Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

HERPES ZOSTER

Oleh:

Elsa Zulmitra 1910312024


Fajri Hidayat Jati 1910312049

Preseptor :

dr. Vesri Yossy, Sp. D.V.E

DEPARTEMEN DERMATOLOGI, VENEROLOGI , DAN ESTETIKA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP. Dr. M. DJAMIL PADANG

2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah S.W.T. dan shalawat beserta


salam untuk Nabi Muhammad S.A.W., berkat rahmat dan karunia Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Herpes Zoster" Case report ini dibuat untuk
menambah wawasan dan pengetahuan serta menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan
tahap kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil
Padang, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
khususnya kepada dr. Vesri Yossy, Sp.D.V.E, selaku preseptor yang telah bersedia meluangkan
waktu, memberikan bimbingan, saran, dan perbaikan. Terima kasih kepada rekan- rekan
dokter muda dan semua pihak yang turut berpartisipasi.

Penulis berharap semoga case report ini dapat bermanfaat terutama untuk kesehatan
manusia dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga Allah S.W.T senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu. Demi
kesempurnaan case report ini, segala kritik, saran, dan masukan akan penulis terima.

Padang, Februari 2024

Penulis

i
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Herpes zoster, yang juga dikenal sebagai cacar ular atau shingles, adalah sebuah kondisi
kulit yang timbul akibat reaktivasi virus varicella zoster (VVZ) yang sebelumnya bersifat laten
dalam ganglion sensori radiks dorsalis setelah mengalami infeksi awal. Individu yang terkena
herpes zoster memiliki kemungkinan untuk menyebarkan infeksi VVZ kepada mereka yang
belum pernah mengalami paparan sebelumnya.1 Herpes zoster merupakan sebuah kondisi
dermatologis yang ditandai dengan nyeri serta pembentukan vesikel yang berkelompok dan
tersebar sesuai dengan pola dermatom, seringkali bersifat unilateral. Diagnosis penyakit ini
umumnya dapat dikonfirmasi melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Meskipun
demikian, pemeriksaan penunjang seperti apusan Tzanck juga dapat memberikan kontribusi
penting dalam memperkuat diagnosis klinis.2
Secara epidemiologi didapatkan peningkatan risiko kejadian herpes zoster pada populasi
pasien yang telah memasuki tahap usia lanjut, pada individu dengan jenis kelamin perempuan,
serta pada kelompok pasien yang mengalami gangguan imunodefisiensi. 3 Data epidemiologi
yang terhimpun di Amerika Serikat mengindikasikan bahwa sekitar 10-20% dari pasien yang
telah mengalami infeksi primer varicella atau cacar air kemungkinan akan mengalami
manifestasi klinis herpes zoster selama periode rentang hidup mereka. Di antara kelompok
pasien yang mengalami herpes zoster, sekitar 10-15% mengalami bentuk klinis yang dikenal
sebagai herpes zoster oftalmikus (HZO).4 Hingga saat ini, informasi mengenai epidemiologi
herpes zoster di Indonesia belum tersedia secara pasti. Sebuah penelitian dari tahun 2011
hingga 2013 di suatu rumah sakit pendidikan di Indonesia mencatat adanya 2232 kasus pasien
dengan herpes zoster. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kelompok usia
penderita terbanyak terdistribusi pada rentang usia 45–64 tahun, mencapai proporsi sebesar
37,95%.5
Herpes zoster merupakan suatu kondisi dermatologis yang ditandai oleh kemunculan erupsi
pada kulit, yang umumnya disertai rasa gatal dan nyeri yang terlokalisasi pada satu dermatom.
Manifestasi klinis ini berkisar dari makula kemerahan hingga pembentukan vesikel, yang pada
tahap berikutnya dapat pecah

1
dan membentuk krusta. Proses ini terjadi ketika terjadi reaktivasi virus varicella zoster (VVZ),
yang semakin diperberat ketika sistem kekebalan tubuh seseorang mengalami penurunan. 6
Infeksi VVZ pada ganglia radiks dorsalis dapat menginduksi sensasi nyeri yang terlokalisasi
sepanjang dermatom yang mengikuti jalur persarafan yang terinfeksi. Manifestasi klinis yang
umumnya muncul adalah pada daerah torakal, terutama berkisar antara T5 hingga T12. Selain
itu, daerah yang sering terkena melibatkan nervus trigeminal, yang dapat menyebabkan
munculnya herpes zoster oftalmikus, serta mencakup area saraf kranial dan dermatom
lumbosacral.7
Komplikasi tersering pada herpes zoster adalah Neuralgia postherpetik (NPH). NPH
merupakan komplikasi yang muncul setelah infeksi herpes zoster, di mana nyeri terus berlanjut
setelah ruam kulit yang terkait dengan herpes zoster menghilang. NPH merupakan komplikasi
yang signifikan karena gejala nyeri dapat berlanjut selama periode yang berkepanjangan,
mencapai berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.1 Neuralgia paska herpes dan berbagai
komplikasi lainnya sebagian besar diakibatkan karena keterlambatan diagnosis. Hal ini
dikarenakan lebih dari 53% dokter mendapat kesulitan dalam mendiagnosis herpes zoster
sebelum muncul ruam kulit.8
Tingginya insiden Herpes Zoster, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, mencerminkan
bahwa manajemen terhadap kondisi ini belum optimal. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
menyelidiki lebih lanjut mengenai Herpes Zoster dan hubungannya dengan populasi pasien di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang.

1.2 Rumusan Masalah


Tingginya insiden Herpes Zoster, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
mencerminkan bahwa manajemen terhadap kondisi ini belum optimal. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk menyelidiki lebih lanjut mengenai Herpes Zoster dan hubungannya dengan
populasi pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang herpes
zoster.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang herpes

2
zoster.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Herpes Zoster

Herpes zoster adalah penyakit infeksi yang bermanifestasi pada kulit dan mukosa yang
disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella zoster setelah terjadi infeksi primer.9 Sebutan lain
dari herpes zoster adalah shingles atau dampa.10 Penyakit ini bersifat menular namun daya
tulamya kecil bila dibandingkan dengan varisela.11

2.2 Epidemiologi Herpes Zoster

Kejadian pada herpes zoster terjadi sepanjang tahun tanpa mengenal musim. 11 Diperkirakan
lnsiden terjadinya sekitar 3-5 kasus per 1000 orang/tahun. Angka tersebut meningkat setiap
tahunnya. Data di Amerika Serikat pada tahun 2016 menunjukan angka kejadian herpes zoster
sekitar 7,2 /1000 orang per tahun.12 Puncak kasus herpes zoster terjadi pada usia 45-64 tahun
berdasarkan data pada 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia pada tahun 2011-2013. Data
insiden herpes zoster di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang terhitung
sebanyak 17 kasus pada tahun 2017.13

lnsiden dan keparahan herpes zoster meningkat dengan bertambahnya usia, biasanya jarang
menyerang anak-anak. Hal tersebut diduga berkaitan dengan hilangnya respon imunitas seluler
spesifik sel akibat penuaan dan adanya fase dorman yang cukup panjang dari reaktivasi varisela
menjadi herpes zoster.11,13 Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang
tahun 2018 prevalensi herpes zoster terbanyak pada usia 45-64 tahun (33,3%). Kecenderungan
kejadian pada gender belum diketahui pasti. Beberapa penelitian tidak menemukan perbedaan
berdasarkan jenis kelamin pada kejadian herpes zoster.13

2.3 Etiologi Herpes Zoster

Varicella zoster virus (VZV) adalah nama lain dari human herpesvirus 3 (HHV-3), yaitu
merupakan jenis virus herpes yang menjadi penyebab dari 2 jenis penyakit yaitu cacar air
(varicella) dan herpes zoster (shingles).14 Risiko penyakit ini akan meningkat pada pasien

3
berusia lebih dari 50 tahun dan pasien imunosupresi seperti keganasan, transplantasi sumsum
tulang/ginjal atau infeksi HIV.15

2.4 Patogenesis Herpes Zoster

Perjalanan penyakit dimulai dari reaktivasi varicella zoster virus (VZV) yang menjadi
penyebab terjadinya varisela. Virus ini dapat bertahan hidup dalam lingkungan intraseluler di
tubuh manusia dengan target utama pada sel limfosit T, sel epitel, dan ganglion dan mengalami
reaktivasi serta replikasi virus yang kemudian menyebar pada kulit yang diinervasi oleh neuron
lalu menyebabkan penyakit herpes zoster.14 Di ganglia, virus menimbulkan infeksi laten di
neuron yang bertahan seumur hidup.16 Pada saat respon imunitas selular dan titer antibodi
spesifik terhadap virus varisela zoster menurun seiring bertambahnya usia atau kondisi
imunosupesi lainnya, pencegahan terhadap infeksi virus tidak akan efektif lagi. Hal tersebut
menyebabkan partikel virus yang laten tersebut mengalami reaktivasi dan menimbulkan ruam
kulit yang terlokalisata di dalam satu dermatom.11

Ketika imunitas yang diperantarai oleh sel T spesifik virus berada di bawah tingkat kritis,
virus yang diaktifkan kembali tidak dapat tertahan. Virus berkembang dan menyebar di dalam
ganglion, menyebabkan nekrosis neuron dan inflamasi yang hebat, proses yang sering kali
disertai dengan nyeri neuropatik yang hebat. Cedera pada saraf perifer dan neuron di ganglion
memicu sinyal nyeri aferen (nyeri neuropatik). Peradangan pada kulit memicu sinyal nyeri
nosiseptif yang semakin memperkuat nyeri ini. Kerusakan neuron di sumsum tulang belakang
dan ganglion, serta saraf tepi, penting dalam patogenesis PHN (Postherpetic Neuralgia) yang
menjadi komplikasi dari herpes zoster.16

2.5 Gejala Klinis Herpes Zoster

1. Prodromal

Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal berupa sensasi
abnormal atau nyeri otot lokal , nyeri tulang , pegal , parestesia sepanjang dermatom, gatal ,
rasa terbakar dari ringan sampai berat. Nyeri dan parestesia pada dermatom yang terlibat
mendahului ruam terjadi selama 1 hingga 3 hari, tetapi kadang-kadang selama seminggu atau
lebih. Gejala ini jarang terjadi pada orang berusia kurang dari 30 tahun, namun terjadi pada
sebagian besar herpes zoster yang berusia di atas 60 tahun. Dapat juga dijumpai gejala
konstitusi misalnya nyeri kepala, malaise dan demam.11,16

4
2. Ruam

Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit. Ciri yang paling khas dari herpes
zoster adalah lokalisasi dan distribusi ruam yang bersifat unilateral dan umumnya terbatas pada
area kulit bagian dalam yang dikendalikan oleh satu ganglion sensorik. Kemudian berkembang
menjadi papul, vesikel jernih berkelompok (berlangsung selama 3-5 hari). Selanjutnya isi
vesikel menjadi keruh dan akhirnya pecah menjadi krusta (berlangsung selama 7-10 hari).
Erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian besar kasus erupsi kulit pada
herpes zoster menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa.11,16

Gambar 2.1. Lesi awal herpes zoster16

Gambar 2.2. Lesi vesikuler berkelompok pada herpes zoster16

3. Nyeri

Nyeri merupakan gejala utama dari herpes zoster, terutama pada orang tua. Beberapa

5
pasien herpes zoster tidak mengalami nyeri, tetapi sebagian besar (>85% di atas usia 50 tahun)
mengalami nyeri atau ketidaknyamanan dermatomal selama fase akut (30 hari pertama setelah
timbulnya ruam) yang berkisar dari ringan hingga berat. Pasien menggambarkan rasa sakit atau
ketidaknyamanan sebagai rasa terbakar, sakit yang hebat, kesemutan atau ditusuk-tusuk.16

4. Pruritus

Gatal sering kali merupakan gejala yang mengganggu dan menyiksa selama fase akut
herpes zoster. Hal ini dapat terus berlanjut hingga semua krusta terlepas.16

2.6 Diagnosis Herpes Zoster

Penegakan diagnosis berasal dari temuan klinis dan pemeriksaan laboratorim. Temuan
klinis yang diawali dengan gejala prodromal seperti nyeri prodromal, lalu ditemukan lesi pada
kulit berupa makulopapular yang berkembang menjadi vesikel dan dapat menjadi krusta.
Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas karena gambaran klinis memiliki karakteristik
tersendiri. Pada karakteristik dengan ruam yang tidak khas dibutuhkan konfirmasi
laboratorium.11,16 Pemeriksaan laboratorium sederhana menggunakan apusan Tzank dari bahan
yang dikerok dari dasar lesi vesikuler dan diwarnai dengan hematoksilin dan eosin, giemsa,
atau pewarnaan serupa. Pemeriksaan tersebut dapat membantu menegakkan diagnosis secara
cepat untuk mengidentifikasi adanya perubahan sitologi sel epitel yang menunjukkan gambaran
multinucleated giant cell.14,16 Sel tersebut dapat membedakan lesi kulit yang disebabkan oleh
VZV dengan semua erupsi vesikuler lainnya, seperti yang disebabkan oleh Poxviruses,
Coxsackievirus dan echovirus, kecuali yang disebabkan oleh HSV.16

Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan adalah polymerase chain reaction
(PCR) yang memiliki sensitivitas dan spesifisitasnya yang sangat tinggi. PCR juga dapat
membedakan antara infeksi virus varisela zoster dengan virus herpes simpleks karena dapat
mendeteksi DNA virus varisela zoster. Selain itu, ada juga pemeriksaan kultur virus, tetapi
sensitivitas pemeriksaan ini rendah karena virus herpes labil dan sulit to recover dari cairan
vesikel. Pewarnaan imunofluoresen pada bahan seluler dari vesikel segar atau lesi prevesikuler
dapat mendeteksi VZV secara signifikan lebih sering dan lebih cepat daripada kultur virus.
Teknik ini memiliki waktu penyelesaian yang lebih cepat daripada PCR, tetapi tidak memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang sangat baik seperti PCR, sehingga PCR tetap menjadi metode
diagnostik pilihan.11,16,17

6
Gambar 2.4. Multinucleated giant cells yang terlihat pada Tzanck pewarnaan
giemsa dengan pembesaran 1000x.16

2.7 Diagnosis Banding Herpes Zoster

Diagnosis banding yang paling menyerupai herpes zoster adalah herpes simpleks,
dermatitis kontak, insect bites dan luka bakar.16

1. Herpes Simpleks : Apabila kelainan kulit berupa vesikel berkelompok berlokasi di mulut
maupun area genital akan menyerupai herpes simpleks. Herpes simpleks disebabkan
oleh herpes simplex virus yang memiliki lesi berupa vesikel yang mudah pecah, erosi,
ulkus dangkal bergerombol di atas dasar eritema dan disertai rasa nyeri. Predileksi pada
wanita antara lain labium mayor, labium minor, klitoris, vagina, serviks dan anus. Pada
laki- laki antara lain di batang penis, glans penis dan anus. Ekstragenital yaitu hidung,
bibir, lidah, palatum dan faring.11,16
2. Dermatitis Kontak : terjadi karena berkontak dengan bahan yang bersifat alergen. Lesi
kulit memiliki karakteristik bercak kemerahan, fisura dan oozing, nyeri dan terdapat
riwayat terpapar bahan iritan pada lokasi yang terkena.14
3. Insect bites : pada dermatitis venenata sebagai reaksi iritasi akibat gigitan serangga yang
muncul 24 jam setelah kontak, terdapat riwayat paparan serangga, lesi dapat berupa
eritema, edema, panas, nyeri, bisa berbentuk papula, pustule, maupun krusta.
berlangsung beberapa hari dan muncul kissing lesion.14
4. Luka Bakar : terdapat riwayat paparan terhadap panas, api, listrik, bahan kimia. Pada
luka bakar dapat terjadi kemerahan, bula dan kerusakan jaringan kulit yang lebih dalam

7
pada derajat III.14

2.8 Penatalaksanaan Herpes Zoster

Pada dasarnya, herpes zoster merupakan infeksi virus yang bersifat self-limiting. Terapi
diberikan untuk mempercepat proses penyembuhan lesi, mengurangi keluhan nyeri akut,
mengurangi risiko komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup pasien. 14 Pengobatan bertujuan
menghilangkan nyeri secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga
mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.11

A. Sistemik
a. Antivirus
Tiga antivirus oral yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk
terapi herpes zoster, famsiklovir, valasiklovir hidrokhlorida, dan asiklovir. 11
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi. Adapun pilihan terapi9 :

● Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari. Pada anak <12 tahun 30
mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12 tahun 60 mg/kgBB/hari selama 7 hari.
● Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari6-8
● Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari6,9 (1A)

Asiklovir tersedia dalam bentuk sediaan oral, topikal, maupun intravena. Asiklovir oral
memiliki bioavailabilitas yang rendah dengan tingkat absorpsi hanya berkisar 15-30%. Asiklovir
tidak dapat mencegah terjadinya NPH. Valasiklovir dan famsiklovir bekerja sebagai obat
antivirus dengan penyerapan yang lebih baik daripada aciclovir, sehingga membutuhkan dosis
yang lebih kecil. Valasiklovir dikonversi secara enzimatis menjadi aciclovir setelah penyerapan.
Famsiklovir memiliki mekanisme aksi serupa asiklovir dan aktivitas antivirus lain untuk
melawan VZV dan HSV. Famsiklovir atau valasiklovir lebih disukai daripada aciclovir untuk
terapi oral pada infeksi VZV.14

b. Simptomatik
Adapun pilihan terapi simptomatik pada herpes zoster, sebagai berikut9 :
● Nyeri ringan : parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.
● Nyeri sedang-berat : kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan
● Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes zoster selain
diberi asiklovir pada fase akut, dapat diberikan antidepresan trisiklik (amitriptilin dosis

8
awal 10 mg/hari ditingkatkan 20 mg setiap 7 hari hingga 150 mg. Pemberian hingga
3 bulan, diberikan setiap malam sebelum tidur), Gabapentin 300 mg/hari 4-6 minggu
atau Pregabalin 2x75 mg/hari 2-4 minggu.
B. Topikal
a. Analgetik topikal
• Kompres : kompres dengan Solusio Burowi (alumunium asetat 5%) dilakukan 4-6
kali/hari selama 30-60 menit atau cold pack juga sering digunakan.11
• Antiinflamasi nonsteroid (AINS) : seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau etil
eter, krim indometasin dan diklofenak banyak dipakai.11
b. Anestetik lokal : pada berbagai lokasi sepanjang jaras saraf yang terlibat dalam
herpes zoster dilakukan untuk menghilangkan nyeri.11
2.9 Pencegahan Herpes Zoster

Pencegahan dari herpes zoster dengan pemberian booster vaksin varisela strain Oka demi
meningkatkan kekebalan spesifik terhadap virus varisela zoster, sehingga mencegah terjadinya
relaps pada virus. Dosis VVZ hidup yang dilemahkan dosis tunggal direkomendasikan kepada
populasi yang berusia lebih dari 50 tahun, baik yang sudah memiliki riwayat varisela ataupun
belum.9,11,12 Kontraindikasi vaksin HZ yaitu penyakit imunodefisiensi primer (kegagalan
imunitas humoral termasuk hypogammaglobulinemia), keganasan hematologi, transplantasi sel
darah dalam waktu 24 bulan, acquired immune deficiency syndrome (AIDS) penggunaan obat
immunosuppressant, termasuk penggunaan steroid dosis tinggi atau pasien yang mendapat
terapi agen biologis (infliximab, adalimumab dan etanercept). Vaksin dapat dilakukan setelah
penghentian obat tersebut minimal 1 bulan dan sebaiknya dihindari kehamilan selama 1 bulan
setelah dilakukan vaksinasi HZ.14

2.10 Komplikasi Herpes Zoster

Gejala sisa dari herpes zoster dapat berupa komplikasi kulit, mata, neurologis, dan viseral.

1. Neuralgia Pasca Herpes (NPH)


NPH merupakan komplikasi neurologis berupa nyeri yang masih menetap di area
yang terkena walaupun kelainan kulitnya sudah mengalami resolusi. Batasan waktunya
adalah nyeri yang menetap hingga 3 bulan setelah erupsi kulit menyembuh. 9,11 Pasien
akan merasakan nyeri konstan (terbakar, nyeri, berdenyut), nyeri intermiten (tertusuk-
tusuk) atau bahkan nyeri oleh stimulus allodinia (stimulus normal seperti sentuhan). 15

9
Terdapat dua bentuk karakteristik nyeri, yaitu nyeri terus menerus dengan penurunan
sensasi raba atau bersifat hilang timbul dengan rasa gatal disertai parestesia. 14
NPH sangat berkaitan dengan usia. Resiko terjadinya meningkat pada penderita
berusia lebih dair 50 tahun.15 Terapi kombinasi gabapentin dan nortriptylin, atau opiate
dan gabapentin terbukti lebih efektif untuk NPH dibandingkan monoterapi, meskipun
memiliki potensi efek samping yang lebih tinggi. Terapi lain yang digunakan meliputi
analgesik seperti paracetamol jika timbul nyeri ringan, dan dapat digunakan opioid pada
nyeri sedang-berat.14
2. Infeksi sekunder
Infeksi sekunder dapat menghambat penyembuhan dan pembentukan jaringan
parut, seperti selulitis dan impetigo.15
3. Herpes zoster oftalmikus (HZO)
HZO terjadi pada 10-25% kasus herpes zoster yang mengenai saraf trigeminal
cabang pertama.15 Faktor risiko utama untuk HZO meliputi usia di atas 50 tahun dan
status imunokompromais, serta penyakit kronis lainnya, stresor fisik dan emosional.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan evaluasi eksternal distribusi lesi, termasuk kelopak
mata dan kulit kepala. Meskipun ruam biasanya terbatas pada satu dermatom unilateral,
pasien yang mengalami gangguan kekebalan tubuh dapat mengalami penyakit yang
menyebar, dengan kemungkinan presentasi bilateral.18,19
Temuan klinis pada mata paling sering dalam bentuk uveitis (92%) dan keratitis
(50%). Komplikasi yang lebih jarang terjadi tetapi lebih parah meliputi glaukoma,
neuritis optik, ensefalitis, hemiplegia, dan retina akut nekrosis. Komplikasi ini berkurang
dari 50% pasien menjadi 20%-30% dengan terapi antivirus yang efektif. 17 Terapi pada
HZO dapat diberikan asiklovir/valasiklovir diberikan hingga 10 hari pada semua
pasien.9 HZO merupakan emergency pada mata karena dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan, sehingga pasien harus dirujuk ke dokter spesialis mata.20

10
Gambar 2.5. Herpes zoster oftalmika kiri. 16
4. Ramsay Hunt Sindrome
Komplikasi yang menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius berupa erupsi
kulit timbul di liang telinga luar atau membran timpani disertai paresis fasialis,
gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah; tinitus, vertigo dan
tuli.11 Komplikasi jarang terjadi namun merupakan kejadian serius dan banyak pasien
yang tidak sembuh secara sempurna. 15 Terapi yang dapat diberikan berupa
Asiklovir/valasiklovir oral 7-14 hari dan kortikosteroid 40-60 mg/hari selama 1 minggu
pada semua pasien.9

(a) (b)
Gambar 2.6. Herpes zoster dengan gangguan pendengaran sisi kiri (a)
dan paresis wajah kiri (b).16

11
2.11 Prognosis Herpes Zoster

Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu tetapi penyembuhan sempurna
membutuhkan waktu >4 minggu. Pasien usia lanjut dan imunokompromais membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk resolusi. Prognosis sendiri tergantung kenapa usia9 :

1. Usia < 50 tahun :


• Quo ad vitam : bonam
• Quo ad functionam : bonam
• Quo ad sanactionam : bonam
2. Usia >50 tahun dan imunokompromais :
• Quo ad vitam : bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

12
BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn RA
Umur : 35 tahun
No. MR : 01.20.81.93
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kayu Kicuik, Jorong Gumarang, Tigo Koto, Silungkang,
Palembayan, Agam
Negeri asal : Indonesia
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 26 Februari 2024

Anamnesis
Seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun di rawat di ruang HCU Penyakit Dalam RSUP Dr.
Djamil Padang dengan keluhan :

Keluhan Utama
Terdapat gelembung-gelembung berisi cairan pada paha kanan yang timbul sejak 3 hari yang
lalu dengan nyeri dan gatal tidak diketahui.

Riwayat Penyakit Sekarang

● Terdapat Gelembung-gelembung berisi cairan pada paha kanan yang timbul sejak 3 hari
yang lalu. Awalnya terdapat bercak merah pada paha pasien sejak 5 hari yang lalu, Satu
hari kemudian muncul lesi berupa gelembung-gelembung berisi cairan jernih diatas
bercak merah yang tidak diketahui terasa nyeri ataupun gata;
● Demam ada terus menerus sejak 5 hari yang lalu,
● Nyeri tidak diketahui, Riwayat nyeri sebelumnya tidak ada
● Gelembung-gelembung berisi cairan di bagian tubuh lainnya tidak ada

13
● Riwayat penggunaan obat steroid jangka panjang disangkal
● Riwayat mengoleskan obat herbal atau ramuan lainnya pada gelembung berisi
cairan disangkal
● Riwayat pemakaian obat kemoterapi disangkal
● Riwayat digigit serangga sebelumnya disangkal.
● Riwayat alergi disangkal.
● Riwayat kontak dengan bahan iritan disangkal.
● Riwayat vaksin varisela tidak diketahui
● Saat ini pasien dirawat di ruang HCU Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil dengan
penurunan kesadaran ec toxoplasmosis serebri.
● Pasien dikenal dengan HIV 2 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Dahulu

● Riwayat gelembung-gelembung berisi cairan seluruh tubuh sewaktu kecil ada, timbul
pada usia 1 tahun
● Pasien tidak pernah menderita keluhan yang sama seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit keluarga


● Tidak ada anggota keluarga dan disekitar lingkungan pasien yang memiliki keluhan
gelembung-gelembung berisi cairan yang sama seperti pasien.

Riwayat pengobatan

● Pasien belum pernah mengobati keluhan gelembung-gelembung berisi cairan tersebut.

Riwayat sosial ekonomi

● Pasien seorang wiraswasta, tinggal bersama ibu, istri dan anak.

14
Pemeriksaan Fisik Status generalisata

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Sopor

TD : 130/80 mmHg

Nadi : 86 kali/menit

Nafas : 20 kali/menit

Berat badan : 37 kg

Tinggi badan : 156 cm

IMT :15,2 (Underweight)

Suhu : 37,8 0C

Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik

THT : Tidak ada kelainan Toraks

Thoraks
● Paru
Inspeksi : Simetris kiri = kanan, normochest
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bronkovesikular, rhonki +/+, wheezing -/-
● Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari lateral LMCS RIC V

Auskultasi : Irama regular, bising tidak ada

Abdomen :Hepar dan Lien tidak teraba. Bising usus + Normal


Ekstremitas : CRT < 2 detik
KGB regional : Tidak teraba pembesaran KGB.

15
Status Dermatologikus
Lokasi : Paha Kanan
Distribusi : Terlokalisir, unilateral
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Herpetiformis
Batas : Tegas
Ukuran : miliar-numular

Efloresensi : Vesikel-vesikel berisi cairan keruh diatas makula eritem

Status venereologikus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Kelainan selaput : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan

Foto Klinis Pasien

16
Resume

Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun yang di
rawat di ruang HCU Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 26 Februari 2024
dengan keluhan terdapat gelembung-gelembung berisi cairan yang tidak diketahui terasa nyeri
atau gatal pada paha kanan yang timbul sejak 3 hari yang lalu. Awalnya terdapat bercak merah
pada paha pasien sejak 5 hari yang lalu, Satu hari kemudian muncul lesi berupa gelembung-
gelembung berisi cairan jernih diatas bercak merah tersebut. Riwayat demam terus menerus
sejak 5 hari yang lalu, nyeri dan gatal tidak diketahui, Riwayat nyeri tidak ada
Pada pemeriksaan status dermatologikus didapatkan lesi dengan lokasi. Paha Kanan
distribusi terlokalisir, unilateral , bentuk tidak khas ,susunan herpetiformis , batas tegas ,ukuran
miliar-numular, efloresensi vesikel-vesikel berisi cairan keruh diatas makula eritem.

Diagnosa kerja
Herpes Zoster lumbalis dextra setinggi L3

Diagnosa banding
● Dermatitis venenata
● Dermatitis Kontak
Pemeriksaan Laboratorium Rutin

Tzanck test : Ditemukan adanya sel datia berinti banyak.

Pemeriksaan Penunjang yang dianjurkan


Pemeriksaan Direct Immunofluorecent Antigen-Staining, jika tidak tersedia dapat dilakukan
pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction).

17
Diagnosis
Herpes Zoster lumbalis dextra setinggi L3

Terapi Umum
● Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa keluhan gelembung-gelembung berisi
cairan yang terasa nyeri disebabkan oleh infeksi virus varisella yang dahulunya sudah
ada, kemudian aktif kembali karena dipengaruhi kondisi daya tahan tubuh yang menurun.
● Menganjurkan pasien untuk beristirahat selama lesi masih aktif hingga kering atau
menjadi krusta
● Menjelaskan kepada pasien untuk tidak memecahkan gelembung karena dapat
menyebabkan infeksi
● Menjelaskan kepada pasien kemungkinan nyeri yang menetap walaupun penyakit telah
sembuh
● Menganjurkan kepada pasien agar mendapatkan nutrisi yang cukup dan hindari stres

Khusus
● Topikal : Bedak kocok 2x sehari pada gelembung-gelembung berkelompok
● Sistemik : Acyclovir 5 x 800 mg sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari

PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad kosmetikum : bonam

18
RESEP

dr. Muda Kulit


Praktik Umum
SIP: 123456
Hari: Senin-Jumat
Jam 17.00-20.00
Alamat: Jl. Perintis Kemerdekaan
No Telp 0812817236

Padang, 26 Februari 2024

R/ Acyclovir tab 400 mg No LXX


S 5 dd tab II

R/ Calamine lotion fls 100 ml No I


Sue applic loc dol

Pro : Tn. RA
Umur : 35 tahun

19
BAB IV

DISKUSI

Seorang pasien Laki-Laki berusia 35 tahun di rawat di ruang HCU Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 19 Februari 2024 dengan HIV, penurunan
kesadaran, toxoplasma serebri dan TB. Sejak 5 hari yang lalu muncul lesi berupa bercak merah
pada paha pasien. Sehari kemudian muncul lesi berupa gelembung-gelembung berisi cairan
jernih diatas bercak merah tersebut.

Awalnya ± 5 hari yang lalu pasien merasakan demam, dengan nyeri ataupun gatal tidak
diketahui dan riwayat nyeri tidak ada. Gelembung-gelembung berisi cairan tersebut tidak
terdapat di bagian tubuh lain. Riwayat penggunaan steroid jangka panjang disangkal. Riwayat
mengoleskan obat herbal atau ramuan lainnya pada gelembung disangkal. Riwayat pemakaian
obat kemoterapi disangkal. Riwayat digigit serangga sebelumnya disangkal. Riwayat Alergi
disangkal. Riwayat kontak dengan bahan iritan disangkal. Pasien dikenal dengan HIV 2 bulan
yang lalu. Saat ini pasien dirawat di ruang HCU Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil dengan
penurunan kesadaran ec toxoplasmasmosis serebri.

Riwayat gelembung-gelembung berisi cairan seluruh tubuh sewaktu usia 1 tahun. Pasien
tidak pernah menderita keluhan yang sama seperti ini sebelumnya. Tidak ada anggota keluarga
dan sekitar lingkungan pasien memiliki keluhan gelembung-gelembung berisi cairan yang sama
seperti pasien. Pasien belum pernah mengobati keluhan gelembung-gelembung berisi cairan
tersebut.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi pasien sakit berat dengan kesadaran sopor,
tekanan darah meningkat dan tanda vital lain dalam batas normal, kecuali pada IMT dengan
nilai 15,2 yang tergolong sebagai underweight. Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva
anemis pada kedua mata. Pada pemeriksaan status dermatologikus didapatkan lesi dengan lokasi
di paha kanan, distribusi unilateral terlokalisir, bentuk tidak khas, susunan herpetiformis, batas
tegas, ukuran miliar-numular dengan efloresensi berupa vesikel-vesikel berisi cairan keruh
diatas makula eritem. Pada pasien dilakukan pemeriksaan Tzanck test dan ditemukan adanya
sel datia berinti banyak.

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta didukung dengan pemeriksaan

20
laboratorium, pasien dicurigai terkena infeksi Herpes Zoster. Penyakit ini merupakan infeksi
neurokutan dengan manifestasi erupsi vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai
nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom. 11 Perjalanan terjadinya
penyakit berawal dari gejala prodromal seperti nyeri prodromal, lalu ditemukan lesi pada kulit
berupa makulopapular yang berkembang menjadi vesikel dan dapat menjadi krusta. 11,16 Pada
awalnya pasien mengeluhkan demam dengan nyeri sendi yang tidak diketahui yang merupakan
salah satu gejala prodromal. Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal
berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal , nyeri tulang , pegal , parestesia sepanjang
dermatom, gatal , rasa terbakar dari ringan sampai berat. Dapat pula disertai dengan gejala
konstitusi seperti malaise, sefalgia, dan flu like symptoms.9,11,16

Bentuk awal lesi berupa bercak merah yang kemudian berkembang menjadi vesikel berisi
cairan. Keadaan pasien dapat di diagnosis banding dengan penyakit lain seperti dermatitis
venenata (reaksi iritasi akibat gigitan serangga) ataupun dermatitis kontak (terjadi karena
berkontak dengan bahan iritan atau alergen). Namun, dari anamnesis pada pasien tidak terdapat
riwayat digigit serangga, riwayat alergi maupun riwayat kontak dengan bahan iritan
sebelumnya, sehingga diagnosis dapat diarahkan kepada herpes zoster dengan gambaran lesi
yang khas berupa veseikel berkelompok terbatas di satu dermatom, unilateral dan terasa nyeri.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan Tzanck test yang merupakan pemeriksaan
sederhana dari kerokan dasar vesikel yang diberi pewarnaan Giemsa lalu diperiksa di bawah
mikroskop dan diharapkan memberikan hasil adanya giant cell yang berinti banyak.
Pemeriksaan tersebut dapat membantu menegakkan diagnosis secara cepat untuk
mengidentifikasi adanya perubahan sitologi sel epitel sehingga menunjukkan gambaran
multinucleated giant cell yang ditemukan pada pasien ini.14 Selain itu, terdapat beberapa
pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan seperti PCR (Polymerase Chain
Reaction), Direct Immunofluorecent Antigen-Staining atau kultur virus.16

Diagnosis pada pasien ini berasal dari anamnesis, menifestasi klinis dan didukung dengan
pemeriksaan laboratorium. Lesi yang ditemukan pada pasien terdistribusi unilateral di paha
kanan. Sesuai dengan dermatom yang terkena, diagnosis pasien ini adalah herpes zoster lumbal
setinggi L3 dextra. Pasien ini berusia 35 tahun dan memiliki riwayat terkena cacar air sewaktu
kecil. Penyakit herpes zoster merupakan reaktivasi virus varisela-zoster yang resikonya
meningkat pada pasien berusia lebih dari 50 tahun dan pasien imunosupresi seperti keganasan,

21
transplantasi sumsum tulang/ginjal atau infeksi HIV. 15 Pasien saat ini mengidap penyakit HIV.
Keadaan tersebut dapat juga menjadi salah satu kondsi yang mempengaruhi keluhan pasien saat
ini.

Pengobatan pada pasien ini berupa terapi umum dan terapi khusus. Terapi umum yang
dilakukan berupa edukasi kepada pasien dan keluarga bahwa keluhan gelembung-gelembung
berisi cairan yang terasa nyeri disebabkan oleh infeksi virus varisella yang dahulunya sudah
ada, kemudian aktif kembali karena dipengaruhi kondisi daya tahan tubuh yang menurun.
Menjelaskan untuk tidak memecahkan gelembung karena dapat menyebabkan infeksi.
Menjelaskan kemungkinan nyeri yang menetap walaupun penyakit telah sembuh.

Terapi khusus yang diberikan pada pasien berupa pengobatan topikal dengan bedak
kocok 2 kali sehari pada lesi, pengobatan sistemik berupa Acyclovir 5x800 mg sebelum 72 jam
awitan lesi selama 7 hari. Pengobatan herpes zoster dapat berupa terapi sistemik maupun
topikal. Bedak kocok dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan pruritus. 11
Pada pengobatan herpes zoster sistemik utama diberikan antivirus.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Patil A, Goldust M, Wollina U. Herpes zoster: A Review of Clinical Manifestations and


Management. Viruses. 2022;14(2):1–13.
2. John AR, Canaday DH. Herpes Zoster in the Older Adult. Infect Dis Clin North Am.
2017;31(4):811–26.
3. Marra F, Parhar K, Huang B, Vadlamudi N. Risk factors for herpes zoster infection: A
meta-analysis. Open Forum Infect Dis. 2020;7(1):1–8.
4. Janniger CK. Herpes Zoster. Medscape. 2021;
5. Herpes Zoster pada Geriatri. Damayanti PI. MDVI. 2020;47(3):161–6.
6. Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Ketujuh. Jakarta: Badang Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016.
7. Mueller NH, Gilden DH, Cohrs RJ, Mahalingam R, Nagel MA. Varicella Zoster Virus
Infection: Clinical Features, Molecular Pathogenesis of Disease, and Latency. Neurol
Clin. 2008;26(3):675–97.
8. Pusponegoro EHD, Nilasari H, Lumintang H, Niode NJ, Daili SF, Djauzi S. Buku
panduan herpes zoster di Indonesia 2014. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2014.
9. PERDOSKI. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER SPESIALIS
DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI INDONESIA. 2021. 501 p.
10. Danardono DH, Niode NJ. Profil Herpes Zoster Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin Rsup
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado 2011-2013. Jurnal Biomedik (Jbm). 2015;7(3).
11. Pusponegoro EH. Herpes Zoster. In: ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN.
2016. p. 121–4.
12. Marra Y, Lalji F. Prevention of Herpes Zoster: A Focus on the Effectiveness and Safety
of Herpes Zoster Vaccines. Viruses. 2022;14(12):1–12.
13. Hidayat PS. Pola Dermatom pada Herpes Zoster di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia. 2020;1(2).
14. Fatimah Fitriani, Harijono Kariosentono, Budi Eko Prasetyorini, Putri Oktriana,
Nathania Amelinda. Tata Laksana Herpes Zoster. Medicinus. 2021;34(3):50–60.
15. UI F, KSHI. Buku panduan herpes zoster di Indonesia 2014. 2014. 48 p.
16. Levin MJ, Schmader KE, Oxman, N. M. Varicella and Herpes Zoster. In: Fitzpatrick’s

23
Dermatology in General Medicine 9th Edition. 2019. p. 3035– 64.
17. Fields SA. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. Ninth edition. Vol. 13,
The Journal of the American Board of Family Medicine. 2000. 471–471 p.
18. Minor M, Payne E. National Library of Medicine. 2023. Herpes Zoster Ophthalmicus.
19. Lee SM, Han J, Yang CM, Choi CY, Khoramnia R, Chung TY, et al. Chronic and
recurrent herpes zoster ophthalmicus. Medicina (Lithuania). 2021;57(10):1–9.
20. Patil A, Goldust M, Wollina U. Herpes zoster: A Review of Clinical Manifestations and
Management. Viruses. 2022;14(2):1–13.

24

Anda mungkin juga menyukai