tetapi berhenti sering berbunyi
( terintubasi ) sendiri,
atau

15
Vokalisasi ventilasi lancar, mengeluh atau Menangis atau
( ekstubasi ) bicara secara mengerang berteriak
normal
Penggunaan Tidak memakai Memakai obat Memakai obat
obat obat intermiten terus menerus
( drugs ) ( continous )

Keterangan :
Total score :
Skala 0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7 -10 : nyeri berat

E. Kriteria nyeri
Berdasarkan skala nyeri atau berat ringannya nyeri , kriteria nyeri dibagi
menjadi 3 yaitu nyeri ringan,nyeri sedang dan nyeri berat.
1) Nyeri ringan
Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang ringan dimana
pada pengukuran skala nyeri ada pada skala 1- 3. Pada nyeri ringan
biasanya pasien secara obyektif masih dapat berkomunikasi dengan baik.
2) Nyeri sedang
Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang,
dimana pada pengukuran skala nyeri ada pada skala 4 - 6. Pada nyeri
sedang secara obyektif pasien nampak mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri dan dapat mendiskripsikan nyeri yang dirasakan
serta masih dapat mengikuti perintah dengan baik.
3) Nyeri berat
Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat, dimana
pada pengukuran skala nyeri pada skala 7-10. Pada nyeri berat secara
obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon
terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendiskripsikannya dan tidak dapat diatasi dengan alih baring dan nafas
panjang.
16
F. Penanganan nyeri
Sebelum melakukan penanganan nyeri , dokter/ perawat terlebih dahulu
melakukan asesmen nyeri yang dirasakan pasien karena nyeri merupakan
pengalaman interpersona; dari pasien sendiri.
Penanganan terhadap nyeri secara umum dilakukan dengan cara non
farmakologis dan farmakologis. Dibawah ini cara penanganan nyeri berdasarkan
tingkat berat ringannnya nyeri yang dirasakan pasien.
A. Nyeri ringan ( skala 1-3 )
Pada pasien dengan nyeri ringan atau skala 1-3 ,secara umum
penanganannnya dilakukan melalui tindakan non farmakologi yang
disesuaikan menurut kemampuan pasien seperti tindakan dibawah ini :
1) Stimulasi kulit
Tehnik ini mendistraksi pasien dan menfocuskan perhatian pada stimulas
taktil jauh dari sensasi yang menyakitkan sehingga mengurangi persepsi
nyeri. Beberapa tindakan yang dapat mengurangi rasa nyeri adalah :
 massage :
Suatu tindakan untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien
sehingga dapat membantu relaksasi dan menurunkan ketegangan
otot dan dapat mengurangi kecemasan.
 kompres panas atau dingin
Seperti : mandi hangat, bantalan pemanas, kantong es, massage es,
kompres panas atau dingin, rendam air hangat atau dingin : secara
umum dapat meredakan nyeri dan meningkatkan pemulihan area
cidera.
 stimulasi kontra lateral
Tindakan menstimulasi kulit pada area yang berlawanan dengan
area nyeri ,Contoh : menstimulasi lutut kiri jika nyeri dirasakan pada
lutut kanan dll Dapat juga dengan digaruk karena gatal, dimassage
karena kram atau diberi kompres .
2) Immobilisasi
pembatasan gerak bagian tubuh yang sakit dapat membantu mengatasi
nyeri akut. Dapat juga diberi bebat atau alat penyangga untuk nyeri akut
pada area persendian.

17
a. Tehnik distraksi
Metode nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-
hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami.
contoh :
- distraksi visual : membaca, nonton tv.
- distraksi audiometri : mendengarkan musik,humor dll.
b. Posisioning
Memberikan posisi tidur yang nyaman sehingga dapat mengurangi
stress / penekanan pada luka dengan cara :
- beri bantal tambahan untuk menyokong tubuh.
- atur posisi tempat tidur.
- atur posisi tubuh ( miring kanan / miring kiri )
c. Relaksasi
Merupakan strategi yang efektif pada pasien yang nyeri kronis ada 3
hal utama yang diperlukan untuk relaksasi :
- posisi yang tepat
- fikiran beristirahat / tenang.
- lingkungan yang tenang untuk mengurangi nyeri
- relaksasi nafas dalam.
d. Aromaterapi
Terapi dengan menggunakan wangi-wangian alamiah yang
mengandung unsur herbal dengan pendekatan sistem
keseimbangan alam. Terapi dengan wewangian membuat efek
rileks,menghilangkan stress dan membuat pikiran menjadi tenang.
Wewangian tertentu diyakini dapat mempengaruhi sistem saraf
terutama otak.
B. Nyeri sedang ( skala 4 - 6 )
Pada pasien dengan nyeri sedang atau skala 4-6 , penanganannya dapat
dilakukan melalui tindakan non farmakologi dan dikombinasi dengan
farmakologi.
Pada nyeri tingkat sedang ini perawat harus melakukan kolaborasi dengan
dpjp atau dokter jaga.
C. Nyeri berat ( skala 7 - 10)

18
Pada pasien dengan nyeri berat atau skala 7-10, penanganannya secara
umum menggunakan farmakologis.
Pada nyeri tingkat berat ini jika obat yang dberikan oleh dpjp tidak dapat
mengatasi nyerinya maka dpjp perlu untuk melakukan kolaborasi dengan
dokter syaraf / dokter anestesi.
Penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan diagram based on the 3 step
who analgetsic ladder, yaitu :
o nyeri ringan – sedang : analgesik non opioid
o nyeri sedang : opioid minor, dapat dikombinasi dengan oains dan
analgesic adjuvant.
o nyeri berat : opioid poten
Dibawah ini diagram based on the 3 – step who analgesic ladder

Pemberian obat-obatan dalam pengelolaan pasien dengan nyeri harus


berdasarkan advis dokter.
Beberapa obat yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri adalah :
a. Paracetamol
- efek analgesik untuk nyeri ringan - sedang dan anti piretik. Dapat
dikombinasikan Dengan opoid untuk memberikan efek analgesik yang lebih
besar.
- dosis 10 mg/kg bb/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk dewasa
dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg/hari.

19
b. Obat anti inflamasi non steroid ( oains )
- Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-sedang,
antipiretik.
- Kontra indikasi : pasien dengan triad franklin (polip hidung,angioedema dan
urtikaria ) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid
- Efek samping : gastrointestinal ( erosi / ulkus gaster ), disfungsi
renal,peningkatan enzym hati.
- Ketorolak : merupakan satu-satunya oains yang tersedia untuk parenteral.
Efektif untuk nyeri sedang-berat.
- Bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan dengan
opioid untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi efek samping
opioid ( depresi pernafasan, sedasi,statis gastrointestinal ). Sangat baik
untuk terapi multi analgesik.
c. Tramadol
- Merupakan analgetik yang lebih poten dari oains oral, efek samping lebih
sedikit /ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi oains
- Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri
kanker,osteoarthritis, nyeri punggung bawah, neuropati dm, fibromyalgia,
neuralgia pasca herpetik, nyeri pasca operasi.
- Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
- Pemberian : iv, epidural, rektal, oral.
- Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg perhari.
Dosis maximal : 400mg dalam 24 jam
- Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap Medikasi
terutama digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang
buruk terhadap pengobatan atau memiliki resiko jatuh.
d. Opioid
- Merupakan analgetik poten (tergantung dosis ) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson.
- Contoh opioid yang sering digunakan adalah : morfin, fentanyl, meperidin.
- Dosis opioid yang diberikan disesuaikan tiap individual untuk
mendapatkan dosis yang tepat, pemberian melalui titrasi.
- Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut.
20
- Efek samping :
1. Depresi pernafasan , dapat terjadi bila :
- overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian
secara infus, opioid long acting.
- pemberian sedasi bersamaan ( benzodiazepin, antihistamin,
antiemetik tertentu )
- adanya kondisi tertentu seperti : gangguan elektronik,
hipovolemi,uremia, gangguan respirasi dan peningkatan tik.
- obstruksi jalan nafas intermiten.
2. Sedasi .
3. Sistem saraf pusat :
- euforia,halusinasi, miosis, kekakuan otot.
- coma ( pemberian petidin )
4. Toksisitas metabolit :
- petidin ( norpetidin ) menimbulkan tremor,twitching,mioklonus
multifocal,kejang.
- petidin tidak boleh digunakan >72 jam untuk penatalaksanaan nyeri
Pasca bedah.
- pemberian morfin kronik : menimbulkan gangguan fungsi ginjal
terutama pada pasien usia >70 th.
5. Efek kardiovaskular :
- tergantung jenis, dosis dan cara pemberian , status volume
intravascular serta level aktifitas simpatetik.
- morfin menimbulkan vasodilatasi
- petidin menimbulkan takikardi.
6. Gastrointestinal : mual, muntah.
e. Efek analgesik pada antidepresan
- Mekanisme kerja : memblok pengambilan kembali norepinefrin dan serotonin
sehingga meningkatkan efek neurotransmitter tsb dan meningkatkan aktivasi
neuron inhibisi nosiseptif.
- Indikasi : nyeri neuropatik ( neuropati dm, neuralgia pasca-herpetik,cedera
saraf perifer, nyeri sentral )
f. Anti-konvulsan
- Carbamazepine : efektif untuk nyeri neuropatik.
21
- Efek samping : somnolen,gangguan berjalan,pusing
- Gabapentin : merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri
neuropati.
g. Antagonis kanal natrium
- Lidocain dan prokain: nyeri neuropatik dan pasca operasi.

3. Penanganan nyeri dengan intervensi


1. PCA
Patient Controlled Analgesia(PCA) merupakan suatu metode interaltif dan
mutakhir dalam penanganan nyeri, dimana pasien diikutsertakan secara
aktif dalam menentukan jumlah analgetik yang diberikan yang sesuai untuk
dirinya sendiri. Dalam konteks ini penanganan nyeri di rumah sakit
menggunakan suatu mesin alat infus elektronik dengan pompa dan
dilengkapi dengan kontrol untuk memasukan sejumlah dosis analgesia.
Pada teknik PCA terdapat beberapa komponen dasar dalam pemberiannya,
diantaranya :
a. Dosis awal (Initial loading dose)
Merupakan dosis awal yang diberikan pada pasien hingga mencapai
minimum effective analgesic concentration (MEAC)
b. Dosis permintaan (Bolus dose/demand dose)
Merupakan dosis analgesik yang dikeluarkan pada pasien dengan
menekan demand button(tombol permintaan) pasien akan menekan
tombol tersebut jika merasakan nyeri
c. Interval terkunci (Lockout Interval)
Merupakan cara yang diberikan agar pasien tidak mendapakan dosis
analgesik yang berlebihan.
2. Blok Saraf Tepi
Blok saraf Tepi atau perifer telah digunakan untuk penangan nyeri pasca
bedah untuk menurunkan kebutuhan opioid dan efek sampingnya. Blok
saraf perifer juga dapat menghindari efek samping akibat blok neuroaksial
(epidural-spinal) seperti epidural hematom, epidural abses dan
paraparesis. Dibawah ini ada beberapa cara untuk menangani nyeri pasca
bedah dengan blok saraf perifer, diantaranya
No Blok Saraf Jenis Pembedahan
22
1 Ilioinguinal, iliohipogastrik Hernia inguinal dan femoral
dan genitofemoral
2 Nervus dorsalis penis Penis
3 Femoral Femur bagian depan diatas
lutut
4 Nervus kutaneus lateral Femur bagian lateral
5 Ankle blok (sural nerve) Kaki
6 Digital (Ring blok) Jari-jari
7 interkostal Dinding dada atau abdomen
Beberapa blok pleksus saraf untuk penanganan nyeri pasca bedah

No Blok Pleksus Daerah Analgesia


1 Pleksus brakhialis dengan Lengan atas dan bahu
pendekatan interskalenus
2 Pleksus brakhialis dengan Lengan atas dan siku
pendekatan supraclavikular
3 Pleksus brakhialis dengan Lengan bawah dan tangan
pendekatan aksilar
3. Blok Epidural : kontinyu , intermiten
Menggunakan teknik regional epidural dengan meletakan kateter
epidural dan memberikan obat-obat anestetik lokal, opioid dan adjuvant
lainnya pada masa pasca bedah baik secara intermiten maupun continue.
Penentuan letak kateter epidural terutama ditentukan oleh jenis operasi
dan insisi bedah dengan prinsip bahwa letak kateter epidural berada pada
bagian tengah dari segmen dermatom insisi bedah. Penentuan letak
kateter epidural bisa dilihat dalam tabel dibawah ini :
No Ketinggian Pembedahan
1 High to mid thoracic Bedah thorak, abdomen atas
(antara T5-T8) (gaster, open cholelitiasis, pancreas)
2 Mid to low thoracic Bedah abdomen bawah
(antara T8-T12) (cholectomy), nephrectomy
3 Low thoracic to high Bedah abdomen bawah, bedah
lumbar (antara T10-
23
T12) pelvis, open prostatectomy
4 Lumbal (antara L1- Seluruh prosedur operasi
L4) ekstremitas bawah
Beberapa regimen kombinasi anestetik lokal dan opioid dapat
diberikan melalui kateter epidural secara intermitent maupun continue
dengan menggunakan fasilitas shyring pump. Pada penggunaan opioid
harus memperhatikan jenis opioid yang digunakan. Opoioid lipofilik seperti
fentanyl, meperidin yang mempunyai onset kerja yang cepat namun
terbatas dalam durasi kerja dan berefek segmental. Opioid hidrofilik seperti
morphine yang mempunyai onset kerja yang lambat namun dengan durasi
kerja yang panjang dan berefek pada dermatom yang lebih luas. Obat
anestesi lokal yang digunakan adalah anestetik lokal kerja panjang seperti
bupivacaine, levobupivacain dan ropivacain dengan pengenceran sampai
konsentrasi 0,0625%-0,2% yang tidak mempunyai pengaruh pada
kemampuan motorik otot.

Algoritma manajemen nyeri

Pasien mengeluh nyeri

Asesmen nyeri

Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat

Skala 1-3 Skala 4-6 Skala 7-10

Penanganan nyeri : Penanganan nyeri : Penanganan nyeri :

- Tindakan non -Lapor DPJP -DPJP consult ke dokter


Farmakologi
- Lapor DPJP -Kombinasi tindakan saraf/anestesi (k/p)
- pemberian obat-
obatan level 1 non Farmakologi & -Pemberian obat-obatan

24
Asesmen ulang nyeri
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Kebijakan yang mendasari manajemen nyeri :


a. Kebijakan pelayanan asuhan pasien RSUD Cilacap
b. Kebijakan pelayanan manajemen nyeri RSUD Cilacap
2. Panduan manajemen nyeri
3. Spo-spo terkait proses identifikasi dan manajemen nyeri
4. Form-form yang digunakan di dalam proses kerja ini :
a. Pengkajian medis
b. Asesmen keperawatan
c. CPPT
5. Metodologi pendokumentasian proses kerja ini :
a. Bagi dokter yang telah melakukan asesmen nyeri awal di dokumentasikan
dalam formulir pengkajian medis.
b. Bagi perawat yang telah melakukan asesmen nyeri awal di dokumentasikan
dalam asesmen keperawatan .
c. Bagi dokter / perawat yang telah memberikan penanganan nyeri pada pasien
dan asesmen ulang nyeri harus didokumentasikan didalam catatan
perkembangan terintegrasi.

DIREKTUR RSUD CILACAP,

MOCH. ICHLAS RIYANTO

25

Anda mungkin juga menyukai