Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH PANCASILA

“ PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”

Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila

Disusun Oleh Kelompok :

Holis Triana Bagja ( KHGA23101 )

STIKES KARSA HUSADA GARUT


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat

dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul

Pancasila sebagai Sistem Etika tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas dan

dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila. Selain itu, makalah ini juga

bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pancasila sebagai Sistem Etika

Saya ucapkan terima kasih kepada Ibu eti Suliyawati, S.Kep., M.Si. , selaku

dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas

ini sehingga dapat menambah pengetahuan pada bidang Pendidikan Pancasila.

Saya ucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membagi

sebagian pengetahuannya sehingga kita dapat menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dan kata

sempurna. Maka dari itu. kami meminta kritik dan saran diharapkan demi

kesempurnaan makalah ini. Dan kami berharap semoga para pembaca dapat

menambah pengetahuan dari maklah yang kami buat.

Garut, 30 Oktober 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................3
1.1 Latar Belakang........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................4
1.3 Tujuan.....................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
2.1 Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika...............................................6
2.3 Alasan dan Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika..................7
2.2.1 Alasan Pancasila sebagai Sistem Etika................................................7
2.2.2 Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika..........12
2.3 Tantangan dan Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika............................................15
2.3.1 Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika.......................................15
2.3.2 Esensi Pancasila sebagai sistem etika.................................................16
2.4 Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu..............17
2.5 Alasan Diperlukannya Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu...........19
2.6 Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Dasar Nilai
Pengembangan Ilmu di Indonesia..........................................................................21
2.6.1 Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Nilai
Pengembanganilmu...........................................................................21
2.6.2 Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan
Ilmu....................................................................................................22
2.6.3 Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
23
2.3.4 Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan
Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu......................26
BAB III PENUTUP............................................................................................28
3.1 Kesimpulan............................................................................................................28
3.2 Saran......................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30

3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pancasila memiliki peran - peran yang sangat penting bagi masyarakat

berbangsa dan bernegara di Indonesia Peran Pancasila sebagai dasar negara.

Pancasila sebagai cita - cita bangsa. Pancasila sebagai pedoman atau landasan

hidup bagi bangsa Indonesia. dan Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai sistem etika tujuannya untuk mengembangkan dimensi

moral pada setiap individu sehingga dapat mewujudkan sikap yang baik dalam

berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Menurut Aristoteles. pengertian etika menjadi dua yaitu Terminius

Technikus dan Manner and Custom. Terminius Technikus merupakan etika

yang dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema

tindakan atau perbuatan manusia Sedangkan Manner and Custom merupakan

suatu pembahasan etika yang berhubungan atau berkaitan dengan tata cara dan

adat kebiasaan yang melekat dalam kodrat manusia atau in herent im human

nature yang sangat terkait dengan arti baik dan buruk suatu perilaku. tingkah

laku atau perbuatan manusia.

Etika Pancasila adalah cabang yang terkandung dalam sila Pancasila

digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat berbangsa, dan bernegara di

Indonesia Dalam etika Pancasila dikemukakan rula: ketuhanan, kemanusiaan.

persatuan. kerakyatan. dan keadilan.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika?

4
b. Apa Alasan dan Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem

Etika?

c. Apa Tantangan dan Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika?

d. Bagaimana Konsep dan Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Nilai

Pengembangan limu?

e. Bagaimana Alasan Diperlukannya Pancasila Sebagai Dasar Nilai

Pengembangan Ilmu?

f. Bagaimana Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang

Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia?

g. Bagaimana Membangun Argumen Tentang Dinamika dan Tantangan

Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu ?

1.3 Tujuan

a. Untuk Mengetahui Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika

b. Untuk mengetahui Alasan dan Argumen tentang Dinamika Pancasila

sebagai Sistem Etika

c. Untuk mengetahui Tantangan dan Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika

d. Mengetahui Konsep dan Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Nilai

Pengembangan Ilmu

e. Mengetahui Alasan Diperlukannya Pancasila Sebagai Dasar Nilai

Pengembangan Ilmu

f. Mengetahui Sumber Historis. Sosiologis, Politis tentang Pancasila

sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia

5
g. Mengetahui cara Membangun Argumen Tentang Dinamika dan

Tantangan Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

6
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika

Etika merupakan ilmu tentang kesusilaan dan perilaku manusia yang

berhubungan dengan orang lam sesuai prinsip dan aturan tentang tingkah laku

yang benar. Secara etimologis. kata etika berasal dan bahasa Yunani yaitu

“Ethikos” yang artinya berasal dari suatu kebiasaan. Etika berkaitan dengan

yang baik maupun buruk perilaku manusia. dan kebiasaan seseorang

melakukan hal yang baik. Etika meliputi norma norma yang berasal dari

nurani setiap manusia untuk kebaikan bersama dimana norma tersebut akan

menjadi pedoman atau aturan manusia dalam bertingkah laku.

Pancasila sebagai sistem etika berasal dan nilai-nilai yang terkandung

dalam kelima sila di Pancasila mulai dari ketuhanan. kemanusiaan. persatuan.

kerakyatan. dan keadilan Pada nilai ketuhanan menciptakan nilai : spiritual

dan taat beribadah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, serta toleransi

kepada yang berbeda keyakinan Pada nilai kemanusiaan menciptakan

kerjasama dan tolong menolong kepada orang lain. Pada nilai persatuan

menciptakan sikap solidaritas dan cinta tanah air. Pada sila kerakyatan

menciptakan sikap untuk menghargai setiap perbedaan karena Indonesia yang

sangat beragam. Sedangkan pada nilai: keadilan menciptakan sikap peduli

terhadap sesama. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan

cita-cita bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia harus mewujudkan

7
dalam kehidupan sehari-hari, Etika pancasila akan membentuk kepribadian

dengan nilai dan kebiasaan yang akan tumbuh dalam masyarakat.

Dalam etika terdapat tiga aliran yaitu :

1. Aliran Deontologi yang menjelaskan tentang perilaku yang baik atau

buruk dan sesuai atau tidak dengan kewajiban yang harus dilakukan.

2. Aliran Teleologi yang menjelaskan bahwa berdasarkan tujuan atau

akibat perbuatan dapat mengetahui baik ataupun buruknya perilaku.

3. Aliran Keutamaan yang menjelaskan dalam diri seseorang terdapat

pengembangan kualitas moral

Pancasila sangatlah penting sebagai sistem etika karena dapat

menjadi aturan untuk semua bangsa Indonesia sesuai dengan mila1

nilai: Pancasila sehingga terwujudnya Cita-cita bangsa, dan

memberikan kenyamanan serta kesejahteraan bersama Namun saat

1m masih banyak sekali pelanggaran atau kejahatan yang tidak

sesuai dengan nilai-nilai Pancasila seperti pejabat yang korupsi

Pelanggaran HAM, dll.

2.3 Alasan dan Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika

2.2.1 Alasan Pancasila sebagai Sistem Etika

Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dan sila

sila Pancasila untuk mengatur penlaku kehidupan bermasyarakat.

Berbangsa. Dan bernegara di Indonesia Oleh karena itu, dalam etika

Pancasila terkandung milai mlar ketuhanan. Kemanusiaan. Persatuan.

8
Kerakyatan dan keadilan Kelima mila tersebut membentuk perilaku

manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya.

Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan

atau etika kebajikan, meskipun corak kedua mainstream yang lain.,

Deontologis dan teleologis termuat pula di dalamnya Namun, Etika

keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin dalam empat

tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, Kesederhanaan, Keteguhan, dan

keadilan. Kebijaksanaan artinya melaksanakan suatu tindakan yang

didorong oleh kehendak yang tertuju pada kebaikan serta atas dasar

kesatuan akal — rasa — kehendak yang berupa kepercayaan yang tertuju

pada kenyataan mutlak (Tuhan) dengan memelihara nila - nilai hidup

kemanusiaan dan nilai - nilai hidup religius. Kesederhanaan artinya

membatasi din dalam arti tidak melampaui batas dalam hal kenikmatan.

Keteguhan artinya membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas

dalam menghindari penderitaan. Keadilan artinya memberikan sebagai

rasa wajib kepada diri sendiri dan manusia lain. Serta terhadap Tuhan

terkait dengan segala sesuatu yang telah menjadi haknya ( Mudhofir,

2009 : 386)

Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau

bertentangan dengan aliran - aliran besar Etika yang mendasarkan pada

kewajiban tujuan Tindakan dan pengembangan karakter moral namun

justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut Enka Pancasila adalah

etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai

9
Pancasila. yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan Persatuan, Kerakyatan

dan Keadilan Jadi mengapa Pancasila menjadi sistem Etika” Dikarenakan

nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup

dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa

Indonesia. namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal

dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun. Pancasila sebagai sistem

etika diperlukan dalam keludupan politik untuk mengatur sistem

penyelenggaraan negara Anda dapat bayangkan apabila dalam

penyelenggaraan kemudian bernegara tidak ada sistem etika yang

menjadi guidance atau tuntunan bagi para penyelenggara negara, niscaya

negara akan hancur Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem

etika itu diperlukan dalam penyelenggaraan keludupan bernegara di

Indonesia. meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat. terutama

generasi muda sehingga membahayakan kelangsungan hidup

bernegara Generasi muda yang tidak mendapat pendidikan karakter

yang memadai dihadapkan pada pluraltas nilai yang melanda

Indonesia sebagai akibat globalisasi sehungga mereka kehilangan

arah Dekadensi moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak

sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. tetapi justru nilai-nilai dari luar

berlaku dominan Contoh-contoh dekadensi moral. antara lain

penyalahgunaan narkoba. kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa

hormat kepada orang tua. memipisnya rasa kejujuran. tawuran di

10
kalangan para pelajar Kesemuanya itu menunjukkan lemahnya

tatanan nilai moral dalam kelidupan bangsa Indonesia Oleh karena

itu. Pancasila sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya sejak

dini, terutama dalam bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah

2. Korupsi akan semakin merajalela karena para penyelenggara negara

tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya

Para penyelenggara negara tdak dapat membedakan batasan yang

boleh dan tidak. pantas dan tidak. baik dan buruk (good and bad)

Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas

kriteria baik (good) dan buruk (bad) Archme Bahm dalam Axiology

of Science, menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakan dua hal

yang terpisah Namun, baik dan buruk itu eksis dalam keludupan

manusia. maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan buruk

selalu muncul Ketika seseorang menjadi pejabat dan mempunyai

peluang untuk melakukan tindakan buruk (korupsi). maka hal

tersebut dapat terjadi pada siapa saja. Oleh karena itu, simpulan

Archie Bahm, "Maksimalkan kebaikan, muinimalkan keburukan”

(Bahm. 1998 58)

3. Kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalu

pembayaran pajak. Hal tersebut terlihat dari kepatuhan pajak yang

masih rendah. padahal peranan pajak dan tahun ke tahun semakin

meningkat dalam membiaya APBN Pancasila sebagai sistem etika

akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk secara sadar memenuhi

11
kewajiban perpajakannya dengan baik Dengan kesadaran pajak yang

tinggi maka program pembangunan yang tertuang dalam APBN akan

dapat dijalankan dengan sumber penerimaan dari sektor perpajakan

Berikut 1m diperlihatkan gambar tentang iklan layanan masyarakat

tentang pendidikan yang dibiayai dengan pajak.

4. Pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan

bernegara di Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan

seseorang terhadap hak pihak lain Kasus-kasus pelanggaran HAM

yang dilaporkan di berbagai media, seperti penganiayaan terhadap

pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak anak yatim oleh

pihak pihak yang seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah

tangga (KDRT), dan lain lain Ke semuanya itu menunjukkan bahwa

kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem

etika belum berjalan maksimal Oleh karena itu, di samping

diperlukan sosialisasi sistem etika Pancasila, diperlukan pula

penjabaran sistem etika ke dalam peraturan perundang-undangan

tentang HAM (Lihat Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang

HAM)

5. Kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek

kehidupan manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan.

nasib generasi yang akan datang. global warming, perubahan cuaca,

dan lain sebagainya. Kasus kasus tersebut menunjukkan bahwa

kesadaran terhadap nilai nilai Pancasila sebagai: sistem etika belum

12
mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat Masyarakat

Indonesia dewasa ini cenderung memutuskan tindakan berdasarkan

sikap emosional. mau menang sendiri. keuntungan sesaat, tanpa

menularkan dampak yang ditimbulkan dan perbuatannya. Contoh

yang paling jelas adalah pembakaran hutan di Riau sehingga

menimbulkan kabut asap Oleh karena 1tu, Pancasila sebagai sistem

etika perlu diterapkan ke dalam peraturan perundang undangan yang

menindak tegas para pelaku pembakaran hutan, baik pribadi maupun

perusahaan yang terlibat Selama itu penggiat lingkungan dalam

kehidupan bermasyarakat. Berbangsa, dan bernegara juga perlu

mendapat penghargaan Lingkungan hidup yang nyaman melahirkan

generasi muda yang sehat dan bersih sehingga kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi lebih bermakna

2.2.2 Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika

Beberapa argumen tentang dinamika Pancasila sebagai sistem etika

dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat diuraikan

sebagai berikut

Pertama, pada zaman Orde Lama, Pancasila diterapkan sebagai

ideologi liberal yang kenyataannya tidak dapat menjamin stabilitas

pemerintahan. Pemilu dalam masa ini diselenggarakan dengan semangat

demokrasi yang diikuti banyak partai politik. Tetapi dimenangkan empat

partai politik, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Muslimin

Indonesia (PARMUSI). Partai Nahdhatul Ulama (PNU), dan Partai

13
Komunis Indonesia (PKI). Tidak dapat dikatakan bahwa pemerintahan di

zaman Orde Lama mengikuti sistem etika Pancasila, bahkan ada tudingan

dari pihak Orde Baru bahwa pemilihan umum pada zaman Orde Lama

dianggap terlalu liberal karena pemerintahan Soekarno menganut sistem

demokrasi terpimpin yang cenderung otoriter.

Kedua, pada zaman Orde Baru sistem etika Pancasila diletakkan

dalam bentuk penataran P-4. Pada zaman Orde Baru itu pula muncul

konsep manusia Indonesia seutuhnya sebagai cerminan manusia yang

berperilaku dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Manusia Indonesia seutuhnya dalam pandangan Orde Baru, artinya

manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang secara

kodrati bersifat monodualistik, yaitu makhluk rohani sekaligus makhluk

jasmani dan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia

sebagai makhluk pribadi memiliki emosi yang memiliki pengertian, kasih

sayang, harga diri pengakuan, dan tanggapan emosional dari manusia lain

dalam kebersamaan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki

tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera Tuntutan tersebut

hanya dapat terpenuhi melalui kerjasama dengan orang lain, baik

langsung maupun tidak langsung Oleh karena itulah, sifat kodrat manusia

sebagai makhluk individu dan sosial harus dikembangkan secara selaras,

serasi, dan seimbang (Martodihardjo. 1993: 171). Manusia Indonesia

seutuhnya (adalah makhluk mono- pluralis yang terdiri atas susunan

kodrat: jiwa dan raga, Kedudukan kodrat: makhluk Tuhan dan makhluk

14
berdiri sendiri; sifat kodrat makhluk sosial dan makhluk individual.

Keenam unsur manusia tersebut saling melengkapi satu sama lain dan

merupakan satu kesatuan yang bulat. Manusia Indonesia menjadi pusat

persoalan pokok dan pelaku utama dalam budaya Pancasila. (Notonagoro

dalam Asdi. 2003: 17- 18).

Namun pada era Orde Baru ini Pancasila tidak berada dan

memihak pada kekuatan rakyat melainkan kepemimpinan berada pada

kekuasaan pribadi presiden Soekarno Sehingga terjadi berbagai

penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi yang

berakibat pada ke-otoriteran presiden Soekarno yang menjadi presiden

seumur hidup dan membuat politik konfrontasi, dan menggabungkan

nasionalisme, agama, dan komunis yang ternyata tidak cocok dalam

kehidupan Negara Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan kemerosotan

moral Sebagian masyarakat yang sudah tidak mengimplementasikan

nilai-nilai Pancasila dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan

ideologi lain serta terjadi masalah-masalah yang memprihatinkan seperti

kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang semakin merosot.

Ketiga, sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam

dalam eforia Demokrasi. Namun seiring dengan perjalanan waktu,

disadari bahwa demokrasi tanpa Dilandasi sistem etika politik akan

menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan, serta Machiavelisme

(menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan). Sofian Effendi

15
Rektor Universitas Gadjah Mada dalam sambutan pembukaan

Simposium Nasional Pengembangan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu

Pengetahuan dan Pembangunan Nasional (2006: xiv) mengatakan

sebagai berikut: “Bahwa moral bangsa semakin hari Semakin merosot

dan semakin hanyut dalam arus konsumerisme, hedonisme, hedonisme,

dan ketamakan karena bangsa Indonesia tidak mengembangkan Blueprint

yang berakar pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa”

Eksistensi Pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi


politik yang Substansinya belum mampu diwujudkan secara riil
Reformasi belum berlangsungDengan baik karena Pancasila belum
difungsikan secara maksimal sebagaimana mestinya. Banyak masyarakat
yang hafal butir-butir Pancasila tetapi belum memahami makna
sesungguhnya pada masa reformasi Pancasila sebagai reinterpretasi yaitu
Pancasila harus selalu diinterpretasikan kembali sesuai dengan
perkembangan zaman yang berarti dalam menginterpretasikan nya harus
relevan dan kontekstual dan harus sinkron atau sesuai dengan kenyataan
pada zaman saat ini agar Pancasila sebagai sistem etika tetap berjalan
sesuai dengann butir butir yang dikandungnya.

2.3 Tantangan dan Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika


2.3.1 Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika

Sejak terjadinya krisis multidimensi, muncul ancaman yang

serius terhadap persatuan dan kesatuan bangsa dan terjadinya

kemunduran dalam pelaksanaan etika politik, yang melatarbelakangi

munculnya TAP MPR No. VI Tahun 2001 tentang etika kehidupan

berbangsa. Krisis multi dimensi mengakibatkan terjadinya konflik

16
sosial yang berkepanjangan, demonstrasi di mana-mana, munculnya

keinginan rakyat untuk integrasi bangsa, dan lain-lain. Hal ini akibat

dari menurunnya sikap sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan

sosial, menurunnya tingkat kejujuran dan amanah dalam kehidupan

berbangsa.

Pertama, Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman

Orde Lama berupa sikap otoriter dalam pemerintahan sebagaimana

yang tercermin dalam penyelenggaraan negara yang menerapkan sistem

demokrasi terpimpin. Hal tersebut tidak sesuai dengan sistem etika

Pancasila yang lebih menonjolkan semangat Musyawarah untuk

mufakat.

Kedua, Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman

Orde Baru Terkait dengan masalah NKK (Nepotisme. Kolusi dan

Korupsi) yang merugikan Penyelenggaraan negara. Hal tersebut tidak

sesuai dengan keadilan sosial karena Nepotisme, kolusi, dan korupsi

hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok Tertentu

Ketiga, Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada era

Reformasi berupa eforia kebebasan berpolitik sehingga mengabaikan

norma-norma moral. Misalnya. Munculnya anarkisme yang

memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan kebebasan

berdemokrasi.

17
2.3.2 Esensi Pancasila sebagai sistem etika

Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai

berikut:

1. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia

bahwa Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral Artinya,

setiap perilaku warga negara harus didasarkan atas nilai-nilai

moral yang bersumber pada norma agama.

2. Hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu

tindakan manusia yang mengandung implikasi dan konsekuensi

moral yang dibedakan dengan actus homini. yaitu tindakan

manusia yang biasa.

3. Hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup

bersama sebagai warga bangsa yang mementingkan masalah

bangsa di atas kepentingan individu atau kelompok

4. Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk

mufakat. Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya dengan

menghargai orang lain

5. Hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

merupakan perwujudan dari sistem etika yang tidak menekankan

pada kewajiban semata (deontologis) atau menekankan pada

tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih menonjolkan keutamaan

(virtue ethics) yang terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.

18
2.4 Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Pengembangan iptek tidak dapat terlepas dari situasi yang

melingkupinya, artinya iptek selalu berkembang dalam suatu ruang budaya.

Perkembangan iptek pada gilirannya bersentuhan dengan nilai-nilai budaya

dan agama sehingga di satu pihak dibutuhkan semangat objektivitas, di pihak

lain iptek perlu mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan agama dalam

pengembangannya agar tidak merugikan umat manusia. Kuntowijoyo dalam

konteks pengembangan ilmu menengarai bahwa kebanyakan orang sering

mencampuradukkan antara kebenaran dan kemajuan sehingga

pandanganseseorang tentang kebenaran terpengaruh oleh kemajuan yang

dilihatnya.

Kuntowijoyo menegaskan bahwa kebenaran itu bersifat non-

cumulative (tidak bertambah) karena kebenaran itu tidak makin berkembang

dari waktu ke waktu. Adapun kemajuan itu bersifat cumulative (bertambah),

artinya kemajuan itu selalu berkembang dari waktu ke waktu. Agama, filsafat,

dan kesenian termasuk dalam kategori non-cumulative. Sedangkan fisika,

teknologi, kedokteran termasuk dalam kategori cumulative (Kuntowijoyo.

2006: 4). Oleh karena itu. Relasi iptek dan budaya merupakan persoalan yang

seringkali mengundang perdebatan. Dilihat dari pengertian filsafat, bahwa

Pancasila Merupakan suatu tatanan untuk mengatur bagaimana seharusnya

setiap insan Indonesia, mencari dan menemukan kebenaran hakiki sebatas

kemampuan manusia yang selalu berkembang dalam mewujudkan makna

hidup dan kehidupannya yang sekaligus sebagai perwujudan insan Indonesia

19
sebagai mahluk ciptaan yang Harus mengabdi kepada Allah SWT -Tuhan

Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila sesungguhnya

merupakan repleksi, implementasi dan aktualisasi nilai-nilai religius yang

merupakan saripati dari berbagai agama / dan keyakinan/kepercayaan yang

dianut oleh Insan Indonesia sejak dahulu sampai masa kini dan masa yang

akan datang. Relasi antara iptek dan nilai budaya, serta agama dapat ditandai

dengan beberapa Kemungkinan sebagai berikut. Pertama, iptek yang gayut

dengan nilai budaya dan agama sehingga pengembangan iptek harus

senantiasa didasarkan atas sikap human-religius. Kedua iptek yang lepas sama

sekali dari norma budaya dan agama sehingga terjadi sekularisasi yang

berakibat pada kemajuan iptek tanpa dikawal dan diwarnai nilai human-

religius. Hal ini terjadi karena sekelompok ilmuwan yang meyakini bahwa

iptek memiliki hukumbukum sendiri yang lepas dan tidak perlu diintervensi

nilai-nilai dari luar. Ketiga, iptek yang menempatkan nilai agama dan budaya

sebagai mitra dialog di saat diperlukan. Dalam hal ini, ada sebagian ilmuwan

Yang beranggapan bahwa iptek memang memiliki hukum tersendiri (faktor

internal), tetapi di Pihak lain diperlukan faktor eksternal (budaya, ideologi,

dan agama) untuk bertukar pikiran, Meskipun tidak dalam arti saling

bergantung secara ketat

2.5 Alasan Diperlukannya Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Alasan Pancasila diperlukan sebagai dasar nilai pengembangan iptek

dalam kehidupan bangsa Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut

20
1. kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh iptek, baik dengan dalih

percepatan pembangunan daerah tertinggal maupun upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat perlu mendapat perhatian yang serius.

Penggalian tambang batubara, minyak, biji besi, emas, dan lainnya di

Kalimantan, Sumatera, Papua, dan lain-lain dengan menggunakan

teknologi canggih mempercepat kerusakan lingkungan. Apabila hal ini

dibiarkan berlarut-larut, maka generasi yang akan datang, menerima

resiko kehidupan yang rawan bencana lantaran kerusakan lingkungan

dapat memicu terjadinya bencana, seperti longsor, banjir, pencemaran

akibat limbah, dan seterusnya.

2. penjabaran sila-sila Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek

dapat menjadi sarana untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan

iptek yang berpengaruh pada cara berpikir dan bertindak masyarakat

yang cenderung pragmatis. Artinya, penggunaan benda- benda

teknologi dalam kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini telah

menggantikan peran nilai-nilai luhur yang diyakini dapat menciptakan

kepribadian manusia Indonesia yang memiliki sifat sosial, humanis, dan

religius. Selain itu, sifat tersebut kini sudah mulai tergerus dan

digantikan sifat individualistis, dehumanis, pragmatis, bahkan

cenderung sekuler.

3. nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi simbol kehidupan di berbagai

daerah

21
mulai digantikan dengan gaya hidup global, seperti: budaya gotong

royong digantikan dengan individualis yang tidak patuh membayar

pajak dan hanya menjadi free rider di negara ini, sikap bersahaja

digantikan dengan gaya hidup bermewah-mewah, konsumerisme;

solidaritas sosial digantikan dengan semangat individualistis;

musyawarah untuk mufakat digantikan dengan voting, dan seterusnya

2.6 Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Dasar
Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia
2.6.1 Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembanganilmu

Secara historis, butir-butir dalam pancasila merupakan hasil dari

persidangan BPUPKI pertama yang diketuai oleh Dr. Radjiman

Wedyodiningrat. Sidang ini dilaksanakan pada tanggal 28 mei 1945- 1

juni 1945. Ketiga tokoh nasional yakni dr. Soepomo, moh. Yamin, dan Ir.

Soekarno mengutarakan pemikirannya mengenai dasar negara yang

masing-masing mengeluarkan lima buah gagasan. Soekarno sendiri

menamai kelima gagasan miliknya sebagai Pancasila pada tanggal 1 juni

yang akhirnya diperingati sebagai hari lahirnya pancasila. Pancasila

sendiri ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 agustus 1945

pada sidang PPKI pertama Sebagai dasar negara pancasila merupakan

landasan dan pandangan hidup dari seluruh elemen kehidupan bangsa

indonesia.

Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu menjiwai isi

dari pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi:

22
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam

suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam

suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat

dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang

adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta

dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"

Dalam rangka mencerdaskan bangsa, maka hal ini memungkinkan akan

ada banyak ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi yang masuk ke

Indonesia. Peran pancasila disini ialah sebagai kerangka acuan mengenai

tentang bagaimana ilmu-ilmu itu dapat berkembang akan tetapi tetap

sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam pancasila. Ilmu pengetahuan

dan teknologi tersebut diharapkan dapat berkembang di Indonesia guna

mencerdaskan bangsa sesuai dengan apa yang terkandung dalam

pancasila yakni ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dapat

membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan

23
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani kepribadian yang mantap

dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

2.6.2 Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Sosiologi adalah ilmu tentang interaksi antar manusia. Sosiologi

mengkaji tentang latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari

berbagai golongan dan kelompok masyarakat, disamping juga mengkaji

masalah-masalah sosial, perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat.

Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan jika

dilihat dari sudut pandang sosiologi berarti ilmu pengetahuan itu

digunakan untuk mengkaji struktur sosial, proses sosial, termasuk

perubahan-perubahan sosial, dan masalah-masalah sosial yang patut

disikapi secara arif dengan menggunakan standar nilai-nilai yang

mengacu kepada nilai-nilai Pancasila.

Dalam hal ini kehidupan sosiologis bangsa Indonesia sangat

berkaitan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan Bangsa Indonesia

dikenal sebagai bangsa yang religius serta selalu ramah terhadap semua

orang Maka cukuplah semua nilai-nilai itu menjadi rambu-rambu jika

pengembangan ilmu pengetahuan harus sesuai dengan keadaan sosiologis

bangsa indonesia serta haruslah memegang teguh nilai-nilai pancasila.

Secara sosiologis, nilai- nilai pancasila timbul dari hasil interaksi antar

masyarakat indonesia, Nilai-nilai tersebut kemudian hadir sebagai buah

dari pemikiran, penelitian kritis dan hasil refleksi bangsa Indonesia.

24
Nilai-nilai bangsa Indonesia merupakan kebenaran bagi bangsa

Indonesia yang tampil sebagai norma dan moral kehidupan bangsa

Indonesia yang juga sebagai pelaksanaan sistem nilai budaya bangsa

Indonesia.

2.6.3 Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Sumber politis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di

Indonesia dapat dirunut ke dalam berbagai kebijakan yang dilakukan oleh

para penyelenggara negara. Dokumen pada masa Orde Lama yang

meletakkan Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan atau orientasi

ilmu, antara lain dapat dilihat dari pidato Soekarno ketika menerima gelar

Doctor Honoris Causa di UGM pada 19 September 1951.

Dengan demikian, Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan

ilmu pada zaman Orde Lama belum secara eksplisit dikemukakan, tetapi

oleh Soekarno dikaitkan langsung dengan dimensi kemanusiaan dan

hubungan antara ilmu dan amal. Selanjutnya, pidato Soekarno pada

Akademi Pembangunan Nasional di Yogyakarta, 18 Maret 1962.

mengatakan hal sebagai berikut: "Ilmu pengetahuan itu adalah malahan

suatu syarat mutlak pula, tetapi kataku tadi, lebih daripada itu, dus lebih

mutlak daripada itu adalah suatu hal lain, satu dasar. Dan yang dimaksud

dengan perkataan dasar, yaitu karakter. Karakter adalah lebih penting

daripada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tetap adalah suatu syarat

mutlak. Tanpa karakter yang gilang gemilang, orang tidak dapat

membantu kepada pembangunan nasional, oleh karena itu pembangunan

25
nasional itu sebenarnya adalah suatu hal yang berlangit sangat tinggi, dan

berakar amat dalam sekali. Berakar amat dalam sekali, oleh karena

akarnya itu harus sampai kepada inti-inti daripada segenap cita-cita dan

perasaan-perasaan dan gandrungan-gandrungan rakyat"(Soekarno, 1962).

Pada zaman Orde Baru, Presiden Soeharto menyinggung masalah

Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu ketika memberikan

sambutan pada Kongres Pengetahuan Nasional IV, 18 September 1986 di

Jakarta sebagai berikut: "Ilmu pengetahuan dan teknologi harus

diabdikan kepada manusia dan kemanusiaan, harus dapat memberi jalan

bagi peningkatan martabat manusia dan kemanusiaan. Dalam ruang

lingkup nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi yang ingin kita kuasai

dan perlu kita kembangkan haruslah ilmu pengetahuan dan teknologi

yang bisa memberi dukungan kepada kemajuan pembangunan nasional

kita. Betapapun besarnya kemampuan ilmiah dan teknologi kita dan

betapapun suatu karya ilmiah kita mendapat tempat terhormat pada

tingkat dunia, tetapi apabila kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi

itu tidak dapat membantu memecahkan masalah-masalah pembangunan

kita, maka jelas hal itu merupakan kepincangan, bahkan suatu

kekurangan dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan dan teknologi"

(Socharto, 1986: 4).

Pada era Reformasi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam

sambutan pada acara silaturrahim dengan Akademi Ilmu Pengetahuan

26
Indonesia (AIPI) dan masyarakat ilmiah, 20 Januari 2010 di Serpong.

SBY menegaskan sebagai berikut: Setiap negara mempunyai sistem

inovasi nasional dengan corak yang berbeda dan khas, yang sesuai

dengan kebutuhan dan kondisinya masing-masing. Saya berpendapat, di

Indonesia, kita juga harus mengembangkan sistem inovasi nasional, yang

didasarkan pada suatu kemitraan antara pemerintah, komunitas ilmuwan

dan swasta, dan dengan berkolaborasi dengan dunia internasional. Oleh

karena itu, berkaitan dengan pandangan ini dalam waktu dekat saya akan

membentuk komite inovasi nasional, yang langsung bertanggungjawab

kepada presiden, untuk ikut memastikan bahwa sistem inovasi nasional

dapat berkembang dan berjalan dengan baik. Semua ini penting kalau

kita sungguh ingin Indonesia menjadi knowledge society. Strategi yang

kita tempuh untuk menjadi negara maju, developed country, adalah

dengan memadukan pendekatan sumber daya alam, iptek, dan budaya

atau knowledge based, Resource based and culture based development"

(Yudhoyono, 2010).

Habibie dalam pidato 1 Juni 2011 menegaskan bahwa penjabaran

Pancasila sebagai dasar nilai dalam berbagai kebijakan penyelenggaraan

negara merupakan suatu upaya untuk mengaktualisasikan Pancasila

dalam kehidupan (Habibie, 2011: 6). Berdasarkan pemaparan isi pidato

para penyelenggara negara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

sumber politis dari Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek

27
lebih bersifat apologis karena hanya memberikan dorongan kepada kaum

intelektual untuk menjabarkan nilai-nilai Pancasila lebih lanjut.

2.3.4 Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila


sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu.

Pancasila sebagai pengembangan ilmu belum dibicarakan secara


eksplisit oleh para penyelenggara negara sejak Orde Lama sampai era
Reformasi. Para penyelenggara negara pada umumnya hanya
menyinggung masalah pentingnya keterkaitan antara pengembangan ilmu
dan dimensi kemanusiaan (humanism). Seminar Nasional tentang
Pancasila sebagai pengembangan ilmu, 1987 dan Simposium dan
Saraschan Nasional tentang Pancasila sebagai Paradigma Ilmu
Pengetahuan dan Pembangunan Nasional, 2006. Namun pada kurun
waktu akhir-akhir ini, belum ada lagi suatu upaya untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kaitan dengan
pengembangan Iptek di Indonesia. Ada beberapa bentuk tantangan
terhadap Pancasila sebagai dasar

a) pengembangan Iptek di Indonesia:


1) Kapitalisme yang sebagai menguasai perekonomian dunia, termasuk

Indonesia. Akibatnya, ruang bagi penerapan nilai-nilai Pancasila

sebagai dasar pengembangan ilmu menjadi terbatas. Upaya bagi

pengembangan sistem ekonomi Pancasila yang pernah dirintis Prof.

Mubyarto pada 1980-an belum menemukan wujud nyata yang dapat

diandalkan untuk menangkal dan menyaingi sistem ekonomi yang

berorientasi pada pemilik modal besar. Globalisasi yang menyebabkan

lemahnya daya saing bangsa Indonesia

28
2) pengembangan iptek sehingga Indonesia lebih berkedudukan sebagai

konsumen daripada produsen dibandingkan dengan negara-negara

lain.

3) Konsumerisme menyebabkan negara Indonesia menjadi pasar bagi

produk teknologi negara lain yang lebih maju ipteknya. Pancasila

sebagai pengembangan ilmu baru pada taraf wacana yang belum

berada pada tingkat aplikasi kebijakan negara.

4) Pragmatisme yang berorientasi pada tiga ciri, yaitu: workability

(keberhasilan), satisfaction (kepuasan), dan result (hasil) (Titus, dkk.,

1984) mewarnai perilaku kehidupan sebagian besar masyarakat

Indonesia.

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu sangat penting

untuk disosialisasikan kepada seluruh masyarakat. Pengamalan Pancasila

sebagai dasar nilai pengembangan ilmu tersebut dapat direalisasikan melalui

mata kuliah pendidikan Pancasila di perguruan tinggi. Apabila pemahaman

akan Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu ini memudar, maka ikut

memudar pula etika dan norma dalam pengembangan ilmu di Indonesia. Oleh

karena itu, penting bahwa pengembangan ilmu di Indonesia ini didasari

dengan Pancasila.

29
Kita sebagai warga negara yang baik harus memahami dan juga

berusaha mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Apalagi di era globalisasi ini, dimana banyak budaya yang masuk secara

bebas di Indonesia. Kemajuan Iptek sangat penting bagi suatu negara, tetapi

alangkah baiknya lebih selektif dan disesuaikan dengan dasar Pancasila

Perlunya Pancasila sebagai sistem etika dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara bertujuan untuk:

a. Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen

bangsa dan menjalankan kehidupan kebangsaan dalam berbagai

aspek

b. Menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa,

bernegara, dan bermasyarakat.

c. Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksaan nilai-

nilai etika dan moral dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara

3.2 Saran
Menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, untuk ke

depannya kami sebagai penulis akan berusaha untuk membuat makalah

dengan lebih baik lagi Demikianlah makalah ini kami buat, semoga

bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca sekalian Kami mohon maaf

jika ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas,

30
kurang dimengerti dan lugas. Dan kami juga mengharapkan saran dan kritik

dari pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini

Saran dari penulis untuk pembaca yaitu jadikanlah Pancasila sebagai

dasar di cra pengembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, agar sesuai

dengan norma dan etika yang tertuang dalam Pancasila. Dalam makalah ini

masih terdapat kesalahan sehingga kami mengaharap kritik konstruktif dari

pembaca untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Kaelani, M.S.2010. Pendidikan Pancasila. Pradigma:Yogyakarta.


Susilowati Dwi dan Sudjatmoko. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Winatraputra S.Udin. 2002. Pendidikan Pancasila. Jakarta : Penerbit Universitas

Terbuka.

Anneke,Sato. Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai sistem Etika serta

Pancasila dan Ideologi Nasional. Artikel. Diakses melalu

www.blogspot.com

31
Dewi, S., & Utama, A. S. (2019). Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia

Serta Perkembangan Ideologi Pancasila Pada Masa Orde

Lama, Orde Baru Dan Era Reformasi. Pelita Bangsa

Pelestari Pancasila, 13(2), 17-36.

Sihotang, K. (2019). Bab V Pancasila Sebagai Etika Berbangsa. Pendidikan

Pancasila: Upaya Internalisasi Nilai-Nilai Kebangsaan, 79.

Putri, F. S., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Pancasila sebagai Sistem

Etika. EduPsyCouns: Journal of Education, Psychology and

Counseling, 3(1), 176-184.

Backy Krisnayuda, 2016, Pancasila & Undang-Undang (Relasi Dan Transformasi

Keduanya Dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia), Cetakan

1, Prenadamedia Group, Jakarta.

C.S.T. Kansil, 2000, Pancasila Dan Undang-Undang Dasar 1945 (Pendidikan

Pancasila Di Perguruan Tinggi), PT. Pradnya Paramita,

Jakarta.

Jahroh, Windi Siti Jahroh dan Nana Sutarna. 2016. Pendidikan Karakter Sebagai

Upaya Mengatasi Degradasi Moral.". Prosiding Seminar

Nasional Inovasi Pendidikan.

Kaelan, 2014, Pendidikan Pancasila, Edisi revisi kesepuluh, Paradigma,

Yogyakarta.

Kemristek Dikti, 2016. E-Book Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi.

Jakarta: Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan.

32
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Ajar Mata Kuliah

Pendidikan Pancasila. Jakarta: Direktorat Pembelajaran dan

Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Kusuma. A.B. 2016. Weltanschauung dan Dasar Negara. Jurnal Ketatanegaraan

Volume 1. Lembaga Pengkajian Majelis Permusyawaratan

Rakyat Negara Republik Indonesia. Jakarta.

Paristiyanti Nurwandani, dkk, 2016, Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum

Pancasilal, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan

Kemahasiswaan, Jakarta.

Surip.. Syarbini, dan Rahman. 2015. Pancasila Dalam Makna dan Aktualisasi.

Yogyakarta: Penerbit Andi.

33

Anda mungkin juga menyukai