Anda di halaman 1dari 30

STUPA CANDI BOROBUDUR

MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah, Sosiologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Komputer

Oleh WAWAN SUWANDI NIS 0405 1087

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 TANJUNGSIANG 2006

LEMBAR PERSETUJUAN

Disetujui oleh: Wali Kelas, Pembimbing,

Harun Hidayat, S.Si. NIP 480 124 384

Pujowiatno, S.Pd. NIP 480130880

LEMBAR PENGESAHAN

Disetujui dan disahkan oleh: Wali Kelas, Pembimbing,

Harun Hidayat, S.Si. NIP 480 124 384 Diketahui oleh: Kepala Sekolah,

Pujowiatno, S.Pd. NIP 480 130 880

Wakasek Urusan Kesiswaan.

Drs. H.E.H.J. Marbun NIP 130 366 554

Masud Diana, S.Pd. NIP 131 721 088

MOTO

Manfaatkanlah masa-masa usiamu untuk

beribadah dan menuntut ilmu, karena dengan menuntut ilmu dan beribadah kita akan selamat di dunia dan akhirat. Jadilah seorang peramah karena keramahan merupakan senjata penakluk yang paling jujur. Ilmu tanpa diamalkan bagai pohon yang tidak berbuah. Kejujuran adalah modal utama untuk menuju keberuntugan.

Persembahan Penulis mempersembahkan makalah ini untuk ayahanda dan ibunda yang telah memberikan doa restu, untuk pembimbing, teman-teman, dan siapa saja yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt., karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini, dalam bentuk serta isi yang sederhana dengan judul Stupa Candi Borobudur. Penyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah, Sosiologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Komputer. Dengan makalah ini penulis berkeinginan untuk mengutarakan pengetahuan dan pengalaman yang didapat dari sekolah maupun dari hasil pengamatan yang dilaksanakan di Candi Borobudur. Dengan data yang penulis dapatkan dari hasil pengamatan tersebut serta pengetahuan dari sekolah, setahap demi setahap penulis menyusun makalah ini dengan tabah dan tekun, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sampai akhir. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, secara khusus penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1) Drs. H.E.H.J. Marbun, selaku kepala SMA Negeri 1 Tanjungsiang; 2) Bapak Masud Diana, S.Pd., selaku wakasek urusan kesiswaan; 3) Bapak Harun Hidayat, S.Si., selaku wali kelas XI.IPA; 4) Bapak Pujowiatno, S.Pd., selaku pembimbing dalam pembuatan makalah ini; 5) Unit Pengelola Teknis Komputer SMA Negeri 1 Tanjungsiang yang telah menyediakan fasilitas komputer serta membantu selama pengetikan makalah ini berlangsung; 6) kedua orang tua yang telah memberikan bantuan dan doa restu, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini; 7) seluruh teman-teman SMA Negeri 1 Tanjungsiang, khususnya kelas XI IPA yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Tanjungsiang, Maret 2006 Penulis

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI .. BAB I PENDAHULUAN .. 1.1 1.2 Latar Belakang ..... Rumusan dan Batasan Masalah ... i iii 1 1 1 1 2 2 2 2 3 4 4 4 6 7

1.2.1 Rumusan Masalah 1.2.2 Batasan Masalah .. 1.3 1.4 Tujuan Penelitian . Metode dan Teknik Penelitian .

1.4.1 Metode Penelitian .... 1.4.2 Teknik Penelitian . BAB II ISI .. 2.1 Sejarah Candi Borobudur .

2.1.1 Pendiri Candi Borobudur dan Waktu Didirikannya . 2.1.2 Penemuan Kembali Candi Borobudur . 2.2 Bangunan Candi Borobudur ....

2.2.1 Susunan Bangunan Candi Borobudur .. 2.2.2 Patung Budha Candi Borobudur .. 2.2.3 Relief Candi Borobudur ... 2.3 Stupa Candi Borobudur .

7 9 13 14 14 16 16 17 17 18 20

2.3.1 Stupa Induk .. 2.3.2 Stupa Berlubang ... 2.3.3 Stupa Kecil ... BAB III PENUTUP ... 3.1 3.2 Kesimpulan ... Saran .

DAFTAR PUSTAKA .... LAMPIRAN BERITA ACARA BIMBINGAN RIWAYAT HIDUP PENULIS

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Stupa merupakan bagian dari Candi Borobudur. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih lanjut tentang stupa yang ada di Candi Borobudur, mari kita pelajari atau kita kenali tentang stupa tersebut. Di India bangunan yang berhubungan dengan ajaran Budha disebut stupa, stupa adalah bangunan yang berbentuk kubah berdiri di atas sebuah lapik dan diberi payung di atasnya. Bangunan Candi Borobudur pada hakikatnya adalah stupa juga, karena mangalami perkembangan yang lama, maka bangunan Candi Borobudur mempunyai bentuk arsitektur yang lain dari pada yang terdapat di negara-negara penganut Budha lainnya. Berpegangan pada latar belakang di atas, penulis mencoba membahas tentang Stupa Candi Borobudur dan bahasan tersebut penulis jadikan sebagai judul dalam makalah ini.

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah

1.2.1

Rumusan Masalah

1) Bagaimana sejarah berdirinya Candi Borobudur? 2) Bagaimana bentuk bangunan Candi Borobudur? 3) Bagaimana bentuk stupa Candi Borobudur? 1.2.2 Batasan Masalah Mengingat begitu luasnya permasalah mengenai Candi Borobudur, maka dalam hal ini penulis akan membatasi masalah, yaitu: 1) pendiri Candi Borobudur dan waktu didirikannya; 2) penemuan kembali Candi Borobudur; 3) susunan bangunan Candi Borobudur; 4) patung Budha Candi Borobudur; 5) relief Candi Borobudur; 6) bentuk stupa Candi Borobudur.

1.3 Tujuan Penelitian 1) Penulis dapat menjelaskan kembali sejarah berdirinya Candi Borobudur. 2) Penulis dapat menjelaskan kembali bentuk bangunan Candi Borobudur. 3) Penulis dapat menjelaskan kembali bentuk stupa Candi Borobudur.

1.4 Metode dan Teknik Penelitian 1.4.1 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara mencari kebenaran dan asas-asas gejala alam, masyarakat atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu yang bersangkutan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995:653). Metode yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah historis yaitu prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan cara masa lalu atau meninggalkan masa lalu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995:355). 1.4.2 Teknik Penelitian Adapun teknik penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam menyusun makalah ini adalah: 1) teknik observasi atau tinjauan umum, yaitu pengamatan atau peninjauan secara cermat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995:699); 2) studi kepustakaan, yaitu mempelajari buku-buku pelajaran yang berhubungan dengan pokok permasalahan.

BAB II ISI

2.1 Sejarah Candi Borobudur 2.1.1 Pendiri Candi Borobudur dan Waktu Didirikannya Sampai saat ini, secara pasti belum diketahui kapan Candi Borobudur didirikan, demikian juga pendirinya. Menurut Prof. Dr. Soekmono dalam bukunya Candi Borobudur a Monument of Mainkind (UNESCO, 1976), menyebutkan bahwa tulisan singkat yang dipahatkan di atas piguran-piguran relief kaki candi (Karmawibangga) mewujudkan suatu garis huruf yang bisa diketemukan pada berbagai parasasti dari akhir abad VIII sampai awal abad IX. Dimana pada abad itu di Jawa Tengah berkuasa raja-raja dari Wangsa Dinasti Syailendra yang menganut agama Budha Mahayana. Sebuah prasasti yang berasal dari abad IX yang diteliti oleh Prof. Dr. J.G. Caspris, menyingkapkan silsilah tiga Wangsa Syailendra yang berturut-turut memegang pemerintahan yaitu raja Indra, putranya Samaratungga, kemudian putrid Samaratungga Pramoda Wardani. Pada waktu raja Samaratunggan berkuasa mulailah dibangun candi yang bernama Bhumu Sam Bhara Budhara, yang dapat ditapsirkan sebagai bukti peningkatan kebajikan, setelah melampaui sepuluh tingkat Bodhisatwa.

Kerena penyesuaian pada Bahasa Jawa, akhirnya Bhara Budhara diganti menjadi Borobudur. Dari tokoh Jacques Dumarcay seorang arsitek Perancis memperkirakan bahwa Candi Borobudur berdiri pada zaman keemasan Dinasti Syailendra yaitu pada tahun 750-850 M. Keberhasilan yang luar biasa disamping pendirian Candi Borobudur, juga berhasil menjalankan kekaisaran Khmer di Kamboja yang pada saat itu merupakan kerajaan yang besar. Setelah menjalankan kerajaan Khmer, putra mahkota dibawa ke Indonesia (Jawa) dan setelah cukup dewasa dikembalikan ke Kamboja, dan kemudian menjadi raja bergelar Jayawarman II pada tahun 802 M. Para pedagang Arab berpendapat bahwa keberhasilan itu luar biasa mengingat ibu kota kekaisaran Khmer berada di daratan yang jauh dari garis pantai, sehingg untuk menaklukannya harus melalui sungai dan danau Tonle Sap sepanjang 500 km (A Guide to, Angkar, Down F. Rooney, 1994:25). Lebih lanjut Dumarcay merincikan bahwa Candi Borobudur dibangun dalam 4 tahap dengan perkiraan sebagai berikut: 1) 2) Sojiwan I); 3) tahap III sekitar tahun 810 (bersamaan dengan Kalasan III, Sewa III, tahap I sekitar tahun 775; tahap II sekitar tahun 790 (bersamaan dengan Kalasaan II, Lumbung I,

Lumbung III, Sojiwan II); 4) tahap IV sekitar tahun 835 (bersamaan dengan Gedong Songo grup I,

Sambi Sari, Badut I, Kuning, Banon, Sari dan Plaosan).

(Sumber: The Temple of Java; Jacques Dumarcay, 1989:27) Setelah selesai dibangun, selama seratus lima puluh tahun, Borobudur merupakan pusat ziarah megah bagi penganut Budha. Tetapi dengan runtuhnya Kerajaan Mataram sekitar tahun 930 M, pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah ke Jawa Timur dan Borobudur pun hilang terlupakan. Karena gempan dan letusan Gunung Merapi, candi itu melesat mempercepat keruntuhannya. Sedangkan semak belukar trofis tumbuh menutupi Borobudur dan pada abad-abad selanjutnya lenyap ditelan sejarah. 2.1.2 Penemuan Kembali Pada abad XVIII Borobudur pernah disebut dalam salah satu kronik jawa, Babad Tanah Jawi. Pernah juga disebut dalam naskah lain yang menceritakan seorang Pangeran Yogya yang mengunjungi gugusan seribu patung di Borobudur. Hal ini merupakan petunjuk bahwa bangunan candi itu ternyata tidak lenyap atau hancur seluruhnya. Pada masa pemerintahan Inggris yang singkat dibawah pimpinan Sir Thomas Stamford reffles pada tahun 1814, Candi Borobudur dibangkitkan dari tidurnya. Tahun 1915 ditugaskanlah H.C. Cornelius seorang perwira zeni agar mengadakan penyelidikan. Cornelius yang mendapatkan tugas tersebut, kemudian mengerahkan sekitar 200 penduduk selama hampir dua bulan. Runtuhan-runtuhan batu yang memenuhi lorong disingkirkan dan ditimbun disekirar candi, sedangkan tanah yang menimbunnya dibuang di lereng bukit. Namun pembersihan tersebut tidak dapat

dilaksanakan secara penuh, karena banyak dinding-dinding yang dikhawatirkan runtuh. Kemudian Residen Kedu C.L. Hartman, menyuruh membersihkan sama sekali bangunannya, sehingga candinya nampak seluruhnya. Sepuluh tahun kemudian stupa induknya sudah ada dalam keadaan terbongkar, lalu dibersihkan pula bagian dalamnya, dan kemudian diberi bangunan bambu sebagai tempat menikmati pemandangan. Tahun 1885 Ijzerman mengadakan penyelidikan dan mendapatkan bahwa di belakang batu kaki candi terdapat kaki candi lain yang ternyata dihiasi dengan pahatan-pahatan relief. Kaki Ijzerman terkenal dengan desas-desus relief misterius yang menggambarkan teks Karmawibangga yaitu suatu teks Budhis yang melukiskan hal-hal yang baik dan buruk, masalah hukum sebab dan akibat bagi perbuatan manusia. Tahun 1890 sampai 1891 bagian relief itu dibuka seluruhnya kemudian dibuat foto oleh CEPHAS untuk dokumentasi, lalu ditutup kambali.

2.2 Bangunan Candi Borobudur 2.2.1 Susunan Bangunan Candi Borobudur Bangunan Candi Borobudur berbentuk limas berundak dan apabila dilihat dari atas merupakan suatu bujur sangkar. Tidak ada ruangan dimana orang bisa masuk, melainkan hanya bisa naik sampai terasnya. Secara keseluruhan Bangunan Candi Borobudur terdiri dari 10 tingkat atau lantai yang masing-masing tingkat mempunyai maksud tersendiri. Sebagai sebuah bangunan, Candi Borobudur dapat dibagi dalam

tiga bagian yang terdiri dari kaki atau bagian bawah, tubuh atau bagian pusat, dan puncak. Pembagian manjadi tiga tersebut sesuai benar dengan tiga lambang atau tingkat dalam suatu ajaran Budha yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu yang masing-masing mempunyai pengertian. 1) Kamadhatu sama dengan alam bawah atau dunia hasrat atau nafsu. Dalam dunia ini manusia terikat pada hasrat atau nafsu dan bahkan dikuasai oleh hasrat dan kemauan atau nafsu. Dalam dunia ini digambarkan pada relief yang terdapat di kaki candi asli diman relief tersebut menggambarkan adegan dari kitab Karmawibangga yaitu naskah yang menggambarkan ajaran sebab akibat,serta perbuatan yang baik dan jahat. Deretan relief ini tidak tampak seluruhnya karena tertutup oleh dasar candi yang lebar. Hanya di sisi tenggara tampak relief yang terbuka bagi pengunjung. 2) Rupadhatu Sama dengan dunia antara atau dunia rupa, bentuk, wujud. Dalam dunia ini manusia telah meninggalkan segala hasrat atau nafsu tetapi masih terikat pada nama dan rupa, wujud, bentuk. Bagian ini terdapat pada tingkat 1-5 yang berbentuk bujur sangkar. 3) Arupadhatu Sama dengan alam atas atau dunia tanpa rupa, wujud, bentuk. Pada tingkat ini manusia telah bebes sama sekali dan telah memutuskan untuk selama-lamanya segala ikatan pada dunia fana. Pada tingkatan ini tidak ada rupa. Bagian ini terdapat pada teras bundar I, II dan III beserta stupa induknya.

Uraian bangunan secara teknis dapat dirincikan sebagai berikut: 1) lebar dasar 2) tinggi bangunan : 123 m (lebar=panjang, karena bujur sangkar); : 35,4 m (setelah restorasi); : 42 m (sebelum restorasi); 3) jumlah batu (batu andesit) 4) jumlah stupa : 55.000 m3 (2.000.000 juta balok batu); : 1 stupa induk; : 72 stupa berterawang; 5) stupa induk bergaris tengah : 9,9 m; 6) tinggi stupa induk sampai bagian bawah 7) jumlah bidang telief 8) jumlah patung Budha 9) tinggi patung Budha : 7 m; : 1.460 bidang ( 2,3 3 km); : 504 buah; : 1,5 m.

2.2.2 Patung Budha Candi Borobudur Candi Borobudur tidak hanya diperindah dengan relief cerita dan relief hias saja, tetapi juga dengan patung-patung yang sangat tinggi nilainya. Namun tidak semua patung dalam keadaan utuh, banyak patung yang tanpa kepala atau tangan (300 buah) dan 43 hilang. Hal ini disebabkan oleh bencana alam dan tangan jahil atau pencurian sebelum Candi Borobudur diadakan renovasi (sebelum tahun 1973). Patung-patung tersebut menggambarkan Dhyani Budha yang terdapat pada bagian Rupadhatu dan Arupadhatu. Patung Budha di Candi Borobudur berjumlah 504

yang ditempatkan di relung-relung yang tersusun berjajar pada sisi pagar langkan dan pada teras bundar (Arupadhatu). Patung Budha di tingkat Rupadhatu di tempatkan dalam relief yang tersusun berjajar pada sisi luar pagar langkan. Sedangkan patung-patung di tingkat Arupadhatu di tempatkan dalam stupa-stupa berlubang di tiga susunan lingkaran pusat. Susunan patung selengkapanya adalah. 1) (1) (2) (3) (4) (5) Tingkat Rupadhatu langkan pertama langkan kedua langkan ketiga langkan keempat langkan kelima : 104 patung Budha; : 10 patung Budha; : 88 patung Budha; : 72 patung Budha; : 64 patung Budha; : 432 patung Budha.

jumlah seluruhnya 2) (1) (2) (3) Tingkat Arupadhatu

teras bundar pertama : 32 patung Budha; teras bundar kedua teras bundar ketiga : 24 patung Budha; : 16 patung Budha;

jumlah seluruhnya

: 72 patung Budha.

Apabila kita melihat sekilas patung Budha itu nampak serupa semuanya, tetapi sesungguhnya ada juga perbedaan-perbedaannya. Perbedaan yang sangat jelas adalah sikap tangan atau yang disebut Mudra yang merupakan khas untuk setiap patung.

Sikap kedua belah tangan Budha atau Mudra dalam Bahasa Sanksekerta, memiliki arti perlambangan yang khas. Ada enam jenis yang bermakna sedalamdalamnya. Namun demikian karena macam mudra yang dimiliki oleh patung-patung yang menghadap semua arah bagian Rupadhatu (lingkaran V) maupun di bagian Arupadhatu pada umumnya menggambarkan meksud yang sama. Maka jumlah mudra yang pokok ada lima (Soekmono,1981). Kelima mudra itu adalah. 1) Bhumisparca Mudra Mudra ini menggambarkan sikap tangan sedang menyentuh tanah. Tangan kiri terbuka dan menengadah di pangkuan, sedangkan tangan kanan menempel pada lutut kanan dengan jari-jarinya menunjuk ke bawah. Sikap tangan ini melambangkan saat Sang Budha memanggil Dewi Bimi sebagai saksi ketika ia menangkis serangan Iblis Mara. Mudra ini adalah khas bagi Dhyani Budha Aksobhya yang bersemayam di Timur. Patung ini menghadap ke timur langkan I sampai langkan IV. Mudra ini tanda khusus bagi Dhyani Budha Aksobhya sebagai penguasa daerah timur. 2) Abhaya Mudra Mudra ini menggambarkan sikap tangan sedang menenangkan dan menyatakan jangan khawatir. Tangan kiri terbukan dan menengadah di pangkuan, sedangkan tangan kanan diangkat sedikit di atas lutut kanan dengan telapak menghadap ke muka. Patung ini menghadap ke utara langkan I sampai langkan IV dan merupakan tanda khusus bagi Dhyani Budha Amogasidha yang berkuasa di utara.

3)

Dhayani Mudra Mudra ini menggambarkan sikap semadi. Kedua tangan diletakan di

pangkuan, yang kanan di atas, yang kiri dengan telapaknya menengadah dan kedua jempolnya saling bertemu. Patung ini menghadap ke barat di langkan I sampai langkan IV dan merupakan tanda khusus bagi Dhyani Budha Amitabha yang menjadi penguasa daerah barat. 4) Wara Mudra Mudra ini menggambarkan pemberian amal. Sepintas sikap tangan ini tampak nampak serupa dengan Bhumisparca Mudra tetapi telapak tangan yang kanan menghadap ke atas sedangkan jari-jarinya terletak di lutut kanan. Dengan mudra ini dapat dikenali Dhyani Budha Ratna Sambawa yang bertahta di selatan. Letak patung ini di langkan I sampai langkan IV menghadap ke selatan. 5) Dharmacakra Mudra Mudra ini melambangkan gerak memutar roda dharma. Kedua tangan diangkat sampai ke depan dada, yang kiri di bawah yang kanan. Tangan yang kiri itu menghadap ke atas, dengan jari manisnya. Sikap tangan demikian memang serupa benar dengan gerak memutar sebuah roda. Mudra ini menjadi ciri khas bagi Dhyani Budha Wairocana yang daerah kekuasaannya terletak di pusat. Khusus di Candi Borobudur, Wairocana ini juga digambarkan dengan sikap tangan yang disebut Witarka Mudra atau sikap tangan sedang menguraikan sesuatu, tangan kiri terbuka di atas pangkuan, dan tangan kanan sedikit terangkat di atas lutut kanan, dengan telapak tangannya menghadap ke muka dan jari telunjuknya

menyentuh ibu jari. Patung ini terletak di relung langkan V dan di teras Budha I, II, III. Di samping patung Budha yang berjumlah 504 buah masih ada satu patung Budha yang menghebohkan. Konon menurut cerita, Hartman pada tahun 1842 berkunjung ke Candi Borobudur dan menemukan sebuah patung di dalam stupa induk. Cerita itu kemudian menyebar dari mulut ke mulut sampai akhirnya dimasukan dalam sebuah laporan tertulis pada tahun 1953. Namun Hartman sendiri tidak pernah menulis sesuatu laporan tentang kegiatannya di Candi Borobudur. Oleh Van Erf patung itu sengaja tidak dikembalikan ke tempat ia menemukannya, oleh karena tidak ada bukti yang meyakinkan mengenai tempat asal yang sebenarnya, patung itu kemudian diletakan di bawah pohon kenari di sebelah barat laut candi. Patung tersebut ternyata banyak kekurangannya, raut mukanya buruk sekali, lengan yang satu lebih pendek dari lengan yang lain, jari tangannya tidak lengkap dan lipatan jubahnya tidak halus pahatannya. Patung itu rupanya belum selesai pembuatannya. Kini patung tersebut disimpan di museum Karmawibangga Candi Borobudur setelah pemugaran Candi Borobudur yang kedua. Disamping patung Budha, dari setiap pintu Candi Borobudur juga dijaga arca singa, secara keseluruhan arca singa ada 32 buah. 2.2.3 Relief Candi Borobudur Candi Borobudur tidak saja menunjukan kemegahan arsitekturnya tetapi juga mempunyai relief (pahatan atau ukiran) yang sangat menarik. Relief cerita yang

dipahatkan pada candi itu sangat lengkap dan panjang yang tidak pernah ditemui di tempat lain di dunia bahkan di India sekalipun. Bidang relief seluruhnya ada 1460 panel yang jika diukur memanjang mencapai 2.500 m. Sedangkan jenis reliefnya ada 2 macam, yaitu: 1) 2) relief cerita, yang menggambarkan cerita dari suatu teks dan naskah; relief hiasan, yang hanya merupakan hiasan pengisi bidang. Agar bisa menyimak cerita dalam relief secara berurutan dianjurkan memasuki candi melalui pintu sebelah timur dan pada tiap lingkaran berputar ke kiri dan meninggalkan candi di sebelah kanan. Relief cerita pada Candi Borobudur menggambarkan beberapa cerita, yaitu: 1) tertutup; 2) Lalita Wistara, terdiri dari 120 panel, dipahatkan pada dinding lorong I Karma Wibangga, terdiri dari 160 panel, dipahatkan pada kaki

bagian atas; 3) Jataka dan Awadana, terdiri dari 720 panel, dipahatkan pada lorong I

bagian bawah, balustrade lorong I atas dan bawah, dan balustrade II; 4) Gandawyuda, terdiri dari 460 panel, dipahatkan pada dinding lorong II

dan III, balustrade III dan IV serta Bhadraceri dinding lorong IV.

2.3 Stupa Candi Borobudur Stupa Candi Borobudur dibagi menjadi 3 macam, yaitu. 2.3.1 Stupa Induk

Stupa induk berukuran lebih besar dari stupa-stupa yang lain dan terletak di puncak sebagai mahkota dari seluruh monumen bangunan Candi Borobudur. Stupa induk ini mempunyai garis tengah 9,90 m dan tinggi stupa sampai bagian bawah pinakel 7 meter. Di atas puncak dahulunya diberi payung (charta) bertingkat tiga (sekarang tidak terdapat lagi). Stupa induk ini tertutup rapat, sehingga orang tidak bisa melihat bagian dalamnya. Di dalamnya terdapat ruangan yang sekarang tidak berisi. Pada buku Candi Borobudur Pustaka Jaya, DR. Soekmono menuliskan antara lain, puncak stupa yang sekaran ini tidak lengkap lagi. Sudah pernah diusahakan suatu rekontruksi dan menghasilkan gambaran, dahulu ada 3 susunan payung yang mengiasi puncaknya. Rekontruksi itu kemudian dibongkar lagi karena banyak keragua, dimungkinkan batu-batu tersebut yang ditemukan terlalu sedikit, sehingga tidak ada suatu kepastian yang dapat dipertanggungjawabkan. Stupa induk ini tertutup rapat sehingga orang tidak bisa melihat bagian dalamnya. Drs. Soediman dalam bukunya Borobudur Keajaiban Dunia

menerangkan antara lain. Di dalamnya terdapat ruangan yang sekarang tidak berisis. Ada pendapat yang mengatakan ruangan tersebut untuk menyimpan arca atau relief, tetapi pendapat itu masih diragukan kebenaranya, kerena sewaktu diadakan penyelidikan mengenai isi dari stupa induk oleh Residen Kedo Hartman pada tahun 1842 sama sekali tidak dibuat laporan tertulis, sehingga semua pendapat mengenai stupa induk itu hanyalah dugaan belaka.

Stupa induk yang berada di tengah-tengah dan paling atas, merupakan penghias bangunan Candi Borobudur yang anggun dan mempesona. Nampak juga stupa berlubang yang pada bagian dalamnya terdapat patung Budha, stupa teras II dan stupa teras III, sedangkan stupa teras I tidak terlihat.

2.3.2 Stupa Berlubang Stupa berlubang atau terawang adalah stupa yang terdapat pada teras bundar I, II, dan III dimana didalamnya terdapat 72 buah yang terinci menjadi: 1) 2) 3) jumlahnya 2.3.3 Stupa Kecil Stupa kecil bentuknya hampir sama dengan stupa lainnya, hanya saja perbedaan yang menonjol adalah dalam ukurannya yang lebih kecil dari stupa yang lainnya. Stupa ini seolah menjadi hiasan dari seluruh bangunan candi. Keberadaan stupa ini menempati puncak dari relung-relung pada langkan II sampai langkan V, sedangkan pada langkan I sebagian berupa keben dan sebagian berupa stupa kecil, jumlah stupa kecil ada 1472 buah stupa. teras bundar pertama terdapat : 32 stupa berlubang; teras bundar kedua terdapat teras bundar ketiga terdapat : 24 stupa berlubang; : 16 stupa berlubang;

: 72 stupa berlubang.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa. 1). Sampai saat ini belum diketahui secara pasti kapan Candi Borobudur

didirikan dan siapa pendirinya. Namun suatu perkiraan dapat diperoleh dari tulisan-tulisan singkat yang dipahat di atas pigura-pigura relief kaki asli Candi Borobudur (Karmawibangga) menunjukan huruf sejenis dengan yang didapatkan pada prasasti-prasasti dari abad VIII sampai abad IX. Dari bukti-bukti tersebut kita bisa tahu bahwa Candi Borobudur dibuat atau didirikan sekitar tahun 800 M. 2). Bangunan Candi Borobudur berbentuk limas berundak. Secara

keseluruhan Candi Borobudur terdiri dari 10 tingkatan yang mempunyai makna tersendiri. bangunan Candi Borobudur dibagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari kaki atau bagian bawah, tubuh atau bagian pusat dan puncak.

3).

Stupa adalah bangunan yang berbentuk kubah terdiri sebuah lapik dan

diberi payung di atasnya. Arti dari stupa antara lain: (1) sebagai tempat menyimpan reliek (peninggalan yang dianggap suci), dinamakan juga sebagai Datugrbha (daqoda); (2) sebagai tanda peringatan dan penghormatan Sang Budha; (3) sebagai lambang suci umat Budha.

4).

Stupa Candi Borobudur dibagi menjadi 3 macam yaitu.

(1) Stupa Induk, stupa induk berukuran lebih besar dari stupa-stupa yang lain dan terletak di puncak sebagai mahkota dari seluruh monumen bangunan Candi Borobudur. Stupa induk ini mempunyai garis tengah 9,90 m dan tinggi stupa sampai bagian bawah pinakel 7 meter. (2) Stupa Berlubang, stupa berlubang atau terawang adalah stupa yang terdapat pada teras bundar I, II, dan III dimana di dalamnya terdapat 72 buah stupa. (3) Stupa Kecil, stupa kecil bentuknya hampir sama dengan stupa lainnya, hanya saja perbedaan yang menonjol adalah dalam ukurannya yang lebih kecil dari stupa yang lainnya. Stupa ini seolah menjadi hiasan dari seluruh bangunan Candi Borobudur.

3.2 Saran Setelah penulis membahas dan mengkaji tentang Stupa Candi Borobudur, ternyata penulis mendapatkan banyak manfaat dari hasil pembahasan tersebut

diantaranya pengetahuan tentang Candi Borobudur. Adapun saran yang ingin disampaikan penulis dari pembahasan materi ini diantaranya. 1). Agar para pembaca khususnya para pelajar bisa lebih dalam

mempelajari tentang Candi Borobudur dan khususnya bagi para pembaca dan umumnya bagi seluruh masyarakat agar tetap menjadi budaya yang ada. 2). Pihak pengelola Candi Borobudur hendaknya tetap menjaga dan

melestarikan candi agar keaslian dan nilai budaya yang terdapat didalamnya dapat dinikmati oleh generasi yang akan dating. 3). Diharapkan agar sekolah sering mengdakan kunjungan ke tempat-

tempat yang bersejarah agar para siswa dapat mengetahui sejarah Bangsa Indonesia. 4). Diharapkan pemerintah dapat mejaga dan melestarikan budaya yang

ada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Madhori. 2004. Candi Borobudur Sepanjang Masa. Yogyakarta: Tanpa Penerbit. Soedirman. 1980. Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia. Yogyakarta: Tanpa Penerbit Sutanto. 1998. Candi Borobudur. Yogyakarta: Tanpa Penerbit

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis makalah ini bernama Wawan Suwandi lahir pada tanggal 1 Juni 1989. Alamat penulis di Sindanglaya Desa Sindanglaya Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang. Penulis beragama Islam. Penulis sangat senang mengaji dan berkumpul dengan sahabat-sahabat dekat. Ayahanda penulis bernama Awa Tarwa dan ibunda penulis bernama Nurmah. Pekerjaan ayahanda dan ibunda penulis adalah seorang petani yang sangat rajin bekerja keras demi mendapatkan nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup bermasyarakat, terutama untuk memenuhi kebutuhan penulis dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. Semasa kecil penulis mengikuti pendidikan di TK Melati. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri II Sindanglaya dan lulus pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama di SMPN 2 Tanjungsiang, lulus pada tahun 2004. Dari Sekolah Menengah Pertama penulis

melanjutkan kembali ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tanjungsiang dan ketika pembuatan makalah ini penulis masih duduk di kelas XI IPA. Selain menjadi pelajar penulis juga aktif dalam Organisasi Palang Merah Remaja SMA Negeri 1 Tanjungsiang dan ketika pembuatan makalah ini penulis masih tercatat sebagai Siswa SMA Negeri 1 Tanjungsiang.

Anda mungkin juga menyukai