Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
HAK ASASI MANUSIA
DOSEN PENGAMPU :CHINTIA PUTRI WULANDARI, S.PD., M.PD

Disusun Oleh :

Kelompok IV (EMPAT)

PUTRI LAN LANGSANA (208230027)

SITI URBAIYA (208230041)

KARTIKA PUJI ASTUTI (208230038)

LITA TATIA ULFA SARI (208230018)

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang, yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas makalah ini tepat waktu pada mata
kuliah Pendidikan pancasila tentang “HAK ASASI MANUSIA”.

Sholawat bertangkaikan salam tak kita curahkan kepada baginda Nabi


Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang serta membawa banyak teladan bagi umat-Nya, dari
zaman jahiliyah menuju jaman inayah seperti yang kita rasakan pada saat ini.

Tak lupa pula penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada ibu CHINTIA
PUTRI WULANDARI, S.PD., M.PD selaku Dosen Pengampu yang telah banyak
memberikan bimbingan serta ilmu yang bermanfaat bagi penulis, sehingga penulis
bisa menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karna itu penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca apabila
karya tulis ilmiah ini kurang tepat dalam penulisan, susunan kalimat dan tata
bahasanya, agar penulis dapat memperbaiki kekurangan dari karya tulis ilmiah ini.

Demikianlah kurang dan lebihnya yang dapat penulis sampaikan mohon


maaf yang sebesar-besarnya. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Jambi, April 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................4
1.1 Latar Belakang......................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................6
2.1 Hak Asasi Manusia............................................................................6/10

2.2 Sejarah Perkembangan HAM di dunia s/d konvensi PBB 1948


pandangan bangsa Indonesia tentang HAM,Pasal UUD 1945 yang telah
diamandemen...........................................................................................11/13

2.3 Rule of Law .......................................................................................13/16

2.4 Tentang pelanggaran HAM/HAM Berat, UU No. 39 Thn 1999, tentang


hak – hak dasar manusia..........................................................................16/18

2.5 Gender dan HAM dalam Islam..........................................................18/21

2.6 Korupsi sebagai bentuk pelanggaran HAM.......................................22

BAB III PENUTUP..................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................24

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap Manusia yang terlahir di dibumi ini harus memiliki tiga hal
yang paling mendasar yang melekat pada dirinya, yakni hidup, kebebasan
dan kebahgian. Tanpa tiga hal dasar tersebut, manusia akan hidup tanpa
arah, bahkan tidak akan menjadi seutuhnya. Ketiga hal tersebut dalam
pengertian lain juga di sebut hak azasi.
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat
pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu tidak
boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Bangsa Indonesia
sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung jawab
moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi
Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak
asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.
Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki oleh manusia, yang
tidak dapat dilanggar dan dipisahkan. Hak asasi manusia bersumber pada
pokok pikirannya yang terdapat dalam kitab suci yang menyatakan bahwa
manusia diciptakan Tuhan dengan hak dan kewajiban yang sama. Tuhan
melarang memperlakukan manusia dengan sewenang-wenang. Tuhan tidak
membeda-bedakan manusia dari warna kulit, kaya dan miskin. Tuhan
membedakan manusia dari tingkat keimanan dan ketaqwaannya. Sebenarnya
yang membedakan manusia karena warna kulit, kaya dan miskin adalah
manusia itu sendiri. Dengan demikian, Tuhan sendiri mengakui dan
menjamin keberadaan hak asasi manusia tersebut. Pengakuan terhadap hak
asasi manusia pada hakikatnya merupakan penghargaan atau pengakuan

4
terhadap segala potensi dan harga diri manusia menurut kodratnya. Kendati
pun demikian, tidaklah boleh kita lupakan bahwa hakikat tadi tidak hanya
mengundang hak untuk menikmati kehidupan secara kodrati. Sebab dalam
hakikat kodrati itupun terkandung kewajiban pada diri manusia tersebut.
Tuhan memberikan kepada manusia sejumlah hak dasar tadi dengan
kewajiban membina dan menyempurnakannya.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa itu Hak Asasi Manusia?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan HAM?
3. Apa itu Rule Of Law?
4. Apa Saja Pelanggaran HAM/HAM Berat di Indonesia?
5. Bagaimana Perspektif Islam meneganai Gender dan HAM?
6. Bagaimana Yang dimaksud dengan Koruspsi sebagai pelanggaran
HAM?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa itu Hak Asasi Manusia.
2. Untuk Mengetahui bagaimana Sejarah Perkembangan HAM.
3. Untuk Mengetahui tahu apa itu Rule Of Law.
4. Untuk Mengetahui Apa Saja Pelanggaran HAM/HAM Berat di
Indonesia.
5. Untuk Memahami Bagaimana Perspektif Islam meneganai Gender
dan HAM.
6. Untuk Memahami Bagaimana Yang dimaksud dengan Koruspsi
sebagai pelanggaran HAM.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hak Asasi Manusia

2.1.1 Pengertian Hak Azasi Manusia (HAM)

Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki oleh manusia, yang tidak
dapat dilanggar dan dipisahkan. Secara sederhana hak asasi manusia itu
adalah hak dasar manusia menurut kodratnya.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999, hak asasi manusia


adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya | yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.

Jan Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-


Bangsa mengartikan HAM sebagai hak-hak yang melekat dalam diri manusia,
dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. Dari pengertian
tersebut, maka pada hakikatnya dalam HAM terkandung dua makna:

a) HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri setiap


manusia sejak ia dilahirkan ke dunia. Hak alamiah adalah hak yang
sesuai dengan kodrat manusia sebagai insan merdeka yang berakal
budi dan berperikemanusiaan. Tidak ada seorang pun yang
diperkenankan merampas hak tersebut dari tangan pemiliknya. Hal ini
tidak berarti bahwa HAM bersifat mutlak tanpa pembatasan karena
batas HAM seseorang adalah HAM yang melekat pada orang lain.

6
Bila HAM dicabut dari tangan pemiliknya, manusia akan kehilangan
eksistensinya sebagai manusia.
b) HAM merupakan instrumen atau alat untuk menjaga harkat dan
martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiannya yang luhur.
Tanpa HAM manusia tidak akan dapat hidup sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiannya sebagai makhluk Tuhan yang paling
sempurna.

2.1.2 Ciri - Ciri Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut:

a. Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah adalah hak asasi semua umat
manusia yang sudah ada sejak lahir.

b. Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa
memandang status, suku bangsa, gender atau perbedaan lainnya.

c. Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dicabut atau
diserahkan kepada pihak lain.

d. Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak

2.1.3 Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)

1. Upaya Pemerintah dalam Menegakkan HAM

Bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM tentu saja mengacu pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 serta peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan kata lain,
penegakan HAM di Indonesia tidak berorientasi pada pemahaman HAM
liberal dan sekuler yang tidak selaras dengan makna sila pertama yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain mengacu pada peraturan perundang-
undangan nasional, proses penegakan HAM di Indonesia juga mengacu
kepada ketentuan-ketentuan hukum internasional yang pada dasarnya
memberikan wewenang luar biasa kepada setiap negara. Berkaitan dengan

7
hal tersebut, Idrus Affandi dan Karim Suryadi menegaskan bahwa bangsa
Indonesia dalam proses penegakan HAM sangat mempertimbangkan dua hal
di bawah ini.

a. Kedudukan negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat baik secara


hukum, sosial, maupun politik harus dipertahankan dalam keadaan apa pun
sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam piagam PBB.

b. Dalam pelaksanaannya, pemerintah harus tetap mengacu kepada


ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai HAM. Kemudian
menyesuaikan dan memasukkannya ke dalam sistem hukum nasional serta
menempatkannya sedemikian rupa sehingga merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem hukum nasional.

Pemerintah Indonesia dalam proses penegakan HAM ini telah melakukan


langkah-langkah strategis, di antaranya sebagai berikut.

a. Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)


Komnas HAM dibentuk pada 7 Juni 1993 melalui Keppres Nomor 50 Tahun
1993. Keberadaan Komnas HAM selanjutnya diatur dalam Undang-Undang
RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asas Manusia pada pasal 75 sampai
dengan pasal 99. Komnas HAM merupakan lembaga negara mandiri
setingkat lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai lembaga
pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. Komnas
HAM beranggotakan 35 orang yang dipilih oleh DPR berdasarkan usulan
Komnas HAM dan ditetapkan oleh presiden. Masa jabatan anggota Komnas
HAM selama lima tahun dan dapat diangkat lagi hanya untuk satu kali masa
jabatan. Komnas HAM mempunyai wewenang sebagai berikut.

1). Melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah.

2). Menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi.

3). Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi


manusia kepada pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti.

8
4). Memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan
sengketa di pengadilan.

b. Pembentukan Instrumen HAM.

Instrumen HAM merupakan alat untuk menjamin proses perlindungan dan


penegakan hak asasi manusia. Instrumen HAM biasanya berupa peraturan
perundang-undangan dan lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia,
seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pengadilan
HAM. Instrumen HAM yang berupa peraturan perundang-undangan dibentuk
untuk menjamin kepastian hukum serta memberikan arahan dalam proses
penegakan HAM.

Adapun peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur


masalah HAM sebagai berikut.

1) Pada amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan satu bab tambahan dalam batang
tubuh yaitu bab XA yang berisi mengenai hak asasi manusia, melengkapi
pasal-pasal yang lebih dahulu mengatur mengenai masalah HAM.

2) Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 dikeluarkan Ketetapan MPR mengenai


hak asasi manusia yaitu TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998.

3) Ditetapkannya Piagam HAM Indonesia pada tahun 1998.

4) Diundangkannya Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak


Asasi Manusia, yang diikuti dengan dikeluarkannya Perpu Nomor 1 Tahun
1999 tentang pengadilan HAM yang kemudian ditetapkan menjadi sebuah
undang-undang, yaitu Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM.

5) Ditetapkannya peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak


yaitu:

9
a) Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,

b) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,


dan

c) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

6) Meratifikasi instrumen HAM internasional selama tidak bertentangan


dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Instrumen HAM internasional yang diratifikasi di antaranya
sebagai berikut.

a. Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949. Telah diratifikasi dengan Undang-


Undang RI Nomor 59 Tahun 1958.

b. Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political


Rights of Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 68
Tahun 1958.

c. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap


Perempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againts
Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang R1 Nomor 7 Tahun
1984.

d. Dll.

c. Pembentukan Pengadilan HAM Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan


Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000. Pengadilan HAM adalah
pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang diharapkan dapat
melindungi hak asasi manusia, baik perseorangan maupun masyarakat.
Pengadilan HAM menjadi dasar bagi penegakan, kepastian hukum, keadilan
dan perasaan aman, baik perseorangan maupun masyarakat. Pengadilan
HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

10
2.2 Sejarah Perkembangan HAM di Dunia hingga Penyelesaian Konvensi
PBB 1948

Sejarah perkembangan tanggung jawab dalam HAM di dunia dapat dirunut


sebagai berikut:

2.2.1 Awal Mula

Magna Carta (1215): Membatasi kekuasaan raja Inggris dan menjamin hak-
hak dasar rakyat.

Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat (1776): Menegaskan hak hidup,


liberty, dan pursuit of happiness.

Revolusi Prancis (1789): Mencetuskan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan


Warga Negara.

2.2.2 Pasca Perang Dunia II

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (1945): Menegaskan komitmen


PBB untuk mempromosikan dan melindungi HAM.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) (1948): Menjadi


dokumen HAM universal pertama yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB.
DUHAM berisi 30 pasal yang menjabarkan hak-hak fundamental manusia.

Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (1976): Merupakan


instrumen HAM yang mengikat secara hukum dan memuat hak-hak sipil dan
politik yang dilindungi DUHAM.

Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya


(1976): Merupakan instrumen HAM yang mengikat secara hukum dan
memuat hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang dilindungi DUHAM.

2.2.3 Peran Indonesia

Indonesia aktif dalam perumusan DUHAM dan menjadi salah satu negara
sponsor. Indonesia telah meratifikasi berbagai instrumen HAM internasional,

11
termasuk DUHAM, Kovenan Sipil dan Politik, dan Kovenan Ekonomi,
Sosial dan Budaya.

Indonesia memiliki Komnas HAM yang bertugas memantau dan


mempromosikan HAM.

2.2.4 Pandangan Bangsa Indonesia tentang HAM

1. Pandangan bangsa Indonesia tentang HAM tercantum dalam:


2. Pembukaan UUD 1945: Memuat cita-cita bangsa untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Pasal 28A sampai 28J UUD 1945: Mengatur tentang hak-hak asasi
manusia yang dilindungi oleh negara.
4. Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia: Menegaskan bahwa HAM adalah hak dasar dan
fundamental yang melekat pada diri manusia.
5. Pasal 28 UUD 1945 yang Telah Diamandemen
6. Pasal 28 UUD 1945 yang telah diamandemen memuat tentang hak-
hak asasi manusia yang dilindungi oleh negara. Hak-hak tersebut
antara lain:
a. Hak untuk hidup
b. Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan
c. Hak untuk mengembangkan diri
d. Hak atas keadilan
e. Hak atas kebebasan pribadi, hati nurani, dan agama
f. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
g. Hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul
h. Hak atas pekerjaan
i. Hak atas pendidikan
j. Hak atas kesehatan
k. Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
l. Hak atas rasa aman dan tenteram
m. Hak untuk bebas dari penyiksaan

12
n. Hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum
o. Hak untuk tidak diperbudak dan diperjualbelikan
p. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum
q. Hak atas kesempatan yang sama dalam bekerja dan berusaha
r. Hak atas hidup sejahtera lahir dan batin
s. Hak atas bertempat tinggal
t. Hak atas kesehatan
u. Hak atas pendidikan
v. Hak atas kebudayaan
w. Hak atas kesejahteraan sosial

2.3 Rule Of Law

2.3.1 Pengertian dan Lingkup Rule of Law

Berdasarkan pengertiannya, Friedman (1959) membedakan rule of law


menjadi 2 (dua), yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan
pengertian secara hakiki/materiil (ideological sense). Secara formal, rule of
law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public
power), misalnya Negara. Sementara itu, secara hakiki, rule of law terkait
dengan penegakan rule of law karena menyangkut ukuran hukum yang baik

dan dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan keadilan
sehingga rule of law harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh
masyarakat.

Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan


bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan
prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.

2.3.2. Isu-isu Rule of Law

13
Hal-hal yang sering mengemuka dalam kaitannya dengan rule of law, antara
lain :

(1) masih relevankah rule of law di Indonesia ?

(2) bagaimanan seharusnya rule of law itu dilaksanakan ?

(3) sejauh mana komitmen pemerintah untuk melaksanakan prinsip-prinsip

rule of law?

(4) apa yang harus dilakukan agar rule of law dapat berjalan efektif ?

2.3.3 Prinsip-Prinsip Rule of Law Secara Formal di Indonesia

Di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam


pembukaan UUD 1945 yang menyatakan

(a) bahwa kemerdekaan itu hak segala bangsa, ….karena tidak sesuai dengan
peri kemanusiaan dan “peri keadilan”;

(b) ….kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, “adil” dan


makmur;

(c) ….untuk memajukan “kesejahteraan umum”, ….dan “keadilan sosial”; (d)


disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu “Undang-
undang Dasar Negara

(e) “…kemanusiaan yang adil dan beradab”; serta

(f) …..serta dengan mewujudkan suatu “keadilan sosial” bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal


terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia, juga “keadilan sosial”
sehingga pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi
penyelenggaraan Negara. Dengan demikian, inti dari rule of law adalah
jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-
prinsip diatas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi

14
penyelenggaraan Negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah,
yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-
pasal UUD 1945, yaitu :

a. Negara Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1 Ayat (3))

b. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk


menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal
24 Ayat 1)

c. Segala warga Negara bersamaan kedudukannnya di dalam hukum dan


pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1)

d. Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 Pasal, antara lain
bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang di hadapan hukum (pasal 28
D ayat 1).

e. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D Ayat 2).

a. Prinsip-prinsip Rule of Law Secara Hakiki dalam Penyelenggaraan


Pemerintah Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) sangat erat
kaitannya dengan “the enforcement of the rules of law” dalam
penyelenggaran pemerintahan, terutama dalam hal penegakan hukum dan
implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan pengalaman berbagai
Negara dan hasil kajian, menunjukkan bahwa keberhsilan “the enforcement
of the rules of law” bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa
(sunarjati Hartono: 1982). Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa rule of law
merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan
mempunyai akar budayanya yang khas pula.

15
Rule of law ini juga merupakan legalisme; suatu aliran pemikiran hukum
yang didalamnya terkandung wawasan sosial. Rule of law juga merupakan
gagasan tentang hubungan antarmanusia, masyarakat dan Negara yang
dengan demikian memuat nilai-nilai tertentu yang memiliki struktur
sosiologis sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan
dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang senga
ja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.

Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of


law telah banyak dihasilkan di Indonesia, tetapi implementasinya belum
mencapai hasil yang optimal sehingga rasa keadilan bisa secara optimal
dilaksanakan.

2.4 Pelanggaran HAM/HAM Berat, UU NO. 39 Tahun 1999, Tentang Hak


Asasi Manusia

UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM)


merupakan landasan hukum utama di Indonesia yang mengatur tentang hak
asasi manusia. Di dalamnya, terdapat definisi dan kategori pelanggaran HAM
berat, serta mekanisme penanganannya.

Definisi Pelanggaran HAM Berat

Pasal 104 ayat (1) UU HAM mendefinisikan pelanggaran HAM berat


sebagai:

Pembunuhan massal (genosida): Membunuh orang secara sistematis


dengan maksud memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
etnis, dan agama.

Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan


(arbitrary/extra judicial killing): Membunuh orang tanpa dasar hukum yang
sah. Penyiksaan: Tindakan yang menimbulkan rasa sakit atau penderitaan
yang hebat, baik jasmani maupun rohani, untuk tujuan tertentu, seperti:

16
 Memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau orang ketiga.
 Menghukum seseorang atas suatu perbuatan yang dilakukan atau diduga
dilakukan olehnya atau orang ketiga.
 Mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga.
 Atas dasar diskriminasi.
 Penghilangan orang secara paksa: Membawa, menahan, atau menyekap
seseorang dengan sewenang-wenang sehingga orang tersebut tidak
diketahui keberadaannya.
 Perbudakan: Tindakan memperlakukan seseorang sebagai budak,
termasuk: Menjual, membeli, atau menukar manusia. Memaksa seseorang
untuk bekerja tanpa upah yang layak. Membatasi kemerdekaan seseorang.
 Diskriminasi yang dilakukan secara sistematis: Perlakuan yang berbeda
terhadap kelompok tertentu berdasarkan ras, etnis, agama, jenis kelamin,
dan sebagainya.

Mekanisme Penanganan Pelanggaran HAM Berat:

 Komnas HAM: Bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan


pelanggaran HAM berat.
 Pengadilan HAM: Bertugas mengadili pelanggaran HAM berat.
 Kejaksaan Agung: Bertugas melakukan penuntutan dalam perkara
pelanggaran HAM berat.

Kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat di Indonesia:

 Peristiwa 1965-1966: Pembunuhan massal terhadap anggota dan


simpatisan PKI.
 Kasus Timor Timur: Pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Timur saat
masih menjadi bagian dari Indonesia.
 Kasus Tanjung Priok: Penembakan massa terhadap demonstran di Tanjung
Priok pada tahun 1984.
 Kasus Peristiwa Mei 1998: Kerusuhan dan kekerasan yang terjadi di
Indonesia pada tahun 1998.

17
Pentingnya Penanganan Pelanggaran HAM Berat:

 Penegakan hukum dan keadilan bagi korban.


 Mencegah terjadinya pelanggaran HAM di masa depan.
 Membangun rekonsiliasi nasional.

2.5 Gender Dan Ham Dalam Islam

A. Gender dalam Perspektif Islam

Di antara kelompok masyarakat mustadh’afin yang paling beruntung


dengan kehadiran Islam adalah kaum perempuan. Dalam Islam, kaum
perempuan dimanusiakan seperti layaknya manusia laki-laki. Praktik
pembunuhan bayi perempuan yang lazim terjadi di kalangan jahiliyah telah
dihentikan total. Bahkan Al-Qur’an menyebutkan bayi perempuan yang lahir
sebagai berita gembira dari Allah, dan oleh karena itu tidak pantas
kehadirannya disambut dengan rasa malu seperti yang terjadi sebelumnya.
(Q.S. An-Nahl/16 : 58-59).

Terjemahnya : Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan


(kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia
sangat marah.

Ia Menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya


berita yangdisampaikan kepadanya. Apakah Dia akan memeliharanya dengan
menanggung kehinaan akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?.
ketahuilah, Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.

Ketika anak perempuan mulai beranjak remaja dan dewasa, Islam dengan
tegas melarang memperlakukan perempuan seperti benda yang dikendalikan
oleh orang tuanya atau keluarganya yang laki-laki. Ia harus dimintai pendapat
ketika hendak dinikahkan. Ketentuan ini berlaku untuk semua perempuan baik
gadis maupun janda.

18
Menurut Nasaruddin Umar, ada beberapa variabel yang dapat digunakan
sebagai standar dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan jender dalam
Al-Qur’an. Variabel-variabel antara lain :

1. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba

2. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah

3. Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial

4. Adam dan Hawa, terlibat secara aktif dalam drama kosmis

5. Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi.

B. HAK ASASI MANUSIA dalam PERSPEKTIF ISLAM


a. Pererbedaan prinsipil konsep hak asasi manusia dalam pandangan
berat islam
Ada perbedaan prinsip antara HAM dilihat dari sudut pandangan
Barat dan Islam. HAM menurut pemikiran Barat semata-mata bersifat
antroposentris, artinya, segala sesuatu berpusat kepada manusia.
Dengan demikian, manusia sangat dipentingkan karena ukuran
kebenarannya adalah menurut manusia sehingga sifatnya akan
subyektif. Sebaliknya, hak-hak asasi manusia ditilik dari sudut
pandangan Islam bersifat teosentris, artinya, segala sesuatu berpusat
kepada Tuhan. karenanya, ukuran kebenarannya adalah menurut Tuhan
Dengan demikian Tuhan sangat dipentingkan. Dalam hubungan ini,
A.K. Brohi menyatakan: “Berbeda dengan pendekatan Barat, strategi
Islam sangat mementingkan penghargaan kepada hak-hak asasi dan
kemerdekaan dasar manusia sebagai sebuah aspek kualitas dari
kesadaran keagamaan yang terpatri di dalam hati, pikiran dan jiwa
penganut-penganutnya. Perspektif Islam sungguh-sungguh bersifat
teosentris.

19
Pemikiran Barat menempatkan manusia pada posisi bahwa
manusialah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu, maka di dalam
Islam melalui firman-Nya, Allahlah yang menjadi tolok ukur segala
sesuatu, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi
kepada-Nya. Di sinilah letak perbedaan yang fundamental antara hak-
hak asasi manusia menurut pola pemikiran Barat dengan hak-hak asasi
menurut pola ajaran Islam. Makna teosentris bagi orang Islam adalah
manusia pertama-tama harus meyakini ajaran pokok Islam yang
dirumuskan dalam dua kalimat syahadat yakni pengakuan tiada Tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. Barulah setelah itu
manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, menurut isi
keyakinannya itu.
Dari uraian tersebut di atas, sepintas lalu tampak bahwa seakan-
akan dalam Islam manusia tidak mempunyai hak-hak asasi. Dalam
konsep ini seseorang hanya mempunyai kewajiban-kewajiban atau
tugas-tugas kepada Allah karena ia harus mematuhi hukumnya.
Namun, di dalam tugas-tugas inilah terletak semua hak dan
kemerdekaannya menurut ajaran Islam. Manusia mengakui hak-hak
dari manusia lain, karena hal ini merupakan sebuah kewajiban yang
dibebankan oleh hukum agama untuk mematuhi Allah. Oleh karena
itu, hak asasi manusia dalam Islam tidak semata-mata menekankan
kepada hak asasi manusia saja, akan tetapi hak-hak itu dilandasi
kewajiban asasi manusia untuk mengabdi kepada Allah sebagai
penciptanya.

20
Petunjuk Ilahi yang berisikan hak dan kewajiban tersebut telah
disampaikan kepada umat manusia semenjak manusia itu ada.
Diutusnya manusia pertama (Adam) ke dunia diindikasikan bahwa
Allah telah memberikan petunjuk kepada manusia. Kemudian ketika
umat manusia menjadi lupa akan petunjuk tersebut Allah mengutus
Nabi dan Rasulnya untuk mengingatkan mereka akan keberadaannya.
Nabi Muhammas saw diutus bagi umat manusia sebagai Nabi terakhir
untuk menyampaikan dan memberikan teladan kehidupan yang
sempurna kepada umat manusia seluruh zaman sesuai dengan jalan
Allah. Hal ini jelas menunjukkan bahwa menurut pandangan Islam,
konsep HAM bukanlah hasil evolusi dari pemikiran manusia, namun
merupakan hasil dari wahyu ilahi yang telah diturunkan melalui para
Nabi dan Rasul dari sejak permulaan eksistensi umat manusia diatas
bumi.

Manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk mengabdi kepada


Allah, dalam QS. az-Zāriyāt/51: 56 disebutkan:“Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepadaKu.” Oleh karena itu manusia mempunyai kewajiban mengikuti
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Kewajiban yang
diperintahkan kepada umat manusia dapat dibagi ke dalam dua kategori,
yaitu huqūqullah dan huqūqul ,ibād. Huqūqullāh (hak-hak Allah) adalah
kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah swt yang diwujudkan dalam
berbagai ritual ibadah, sedangkan huqūqul „ibād (hak-hak manusia)
merupakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap sesamanya dan
terhadap makhluk-makhluk Allah yang lainnya. Hak-hak Allah tidak
berarti bahwa hak-hak yang diminta oleh Allah karena bermanfaat bagi
Allah, karena hak-hak Allah bersesuaian dengan hak-hak makhluknya.

21
2.6 Korupsi Sebagai Bentuk Pelanggaran HAM

Secara garis besar, pertama, tindak pidana korupsi adalah suatu perbuatan
melawa hukum dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu
korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan atau sarana karena jabatan yang
dimiliki yang dapat menyebabkan kerugian keuangan negara. Kedua, HAM
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah tuhan yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.

Sedangkan ketiga, pelanggaran HAM, dalam pasal 1 angka 6 UU No 39


Tahun 1999 tentang HAM, adalah setiap perbuatan seseorang atau sekelompok
orang termasuk aparat negara baik sengaja maupun tidak, atau kelalaian yang
melawan hukum mengurangi, menghalangi atau membatasi, dan/atau mencabut
HAM seseorang yang dijamin, dan tidak mendapatkan penyelesaian hukum yang
adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Kriteria-kriteria Tindakan Pidana Korupsi Sebagai Pelanggaran HAM

Secara normatif, pada konsideran UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang


Perubahan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindakan pidana
korupsi, disebutkan bahwa tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini
merugikan negara tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
sosial dan ekonomi masyarakat. Secara garis besar,sebagaimana dimuat dalam
DUHAM, hak asasi manusia diturunkan kedalam dua konvenan. Pertama, hak-hak
yang terdapat dalam ( Internasional Convenant on Economic, Social and Cultural
Rights) yaitu hak atas upah kerja, jaminan sosial, pendidikan, pangan, kesehatan,
lingkungan, dan sebagainya. Kedua, hak-hak dalam ( Internasional Convention on
Civil and Political Rights) yaitu hak hidup, bebas dari perbudakan,penyiksaan,
dan lainnya.

22
PENUTUP

Kesimpulan

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada manusia yang
diberikan langsung oleh Allah swt. Perbedaan prinsipil antara konsep
HAM dalam pandangan Barat dan Islam adalah bahwa HAM menurut
Barat bersifat antroposentris artinya segala sesuatu berpusat pada manusia,
sedangkan HAM dalam Islam bersifat teosentris artinya segala sesuatu
berpusat pada tuhan.

Beberapa rumusan HAM menurut hukum Islam yang terdapat


dalam al-Quran dan sunah diantaranya: hak hidup, hak kebebasan
beragama, hak mendapat upah kerja, hak persamaan, hak berpendapat, dan
hak atas harta benda.

Tindak pidana korupsi dengan pelanggaran HAM oleh orang yang


memiliki jabatan atau wewenang dalam pemerintahan telah menciderai
perwujudan kewajiban negara dalam melindungi, memenuhi, hingga
menghormati hak-hak dasar yang diatur dalam UU tentang HAM.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud, 1996, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum di Indonesia:
Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hussain, Syaukat, 1996, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Gema Insani Press,
Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai