Anda di halaman 1dari 6

SEKOLAH STAF DAN KOMANDO TNI AD

DEPARTEMEN MASALAH STRATEGI

PRODUK PERORANGAN

PENGAMPU : DEPARTEMEN MASALAH STRATEGI

MATA KULIAH : SEJARAH PERANG DAN BANGLINGSTRA

BAHAN KAJIAN : HUKUM INTERNASIONAL

POKOK BAHASAN : HUKUM UDARA

TEMA:

STUDI KASUS
JAWABAN PERSOALAN

Pertanyaan yang harus dijawab:

1. Insiden di atas Pulau Bawean. Pada 3 Juli 2003, armada Angkatan Laut Amerika
(US Navy) berlayar dari Singapura melalui Selat Karimata, Laut Jawa, dan hendak menuju
Australia. Mereka terdiri atas satu kapal induk, satu kapal destroyer, dan dua kapal fregat.
Beberapa pesawat tempur F-18 Hornet milik US Navy terbang dan bermanuver di atas
langit Bawean, Gresik. Mereka terdeteksi oleh radar sipil dan militer Indonesia. Gerakan ini
juga dilihat oleh pilot Bouraq yang melakukan komplain ke Air Traffic Controller (ATC)
Juanda Surabaya. Alasannya, manuver F-18 tersebut dianggap mengganggu lalu lintas
penerbangan sipil yang padat. ATC Surabaya lantas melapor ke Kosekhanudnas II. TNI AU
lantas memerintahkan empat pilot tempur untuk mengidentifikasi pesawat-pesawat tak
dikenal di sekitar Pulau Bawean tersebut. Empat pilot itu menggunakan dua pesawat
tempur sergap F-16 di Lanud Iswahyudi Madiun.

a. Menurut pendapat Pasis, apakah kejadian tersebut sudah melanggar wilayah


udara kedaulatan Indonesia?

b. Jelaskan apakah tindakan yang dilakukan oleh TNI AU sudah sesuai menurut
hukum?

Jawaban.

a. Kejadian tersebut jelas sudah melanggar. Kelima pesawat F-18 Hornet


tersebut tidak memiliki izin Pemerintah Indonesia dan tidak melakukan komunikasi
sebagaimana yang diatur dalam ketentuan penerbangan. Bagi Amerika, pelayaran
Armada US Navy di Laut Jawa dengan menerbangkan pesawat F-18-nya adalah
sah, yakni dengan prinsip menggunakan rute yang biasanya digunakan untuk
pelayaran internasional (route normally used for international navigation) yang
sebenarnya tidak tercantum dalam peta jalur pelayaran internasional, namun karena
prinsip kebiasaan, maka pelayaran tersebut dipandang dari hukum internasional
adalah legal.

Pemerintah Amerika menyatakan bahwa dengan menerbangkan pesawatnya


(F-18 Hornet) dari kapal induk adalah suatu kondisi yang normal. Sesuai ketentuan
normal untuk kepentingan pengawasan kapal induknya (class aircraft-carrier).
Perbedaan persepsi kondisi normal masing-masing negara khususnya seperti
negara Amerika menganut prinsip war ship carrier dengan pelayaran normal yakni
pelayaran kapal induknya juga sekaligus dibarengi dengan menerbangkan pesawat
2
dari kapal untuk menjaga keamanan atau misi lain (sea survailence) pada jarak yang
cukup jauh pada rute pelayaran kapal induk.

Namun bagi Indonesia yang tidak menganut prinsip war ship carrier dan juga
tidak memiliki unsur kapal induk menginterpretasikan kondisi normal pelayaran yakni
hanya sebatas pelayaran kapal tanpa dibarengi dengan menerbangkan pesawat dari
kapal tersebut. Sedangkan bagi Indonesia karena sudah menyediakan fasilitas alur
laut, maka pelayaran tersebut sifatnya adalah lintas damai atau “innocent passage”,
yakni pesawat F-18 Hornet tersebut termasuk dalam bagian unit kapal perang atau
armada, maka tidak boleh terbang.

Dari kajian hukum, aspek pelayaran maupun penerbangan dan manuver


pesawat F-18 Hornetnya itu merupakan perbuatan pelanggaran wilayah (illegal
entry). Manuver pesawat tersebut juga termasuk dalam kategori pelanggaran karena
dilakukan di rute penerbangan air way seperti yang diatur dalam ketentuan Konvensi
Chicago 1994 serta melintas di atas daratan Pulau Bawean sebagai bentuk
pelanggaran wilayah menurut hukum internasional. Bahkan peristiwa tersebut nyaris
menyeret Indonesia terlibat dalam konflik/insiden bersenjata antar kekuatan pesawat
udara di atas Pulau Bawean, meskipun misi pesawat F-16 Falcon Indonesia
sebenarnya adalah identifikasi untuk melacak posisi pesawat F-18 Hornet milik US
Navy yang terbang hingga di atas udara Pulau Bawean di wilayah Indonesia tanpa
izin.

b. Tindakan TNI AU terus mengadakan pemantauan terhadap konvoi armada


laut AS itu dengan mengirimkan pesawat intai B737. Hasil pengintaian dan
pemotretan menunjukkan bahwa armada laut AS yang terdiri dari kapal induk USS
Carl Vinson, dua Freegate dan satu Destroyer sedang berlayar di antara Pulau
Madura dan Kangean menuju Selat Lombok. Selama operasi pengintaian itu
pesawat surveillance B737 terus dibayangi dua F/A 18 Hornet US Navy. Bahan-
bahan yang didapat dari misi itu kemudian dipakai oleh pemerintah untuk
melancarkan "keberatan" secara diplomatik terhadap pemerintah AS.

Dari fakta-fakta tersebut diketahui, bahwa pelayaran pada alur laut kepulauan
Indonesia yang dilakukan oleh kapal-kapal militer negara asing sering kali
meluncurkan pesawat udaranya sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
bagian kapal untuk misi pengamanan jalur pelayaran. Namun dalam praktik
peluncuran pesawat dan penerimaan pesawat melalui kapal yang melintas di alur
3
laut kepulauan tersebut sering kali terjadi praktik pelanggaran yang dapat
membahayakan dan mengancam keamanan negara berdaulat.

2. Insiden MH17. Maskapai Malaysia yang merupakan penerbangan penumpang


internasional terjadwal dari Amsterdam ke Kuala Lumpur dengan kode MH17. Boeing 777-
200 LR ini jatuh di Ukraina timur dekat perbatasan Rusia pada tanggal 17 Juli 2014 dengan
283 penumpang dan 15 awak kabin dari berbagai negara, menewaskan seliruh 298 orang
termasuk Kru Dan penumpang. Pesawat ini dikabarkan jatuh 50 sampai 80 kilometer
sebelum memasuki ruang udara Rusia. Laporan awal menyatakan bahwa pemerintah
Ukraina menduga pesawat ini ditembak jatuh oleh rudal permukaan-ke-udara Buk pada
ketinggian 34.000 kaki. Pesawat ini jatuh di Torez, dekat Shakhtersk, sekitar 40 km (25 mil)
dari perbatasan Rusia. Laporan awal menyatakan bahwa pesawat jumbo jet tersebut
menjadi salah sasaran dan ditembak jatuh oleh militan Ukraina (separatis pro-Rusia),
sebagai akibat dari perang yang berkecamuk di Donbass. Berikan analisa Pasis terhadap
kejadian ini dilihat dari perspektif hukum udara!

Jawaban.

Pelaksanaan penerbangan sipil haruslah mengacu pada norma-norma hukum


internasional maupun nasional yang berlaku untuk menjamin keselamatan penumpang,
awak pesawat, pesawat udara maupun barang-barang yang diangkut. Pesawat Malaysia
Airlines MH17 adalah penerbangan penumpang internasional terjadwal dari Amsterdam
(Belanda) menuju Kuala Lumpur (Malaysia) diduga jatuh ditembak saat melintasi wilayah
yang merupakan daerah konflik antara Pemerintah Ukraina dengan Pemberontak pro
Rusia, karena dianggap sebagai sasaran tembak yang merupakan bagian dari pesawat
militer. Insiden ini menimbulkan tanggung jawab bagi negara terkait, yaitu Malaysia sebagai
negara terdaftarnya pesawat dan Ukraina sebagai negara lokasi jatuhnya pesawat.

Hasil dari penelitian adalah, Ukraina tidak memperhatikan keamanan wilayah


udaranya dengan memberlakukan zona larangan terbang. Di mana setiap negara berhak
memberlakukan larangan terbang demi keamanan dan keselamatan wilayah udaranya
berdasarkan Pasal 9 Konvensi Chicago 1944, tentunya penentuan batas zona udara
terlarang tersebut harus wajar tanpa mengganggu kelancaran serta mengakibatkan
keterlambatan penerbangan komersial. Sesuai dengan hukum internasional suatu negara
dapat dimintai pertanggungjawabannya, berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi unsur
lahirnya tanggung jawab suatu negara. Pasal 28 Konvensi Chicago 1944 mengamanahkan
bahwa negara bertanggung jawab atas segala penyelenggaraan keselamatan dan
keamanan penerbangan sipil yang melintasi wilayahnya.
4
Ukraina sebagai salah satu negara anggota Konvensi Chicago 1944 harus
bertanggung jawab. Aspek keselamatan penerbangan sipil terkait insiden pesawat MH17,
dalam Konvensi Chicago 1944 telah dilakukan perubahan dengan memasukkan Pasal 3bis,
Protokol Montreal 1984. Di mana, pasal tersebut menentukan bahwa negara mempunyai
kewajiban hukum untuk menahan diri tidak menggunakan senjata terhadap pesawat sipil
dalam penerbangannya. Jika dilihat kembali aturan hukum penerbangan internasional yang
menjadikan seluruh kawasan yang terjadi gencatan senjata sebagai zona atau kawasan
yang tidak boleh dilalui oleh pesawat udara mana pun, maka dalam hal ini Malaysia Airlines
berkewajiban untuk menghindari melintas di kawasan Ukraina tersebut atas dasar
pertimbangan keselamatan.
5
DAFTAR PUSTAKA

Naskah Departemen tentang MK. Sejarah Perang dan Perkembangan Lingkungan


Strategis Nomor : Masalah Strategi-01 Disahkan dengan Keputusan Danseskoad
Nomor Kep/223/XII/2022 Tanggal 30 Desember 2022.

Peraturan Menteri Pertahanan Nomor Per/22/M/XII/2007 tentang Strategi Pertahanan


Negara Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 24 THN 2015 tentang Strategi Pertahanan


Negara.

E. Saefullah Wiradipradja, 2014, Pengantar Hukum Udara dan Ruang Angkasa Buku I,
Bandung: PT. Alumni.

Priyatna Abdurrasyid, 1972, Kedaulatan Negara atas Ruang Udara, Jakarta: Pusat
Penelitian Hukum Angkasa.

Hakim, Chappy., & Abu, Supri. (2019). Penegakan Kedaulatan Negara di Udara. Jakarta:
PT Kompas Media Nusantara

Hambali, Y. (1994). Hukum dan Politik Kedirgantaraan. Jakarta: Pradnya Paramita.

Ahmad Nofam. Penegakan Hukum terhadap Pesawat Militer Asing yang Diterbangkan dari
Kapal Induk saat Melintas Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Perspektif Hukum,
Vol. 15 No. 1 Mei 2015 : 45-67

https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfh/article/view/17647

Anda mungkin juga menyukai