Anda di halaman 1dari 8

FILSAFAT SUMBER DAN METODE

PENETAPAN HUKUM ISLAM

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3

Fani Wahyudi Paputungan (212032023)


Muhammad Alfajri (212032018)

Dosen Pengampuh
Dr. Muhammad Gazali Rahman, M.H.I.

Mata Kuliah : Filsafat Hukum Islam

HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

IAIN SULTAN AMAI GORONTALO


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Islam mencerminkan seperangkat norma Ilahi yang
mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia
dengan manusia lainnya dalam kehidupan sosial hubungan manusia
dengan benda dan alam lingkungan hidupnya.
Norma Ilahi yang mengatur tata hubungan tersebut adalah
kaidah-kaidah dalam arti khusus atau kaidah ibadah murni, mengatur
cara dan upacara hubungan langsung antara manusia dengan sesamanya
dan makhluk lain di lingkungannya. Ciri khas hukum Islam, yakni
berwatak universal, berlaku abadi untuk umat islam dimanapun mereka
berada, tidak terbatas pada umat Islam dimanapun mereka berada, tidak
terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada suatu masa,
menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani
serta jasmani, serta memuliakan manusia dan kemanusiaan secara
keseluruhan, pelaksanaan dalam praktik digerakkan oleh iman dan
akhlak umat Islam.

B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah menambah
pengetahuan kita khususnya para mahasiswa akan sumber hukum islam
dan metode penetapannya dari zaman Rasul sampai kepada zaman
sekarang ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sumber-sumber Hukum Islam


Agama Islam memiliki pedoman yang sangat penting dalam
menghadapi hidup. Setiap muslim diwajibkan agar berpedoman dengan
sumber-sumber tersebut. Sumber-sumber tersebut terdapat beberapa
bagian. Sumber yang paling penting, sempurna, tidak diragukan, berlaku
sepanjang zaman dan diwajibkan pula setiap muslim atas
pemahamannya yaitu Al-Qur’an. Sumber lainnya cukup penting dalam
pengaplikasian dari Al-Qur’an ke kehidupan sehari-hari yaitu Hadits dan
Ijtihad yang diambil berdasarkan kedua sumber tersebut.

a. Al-Qur’an al-karim
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw dengan bahasa Arab dengan perantaraan malaikat
Jibril, sebagai hujjah atau argumentasi baginya dalam mendakwahkan
kerasulannya dan sebagai pedoman hidup bagi manusia yang dapat
dipergunakan untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
serta sebagai media untuk bertaqarrub atau mendekatkan diri kepada
Tuhan dengan membacanya. Wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw ini terwujud dalam bahasa Arab dan secara autentik
terhimpun dalam mushaf. Dalil Al-Qur’an yang menjadi sumber hukum
Islam yaitu Surat An-Nisaa : 59,

“Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil
amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah {al-qur’an} dan Rasul
{sunnahnya}, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik
akibatnya.”

b. Hadits
Hadits adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad
Saw. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti
melaporkan/mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi
Muhammad Saw.
Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna,
sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala
perkataan, perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi
Muhammad Saw yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Hadits
menurut ahli hadits adalah sesuatu yang didapatkan dari Nabi
Muhammad Saw yang terdiri dari ucapan, perbuatan, dan persetujuan.
Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki tingkatan
kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur’an. Kedudukan
hadits sebagai sumber hukum kedua, telah diterima oleh semua ulama
dan umat Islam. Hal ini dikuatkan dengan ayat Al-Qur’an Surat An-Nisaa :
80,

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati


Allah. Dan barangsiapa yang berpaling dari ketaatan itu, maka kami
tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”

Dengan demikian jelaslah bahwa hadits merupakan sumber


hukum Islam di samping Al-Qur’an. Orang-orang yang menolak hadits
sebagai sumber hukum islam, lebih disebabkan keterbatasan
pengetahuan mereka terhadap Al-Qur’an dan Hadits. Hadits dapat
dibedakan menjadi tiga macam, antara lain:

a) Sunnah qauliyah/ perkataan, yaitu sabda yang beliau sampaikan


dalam beraneka tujuan dan kejadian.

b) Sunnah fi’liyah/ perbuatan, yaitu segala tindakan Rasulullah Saw.

c) Sunnah taqririyah/ persetujuan, perkataan atau perbuatan sebagian


sahabat yang telah disetujui oleh Rasulullah Saw secara diam-diam
atau tidak di bantahnya atau disetujui melalui pujian yang baik.

c. Ijtihad
Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk
mengeluarkan hukum syar’I dari dalil-dalil syara’, yaitu Al-Qur’an dan
Hadits. Orang-orang yang mampu menetapkan hukum suatu peristiwa
dengan jalan ini disebut mujtahid. Ijtihad dapat dibagi menjadi beberapa
bagian, antara lain:
1. Ijma’
Ijma’ menurut bahasa Arab berarti kesepakatan atau sependapat
dengan suatu hal, menurut istilah ijma’ adalah kesepakatan mujtahid
tentang hukum syara’ dari suatu peristiwa setelah Rasul wafat.

2. Qias
Menurut bahasa berarti menyamakan, membandingkan atau
mengukur. Secara istilah qias adalah menetapkan hukum suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara
membandingkan dengan suatu kejadian yang telah ditetapkan
hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat/sifat
diantara kejadian atau peristiwa tersebut.

3. Istihsan
Menurut bahasa berarti menganggap baik atau mencari yang baik,
dan menurut istilah adalah meninggalkan hukum yang telah
ditetapkan pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan
berdasarkan dalil syara’ menuju hukum lain dari peristiwa itu juga.
Karena ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk
meninggalkannya.

4. Maslahah mursalah
Adalah suatu kemaslahatan dimana syar’I tidak mensyariatkan suatu
hukum untuk merealisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang
menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya.

5. Urf
Menurut bahasa adalah kebiasaan sedangkan menurut istilah ialah
sesuatu yang telah dikenal orang banyak dan menjadi tradisi mereka
dan tentunya tradisi disini adalah kebiasaan yang tidak dilarang.

6. Istishab
Menurut bahasa adalah pengakuan adanya perhubungan. Secara
istilah adalah menetapkan hukum terhadap sesuatu berdasarkan
keadaan sebelumnya sehingga ada dalil yang menyebutkan atas
perubahan keadaan tersebut.
B. Metode Penetapan Hukum Islam
Secara etimologis, metode berasal dari kata ‘met’ dan ‘hodes’
yang berarti melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara
yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga metode
penetapan hukum Islam berarti cara yang ditempuh dalam menetapkan
hukum Islam. Sumber hukum pada masa Rasulullah tetap berpegang
teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah. Pengenalan Al-Qur’an terhadap
hukum, mayoritasnya bersifat universal tidak parsial dan global tidak
rinci. Oleh karena itu untuk memahami Al-Qur’an, dibutuhkan Sunnah.
Ada pula yang merinci metode pendekatan menjadi tiga pola yaitu:

1. Metode bayani
Metode bayani adalah suatu penjelasan secara komprehensif
terhadap teks nash untuk mengetahui bagaimana secara lafal nash
menunjukkan kepada hukum yang dimaksudkannya.

2. Metode ta’lili
Metode ta’lili adalah upaya penggalian hukum yang bertumpu pada
penentuan ‘illat-’illat hukum yang terdapat dalam suatu nash.
Penalaran ini didukung oleh kenyataan bahwa penuturan suatu
masalah dalam nash diiringi dengan penyebutan ‘illat-’illat
hukumnya.

3. Metode al-istislahi
Metode istislahi adalah penalaran untuk menetapkan hukum syar’i
atas sesuatu perbuatan berdasarkan kemaslahatan dengan
menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an atau Hadits mengandung konsep
umum sebagai sandarannya. Dengan kata lain kegiatan-kegiatan
yang berupaya menetapkan hukum suatu masalah atas dasar
pertimbangan kemaslahatan karena tidak ada ayat-ayat Al-Qur’an
atau Hadits khusus yang dapat digunakan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Islam mempunyai dua sumber hukum yang utama yaitu Al-Qur’an dan
Hadits, sedangkan untuk merumuskan suatu hukum baru yang tidak
terdapat pada keduanya diperlukanlah ijtihad yang tetap mendasarkan
pada Al-Qur’an dan Hadits. Sehingga dapat dikatakan bahwa ijtihad
merupakan sumber hukum Islam yang ketiga.

Metode penetapan hukum Islam berarti cara yang ditempuh dalam


menetapkan hukum Islam.
DAFTAR PUSTAKA

http://ruqi89.blogspot.com/2O11/O4/metode-penetapan-hukum-islam-1.html

Anda mungkin juga menyukai