OLEH KELOMPOK : I
1. JONDRI UNWAWIRKA
2. LUCKY PITKAEM
3. MONALISA LENGAM
4. WIWIN SANDOPA
5. YOLISA UNITLY
6. GRACE BOGER
7. SARAH GALANDJINDJINAI
8. ARIANCE DJILARPOIN
9. RAHEL LODAR
UNIVERSITAS PATTIMURA
FAKULTAS HUKUM PSDKU ARU
2024
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Malakah ini dengan judul TANGGUNG
JAWAB PIDANA DALAM KORUPSI ANALISIS ATAS KERUGIAN
KEUANGAN NEGARA, SUAP MENYUAP, PENGGELAPAN JABATAN,
DAN GRATIFIKASI.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pengampuh mata kuliah
Hukum Pidana Korupsi yang karena bimbingan serta arahan dari Ibu sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini, dengan segala teori yang ibu ajarkan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian
guna penyempurnaan makalah ini selanjutnya.
Harapan kami agar makalah ini dapat bermanfaan bagi pembaca sekalian terlebih
khusus bagi mahasiswa Fakultas Hukum sebagai bahan referensi dalam pembuatan
makalah hukum yang lain.
.Penulis
Kelompok I
BAB I
PENDAHULUAN
1
D Andhi Nirwanto, Dikotomi Terminologi Keuangan Negara Dalam Perspektif Tindak
Pidana Korupsi, Aneka Ilmu, Cetakan I, Jakarta, hlm.58.
pada kewangan negara dan masyarakat.Latar belakang masalah terkait tanggung
jawab pidana dalam korupsi adalah bahwa korupsi merupakan kejahatan yang
banyak terjadi dan memiliki dampak yang sangat negatif bagi negara dan
masyarakat. Korupsi dapat berupa berbagai bentuk, seperti suap menyuap,
penggelapan jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam
pengadaan, dan gratifikasi.
Korupsi ini dapat terjadi di berbagai bidang, mulai dari pemerintah, sektor
privat, hingga masyarakat.Korupsi dapat mempengaruhi kewangan negara dan
masyarakat, seperti meningkatkan biaya produksi, mengurangi daya saing,
meningkatkan harga, dan mengurangi kualitas pelayanan publik. Pihak
pemerintah dan instansi lainnya harus melakukan pemeriksaan, pengawasan, dan
pemberian hukuman sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku
untuk mencegah dan mengatasi korupsi. Tanggung jawab pidana dalam korupsi
juga memerlukan perhatian khusus dari masyarakat dan pihak pemerintah untuk
mengurangi risiko terjadinya korupsi.
Masyarakat harus membangun aliansi dengan perusahaan dan kelompok
masyarakat lain untuk melawan korupsi, sementara pihak pemerintah harus
melakukan reformasi dan perubahan dalam sistem pemerintah untuk mengurangi
korupsi.Masalah ini memerlukan perhatian dan tindakan yang efektif untuk
mencegah dan mengatasi korupsi yang berpengaruh pada kewangan negara dan
masyarakat. Pihak pemerintah dan instansi lainnya harus melakukan pemeriksaan,
pengawasan, dan pemberian hukuman sesuai dengan undang-undang dan
peraturan yang berlaku untuk mencegah dan mengatasi korupsi. Masyarakat harus
membangun aliansi dengan perusahaan dan kelompok masyarakat lain untuk
melawan korupsi, sementara pihak pemerintah harus melakukan reformasi dan
perubahan dalam sistem pemerintah untuk mengurangi korupsi.
Prinsip tanggung jawab pidana adalah yang berbunyi "siapa yang berbuat
dia yang bertanggung jawab" tidak ditemukan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana ("KUHP"). Namun, ada ketentuan-ketentuan dalam KUHP yang
dapat disimpulkan memiliki arti serupa. Beberapa ketentuan tersebut bisa kita
lihat dalam Pasal 2 sampai Pasal 5 KUHP.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas dapat penulis identifikasikan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaiamanakah pengaturan terhadap pertanggungjawaban pidana
orang dan korporasi dalam tindak pidana korupsi, seperti kerugian
keuangan negara, suap menyuap, penggelapan jabatan, dan gratifikasi?
2. Apakah tanggung jawab pidana dalam penanganan kasus korupsi,
seperti kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan
jabatan, dan gratifikasi sesuai dengan undang-undang yang berlaku?
C. Tujuan penulisan
a. Mengetahui dan memahami pengaturan terhadap pertanggungjawaban pidana
orang dan korporasi dalam tindak pidana korupsi, seperti kerugian keuangan
negara, suap menyuap, penggelapan jabatan, dan gratifikasi.
b. Menganalisi dan memahami tanggung jawab pidana dalam penanganan kasus
korupsi, seperti kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan
jabatan, dan gratifikasi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
D. Metode penulisan
Metode penulisan yang di gunakan untuk menulis makalah ini adalah penelitian
yuridis normative, yang mana dilakukan kajian pustaka serta menganalisi peraturan
perundangan yang berlaku.
BAB II
PEMBAHASAN
Pihak Korporasi: Korporasi dapat dianggap bertanggung jawab secara hukum atas
tindakan korupsi yang dilakukan oleh karyawan atau agennya. Mereka dapat dikenai
sanksi berat, termasuk denda besar, pencabutan izin usaha, atau pembubaran
perusahaan, tergantung pada hukum di negara tersebut. Tanggung Jawab Pemimpin
Perusahaan: Pemimpin perusahaan seperti CEO atau direktur juga bisa dituntut secara
pribadi jika terbukti mereka memiliki peran dalam melakukan atau mengarahkan
praktik korupsi di perusahaan tersebut. Baik individu maupun korporasi yang terbukti
bersalah dalam tindak pidana korupsi sering kali diwajibkan untuk membayar denda
atau melakukan restitusi atas kerugian keuangan yang disebabkan oleh tindakan
2
Rose-Ackerman, Susan. "Ekonomi Politik Korupsi." Perspectives on Politics, vol. 4, no. 1, 2006,
hal. 21-34.
mereka.3 Hal ini dapat mencakup pengembalian uang yang diperoleh melalui korupsi
atau penggantian kerugian negara akibat tindakan korupsi tersebut.
Pertanggungjawaban pidana biasanya ditentukan melalui proses peradilan pidana, di
mana bukti-bukti diajukan dan hakim memutuskan apakah terdakwa bersalah atau
tidak. Semua individu, termasuk mereka dari korporasi, memiliki hak untuk
pembelaan yang adil dan proses hukum yang transparan.
b) Pertanggungjawaban Pidana:
1. Individu: Seseorang yang terlibat dalam tindak pidana korupsi yang
mengakibatkan kerugian keuangan negara dapat dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam UU PTPK, seperti penjara dan denda.
2. Korporasi: UU PTPK juga memberikan ketentuan mengenai
pertanggungjawaban pidana bagi korporasi yang terlibat dalam tindak pidana
korupsi yang merugikan keuangan negara. Korporasi dapat dikenai sanksi
berupa denda yang besar atau pencabutan izin usaha.
2. Suap Menyuap
a) Undang-Undang yang yang mengatur
3
Svensson, Jakob. "Delapan Pertanyaan tentang Korupsi." Journal of Economic Perspectives, vol.
19, no. 3, 2005, hal. 19-42.
jabatan atau larangan untuk bekerja di sektor publik di masa depan. Penghukuman
Pidana: Individu yang menerima suap juga dapat dihukum dengan pidana penjara,
denda, atau keduanya.
Baik individu maupun korporasi yang terlibat dalam suap mungkin diwajibkan
untuk membayar denda dan melakukan restitusi atas kerugian keuangan yang
disebabkan oleh tindakan mereka. Ini bisa berupa pengembalian uang yang diperoleh
melalui suap atau penggantian kerugian negara atau pihak yang dirugikan lainnya.
b) Pertanggungjawaban Pidana:
1. Individu: Orang yang terlibat dalam memberi atau menerima suap dapat
dituntut sesuai dengan UU Tipikor, yang memberikan sanksi pidana berupa
penjara dan denda.
2. Korporasi: UU Tipikor juga memberikan ketentuan mengenai
pertanggungjawaban pidana bagi korporasi yang terlibat dalam praktik suap.
Korporasi dapat dikenai sanksi berupa denda.5
4
Olken, Benjamin A. "Persepsi Korupsi vs. Realitas Korupsi." Journal of Public Economics, vol.
92, no. 5-6, 2008, hal. 998-1006.
5
Mungiu-Pippidi, Alina, dan Michael Johnston. "Transparansi: Obat Universal?." Global Crime,
vol. 9, no. 2, 2008, hal. 121-141.
3. Penggelapan dalam Jabatan
a) Undang-Undang yang mengatur
b) Pertanggungjawaban Pidana:
1. Individu: Pejabat yang terlibat dalam penggelapan dalam jabatan dapat
dituntut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam KUHP, yang
6
S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Cet. I,
Yogyakarta: Liberty, hlm. 166-167.
memberikan sanksi pidana berupa penjara dan denda, serta larangan untuk
menjabat di posisi publik di masa mendatang.
2. Korporasi: Meskipun penggelapan dalam jabatan lebih terfokus pada individu,
korporasi yang terlibat dalam praktik ini juga dapat dikenai sanksi pidana
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut.
4. Gratifikasi
a) Undang-Undang yang mengatur
b) Pertanggungjawaban Pidana:
1. Individu: Orang yang memberikan atau menerima gratifikasi dapat dituntut
sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU Tipikor dan UU PTPK,
dengan sanksi pidana berupa penjara dan denda.
2. Korporasi: Perusahaan yang terlibat dalam pemberian atau penerimaan
gratifikasi juga dapat dikenai sanksi pidana, seperti denda yang besar atau
pencabutan izin usaha, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.7
Suap menyuap adalah tindakan memberi atau menerima hadiah, uang, atau
manfaat lainnya dengan maksud mempengaruhi keputusan seseorang dalam
7
Munir Fuady, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Op.Cit., hlm 1.
8
Ibid.,
jabatannya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Individu: Orang yang
terlibat dalam memberi atau menerima suap dapat dituntut secara pidana sesuai
dengan hukum yang berlaku, dengan sanksi yang meliputi penjara, denda, atau
keduanya. Korporasi: Perusahaan yang terlibat dalam praktik suap dapat dikenai
sanksi pidana, seperti denda yang signifikan atau pencabutan izin usaha.
1) Contoh kasus
A. KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
2. Upaya penyelesaian
Berdasarkan teori John Rawls tentang keadilan sosial, penyelesaian dari kasus
kerugian keuangan negara akibat korupsi harus memperhatikan keadilan distributif.
Upaya penyelesaiannya dapat melibatkan:
B. SUAP MENYUAP
Seorang pejabat tinggi dalam suatu lembaga pemerintah menerima suap dari seorang
pengusaha untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut memenangkan tender
proyek konstruksi yang besar. Sebagai imbalannya, pejabat tersebut akan
memberikan informasi dan dukungan yang dibutuhkan untuk memastikan kesuksesan
perusahaan tersebut dalam tender tersebut.
9
Umar Sholehudin, Hukum Dan Keadilan Masyarakat Perspektif Kajian Sosiologi Hukum,
Setara press, Malang, 2011, hlm 183.
Menurut Immanuel Kant, tindakan yang etis adalah tindakan yang berdasarkan
pada kewajiban moral dan prinsip universalitas. Dalam konteks suap menyuap,
tindakan tersebut dapat dipandang sebagai pelanggaran terhadap kewajiban moral dan
prinsip universalitas karena melanggar prinsip integritas dan keadilan. Tindakan suap
menyuap memperlakukan orang dengan cara yang tidak adil dan merusak prinsip
keadilan dalam pengambilan keputusan.
2. Upaya Penyelesaiannya
Menurut Lon Fuller, sebuah hukum yang baik adalah hukum yang memenuhi
kriteria kejelasan, kohesivitas, dan penerapan yang konsisten. Dalam konteks
penggelapan dalam jabatan, tindakan tersebut dapat dipandang sebagai pelanggaran
10
Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, Citra aditya
bakti, Bandung, 2003, hlm 58
terhadap kriteria kejelasan dan penerapan yang konsisten. Pejabat yang terlibat dalam
penggelapan dalam jabatan menggunakan wewenang mereka dengan cara yang tidak
jelas dan tidak konsisten dengan tujuan hukum yang lebih luas, yang mengakibatkan
kerugian bagi kepentingan publik.
2. Upaya Penyelesaiannya:
Berdasarkan teori Lon Fuller tentang keadilan hukum, penyelesaian dari kasus
penggelapan dalam jabatan harus memperhatikan kriteria kejelasan, kohesivitas, dan
penerapan yang konsisten dalam hukum. Upaya penyelesaiannya dapat melibatkan:
D. GRATIFIKASI
Seorang pegawai negeri menerima hadiah-hadiah dari pihak swasta yang sedang
melakukan negosiasi bisnis dengan pemerintah. Hadiah-hadiah ini diberikan dengan
harapan bahwa pegawai tersebut akan memberikan keuntungan dalam proses
negosiasi dan keputusan pemerintah yang berhubungan dengan bisnis tersebut.
Menurut John Stuart Mill, sebuah tindakan yang etis adalah tindakan yang
memberikan konsekuensi terbaik bagi sebagian besar orang. Dalam konteks
penerimaan gratifikasi, tindakan tersebut dapat dipandang sebagai pelanggaran
11
Mungiu-Pippidi, Alina, dan Michael Johnston. "Transparansi: Obat Universal?." Global Crime,
vol. 9, no. 2, 2008, hal. 121-141.
terhadap prinsip utilitarianisme karena menghasilkan konsekuensi yang merugikan
bagi masyarakat secara keseluruhan. Penerimaan gratifikasi mempengaruhi proses
pengambilan keputusan secara tidak adil dan mengakibatkan kerugian bagi
kepentingan umum.
2. Upaya Penyelesaiannya
BAB III
PENUTUP
12
Treisman, Daniel. "Penyebab Korupsi: Studi Lintas Negara." Journal of Public Economics, vol.
76, no. 3, 2000, hal. 399-457.
A. Kesimpulan
1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan KUHP merupakan landasan hukum yang penting dalam
menangani kasus-kasus korupsi di Indonesia. Dalam kedua undang-undang
tersebut, ada beberapa pasal yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana
oleh orang dan korporasi terkait kerugian keuangan negara akibat tindak pidana
korupsi terkait jenis-jenisnya seperti kerugian, keuangan negara, suap menyuap,
penggelapan dalam jabatan, dan gratifikasi.
2. Penegakan tanggung jawab dalam upaya penyelesaian harus sesuai dengan
peraturan yang berlaku untuk memastikan proses hokum yang adil dan efektif.
Ketidakjelasan atau inkonsistensi dalam penerapan undang-undang dapat
menghambat proses penyelesaian kasus korupsi dan mengurangi efektivitas
hokum dalam memberantas praktik korupsi.
B. Saran-saran
1. Menguatkan kerangka hokum yang mengatur tanggung jawab orang dan
korporasi dalam tindak pidana korupsi dengan memberlakukan sanksi yang
tegas dan efektif. Hal ini daoat melalui revisi atau penambahan pasal-pasal
dalam undang-undang yang khusus mengatur pidana korupsi.
2. Meningkatkan koordinasi antar lembaga penegak hokum, institusi pemerintah
dan masyarakat sipil untuk memastikan bahwa proses penyelesaian kasus
korupsi berjalan sesuai dengan hokum yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Bambang Poernomo. (2018). Hukum Pidana Khusus. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Budiono Kusumohamidjojo. (2017). Hukum Pidana Korupsi. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Jimly Asshiddiqie. (2019). Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar
Grafika.
Mochtar Kusumaatmadja. (2016). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Saldi Isra. (2019). Hukum Pidana: Pendekatan Teori dan Praktik. Jakarta: PT.
Prenada Media Group.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar 1945;
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.