Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI RUTIN & LENGKAP

LAJU ENDAP DARAH

DISUSUN OLEH :

SALWA AMALIYAH KHAIRANI (51123031)

MAISYA PUTRI HANDAYANI (51123024)

TONY MARTIN (51123038)

EKA REVALINA (51123017)

AMELIA TRHI ARYANI (51123010)

PITRI KHOIRUNNISA (51123003)

DOSEN PENGAMPU :

Dr. VERDIANSAH, SpPK, MMRS

PRODI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI

IKEST MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2023/2024


I. HARI/TANGGAL :

Selasa / 19 Maret 2024

II. TUJUAN

Untuk menambah wawasan, mengetahui dan memahami proses

pemeriksaan laju endap darah yang baik dan benar.

III. DASAR TEORI

Laju endap darah (LED) disebut juga erythrocyte sedimentation rate

(ESR) atau sedimentation rate (sed rat) atau blood bezinking-snelheid

dererythrocyten (BBS) adalah kecepatan pengendapan sel-sel eritrosit di

dalam tabung berisi darah yang telah diberi antikoagulan dalam waktu satu

jam. ESR adalah indikator non spesifik munculnya penyakit dan sering

digunakan untuk membantu diagnosis dan follow up berbagai penyakit

inflamasi Venna puasa.

Peningkatan konsentrasi protein serum dalam tubuh akibat kerusakan

jaringan karena proses inflamasi biasanya ditandai dengan peningkatan

fibrinogen, haptoglobin, immunoglobulin (Ig) dan C-Reactive Protein (CRP)

serta penurunan albumin. Perubahan terjadi pada infeksi akut, selama fase

akut pada infeksi kronis, pada keganasan, dan pada kerusakan jaringan akut

(misalnya pada infark miokard akut) dengan trauma fisik. Pengukuran respon

fase akut ini merupakan indikator yang sangat berguna sebagai marker untuk

peradangan atau kerusakan jaringan serta monitoring terapi. Pemeriksaan yang

sering dilakukanyaitu CRP dan LED. Pemeriksaan CRP merupakan tes yang
lebih sensitif, karena pada saat terjadi kerusakan jaringan, kadar CRP serum

biasanya meningkat palingawal. Kadar CRP akan cepat menurun apabila

proses kerusakan jaringan teratasi.Pada penyakit akut, LED mempunyai

respon yang lebih lambat dan kurang sensitif dibandingkan CRP. Walaupun

tes ini memiliki keterbatasan dibandingkan penanda inflamasi yang lebih

spesifik, namun LED masih banyak digunakan sebagai pemeriksaan skrining

dan monitoring untuk penyakit infeksi, otoimun,keganasan dan penyakit lain.

Metode pemeriksaan LED ditemukan oleh Dr. R Fahreus dan Dr.

AWestergren pada tahun 1921 yang akhirnya digunakan secara luas untuk

melakukan tes skrining pada penyakit akut dan penyakit kronis. Menurut

International Council for Standardization in Haematology (ICSH) dan

National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) metode

referensiuntuk pemeriksaan LED adalah metode Westergren. Ada beberapa

metode pemeriksaan LED yang saat ini digunakan di klinik, baik secara

manual maupun otomatis. Metode manual yang banyak digunakan seperti

Westergren dan Wintrobe. Pemeriksaaan LED dengan cara otomatis juga

banyak digunakan misalnya dengan alat Alifax Roller 20 LC, VES-Matic

system dan Caretium XC- A30.

IV. ALAT DAN BAHAN

Alat:

 Kapas Alkohol

 Torniquet
 Jarum dan Holder

 Plester

 Rak Westergren

 Tabung Westergren

 Bola penghisap

 Pipet Westergren

 Stopwatch

 Vakuntainer EDTA

Bahan:

 Darah

V. Prosedur kerja

Pengambilan Darah Vena

1) Siapkan alat dan bahan

2) Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat.

3) Lakukan pengenalan diri kepada pasien dan minta pasien

4) menyebutkan identitasnya lalu sesuaikan dengan data dilembar

5) permintaan.

6) Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat.

7) Catat bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa dsb.

8) Minta pasien mengepalkan tangan dan pasang Tourniquet pada

9) lengan 3-4 cm di atas vena yang akan ditusuk.

10) • Setelah vena ditemukan, usap daerah yang akan ditusuk dengan

11) alkohol 70% dan dibiarkan kering.


12) Tusuk vena dengan jarum steril dan pasang tabung vakuntainer pada

holder

13) Biarkan darah mengalir sampai 3 ml volume yang dibutuhkan

14) Lepaskan Tourniquet dan minta pasien membuka genggaman

15) tangannya.

16) Tarik tabung dan lepaskan jarum. Homogenkan sebanyak 5-10

17) kali.

18) Letakkan kapas alkohol dan tekan kapas pada bekas tusukan lalu

19) beri plester.

Pemeriksaan Laju Endap Darah

1) Pemeriksaan menggunakan metode Westergren

2) Memipet darah menggunakan pipet Westergren sampai garis

3) tanda 0

4) Dipasang pipet Westergren tersebut kedalam rak Westergren engan posisi

tegak lurus

5) Pasang timer selama 1 jam, kemudian bacalah tingginya lapisan

6) plasma sebagai angka hasil laju endap darah

VI. HASIL
VII. PEMBAHASAN

Eritrosit normal mempunyai berat yang kecil dan mengendap

perlahan.Pengendapan eritrosit yang cepat disebabkan oleh perubahan eritrosit

yangmenyebabkan terjadinya proses agregasi sehingga terbentuk rouleux.

Proses pengendapan eritrosit tidak terjadisekaligus, tetapi terjadi dalam 3

tahap yaitu ;

a. Fase pembentukan rouleaux

Tahap awal adalah fase pembentukan rouleaux dimana sel-sel eritrosit

tersusun bertumpuk-tumpuk yang berlangsung dalam waktu 10 menit

pertama. Rouleaux adalah eritrosit yang tersusun menyerupai susunan

uang koin, dimana bentuk ini disebabkan karena bentuk eritrosit yang

unik yaitu berbentuk diskoid. Terjadinya perubahan permukaan

eritrosit dari bentuk diskoid menjadidatar menyebabkan permukaan

eritrosit menjadi luas sehingga terjadi kontak dan perlekatan eritrosit

satu sama lain dan kemudian membentuk rouleaux.

b. Fase sedimentasi cepat

Tahap kedua adalah fase pengendapan rouleaux eritrosit dengan

kecepatankonstan yang berlangsung selama 40 menit. Disebut juga

fase pengendapanmaksimal. Karena telah terjadi agregasi dan

pembentukan rouleaux partikel- partikel eritrosit menjadi lebih besar

dengan permukaan yang lebih kecil sehingga lebih cepat pula

pengendapannya.

c. Fase sedimentasi lambat


Tahap ketiga adalah fase pengendapan eritrosit dengan kecepatan

melambat disertai proses pemadatan eritrosit. Terjadi pada 10 menit

terakhir.Pengendapan eritrosit ini disebut sebagai laju endap darah.

Pembacaan hasil pemeriksaan laju endap darah adalah 1 jam setelah

tabung yang telah berisi sampel darah dan antikoagulan diletakkan

tegak lurus pada raknya. Hasil pembacaan dinyatakan dalam satuan

mm/jam

VIII. KESIMPULAN

Dari praktikum ini kita dapat menyimpulkan Pemeriksaan LED secara

manual ada 2 metode yaitu metode Westergrendan metode Wintrobe.

Pemeriksaan LED otomatis saat ini sudah mulaidikembangkan tetapi tetap

mengacu pada metode Westergren.Hasil pemeriksaan laju endap darah

dipengaruhi 3 (tiga) faktor yaitu faktoreritrosit, faktor plasma, dan faktor

teknik pemeriksaan yang saling punyaketerkaitan satu dengan lainnya.

Beberapa penyakit dapat mempengaruhi nilai LED. LED meningkat dapat

ditemukan pada makrositosis eritrosit,peningkatan kadar fibrinogen dan

globulin, radang, keganasan, penyakit myeloma multiple, dan Leukemia. LED

menurun dapat terjadi pada keadaan polisitemia, anemia selsabit, mikrositosis,

dan peningkatan kadar albumin. Beberapa hal yang dapat menyebabkan

kesalahan dalam pemeriksaan LED misalnya antikoagulan yang berlebihan,

temperature, dan teknik pemeriksaan


DAFTAR PUSTAKA

Bedah, S., Chairlan, C., & Sari, I. N. (2021). Respons C-Reactive Protein (CRP)
dan Laju Endap Darah (LED) Sebagai Petanda Inflamasi Pada Pasien
Covid-19. Anakes: Jurnal Ilmiah Analis Kesehatan, 7(2), 157-164.

Bedah, S., Chairlan, C., & Sari, I. N. (2021). Respons C-Reactive Protein (CRP)
dan Laju Endap Darah (LED) Sebagai Petanda Inflamasi Pada Pasien
Covid-19. Anakes: Jurnal Ilmiah Analis Kesehatan, 7(2), 157-164..

Tsamarah, Y. T., Danuyanti, I. G. A. N., & Zaetun, S. (2022). Hubungan Nilai


Laju Endap Darah (LED) dengan Kadar C-Reactive Protein (C-RP) pada
Pasien Positif Covid-19. Jurnal Kesehatan Andalas, 10(3), 173-177.

Susanti, E. W., Wardhani, R. R., & Fis, S. (2022). Literature review: gambaran
hasil pemeriksaan led (laju endap darah) metode westergreen pada pasien
tuberkulosis paru..

Juleha, D. S., Utami, D., & Detty, A. U. (2021). Perbandingan Nilai Laju Endap
Darah Antara Pengukuran Metode Manual Westergren Dan Alat
Automatik Pada Sampel Darah Sitrat Penderita Tb Paru Di Rsud. Dr.
Dradjat Prawiranegara Serang. Malahayati Nursing Journal, 3(3), 426-
431.

Anda mungkin juga menyukai