Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN SKOLIOSIS

DISUSUN OLEH :
NAMA : DWI APRILIYANI
NPM : F0H022067
KELAS : 2B
SEMESTER :3

DOSEN PENGAMPUH :
NS. TITIN APRILATUTINI, S.Kep, M.Pd

PRODI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2023/2024
KONSEP DASAR
A. Definisi Skoliosis

Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan,


mengandung arti kondisi patologi. Skoliosis adalah deformitas dari
tulang belakang yang dicirikan dengan adanya abnormalitas
kelengkungan tulang belakang ke arah lateral. Selain itu, pada
skoliosis juga dapat ditemukan adanya rotasi dari vertebra.
Skoliosis didefinisikan sebagai kelengkungan tulang belakang ke arah
lateral yang memiliki sudut Cobb lebih dari 10 o. Kelengkungan yang
abnormal tersebut bisa terjadi karena kelainan kongenital, kelainan
pembentukan tulang atau kelainan neurologis, tapi pada sebagian kasus
bersifat idiopatik. (Martiana dan Alaydrus, 2019)
B. Klasifikasi Skoliosis

Berdasarkan etiologinya, skoliosis dapat dikategorikan menjadi skoliosis


non- struktural dan struktural (Kartika, 2017)
a) Skoliosis Non-struktural

Pada skoliosis non-struktural, lengkung dari tulang belakang yang


abnormal dapat dikoreksi dengan membungkuk ke samping atau posisi
supinasi. Kondisi ini dapat berlangsung sementara, dan tidak ada
perubahan struktural. Skoliosis non- struktural dapat dikelompokkan
berdasar etiologinya menjadi:

1. Skoliosis Postural.
Disebabkan oleh kebiasaan postur tubuh yang burk. Pada skoliosis
postural, deformitas yang terjadi bersifat sekunder, yang diakibatkan
oleh kompensasi suatu keadaan selain masalah tulang belakang,
contohnya tungkai bawah yang pendek atau pinggul yang miring
karena kontraktur pinggul ; jika pasien duduk (yang mengakibatkan
hilangnya keasimetrisan kaki) , lengkung yang abnormal akan
menghilang
2. Skoliosis Histerikal
3. Iritasi akar saraf
4. Inflamasi
5. Keadaan leg length disrepancy
6. Keadaan kontraktur sekitar sendi panggul

b) Skoliosis Struktural

Skoliosis struktural adalah deformitas tulang belakang yang tidak


dapat dikoreksi dan rotasi dari vertebra. Pada kondisi ini, processus
spinosus berputar ke arah kecekungan dari kurva, dan processus
transνersus pada area yang cembung berotasi ke arah posterior. Di regio
thorakal, terjadi permukaan yang cembung di area skapular dan disebut
sebagai “rib hump“ atau “humping“ yang disebabkan tulang rusuk yang
menonjol. Kondisi ini adalah karakteristik dari deformitas tulang
belakang pada skoliosis non-struktural. Rotasi pada vertebra terbentuk
oleh tulang rusuk di area thorakal dan musculus erector spinae di daerah
lumbal. Pada kelengkungan awal dan kecil, rotasi vertebra hanya dapat
dilihat ketika pasien membungkuk ke depan dengan sudut 90 derajat
pada pinggul

Jika masih awal, deformitas mungkin dapat diperbaiki, tetapi jika


deformitas telah mencapai titik tertentu dari kestabilan mekanis, vertebra
akan melengkung dan berotasi mencapai deformitas yang bersifat
menetap dan tidak dapat hilang dengan perubahan postur tubuh.
Kelengkungan sekunder yang terbentuk untuk mengimbangi deformitas
primer lebih mudah untuk diperbaiki, tetapi makin lama dapat menetap.

Menurut etiologinya, skoliosis dapat diklasifikasikan menjadi :

1) Skoliosis Idiopatik
a) Infantile skoliosis (0-3 tahun)
b) Juvenile skoliosis (3-10 tahun)
c) Adolescent skoliosis (> 10 tahun)
2) Skoliosis Neuromuskular
a. Neuropathic / neurogenic (karena penyakit atau anomali pada jaringan
saraf)
b. Miopatik: Arthrogryposis, Muscular dystrophy, Fiber type
disproportion, Congenital hypotonia, Myotonia dystrophica, Lainnya.

c. Skoliosis Kongenital: Kegagalan pembentukan, Kegagalan segmentasi


d. Neurofibromatosis
e. Penyakit-penyakit mesenkim
f. Penyakit rheumatoid
g. Trauma L fraktur, pembedahan, irradiasi
h. Osteochondrodystrophies
i. Infeksi Tulang
j. Penyakit metabolik
k. Keadaan sendi lumbosacral
l. Tumor pada columna vertebralis atau pada medulla spinalis

Klasifikasi dari derajat kurva skoliosis :

a. Skoliosis ringan : kurva kurang dari 20º


b. Skoliosis sedang : kurva 20º —40º /50º. Mulai terjadi perubahan struktural
vertebra dan costa.

c. Skoliosis berat : lebih dari 40º /50º. Berkaitan dengan rotasi vertebra
yang lebih besar, sering disertai nyeri, penyakit sendi degeneratif, dan
pada sudut lebih dari 60º - 70º terjadi gangguan fungsi kardiopulmonal
bahkan menurunnya harapan hidup.
Sedangkan menurut letaknya, dapat di klafisikasikan menjadi thoracal,
lumbal atau kombinasi.

Menurut bentuknya dapat dapat di klafisikasikan menjadi:

a. Kurva C : umumnya di thoracolumbal tidak terkompensasi,


kemungkinan posisi asimetris dalam waktu yang lama, kelemahan
otot atau sitting balance yang tidak baik

b. Kurva S : lebih sering terjadi pada skoliosis idiophatik, di thoracal


kanan dan lumbal kiri, umumnya struktural.

Tipe Skoliosis Idiopatik

Skoliosis Idiopatik Lembaga Penelitian Skoliosis (The Skoliosis


ResearchSociety) merekomendasikan bahwa skoliosis idiopatik digolongkan
berdasarkan umur pasien pada saat diagnosis ditegakkan.
a) Skoliosis idiopatik infantile

Kelengkungan vertebra berkembang saat lahir sampai usia


3 tahun. pada umumnya dideteksi sejak tahun pertama kelahiran,
kasus ini lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan
dan sebagian besar torakal melengkung kiri. Mayoritas sembuh
secara sepontan, walau tidak di obati dan mungkin hasil dari
pembentukan di rahim. Beberapa kasus berkembang
menjadi struktur lengkungan yang kaku, keras dan prognosisnya
jelek. (Kartika, 2019)

b) Skoliosis idiopatik juvenile

Skoliosis idiopatik juvenil terjadi pada umur 4-10 tahun.


Berbagai bentuk dapat terjadi namun kurva torakal biasanya
kekanan. Skoliosis juvenil biasanya lebih progresif dari adolesent.
Perbedaan antara kasus remaja awal dengan fase anak-anak
biasanya sulit dipisahkan kecuali didasarkan atas pemeriksaan x-
ray. Kebanyakan dari kasus ini dideteksi lebih dari usia 6
tahun dan berlokasi pada kurvathorak kanan. Pada kelompok umur
ini, pravelensi kasus diantara perempuan dan laki —laki secara
merata.

c) Skoliosis idiopatik adolescent


Skoliosis idiopatik adolescent didiagnosa ketika kurva dilihat
pada usia 10 tahun dan skeletal yang matang. Bentuk dari thorak
kanan dan thoracolumbal lebih dominan. Perubahan bentuk kurva
ini lebih banyak dideteksi pada kelompok umur ini namun sudah
terjadi sebelum umur 10 tahun, tetapi tidak terdeteksi hingga
usia menjelang dewasa. Delapan puluh persen skoliosis dewasa
terjadi pada perempuan, dan kurva yang terbantuk cendrung ke
kanan.

C. Penyebab Skoliosis
Ada 3 penyebab dari skoliosis pada anak, yaitu sebagai berikut.
1. Skoliosis idiopatik
Skoliosisi idiopatik merupakan jenis yang paling sering dialami oleh
anak-anak. Sayangnya, skoliosis idiopatik yang terjadi sangat awal pada anak
belum dapat diketahui penyebabnya. Kondisi ini umumnya terjadi sebagai
bagian atau gejala dari gejalal skoliosis idiopatik pada remaja. Namun, tidak
seperti skoliosis idiopatik pada umumnya yang terjadi sebagai satu kelainan
tulang belakang, skoliosis pada anak ini diduga akibat adanya penyakit atau
kondisi kesehatan lain. Kondisi lain yang mungkin jadi pemicu skoliosis
seperti kelainan genetik atau penyakit keturunan.
2. Skoliosis kongenital
Skoliosisi kongenital atau sejak lahir disebabkan oleh gangguan
perkembangan sistem rangka, terutama tulang belakang saat masih di dalam
kandungan. Bayi yang lahir dengan kondisi tersebut dapat mengalami kelainan
tulang belakang seiring bertambahnya usia. Tanda-tanda skoliosis ini bisa
ditunjukkan bayi di bawah usia 2 tahun.
3. Skoliosis neuromuskular
Skoliosis jenis ini terjadi akibat kelainan pada otot dan saraf yang
menopang tulang punggung. Di antara kelainan tersebut meliputi spina bifida,
kelainan bentuk dinding dada, cerebral palsy, dan tumor jinak atau ganas pada
tulang belakang.
D. Patofisiologi Skoliosis

Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut skoliosis ini


berawal dari adanya syaraf —syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh
yang menarik ruas —ruas tulang belakang. Tarikan ini berfungsi untuk
menjaga ruas tulang belakang berada pada garis yang normal yang
bentuk nya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu hal,
diantaranya kebiasaan duduk yang miring, membuat sebagian syaraf
yang bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang menjadi
kebiasaan, maka syaraf itu bahkan akan mati. Ini berakibat pada
ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang belakang. Oleh karena itu,
tulang belakang yang menderita skoliosis itu bengkok atau seperti huruf
“S“ ataupun huruf “C“. Dari 4% populasi terdapat 10-15 tahun yang
kebanyakan perempuan bentuk normal dari tulang belakang dilihat dari
belakang berbentuk lurus dari atas sampai os coccygeus.

Bentuk skoliosis yang paling sering dijumpai adalah deformitas


tripanal dengan komponen lateral, anterior posterior dan rotasional
(Rosadi, 2008). Gambaran patologi anatomi skoliosis non idhiopatik
sangat berhubungan dengan penyebab (etiologi). Pada skoliosis
idiopatik, terdapat gambaran yang khas yang dapat diikuti. Pada
skoliosis idiopatik, kurva struktural dimulai sebagai kurva non struktural
(fungsional). Tidak semua kurva non struktural akan menjadi
struktural akan terjadi perubahan struktur jaringan lunak sebagai berikut:
Kapsul sendi intervertebralis memendek pada sisi cekung (konkaf),
terjadi komperesi pada sendi facet. Pemendekan ligamen-ligamen pada
sisi cekung (ligamen longitudinal anterior, ligamen longitudinal
posterior, ligamen interspinosus).

Pada otot-otot juga terjadi suatu perubahan seperti kontraktur


(pemendekan) otot-otot sisi konkaf yaitu: otot erector spine, otot
kuadratus lumborum, otot psoas mayor dan minor, otot latisimus dorsi,
otot perut obeliqus abdominis, Kecuali otot multifidus dikatakan lebih
pendek disisi konveks akibat kurva kelateral bersama rotasi vertebra.
Apabila sudah terjadi “malaligement“ posisi struktur berubah kolumna
vertebralis terjadi rotasi korpus vertebra kearah konveks. Perbedaan
tekanan antara kedua sisi vertebra menyebabkan perbedaan kepadatan
dan kesempatan bertumbuh. Terjadi kondisi asimetris dimana sisi konkaf
cekung menjadi lebih pendek. Diskus intervertebralis sisi konkaf
menipis. Vertebra yang mengalami gaya tekan terbesar akan terdorong
lebih menjauh dari gaya kompresi tersebut akan menjadi apex puncak
vertebra dari skoliosis. Ruas vertebra torakalis menyebabkan tulang-
tulang iga pada sisi konveks tergeser kearah posterior, akan timbul
tonjolan iga rib hump ke posterior. Tulang-tulang iga sisi konkaf
bergeser ke anterior, sehingga rongga thorak bebentuk oval. Pada anak
wanita akan tampak buah dada (mammae) sisi konvek lebih kecil.

Terkadang ditemukan “rib hump“ yang ternyata pada skoliosis


lumbalis sebagai akibat kompresi vertebra thorakalis, meskipun dari
gambaran klinis dan radiologis terlihat skoliosis daerah thorakal sangat
minim. Penamaan skoliosis dihubungkan dengan letak konveksitas
(Keim HA, Rakasiwi, 2008). Skoliosis menyebabkan deformitas pada
tulang vertebra dan costa. Pada skoliosis postural, deformitas terjadi
karena akibat sekunder atau kompensasi dari beberapa kondisi di luar
vertebrae, contoh: tungkai yang berbeda panjangnya dan pelvis yang
miring oleh kerena kontraktur hip. Dengan posisi duduk, kurva struktur,
deformitas awal segmen vertebra yang terlibat mungkin masih dapat
sikap atau postur tubuh tidak akan menghilangkan bentuk deformitas.
Deformitas skala tinggi dapat menyebabkan gangguan
fungsi kardiopulmonal akibat kompensasi dari ketidaknormalan tulang
vertebra sehingga mempengaruhi bentuk costa. Akibat terus
menerus berkontraksi. Jika berlanjut akan mengkibatkan pemendekan
jaringan (kontraktur). Komplikasi dari kontraksi otot terus menerus di
satu sisi tubuh. (Gitapradita Wiguna, 2018)

E. Manifestasi Klinis Skoliosis

Pada umumnya, pasien menyadari dan mengeluhkan gejala


seperti “rib hump“ pada bagian thorakal, dan pinggang yang tampak
tidak simetris, ketidak simetrisan payudara, salah satu shoulder blade
lebih tinggi dan menonjol dibandingkan yang lain, salah satu bahu
lebih tinggi, dan postur tubuh yang kurang baik. Nyeri pada punggung
adalah hal yang jarang terjadi, dan apabila ada harus dipikirkan penyebab
yang lain. Nyeri punggung yang non-spesifik memiliki prevalensi
sebesar 70% di populasi dan tidak harus langsung menduga skoliosis
sebagai penyebabnya. Penekanan pada akar — akar saraf tulang belakang
di bagian lumbal dapat menyebabkan sakit yang menjalar ke tungkai —
tungkai bawah. Secara umum tanda-tanda skoliosis yang bisa
diperhatikan pada penderitanya yaitu: (Rachmat dan Fauzi, 2019)
a. Tulang bahu yang berbeda, dimana salah satu bahu akan
kelihatan lebih tinggi dari bahu yang satunya (Eleνated Shoulder)

b. Tulang belikat yang menonjol, sebagai akibat dari terdorongnya


otot oleh kurva primer Scoliosis (Prominent Scapula)

c. Lengkungan tulang belakang yang nyata, yang dapat terlihat


secara jelas dari arah samping penderita (Spinal Curνe)

d. Tulang panggul yang terlihat miring, sebagai


penyesuaian dari kuva Scoliosis (Uneνen Waist)
e. Perbedaan ruang antara lengan dan tubuh (Asymmetrical Arm
to Flank Distances)
Ketidaklurusan tulang belakang ini akhirnya akan menyebabkan
nyeri persendian di daerah tulang belakang pada usia dewasa dan
kelainan bentuk dada, hal tersebut mengakibatkan :
a. Penurunan kapasitas paru, pernafasan yang tertekan,
penurunan level oksigen akibat penekanan rongga tulang
rusuk pada sisi yang cekung.

b. Pada skoliosis dengan kurva kelateral atau arah lengkungan ke


kiri, jantung akan bergeser kearah bawah dan ini akan dapat
mengakibatkan obstruksi intrapulmonal atau menimbulkan
pembesaran jantung kanan, sehingga fungsi jantung akan
terganggu. Di bawah ini adalah efek skoliosis terhadap paru
dan jantung meliputi : Efek Mild skoliosis (kurang dari
2Oo tidak begitu serius, tidak memerlukan tindakan dan
hanya dilakukan monitoring). Efek Moderate skoliosis (antara
25 — 4Oo ), tidaklah begitu jelas , namun suatu study terlihat
tidak ada gangguan, namun baru ada keluhan kalau
dilakukan exercise.Efek Seνere skoliosis (> 4OO ) dapat
menimbulkan penekanan pada paru, pernafasan yang tertekan,
dan penurunan level oksigen, dimana kapasitas paru dapat
berkurang sampai 80%. Pada keadaan ini juga dapat terjadi
gangguan terhadap fungsi jantung. Efek Very Seνere
skoliosis (Oνer lOOO ). Pada keadaan ini dapat terjadi
trauma pada pada paru dan jantung, osteopenia and
osteoporosis (Rachmat dan Fauzi, 2019)

F. Pemeriksaan Diagnostic Skoliosis

1) Test adam forward bending

Salah satu cara untuk mengetahui apakah skoliosis atau tidak


adalah dengan forward bending test. Karena pada posisi fleksi lumbal
kedepan, deformitas rotasi dapat diamati paling mudah, dan
penonjolan iga atau penonjolan para lumbal dapat dideteksi dengan
komponen rotasinya. Pada umumnya, jika deviasi lateral
vertebrata meningkat, begitu juga deformitas rotasinya, tetapi
hubungan ini tidak linier dan banyak lengkung minor
memperlihatkan rotasi yang nyata sedangkan beberapa deformitas
skoliotik sedang dan berat hanya memperlihatkan unsur rotasional
yang lebih ringan. (Gitapradita Wiguna, 2018)

2) Scoliometer (inclinometer)

Scoliometer (inclinometer) adalah sebuah alat untuk mengukur


sudut kurva pada tulang belakang pada procesus spinosus yang
asimetris (Gordon,et.al, 2008). Cara pengukuran dengan inclinometer
dilakukan pada pasien dengan posisi membungkuk, kemudian atur
posisi pasien karena posisi ini akan berubah-ubah tergantung pada
lokasi kurvatura scoliosis, sebagai contoh kurva dibawah vertebra
lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh
dibanding kurvapada thorokal. Kemudian letakkan inclinometer pada
apeks kurva, biarkan inclinometer tanpa ditekan, kemudian baca
angka derajat kurva. Pada screening, pengukuran ini signifikan
apabila hasil yang diperoleh labih besar dari 5 derajat, hal ini
biasanya menunjukkan derajat adanya rib hump. Ini disebabkan
karna adanya rotasi pada daerah vertebra thorakal, dan ini juga dapat
menunjukan kelengkungan vertebra. Perlu dicatat hal ini hanya
menunjukan adanya kelainan pada spine akan tetapi tidak
menunjukan tingkat keparahan dan deformitas tersebut. (Nabila,
2020)

3) Skilot

Pemeriksaan lain yang di lakukan oleh fisioterpi adalah


menggunakan skilot, sejenis bandul panjang yang melewti kepala,
badan, dan garis tengah gluteal. Caranya orang yang akan di test
dalam posisi berdiri dengan kaki terbuka. Kemudian letakkna ujung
tali yang bebas pada poe dan biarkan bandulnya jatuh melewati garis
tengah gluteal. Jika bandul tidak melewati garis tengah gluteal
dengan penyimpangan kira —kira lebih dari 10 derajat, maka
memungkunan terjadi scoliosis.

4) Pemeriksaan radiologi X-Ray

Proyeksi Foto polos harus diambil dengan posterior dan lateral


penuh terhadap tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak,
untuk menilai derajat kurva dengan metode Cobb dan menilai
maturitas skeletal dengan metode Risser. Kurva strutural akan
memperlihatkan rotasi vertebrata pada proyeksi posterior-anterior,
vertebrata yang mengarah ke puncak prosessus spinosus
menyimpang kegaris tengah pada ujung atas dan bawah kurva
diidentifikasi sewaktu tingkat simetri vertebrata diperoleh kembali.
Cobb Angel di ukur dengan menggambar garis tegak lurus dari batas
superior dari vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegang
lurus dari akhir inferior vertebra paling bawah. Perpotongan kedua
garis ini membentuk suatu sudut yang diukur.

5) Metode Cobb

Metode Cobb sudah digunakan sejak tahun 1984 untuk mengukur


sudut pada posisi erect PA. Pengukuran dengan sudut Cobb sangat
berguna pada pemeriksaan pasien dengan posisi PA/AP. Sudut Cobb
ditemukan dengan menarik garis dari sudut inferior dan superior
vertebrae dari kelengkungan. Sudut tersebut menghubungkan
garis tegak lurus dengan endplates. Sudut Cobb sangat berguna
dalam menentukan beda antara skoliosis dan asimetris dari
vertebrae. Sudut kurang 100 hingga 150 pada sudut Cobb lebih
menunjukkan bahwa telah terjadi asimetris daripada skoliosis.
Sudut Cobb juga dapat memonitor kemajuan koreksi
dari kelengkungan selama penggunaan bracing atau observasi
perbaikan. Bagaimanapun, pada pengukuran sudut Cobb tidak bisa
menentukan adanya vertebral rotation atau aligment dari tulang
belakang. Metode lippman-cobb di ambil dan di standarisasi oleh
Scoliosis Research Society dan digunakan untuk mengklasifikasikan
jenis kelengkungan skoliosis menjadi tujuh bagian

6) Gambar Pola skoliosis


Pemeriksa seharusnya juga menentukan apakah titik
kelengkungan tersebut mengarah ke kanan atau ke kiri. Jika
kelengkungannya ada ada dua, maka masing-masing harus
digambarkan dan diukur. Untuk menggunakan metode Cobb,
pertama kita harus menetukan mana saja yang merupakan end
vertebrae. Masing-masing dari end vertbrae ini adalah yang
dibatasan atas dan bawah dari kelengkungan yang miring paling jauh
mengarah ke kelengkungannya. Jika kita sudah memilih vertebrae
tersebut, lalu gambarlah garis sepanjang endplate bagian atas dan
bawah.

G. Penatalaksanaan Skoliosis

Jenis terapi yang dibutuhkan untuk skoliosis tergantung pada


banyak faktor. Sebelum menentukan jenis terapi yang digunakan,
dilakukan observasi terlebih dahulu. Terapi disesuaikan dengan
etiologi,umur skeletal, besarnya lengkungan, dan ada tidaknya
progresivitas dari deformitas. Keberhasilan terapi sebagian tergantung
pada deteksi dini dari skoliosis.

Medikamentosa
Tujuan pemberian obat adalah untuk mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri dan kemungkinan infeksi baik dari alat ataupun
pembedahan, bukan untuk mengobati skoliosis. Obat yang digunakan
antara lain :
1. Analgesik :

a) Asam Asetil Salisilat 3 x 500 mg

b) Paracetamol 3 x 500 mg

c) Indometacin 3 x 25 mg

2. NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug)


1) Non Medikamentosa : Terapi panas (kompres hangat), alat
penyangga digunakan untuk skoliosis dengan kurva 25°-40°
dengan skeletal yang tidak matang (immature). Alat
penyangga tersebut antara lain: peyangga milwaukee, boston

Tujuan dilakukannya tatalaksana pada skoliosis meliputi 3 hal penting :


Mencegah progresifitas dan mempertahankan keseimbangan,
Mempertahankan fungsi respirasi. Mengurangi nyeri dan memperbaiki
status neurologis. Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal
sebagai “The three O‟s“ adalah :

a) Observasi

Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu


berat, yaitu <25o pada tulang yang masih tumbuh atau <50o
pada tulang yang sudah berhenti pertumbuhannya. Rata-rata
tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun. Pada
pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung
pada waktu-waktu tertentu.Foto kontrol pertama dilakukan 3
bulan setelah kunjungan pertama ke dokter.Lalu sekitar 6-9
bulan berikutnya bagi yang derajat <20>20.
b) Orthosis
Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang
dikenal dengan nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini
adalah :

1. Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan


sekitar 30-40 derajat
2. Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25
derajat.

Jenis dari alat orthosis ini antara lain : Milwaukee, Boston dan
Charleston bending brace. Alat ini dapat memberikan hasil yang
cukup signifikan jika digunakan secara teratur 23 jam dalam
sehari hingga 2 tahun setelah menarche.
Jika kurva yang dimiliki antara 20 — 30˚ dan progresif,
diperlukan penanganan dengan menggunakan brace. Ada dua
macam bracing yang seringkali digunakan yaitu: Milwaukee brace
untuk menyokong daerah thorakal, terdiri dari korset pada pelvis
yang dihubungkan dengan logam untuk menyokong cincin yang
terletak pada daerah servikal yang menyangga oksipital dan
dagu dan Boston brace yang digunakan untuk menyokokng
daerah lumbal atau thorakolumbal Penggunaan spinal brace
dilakukan full time yaitu 22 jam sehari atau part time yaitu 16
jam sehari atau hanya dipakai pada malam hari. Kurva yang lebih
dari 30˚ dan kurva yang progresif membutuhkan pemakaian full
time. Kontraindikasi dari penanganan orthotik adalah jika pasien
telah mengalami maturitas skeletal, pasien dengan lordosis di
regio thorakal, pasieng dengan lengkung kurva lebih dari 45˚, dan
pasien yang mengalami gangguan kepribadian Pemakaian brace
dapat mencegah progresifitas kurva, memberikan koreksi yang
permanen pada batas-batas tertentu, dan menstabilkan kurva.
Semakin muda penderita dan semakin kecil sudut kurva maka
akan semakin besar keberhasilan pemakaian spinal brace.
c) Operasi

Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi


pada skoliosis adalah :
1. Terdapat derajat pembengkokan >50 derajat pada orang dewasa
2. Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45
derajat pada anak yang sedang tumbuh
3. Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis
Penanganan operatif dilakukan apabila kurva telah lebih dari 30˚
yang secara kosmetik tidak baik, dan untuk deformitas yang ringan
namun tidak membaik setelah menjalankan penanganan konservatif.
Tujuan dari penanganan operatif adalah untuk meluruskan kurva
termasuk komponen vertebra yang telah berotasi.

Umumnya, jika kelengkungan lebih dari 40 derajat dan pasien


skeletalnya imatur, operasi direkomendasikan. Lengkung dengan sudut
besar tersebut, progresivitasnya meningkat secara bertahap, bahkan pada
masa dewasa. Tujuan terapi bedah dari skoliosis adalah memperbaiki
deformitas dan mempertahankan perbaikan tersebut sampai terjadi fusi
vertebra. Beberapa tindakan pembedahan untuk terapi skoliosis antara
lain :
a. Penanaman Harrington rods (batangan Harrington)

Batangan Harrington adalah bentuk peralatan spinal yang


dipasang melalui pembedahan yang terdiri dari satu atau sepasang
batangan logam untuk meluruskan atau menstabilkan tulang belakang
dengan fiksasi internal. Peralatan yang kaku ini terdiri dari pengait
yang terpasang pada daerah mendatar pada kedua sisi tulang vertebrata
yang letaknya di atas dan di bawah lengkungan tulang belakang.
Keuntungan utama dari penggunaan batangan Harrington adalah dapat
mengurangi kelengkungan tulang belakang ke arah samping (lateral),
pemasangannya relatif sederhana dan komplikasinya rendah. Kerugian
utamanya adalah setelah pembedahan memerlukan pemasangan gips
yang lama. Seperti pemasangan pada spinal lainnya , batangan
Harrington tidak dapat dipasang pada penderita osteoporosis yang
signifikan.
b. Pemasangan peralatan Hotrecc-aunousset

Peralatan Cotrell-Dubousset meliputi pemasangan beberapa


batangan dan pengait untuk menarik, menekan, menderotasi tulang
belakang. Alat yang dipasang melintang antara kedua batangan untuk
menjaga tulang belakang lebih stabil. Pemasangan peralatan Cotrell-
Dubousset spinal dikerjakan oleh dokter ahli bedah yang
berpengalaman dan asistennya (Rachmat dan Fauzi, 2019)

H. Komplikasi Skoliosis

Skoliosis adalah penyakit 3 dimensi yang sangat komplek walaupun


prinsipnya berasal dari kurva ke arah lateral yang kemudian membuat vertebra
berputar. Perputaran vertebra merubah bentuk dan volume dari rongga thorak
maupun rongga abdominal. Sehingga berujung pada organ di dalamnya misalnya
berkurangnya system kerja kardiopulmonal, jantung, dan dapaat menimbulkan
nyeri (harjono,2006).
Skoliosis merupakan kelainan bentuk kurva tulang belakang. Bentuk
tulang belakang yang melengkung ke kiri ataupun ke kanan dengan tingkat
derajad kelengkungan besar akan mendesak organ-organ dalam tubuh.
Akibatnya terjadi, mempengaruhi sistem pencarnaan, pernapasan, jantung dan
tentunya muscular dengan manifestasinya berbagai macam, yaitu nyeri otot,
spasme otot, kontraktur otot, penurunan elasisitas otot, penurunan kekuatan
otot dan penurunan lingkup
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

I. Identitas pasien
Identitas pasien terdiri atas nama, tanggal lahir,umur,jenis kelamin,no
CM, identitas orang tua,Genogram serta diagnose medis
II. Riwayat keperawatan
Keluhan utama : Keluhan yang dirasakan pada anak skoliosis nyeri
pada punggung

Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri pada punggung sehingga aktivitas


dan istirahat anak bisa terganggu, Nyeri yang dirasakan saat bergerak,
tulang belakang klien miring ke kanan dan tidak simetris

Riwayat Kesehatan Anak (khusus untuk anak usia 0-5 tahun)

1. Prenatal care

a. Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu =


Pergerakan bayi apakah aktif saat masi didalam kandungan

b. Imunisasi TT: Ya/Tidak

2. Natal

a. Jenis persalinan

b. Penolong persalinan

c. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan


setelah melahirkan

3. Post natal:
a.Kondisi bayi = Nilai APGAR

b. BB lahir,PB lahir,LK/LD

B. Riwayat Kesehatan Dahulu (untuk anak usia di atas 5 tahun)

1. Apakah sakit yang pernah dialami

2. Apakah pernah dirawat? Bila iya ceritakan kapan, berapa lama dan
dengan penyakit apa

3. Apakah ada riwayat alergi

C.Riwayat Kesehatan Keluarga : Apakah anggota keluarga memiliki


penyakit dan keluhan yang sama

III. Riwayat Imunisasi

Imunisasi apa saja yang sudah diberikan seperti :

HB 0,BCG,Pentavalen 1, Pentavalen 2, Pentavalen 3, Polio 1, Polio 2,


Polio 3 Campak, Hib Ulangan, Campak Ulangan

Jika sudah diberikan tanyakan juga Umur diberikan, Tgl Diberikan,


Reaksi saat diberikan, Tempat Imunisasi

IV. TUMBUH KEMBANG

1. Pertumbuhan Fisik : PB/TB, BB, LK, LLA

2. Perkembangan : Perkembangan tubuh anak biasanya cendrung lebih


condong pada satu sisi,kiri atau kanan

V. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN

A. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan Pengetahuan keluarga


tentang status kesehatan anak saat ini, perlindungan terhadap
kesehatan: program perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
yang terjadi pada anak skoliosis untuk rutin pemeriksaan kesehatan
anak agar dilakukan tindakan medis seperti fisioterapi dan lainnya
B. Nutrisi-Metabolik Bayi: ASI/PASI: berapa kali, pengenceran,
sampai umur berapa, alasan) jenis buah, makanan pantangan,
kebiasaan makan termasuk cara menyajikan makanan, jenis
makanan selingan, kebiasaan jajan.

C. Eliminasi (BAB/BAK) Pada anak scoliosis BAB dan BAK jarang


ikut terganggu

D. Aktifitas/Latihan Aktifitas yang bisa dilakukan namun dibantu


sebagaian

F. Kognitif-Persepsi kemampuan penglihatan, pendengaran,


pengecapan, taktil, penciuman norma namun biasanya terdapat
persepsi terhadap nyeri

G. Persepsi diri – Konsep diri terhadap tubuhnya terkadang tidak


percaya diri dan merasa dirinya rendah sehingga tidak mau
bergabung dengan teman keusianya

H. Pola Hubungan Peran

Hubungan baik serta dukungan dari keluarga terutama orang tua itu
sangat dibutuhkan untuk perkembangan anak

I. Data Psikologis /Dampak Hospitalisasi

J. Pengawasan Kesehatan Bila sakit minta pertolongan kepada


Kunjungan ke Posyandu Pengawasan anak di rumah

K.Kesehatan Lingkungan

L. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-Tanda Vital Antropometri

a. Antropometri : Nadi,TB,Pernafasan,BB ,Suhu,LLA,Tekanan Darah

Untuk Bayi : Lingkar kepal,Lingkar dada

b. Kepala: Inspeksi,kulit kepala,bentuk kepala,kebersihan,Palpasi


nyeri tekan dan massa
c.Hidung : Inspeksi bentuk dan kebersihan, Palsasi nyeri tekan dan
massa

d.Mulut : Inspeksi warna mukosa bibir,pembesaran tongsil

e.Telinga : Inspeksi bentuk dan kebersihan,Palpasi nyeri tekan

f.Leher: Inspeksi pembesaran kelenjar tiroid dan Palpasi nyeri

g. Thorax

1. Paru Inspeksi : bentuk dada dan frekuensi pernafasan

Palpasi : nyeri tekan dan tactil fremitus

Perkusi:bagian lapangan paru apakah

Auskultasi : suara dilapangan paru vesikuler

2.Jantung Inspeksi,irama jantung,Palpasi,Perkusi, Auskultasi

h. Ginjal

kandung kemih : Inspeksi,Palpasi,Perkusi Auskultasi :

i. Abdomen : Inspeksi bentuk abdomen ,Auskultasi suara bising usus


permenit, Palpasi nyeri tekan dan Perkusi

j. Sistem Persyarafan

Inspeksi dan Perkusi

k. Ekstremitas atas dan bawah

Inspeksi : Kelengkapan,bentuk dan warna

Palpasi : Nyeri tekan dan massa

l. Mengkaji skelet tubuh

Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang


abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan
bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal
pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.

m. Mengkaji tulang belakang

Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang), Kifosis


(kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada), Lordosis (membebek,
kurvatura tulang belakang bagian pinggang n pinggang berlebihan)
berlebihan).

n. Mengkaji sistem persendian

Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas,


stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.

o. Mengkaji sistem otot

Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan


ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya
edema atau atropfi, nyeri otot.

p. Mengkaji cara berjalan

Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist
yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (misalnya cara berjalan
spastic hemiparesis -stroke, cara berjalan selangkah- selangkah- penyakit
lower motor neuron, cara berjalan bergetar - peny

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil CT Scan menunjukkan adanya skoliosis

VII. TERAPI SAAT INI


A. Analisa Data

Analisa data Etiologi Problem


DO: Agen Pencedera Fisik Nyeri Akut
1. Tampak Meringis
2. Bersikap Protektif
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
DS:
1. Mengeluh Nyeri

DO: Perubahan bentuk atau Gangguan


1.Fungsi atau struktur tubuh struktur tubuh Citra Tubuh
berubah
2.Fokus berlebihan pada
perubahan tubuh
3.Fokus pada penampilan
4.Hubungan sosial berubah
DS:
1.Mengungkapkan kecacatan atau
kehilangan bagian tubuh

B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit nutri Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik d.d Tampak
Meringis, Bersikap Protektif, Gelisah, Frekuensi nadi meningkat , Sulit
tidur ,Mengeluh Nyeri

2. Gangguan Citra Tubuh b.d Perubahan bentuk atau struktur tubuh d.d
Fungsi atau struktur tubuh berubah, Fokus berlebihan pada perubahan
tubuh, Fokus pada penampilan, Hubungan sosial berubah,
Mengungkapkan kecacatan atau kehilangan bagian tubuh

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan Rasional


keperawatan
Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan  Observasi Observasi:
keperawatan selama 1x 1. Mengetahui
1. Identifikasi lokasi,
24 jam diharapkan lokasi,
karakteristik, durasi,
tingkat nyeri menurun karakteristik,
frekuensi, kualitas,
dengan kriteria hasil: durasi,
intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri frekuensi,
2. Identifikasi skala nyeri
menurun. kualitas,
3. Identifikasi respons
2. Meringis menurun. intensitas nyeri.
nyeri non vorbal"
3. Gelisah menurun. 2. Mengetahui
4. Identifikasi faktor
4. Kesulitan tidur skala nyeri.
yang memperberat dan
menurun. 3. Mengetahui
memperingan nyeri
5. Menarik diri respon nyeri non
5. Idantifikasi
menurun. verbal.
pengetahuan tentang
4. Mengetahui
nyeri
faktor yang
6. pengaruh budaya
memperberat
terhadap respon nyeri
dan
7. Identifikasi pengaruh
memperingan
nyeri pada kualitas
nyeri.
hidup
5. Mengetahui
8. Monitor keberhasilan
pengetahuan dan
terapi komplementer
keyakinan
yang sudah diberikan
tentang nyeri.
9. Monitor efek samping
6. Mengetahui
penggunaan analgetik
apakah budaya
 Terapeutik
dapat
1. Berkan teknik mempengaruhi
nonfarmakologis nyeri
untuk mengurangi rasa 7. Mengetahui
nyeri (mis. TENS, apakah neri
hipnosis, akupresur, dapat
terapi musik, mempengaruhi
biofeedback, terapi kualitas nyeri
pijat, aromaterapi, 8. Mengetahui
teknik imajinasi terapi
terbimbing. kompres keberhasilan
hangat dingin, terapi terapi
bermain) komplementer
2. Kontrol lingkungan 9. Agar mengetahui
yang memperberat efek samping
rasa nyeri (mis. suhu analgetic
ruangan, Terapeutik:
pencahayaan,kebising 1. Agar mengurangi
an) rasa nyeri melalui
3. Fasilitasi istirahat dan teknik
tidur nonfarmakologis.
4. Pertimbangkan jenis 2. Agar lingkungan
dan sumber nyeri tidak memperberat
dalam pemilihan dari rasa nyeri
strategi meredakakan lingkungan yang
nyeri aman dan nyaman.
 Edukasi 3. Agar pasien
merasa lebih
1. Jelaskan penyebab,
nyaman
periode, dan pemicu
4. Untuk
nyeri Jelaskan strategi
mengetahui jenis
meredakan nyeri
dan sumber nyeri
2. Anjurkan memonitor
dalam pemilihan
nyeri secara mandiri
strategi
3. Anjurkan
meredakan nyeri
menggunakan
Edukasi
analgetik secara tepat
1. Untuk
4. Ajarkan teknik
mengetahui
nonfarmakologis
penyebeb,periode
untuk mengurangi
dan pemicu nyeri
rasa nyeri
2. Untuk
mengetahui
 Kolaborasi
strategi
1. Kolaborasi meredakan nyeri
3. Agar pasien bisa
pemberian
memonitor nyeri
analgetik, jika 4. Untuk meredakan
nyei
perlu
5. Untuk meredakan
nyeri berikan
teknik
nonfarmakologis
Kolaborasi
6. Agar nyeri dapat
berkurang
Gangguan Citra Setelah di lakukan Promosi citra tubuh Observasi
Tubuh asuhan keperawatan 3x24  Observasi 1. Untuk
jam di harapkan citra 1.Identifikasi harapan mengetahui
tubuh meningkat dengan citra tubuh berdasarkan harapan citra
kriteria hasil: tahap perkembangan tubuh klien
- Verbalisasi 2.Identifikasi perubahan 2. Untuk
kecacatan bagian citra tubuh yang mengetahui alas
tubuh mengakibatkan isolasi an klien isolasi
(meningkat) sosial sosial
- Fokus pada 3.Monitor frekuensi 3. Mengetahui
bagian tubuh pernyataan kritik terhadap penilaian klien
(Menurun) diri sendiri terhadap dirinya
- Verbalisasi 4.Monitor apakah pasien 4. Mengetahui
perasaan negative bisa melihat bagian apakah klien
tentang perubahan tubuh yang berbeda melihat bagian
tubuh (menurun)  Terapeutik tubuh yang
- Fokus pada 1. Diskusikan perubahan berbeda
penampilan tubuh dan fungsinya Terapeutik
(menurun) 2.Diskusikan perbedaan 1. Klien tau
- Hubungan social penampilan fisik terhadap perubahan tubuhnya
(membaik) harga diri 2. Klien tetap
3.Diskusikan kondisi stres percaya diri dengan
yang mempengaruhi citra perbedaanya
tubuh (mis. luka, 3. Agar klien tidak
penyakit, pembedahan) merasa stres
4.Diskusikan cara 4. Agar klien terus
mengembangkan harapan semangat dan
citra tubuh secara realistis memiliki harapan
5.Diskusikan persepsi terhadap citra tubuh
pasien dan keluarga nya
tentang 5. Agar keluarga dan
perubahan citra tubuh pasien paham tentang
 Edukasi perubahan citra
1.Jelaskan kepada tubuh
keluarga tentang  Edukasi
perawatan perubahan citra 1. Agar keluarga
tubuh paham cara
2. Anjurkan perawatan citra tubuh
mengungkapkan dan dapat dilakukan
gambaran diri terhadap dirumah
citra tubuh 2. Agar pasien dapat
3. Anjurkan mengungkapkan
menggunakan alat bantu secara terbuka
4. Anjurkan mengikuti 3. Mempermudah
kelompok pendukung klien aktivitas
(mis. kelompok sebaya) 4. Klien mudah
5. Latih fungsi tubuh bersosialisasi
yang dimiliki 5.Agar tubuh terus
6. Latih peningkatan berfungsi
penapilan diri (mis. 6. Agar klien tetap
berdandan) percaya diri
7. Latih pengungkapan 7. Klien dapat
kemampuan diri kepada mengungkapkan
orang dirinya secara
lain maupun kelompok terbuka

1.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatuskesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai.
Evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang
teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana
keperawatan.
S : Subjective (Subjektif),
O : Objective (Objektif)
A : Assesment (Penilaian)
P : Planning (Perencanaan)

Anda mungkin juga menyukai