Anda di halaman 1dari 2

Nama : Agustinus Letlora

Nim : 202191005

Isu hokum terkait save aru tentang wilayah perkebunan di kabupaten kepulauan
aru

Saat masyarakat Aru mencium rencana proyek perkebunan untuk pertama kalinya,
mereka melakukan demonstrasi dengan membanjiri jalan-jalan di Dobo, ibu kota
Kabupaten Kepulauan Aru. Pada awalnya, tak ada perhatian sama sekali dari luar
Aru terhadap aksi protes yang telah dilakukan dan mereka pun menghadapi
tantangan terkait dengan sarana maupun media komunikasi. Setelah protes
dimulai, sekelompok tim aktivis dari Ambon bergabung dengan gerakan mereka
di bawah kepemimpinan seorang pendeta yang berpengaruh bernama Jacky
Manuputty. Tim kampanye kemudian membuat situs web serta Facebook dan
Twitter dengan nama sesuai tagar kampanye mereka, yakni #SaveAru. Untuk
selalu memperbaharui informasi dan konten kampanye, tim pun pergi ke Aru yang
berjarak sekitar 700 kilometer melintasi Laut Banda. Bapak Pendeta mengirim
sepasang wartawan Ambon ke Dobo untuk mengajari para aktivis lokal
memproduksi berita yang akan disebarluaskan melalui media sosial.

Landasan Filosofis:

Filosofi di balik protes ini mungkin berkaitan dengan hak asasi manusia, hak atas
tanah, dan keadilan sosial. Masyarakat Aru mungkin percaya bahwa mereka
memiliki hak untuk mempertahankan tanah dan lingkungan mereka dari
pengembangan proyek perkebunan yang dapat merusak lingkungan dan mata
pencaharian tradisional mereka.

Landasan Historis:

Secara historis, masyarakat adat sering kali memiliki ikatan yang kuat dengan
tanah dan lingkungan tempat mereka tinggal. Penetapan proyek-proyek besar
seperti perkebunan dapat mengancam keberlangsungan budaya dan mata
pencaharian tradisional yang telah ada selama berabad-abad.

Landasan Sosiologis:

Dari sudut pandang sosiologis, protes masyarakat Aru bisa dilihat sebagai respons
terhadap ketidaksetaraan kekuatan antara pemerintah atau perusahaan besar yang
mendukung proyek perkebunan dan masyarakat lokal yang mungkin tidak
memiliki akses yang sama terhadap sumber daya atau keputusan yang
mempengaruhi kehidupan mereka.

Landasan Yuridis:

Dari perspektif hukum, protes ini mungkin didasarkan pada hak-hak


konstitusional atau hukum adat yang melindungi tanah dan lingkungan, serta hak
partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi
mereka.

Alasan Larangan Terkait Narasi Ini:

Larangan terkait narasi ini bisa mencakup berbagai hal, termasuk ketidaksetujuan
pemerintah terhadap protes yang dapat mengganggu rencana pembangunan
ekonomi, potensi konflik antara pemerintah dan masyarakat lokal, serta
kekhawatiran akan dampak negatif terhadap investasi dan stabilitas politik di
wilayah tersebut.

Tambahan:

Selain itu, pemerintah atau pihak yang berkepentingan dalam proyek perkebunan
mungkin mencoba meredam atau menekan protes dengan berbagai cara, termasuk
penggunaan kekuatan atau hukum yang otoriter, atau melalui upaya untuk
memanipulasi opini publik melalui media yang mereka kendalikan.

Anda mungkin juga menyukai