Materi Dan Pedoman Penyuluhan
Materi Dan Pedoman Penyuluhan
A. Penyembelihan Hewan
1. Pengertian
Dalam istilah fiqih, penyelembelihan (adz-dzabhu) Secara Bahasa berarti
at-tabayyun, yaitu bau yang sedap. Hal ini disebabkan pembolehan secara
hukum syar’i menjadikannya menjadi baik harum. Menurut mazhab Hanafi
dan Maliki, penyembelihan adalah terpotongnya empat urat leher, yaitu urat
tenggorokan, urat pencernaan, dan dua urat nadi. Adapun menurut Mazhab
Syafi’I dan Hambali penyembelihan adalah terpotongnya dua saluran di leher
hewan, yaitu saluran nafas yang terletak di leher dan saluran
makanan/pencernaan.
Jadi, yang dimaksud menyembelih adalah memotong saluran nafas dan
saluran makanan dari seekor binatang menurut aturan yang telah disyariatkan
oleh agama, kecuali ikan dan belalang keduanya halal dimakan dengan tidak
disembelih. Berdasarkan hadis Rasulullah saw, yang berbunyi :
) (رواه ابن ماجه.احلت لنا ميتتان السمك والجراد
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai ; ikan dan
belalang”. (Riwayat Ibnu Majah)
Penyembeliahan hewan menurut ketentuan agam, yaitu melenyapkan
nyawa binatang (yang halal) untuk dimakan dengan sesuatu alat yang tajam
selain tulang dan gigi. Binatang yang halal bisa menjadi haram untuk dimakan
karena tata cara penyembelihannya tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Misalnya, tidak menyebutkan asma Allah atau menyebut selain nama Allah,
binatang yang mati karena dicekik, dipukuli, atau karena jatuh. Berdasarkan
firman Allah Swt. Q.S Al-Maidah : 3 yang berbunyi:
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الختزير وما اهل لغير هللا به والمنخنقة والموقوزة
. وما زبح علي النصب.والمتردية والنطيحة وما اكل السبع اال ما زكيتم
1
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan
daging yang disembelih bukan atas nama Allah, yang tercekik, yang
dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula)
yang disembelih untuk berhala”.
Jika hewan yang akan disembelih adalah hewan liar yang susah untuk
ditangkap atau sulit untuk disembelih pada lehernya, diperbolehkan melukai
bagian tubuh yang mematikan dengan menyebut nama Allah Swt. Rasulullah
Saw bersabda :
قيل يا رسو ل هللا اما تكون الدكات اال في الخلق ولبت؟: عن ابي العشراء عن ابيه قال
) (رواه الترمدي. طعنت في فخدها الجزاء عنك: قال
Artinya: "Dari Abu Usyra’, dari ayahnya, ia berkata bahwa Rasulullah saw,
ditanya “apakah tidak ada penyelembelihan itu selain
dikerongkongan dan dileher?, “Rasulullah saw bersabda “kalau
kamu tusuk pahanya, niscaya cukuplah hai itu”. (Riwayat at-Tirmizi)
2. Ketentuan Penyelembelihan Binatang
Dalam penyelembelihan, ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu tentang
orang yang menyelembelih, dan alat yang digunakan untuk menyelembelih.
Syarat-syarat Orang yang menyembelih, yakni:
Islam, penyelembelihan yang dilakukan oleh orang non-Islam adalah tidak sah.
Berakal sehat, penyelembelihan yang dilakukan orang gila tidak sah.
Mumayyiz
Berdo’a
Syarat-syarat Binatang yang akan disembelih
Binatang itu masih hidup
Binatang itu termasuk binatang yang halal, baik cara memperoleh maupun
zatnya.
Syarat-syarat Alat yang digunakan untuk menyelembelih
Alat yang digunakan tajam, tidak runcing dan tidak tumpul
Seperti yang Rasulullah SAW lakukan:
2
ْب ََّْ َ ْ َّْللَا ْصلىْهللاْعليهْوسلمْ(ْْإن
َْ َ للَاْ َكت َّْ َ ْ ْقَا َْلْ َرسُو ُْل:َشدَّادْْبنْْأَوسْْرضيْهللا ْعنهْقَال َ ْ َْوعَن
ْْْ َوليُح َّْدْأ َ َح ُدكُم,َْ َوإذَاْذَبَحت ُمْْفَأَحسنُواْاَلذبحَة,َْفَإذَاْقَتَلت ُمْْفَأَحسنُواْاَلقتلَة,علَىْكُلْْشَيء َ اَْلح
َ َْْسان
ْْْ َوليُرحْْذَبي َحت َ ْهُْ)ْْ َر َواهُْْ ُمسلم,ُشَف َرتَه
Artinya: “Dari Syaddad Ibnu Aus bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat kebaikan terhadap
segala sesuatu. Maka jika engkau membunuh, bunuhlah dengan cara yang
baik dan jika engkau menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik,
dan hendaklah di antara kamu mempertajam pisaunya dan memudahkan
(kematian) binatang sembelihannya." (Riwayat Muslim)
Terbuat dari besi, baja, batu, dan kaca
Tidak menggunakan kuku, gigi, dan tulang.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
ْْ َوذُك َْر,ْ(ْ َماْأُنه َْرْاَل َّد ُم:ََوعَنْْ َرافعْْبنْْ َخديجْْرضيْهللاْعنهْعَنْْاَلنَّبيْْصلىْهللاْعليهْوسلمْقَال
ُّ ظف َر;ْأ َ َّماْاَلسنُّ ;ْفَعَْظم;ْ َوأ َ َّماْاَل
ْْْفَ ُمدَىْاَل َحبَشْْ)ْْ ُمتَّفَق:ظفُ ُر َْ ْفَكُلْْلَي,علَيه
ُّ سْاَلسنَّْْ َوال َّْ َ ْاس ُْم
َ ْللَا
علَيه
َ
Artinya: “Dari Rafi' Ibnu Khodij Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Apa yang dapat menumpahkan darah
dengan diiringi sebutan nama Allah, makanlah, selain gigi dan kuku,
sebab gigi adalah tulang sedang kuku adalah pisau bangsa Habasyah."
Muttafaq Alaihi
Sunnah menyembelih
Memotong dua urat yang ada dikiri kanan leher, agar lekas matinya.
Binatang yang disembelih itu, hendaklah dimiringkan ke sebelah rusk kirinya,
supaya mudah bagi orang yang menyembelihnya.
Dihadapkan ke Kiblat.
Membaca bismillah dan shalawat atas Nabi saw.
3
B. QURBAN
1. Pengertian dan Hukum Qurban
Qurban berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata : qaruba –
yaqrabu – qurban wa qurbaanan. Artinya, “dekat” atau “mendekatkan diri”,
mendekati atau menghampiri. Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu
yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan
sembelihan maupun. Dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah
swt. Hewan yang digunakan untuk qurban adalah binatang ternak, seperti
kambing, sapi, dan unta.
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah
atau adh-dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari
kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk
melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00. Udh-
hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada
hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri)
kepada Allah.
Ibadah qurban hukumnya sunnah muakkad, artinya sunnah yang sangat
dianjurkan bagi orang yang sudah mampu. Sebagaimana firman Allah swt Q.S
Al-Kautsar ayat 1dan 2 :
4
َّْ َ ْْقَا َْلْ َرسُو ُْل:ََوعَنْْأَبيْه َُري َرةَْْرضيْهللاْعنهْقَال
ُْللَاْصلىْهللاْعليهْوسلمْ(ْ َمنْْكَانَْْلَ ْه
َ ْ َو,ْ َوابنُْْ َماجَه,ُلْيَق َربَنَّْْ ُمص ََّلنَاْ)ْْ َر َوا ْهُْأَح َمد
ْْْلَكن,ص َّح َح ْهُْاَلحَاك ُم َْ َْف,سعَةْْ َولَمْْيُضَح
َ
َ ُْحْاَْلَئ َّم ْة
ُْ غي ُرهُْْ َوقفَه َْ َر َّج
DAFTAR PUSTAKA
Dian Rosyidah, dkk, 2008, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta
: Arafah Mitra Utama
Sulaiman Rasjid, 1954, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17
Muhammad Cholis, dkk, 2010, Pendidikan Agama Islam, Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang
Moh Rifa’i, 1991, Fiqih untuk Madrasah Aliyah, Semarang : PT Wicaksana
5
MATERI II (LANJUTAN)
PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN DAN AQIQAH
َّ َ سو ُل
ْْللَاْْصلىْهللاْعليهْو َ َْقَا َمْْفين:َْْللَاُْْعَن ُه َماْقَال
ُ اْر َّ َ ْْرض َي
َ ََ َوعَنْْاَل َب َراءْْبنْْعَازب
ْ:َسلمْ َفقَال
ْْوال َع,َا
َ ضه ُ ْوال َمريضَةُْْاَل َبينُْْ َم َر,ا
َ ْاَل َعو َرا ُءْْاَل َبينُْْع ََو ُر َه:ضحَا َيا
َّ وزْْفيْاَل َ (ْأَر َبع
ُ ْْلْْت َ ُج
ْوا,
َ يُّ صحَّحَ هُْْاَلترمذ َ ْْوَ َْة
ُ س َ يْ)ْْر َوا ُهْْاَل َخم
َ َ يرةُْْاَلَّت
يْلْْت ُنق َ ْْوالكَس َ ُْْرجَا ُءْْاَل َبين
َ َظلعُه
بنُْْح َّبان
6
Artinya: “Al-Bara' Ibnu 'Azib Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdiri di tengah-tengah kami
dan bersabda: "Empat macam hewan yang tidak boleh
dijadikan kurban, yaitu: yang tampak jelas butanya, tampak
jelas sakitnya, tampak jelas pincangnya, dan hewan tua yang
tidak bersum-sum." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits
shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban
Waktu penyembelihan Qurban
Waktu penyembelihannya ialah sesudah shalat ‘Idul Adha, dan akhir
waktunya ialah ‘Ashar hari tasyriq, yakni sejak tanggal 10 Dzulhijah
hingga terbenamnya matahari tanggal 13 Dzulhijah. Sebagaimana sabda
Nabi Saw.
ْللَاْصلى ُ ْ( ْشَهدتُْْاَْلَضحَىْ َم َْع ْ َر:َسف َيانَْْرضي ْهللا ْعنهْقَال
َّْ َ ْْسول ُ ْ َْوعَنْ ْ ُجندُبْْبن
َْ ْ َمنْ ْذَ َب:َ ْفَقَال,غنَمْ ْقَدْ ْذُبحَت
ْح َ َ ْن,هللا ْعليه ْوسلم ْفَلَ َّما ْقَضَى ْص ََلت َ ْهُ ْبالنَّاس
َ ْ ظ َْر ْإلَى
ْعلَيه َّْ َ ْْحْفَل َيذ َبحْْعَلَىْاسم
َ ْْللَاْ)ْْ ُمتَّفَق َْ ْ َو َمنْْلَمْْ َيكُنْْذَ َب,قَب َْلْاَلص ََّلةْْفَل َيذ َبحْْشَاةًْْ َمكَانَهَا
Artinya: “Jundab Ibnu Sufyan Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku
mengalami hari raya Adlha bersama Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam Setelah beliau selesai sholat bersama orang-
orang, beliau melihat seekor kambing telah disembelih. Beliau
bersabda: "Barangsiapa menyembelih sebelum sholat,
hendaknya ia menyembelih seekor kambing lagi sebagai
gantinya; dan barangsiapa belum menyembelih, hendaknya ia
menyembelih dengan nama Allah." (Muttafaq Alaihi).
3. Sunnah-sunnah waktu menyembelih Qurban
Disunnahkan sewaktu menyembelih korban beberapa perkara berikut ini :
Membaca “Bismillah Wallahu Akbar” dan Shalawat atas Nabi s.a.w.
7
ْْْ َومنْْأُمةْْ ُم َح َّمد,ْاَللَّ ُه َّْمْتَقَبَّلْْمنْْ ُم َح َّمدْْ َوآلْْ ُم َح َّمد,للَا
َّ َ ْْبسم
Artinya: "Dengan nama Allah. Ya Allah, terimalah (kurban ini) dari
Muhammad, keluarganya, dan umatnya." Kemudian beliau
berkurban dengannya.”
Binatang yang disembelih disunnatkan dihadapkan ke kiblat.
4. Hikmah Qurban
Qurban merupakan satu bentuk ibadah yang mempunyai dua dimensi,
yaitu dimensi illahiyah dan dimensi social. Melaksanakan qurban berarti
mentaati syariat Allah swt, yang membawa pahala baginya. Selain itu, qurban
berarti memberikan kebahagian bagi orang lain, khususnya faqir miskin untuk
dapat menikmati daging hewan qurban.
Ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil dari disyariatkannya qurban,
antara lain :
Akan menambah cinta dan keimanannya kepada Allah Swt.
Sebagai rasa syukur pada Allah Swt. atas karunia yang dilimpahkan pada
dirinya.
Menambah rasa peduli dan tolong-menolong kepada orang lainyang kurang
mampu.
Akan menambah persatuan dan kesatuan karena ibadah kurban melibatkan
8
hari ketujuh dari kelahiran seorang bayi. Apabila bayi yang lahir itu laki-laki,
aqiqahnya adalah duaekor kambing. Apabila bayi itu perempuan, aqiqahnya
satu ekor kambing. Bersamaan dengan hari pemotongan hewan aqiqah, bayi
tersebut diberi nama yang baik dan dicukur rambutnya.
Aqiqah hukumnya sunat bagi orang yang wajib menanggung nafkah si
anak. Asal sunat menyembelih aqiqah itu sesuai dengan hadits Aisyah dan
Samurah, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :
ْْْ(ْكُ ُّلْْغُ َلمْْ ُمرتَهَن:َْْللَاْْصلىْهللاْعليهْوسلمْقَال
َّ َ سو َل َ َ س ُم َرةَْْرضيْهللاْعنهْأ
ُ نَّْْر َ َْْوعَن
َ ُسة
ْْوصَحَّ َحهُْْاَلترمذي, َ ىْ)ْر َوا ُهْْاَل َخم
َ س َّم
َ ُْوي,
َْ قُ َْويُحل, َ ْْْت ُذ َب ُحْْعَنهُْْ َيو َم,ب َعقيقَته
َ سابعه
Artinya: “Dari Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap anak tergadaikan dengan
aqiqahnya; ia disembelih hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur,
dan diberi nama."(Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih
menurut Tirmidzi).
2. Ketentuan hewan Aqiqah
Hewan aqiqah adalah kambing atau domba. Bagi anak laki-laki dua ekor
kambing sedangkan bagi anak perempuan satu ekor kambing. Sebagaimana
hadis Nabi Saw, yang berbunyi :
َّ َْْللَاْْصلىْهللاْعليهْوسلمْأَْم َرهُمْْأَنْْيُع
ْْقْْعَن َ َ ْْللَاُْْعَنهَاْ(ْأ
َّ َ نَّْْرسُو َل َ ََوعَنْْعَائشَة
َّ َ ْْرض َي
ُّ ْْ)ْْر َواهُْْاَلترمذ
ْْوصَحَّ َحه
َ ي َ اَلغُ َلمْْشَاتَانْْ ُمكَافئَتَان
َ ْوعَنْْاَلجَاريَةْْشَاة,
Artinya: “Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar beraqiqah dua ekor kambing
yang sepadan (umur dan besarnya) untuk bayi laki-laki dan seekor kambing
untuk bayi perempuan. Hadits shahih riwayat Tirmidzi.
Binatang yang sah untuk menjadi aqiqah sama halnya dengan
hewan/binatang yang sah untuk berqurban, baik dari segi umurnya, macam-
macamnya, dan tanpa cacat.
3. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran,
ini berdasarkan sabda Nabi Saw, dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari
9
ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa,
maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu
Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata
yang artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempat belas,
dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)
Sedangkan untuk Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh
disunnahkan juga untuk disembelihkan akikahnya, bahkan meskipun bayi yang
keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan
ibunya. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan akikah oleh
orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih akikah dari dirinya
sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diakikahi oleh
ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa.
4. Hikmah disyariatkannya Aqiqah
Ada beberapa fungsi atau hikmah bagi orang-orang yang mengerjakan
aqiqah, antara lain :
Sebagai bukti rasa sukur orang tua kepada Allah swt, atas nikmat yang
diberikannya berupa anak.
Membiasakan bagi orang tua untuk berqorban demi kepentingan anaknya
yang baru lahir.
Sebagai penebus gadai anak dari Allah swt, sehingga anak menjadi hak
baginya dalam beramal dan beribadah.
Hubungan dengan tetangga dan sanak kerabat lebih erat dengan adanya
pembagian daging aqiqah.
Sebagai wujud menteladani sunah Rasulullah saw, sehingga akan
memperoleh nilai pahala disisi Allah swt.
Menghilangkan gangguan dari sesuatu yang tidak baik terhadap si anak.
10
DAFTAR PUSTAKA
Dian Rosyidah, dkk, 2008, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta
: Arafah Mitra Utama
Sulaiman Rasjid, 1954, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17
Muhammad Cholis, dkk, 2010, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit
Universitas Negeri Malang
Moh Rifa’i, 1991, Fiqih untuk Madrasah Aliyah, Semarang : PT Wicaksana
11
MATERI
IHRAM
A. Pengertian
1. Bahasa
1
1. Larangan Umum
Larangan ini berlaku untuk umum, siapa saja baik pria atau pun
wanita.
a. Memotong Rambut
b. Memotong Kuku
2
sanksi apapun.
c. Memakai Wewangian
Juga tidak boleh menjadi wakil untuk hal itu, karena nikah
dalam keadaan seperti itu tidaklah sah.
e. Bersenggama
3
pria maupun wanita. Dan seorang istri tidak boleh memberi
kesempatan kepada suaminya untuk melakukan hal itu saat ihram,
karena Allah swt berfirman:
f. Membunuh Binatang
a. Menutup Kepala
4
saw bersabda berkenaan dengan orang yang sedang ihram yang
terjatuh dari untanya, “Janganlah kalian menutupi kepalanya…(HR
Bukhari dan Muslim)
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
5
MATERI
IHRAM II
C. Sunnah-Sunnah Ihram
1. Mandi
Jumhur ulama dari empat mazhab, yaitu Mazhab Al- Hanafiyah,
Al-Malikiyah, As-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, sepakat
menyebutkan bahwa mandi adalah sunnah yang dianjurkan untuk
dikerjakan sebelum seseorang memulai ibadah ihram. Dasarnya
adalah hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahuanhu :
Artinya: “Para wanita yang sedang nifas dan haidh hendaklah mandi
dan berihram lalu mengerjakan manasik haji mereka
seluruhnya, kecuali tidak melakukan tawaf di Baitullah
hingga mereka suci. (HR. Turmuzi dan Abu Daud)
6
keluar angin, tidak perlu diulang lagi.
2. Memakai Parfum
Jumhur ulama selain mazhab Al-Malikiyah menyunnahkan
sebelum berihram, diawali dengan memakai parfum atau pewangi.
Parfum dalam bahasa Arab disebut ath-thiib ()اﻟﻄﯿﺐ, sedangkan
memakai parfum disebut at- tathayyub ()اﻟﺘﻄﯿﺐ.
7
sedang berihram. Dalam pandangan mereka, memakai parfum
sebelum berihram hukumnya juga terlarang
4. Bertalbiyah
8
mengatakan bahwa disunnahkan ketika sudah menaiki kendaraan,
dengan dasar hadits berikut ini :
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
9
MATERI
MIQAT
A. Pengertian Miqat
1
Artinya: “Haji itu dilaksanakan pada bulan-bulan yang telah diketahui.
(QS. Al-Baqarah : 197)
Sebab ritual haji masih berlangsung sejak masa nabi Ibrahim hingga
masa Rasulullah Saw diutus pada abad ketujuh masehi. Orang-orang Arab
jahiliyah tidak pernah melakukan ritual haji kecuali pada tiga bulan
qamariyah, yaitu bulan Syawwal, Dzulqa’dah, dan bulan Dzulhijjah.
1. Mazhab Al-Malikiyah
2
29 atau bisa juga tanggal 30 Ramadhan, mengingat bulan qamariyah
punya dua kemungkinan.
Kedua mazhab ini menetapkan bahwa meski waktu haji itu tiga
bulan, tetapi batas akhirnya tidak sampai akhir bulan Dzulhijjah,
melainkan hingga hari kesepuluh bulan itu. Bila telah lewat hari itu
sudah tidak dibenarkan lagi untuk melakukan ibadah haji.
3. Mazhab Asy-Syafi’iah
3
Mazhab ini punya pendapat yang kurang lebih mirip dengan
kedua mazhab di atas, hanya saja ada sedikit perbedaan.
4
menghapus dosa.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI II (LANJUTAN)
MIQAT
C. Miqat Makani
Dan sebaliknya, apabila ada orang yang niatnya mau berhaji, lalu
melewati miqat makani tanpa berihram, maka hal itu merupakan
pelanggaran yang mewajibkan adanya denda. Tetapi bila melewati miqat
makani tanpa niat mau melakukan ritual ibadah haji atau umrah, artinya
tanpa berihram, hukumnya memang tidak ada larangan.
Jadi miqat makani itu merupakan titik batas di atas tanah dengan
jarak tertentu dari Ka’bah di Mekkah, tempat dimulainya ritual ibadah haji.
Dan ritual ibadah haji itu ditandai dengan mengerjakan ihram.
1. Dasar Penetapan
6
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar radhiyallahuanhu bahwa
Rasulullah SAWbersabda,"Penduduk Madinah mulai berhaji
dari Madinah adalah Dzulhulaifah, Buat penduduk Syam
adalah Juhfah, buat penduduk Najd adalah Qarn". Dan
Abdullah bin Umar berkata,"Telah sampai kabar kepadaku
bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Buat penduduk Yaman
mulai berhaji dari Yalamlam.". (HR. Bukhari dan Muslim)
Dzul Hulaifah
Sekarang ini tempat ini lebih dikenal sebagai Abar ‘Ali atau
Bi’ru ‘Ali yang artinya sumur Ali. Tempat ini menjadi miqat bagi
penduduk Madinah dan juga miqat bagi jamaah haji yang datang
melalui rute tersebut. Jaraknya kurang lebih 480 km dari kota
Mekkah.
Al-Juhfah
7
Qurnul Manazil
Yalamlam
Dzut ‘irqin
8
2. Miqat Dengan Pesawat
Maka mudah saja bagi jamaah haji yang ingin memulai berihram,
karena kapten akan memberitahukan bahwa dalam hitungan beberapa
menit lagi pesawat akan berada di atas posisi titik miqat.
9
Rasulullah SAW itu, para jemaah mulai berganti pakaian ihram,
berniat dan melantunkan talbiyah, dari ketinggian sekian ribu kaki di
atas permukaan laut. Ketika pesawat mendarat di Bandar Udara King
Abdul Aziz di kota Jeddah, mereka memang telah rapi dengan pakaian
ihram.
10
berihram di atas pesawat terbang.
Yang jadi masalah bukan pilot tidak tahu tempat batas miqat,
tetapi bagaimana memastikan bahwa sekian ratus penumpang di
dalam pesawat yang sedang terbang tinggi di langit, bisa berganti
pakaian bersama pada satu titik tertentu. Sementara untuk berpakaian
ihram sejak dari Indonesia, sebenarnya bisa saja dilakukan, namun
jaraknya masih terlalu jauh. Kalau kita tarik garis lurus Jakarta
Makkah di peta google earth, sekitar 9.000-an km jaraknya.
Perjalanan ditempuh sekitar 8 s/d 10 jam penerbangan.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
11
MATERI III (LANJUTAN)
MIQAT
a. Kementrian Agama RI
12
satu miqat boleh ihram dari mana dia suka, baik di darat
maupun di laut.
Membaca:
Memperhatikan:
Berpendapat:
13
telah ditentukan Rasulullah, Komisi berpendapat bahwa
masalah Miqat bagi mereka termasuk masalah ijtihadiyah
14
membayar dam bagi mereka?
15
Maka menurut penulis buku ini, mereka boleh menunda
ihramnya sampai tiba di Jeddah, kemudian berihram dari sana.
Karena, menurut anggapan dia, Jeddah itu sejajar dengan dua
miqat, yaitu Sa'diyah dan Juhfah.
16
f. Fatwah Lajma’ Fiqih Al-Islami
Jika hal ini diketahui, maka bagi orang-orang yang haji dan
umrah lewat jalan udara dan laut serta yang lainnya tidak boleh
mengakhirkan ihram sampai mereka tiba di Jeddah.
17
paling utama adalah tugas mengedukasi.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
18
MATERI
IHRAM
A. Pengertian
1. Bahasa
1
1. Larangan Umum
Larangan ini berlaku untuk umum, siapa saja baik pria atau pun
wanita.
a. Memotong Rambut
b. Memotong Kuku
2
sanksi apapun.
c. Memakai Wewangian
Juga tidak boleh menjadi wakil untuk hal itu, karena nikah
dalam keadaan seperti itu tidaklah sah.
e. Bersenggama
3
pria maupun wanita. Dan seorang istri tidak boleh memberi
kesempatan kepada suaminya untuk melakukan hal itu saat ihram,
karena Allah swt berfirman:
f. Membunuh Binatang
a. Menutup Kepala
4
saw bersabda berkenaan dengan orang yang sedang ihram yang
terjatuh dari untanya, “Janganlah kalian menutupi kepalanya…(HR
Bukhari dan Muslim)
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
5
MATERI
IHRAM II
C. Sunnah-Sunnah Ihram
1. Mandi
Jumhur ulama dari empat mazhab, yaitu Mazhab Al- Hanafiyah,
Al-Malikiyah, As-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, sepakat
menyebutkan bahwa mandi adalah sunnah yang dianjurkan untuk
dikerjakan sebelum seseorang memulai ibadah ihram. Dasarnya
adalah hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahuanhu :
Artinya: “Para wanita yang sedang nifas dan haidh hendaklah mandi
dan berihram lalu mengerjakan manasik haji mereka
seluruhnya, kecuali tidak melakukan tawaf di Baitullah
hingga mereka suci. (HR. Turmuzi dan Abu Daud)
6
keluar angin, tidak perlu diulang lagi.
2. Memakai Parfum
Jumhur ulama selain mazhab Al-Malikiyah menyunnahkan
sebelum berihram, diawali dengan memakai parfum atau pewangi.
Parfum dalam bahasa Arab disebut ath-thiib ()اﻟﻄﯿﺐ, sedangkan
memakai parfum disebut at- tathayyub ()اﻟﺘﻄﯿﺐ.
7
sedang berihram. Dalam pandangan mereka, memakai parfum
sebelum berihram hukumnya juga terlarang
4. Bertalbiyah
8
mengatakan bahwa disunnahkan ketika sudah menaiki kendaraan,
dengan dasar hadits berikut ini :
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
9
MATERI I
PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN DAN AQIQAH
A. Penyembelihan Hewan
1. Pengertian
Dalam istilah fiqih, penyelembelihan (adz-dzabhu) Secara Bahasa berarti
at-tabayyun, yaitu bau yang sedap. Hal ini disebabkan pembolehan secara
hukum syar’i menjadikannya menjadi baik harum. Menurut mazhab Hanafi
dan Maliki, penyembelihan adalah terpotongnya empat urat leher, yaitu urat
tenggorokan, urat pencernaan, dan dua urat nadi. Adapun menurut Mazhab
Syafi’I dan Hambali penyembelihan adalah terpotongnya dua saluran di leher
hewan, yaitu saluran nafas yang terletak di leher dan saluran
makanan/pencernaan.
Jadi, yang dimaksud menyembelih adalah memotong saluran nafas dan
saluran makanan dari seekor binatang menurut aturan yang telah disyariatkan
oleh agama, kecuali ikan dan belalang keduanya halal dimakan dengan tidak
disembelih. Berdasarkan hadis Rasulullah saw, yang berbunyi :
) (رواه ابن ماجه.احلت لنا ميتتان السمك والجراد
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai ; ikan dan
belalang”. (Riwayat Ibnu Majah)
Penyembeliahan hewan menurut ketentuan agam, yaitu melenyapkan
nyawa binatang (yang halal) untuk dimakan dengan sesuatu alat yang tajam
selain tulang dan gigi. Binatang yang halal bisa menjadi haram untuk dimakan
karena tata cara penyembelihannya tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Misalnya, tidak menyebutkan asma Allah atau menyebut selain nama Allah,
binatang yang mati karena dicekik, dipukuli, atau karena jatuh. Berdasarkan
firman Allah Swt. Q.S Al-Maidah : 3 yang berbunyi:
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الختزير وما اهل لغير هللا به والمنخنقة والموقوزة
. وما زبح علي النصب.والمتردية والنطيحة وما اكل السبع اال ما زكيتم
1
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan
daging yang disembelih bukan atas nama Allah, yang tercekik, yang
dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula)
yang disembelih untuk berhala”.
Jika hewan yang akan disembelih adalah hewan liar yang susah untuk
ditangkap atau sulit untuk disembelih pada lehernya, diperbolehkan melukai
bagian tubuh yang mematikan dengan menyebut nama Allah Swt. Rasulullah
Saw bersabda :
قيل يا رسو ل هللا اما تكون الدكات اال في الخلق ولبت؟: عن ابي العشراء عن ابيه قال
) (رواه الترمدي. طعنت في فخدها الجزاء عنك: قال
Artinya: "Dari Abu Usyra’, dari ayahnya, ia berkata bahwa Rasulullah saw,
ditanya “apakah tidak ada penyelembelihan itu selain
dikerongkongan dan dileher?, “Rasulullah saw bersabda “kalau
kamu tusuk pahanya, niscaya cukuplah hai itu”. (Riwayat at-Tirmizi)
2. Ketentuan Penyelembelihan Binatang
Dalam penyelembelihan, ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu tentang
orang yang menyelembelih, dan alat yang digunakan untuk menyelembelih.
Syarat-syarat Orang yang menyembelih, yakni:
Islam, penyelembelihan yang dilakukan oleh orang non-Islam adalah tidak sah.
Berakal sehat, penyelembelihan yang dilakukan orang gila tidak sah.
Mumayyiz
Berdo’a
Syarat-syarat Binatang yang akan disembelih
Binatang itu masih hidup
Binatang itu termasuk binatang yang halal, baik cara memperoleh maupun
zatnya.
Syarat-syarat Alat yang digunakan untuk menyelembelih
Alat yang digunakan tajam, tidak runcing dan tidak tumpul
Seperti yang Rasulullah SAW lakukan:
2
ْب ََّْ َ ْ َّْللَا ْصلىْهللاْعليهْوسلمْ(ْْإن
َْ َ للَاْ َكت َّْ َ ْ ْقَا َْلْ َرسُو ُْل:َشدَّادْْبنْْأَوسْْرضيْهللا ْعنهْقَال َ ْ َْوعَن
ْْْ َوليُح َّْدْأ َ َح ُدكُم,َْ َوإذَاْذَبَحت ُمْْفَأَحسنُواْاَلذبحَة,َْفَإذَاْقَتَلت ُمْْفَأَحسنُواْاَلقتلَة,علَىْكُلْْشَيء َ اَْلح
َ َْْسان
ْْْ َوليُرحْْذَبي َحت َ ْهُْ)ْْ َر َواهُْْ ُمسلم,ُشَف َرتَه
Artinya: “Dari Syaddad Ibnu Aus bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat kebaikan terhadap
segala sesuatu. Maka jika engkau membunuh, bunuhlah dengan cara yang
baik dan jika engkau menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik,
dan hendaklah di antara kamu mempertajam pisaunya dan memudahkan
(kematian) binatang sembelihannya." (Riwayat Muslim)
Terbuat dari besi, baja, batu, dan kaca
Tidak menggunakan kuku, gigi, dan tulang.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
ْْ َوذُك َْر,ْ(ْ َماْأُنه َْرْاَل َّد ُم:ََوعَنْْ َرافعْْبنْْ َخديجْْرضيْهللاْعنهْعَنْْاَلنَّبيْْصلىْهللاْعليهْوسلمْقَال
ُّ ظف َر;ْأ َ َّماْاَلسنُّ ;ْفَعَْظم;ْ َوأ َ َّماْاَل
ْْْفَ ُمدَىْاَل َحبَشْْ)ْْ ُمتَّفَق:ظفُ ُر َْ ْفَكُلْْلَي,علَيه
ُّ سْاَلسنَّْْ َوال َّْ َ ْاس ُْم
َ ْللَا
علَيه
َ
Artinya: “Dari Rafi' Ibnu Khodij Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Apa yang dapat menumpahkan darah
dengan diiringi sebutan nama Allah, makanlah, selain gigi dan kuku,
sebab gigi adalah tulang sedang kuku adalah pisau bangsa Habasyah."
Muttafaq Alaihi
Sunnah menyembelih
Memotong dua urat yang ada dikiri kanan leher, agar lekas matinya.
Binatang yang disembelih itu, hendaklah dimiringkan ke sebelah rusk kirinya,
supaya mudah bagi orang yang menyembelihnya.
Dihadapkan ke Kiblat.
Membaca bismillah dan shalawat atas Nabi saw.
3
B. QURBAN
1. Pengertian dan Hukum Qurban
Qurban berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata : qaruba –
yaqrabu – qurban wa qurbaanan. Artinya, “dekat” atau “mendekatkan diri”,
mendekati atau menghampiri. Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu
yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan
sembelihan maupun. Dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah
swt. Hewan yang digunakan untuk qurban adalah binatang ternak, seperti
kambing, sapi, dan unta.
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah
atau adh-dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari
kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk
melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00. Udh-
hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada
hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri)
kepada Allah.
Ibadah qurban hukumnya sunnah muakkad, artinya sunnah yang sangat
dianjurkan bagi orang yang sudah mampu. Sebagaimana firman Allah swt Q.S
Al-Kautsar ayat 1dan 2 :
4
َّْ َ ْْقَا َْلْ َرسُو ُْل:ََوعَنْْأَبيْه َُري َرةَْْرضيْهللاْعنهْقَال
ُْللَاْصلىْهللاْعليهْوسلمْ(ْ َمنْْكَانَْْلَ ْه
َ ْ َو,ْ َوابنُْْ َماجَه,ُلْيَق َربَنَّْْ ُمص ََّلنَاْ)ْْ َر َوا ْهُْأَح َمد
ْْْلَكن,ص َّح َح ْهُْاَلحَاك ُم َْ َْف,سعَةْْ َولَمْْيُضَح
َ
َ ُْحْاَْلَئ َّم ْة
ُْ غي ُرهُْْ َوقفَه َْ َر َّج
DAFTAR PUSTAKA
Dian Rosyidah, dkk, 2008, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta
: Arafah Mitra Utama
Sulaiman Rasjid, 1954, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17
Muhammad Cholis, dkk, 2010, Pendidikan Agama Islam, Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang
Moh Rifa’i, 1991, Fiqih untuk Madrasah Aliyah, Semarang : PT Wicaksana
5
MATERI II (LANJUTAN)
PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN DAN AQIQAH
َّ َ سو ُل
ْْللَاْْصلىْهللاْعليهْو َ َْقَا َمْْفين:َْْللَاُْْعَن ُه َماْقَال
ُ اْر َّ َ ْْرض َي
َ ََ َوعَنْْاَل َب َراءْْبنْْعَازب
ْ:َسلمْ َفقَال
ْْوال َع,َا
َ ضه ُ ْوال َمريضَةُْْاَل َبينُْْ َم َر,ا
َ ْاَل َعو َرا ُءْْاَل َبينُْْع ََو ُر َه:ضحَا َيا
َّ وزْْفيْاَل َ (ْأَر َبع
ُ ْْلْْت َ ُج
ْوا,
َ يُّ صحَّحَ هُْْاَلترمذ َ ْْوَ َْة
ُ س َ يْ)ْْر َوا ُهْْاَل َخم
َ َ يرةُْْاَلَّت
يْلْْت ُنق َ ْْوالكَس َ ُْْرجَا ُءْْاَل َبين
َ َظلعُه
بنُْْح َّبان
6
Artinya: “Al-Bara' Ibnu 'Azib Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdiri di tengah-tengah kami
dan bersabda: "Empat macam hewan yang tidak boleh
dijadikan kurban, yaitu: yang tampak jelas butanya, tampak
jelas sakitnya, tampak jelas pincangnya, dan hewan tua yang
tidak bersum-sum." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits
shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban
Waktu penyembelihan Qurban
Waktu penyembelihannya ialah sesudah shalat ‘Idul Adha, dan akhir
waktunya ialah ‘Ashar hari tasyriq, yakni sejak tanggal 10 Dzulhijah
hingga terbenamnya matahari tanggal 13 Dzulhijah. Sebagaimana sabda
Nabi Saw.
ْللَاْصلى ُ ْ( ْشَهدتُْْاَْلَضحَىْ َم َْع ْ َر:َسف َيانَْْرضي ْهللا ْعنهْقَال
َّْ َ ْْسول ُ ْ َْوعَنْ ْ ُجندُبْْبن
َْ ْ َمنْ ْذَ َب:َ ْفَقَال,غنَمْ ْقَدْ ْذُبحَت
ْح َ َ ْن,هللا ْعليه ْوسلم ْفَلَ َّما ْقَضَى ْص ََلت َ ْهُ ْبالنَّاس
َ ْ ظ َْر ْإلَى
ْعلَيه َّْ َ ْْحْفَل َيذ َبحْْعَلَىْاسم
َ ْْللَاْ)ْْ ُمتَّفَق َْ ْ َو َمنْْلَمْْ َيكُنْْذَ َب,قَب َْلْاَلص ََّلةْْفَل َيذ َبحْْشَاةًْْ َمكَانَهَا
Artinya: “Jundab Ibnu Sufyan Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku
mengalami hari raya Adlha bersama Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam Setelah beliau selesai sholat bersama orang-
orang, beliau melihat seekor kambing telah disembelih. Beliau
bersabda: "Barangsiapa menyembelih sebelum sholat,
hendaknya ia menyembelih seekor kambing lagi sebagai
gantinya; dan barangsiapa belum menyembelih, hendaknya ia
menyembelih dengan nama Allah." (Muttafaq Alaihi).
3. Sunnah-sunnah waktu menyembelih Qurban
Disunnahkan sewaktu menyembelih korban beberapa perkara berikut ini :
Membaca “Bismillah Wallahu Akbar” dan Shalawat atas Nabi s.a.w.
7
ْْْ َومنْْأُمةْْ ُم َح َّمد,ْاَللَّ ُه َّْمْتَقَبَّلْْمنْْ ُم َح َّمدْْ َوآلْْ ُم َح َّمد,للَا
َّ َ ْْبسم
Artinya: "Dengan nama Allah. Ya Allah, terimalah (kurban ini) dari
Muhammad, keluarganya, dan umatnya." Kemudian beliau
berkurban dengannya.”
Binatang yang disembelih disunnatkan dihadapkan ke kiblat.
4. Hikmah Qurban
Qurban merupakan satu bentuk ibadah yang mempunyai dua dimensi,
yaitu dimensi illahiyah dan dimensi social. Melaksanakan qurban berarti
mentaati syariat Allah swt, yang membawa pahala baginya. Selain itu, qurban
berarti memberikan kebahagian bagi orang lain, khususnya faqir miskin untuk
dapat menikmati daging hewan qurban.
Ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil dari disyariatkannya qurban,
antara lain :
Akan menambah cinta dan keimanannya kepada Allah Swt.
Sebagai rasa syukur pada Allah Swt. atas karunia yang dilimpahkan pada
dirinya.
Menambah rasa peduli dan tolong-menolong kepada orang lainyang kurang
mampu.
Akan menambah persatuan dan kesatuan karena ibadah kurban melibatkan
8
hari ketujuh dari kelahiran seorang bayi. Apabila bayi yang lahir itu laki-laki,
aqiqahnya adalah duaekor kambing. Apabila bayi itu perempuan, aqiqahnya
satu ekor kambing. Bersamaan dengan hari pemotongan hewan aqiqah, bayi
tersebut diberi nama yang baik dan dicukur rambutnya.
Aqiqah hukumnya sunat bagi orang yang wajib menanggung nafkah si
anak. Asal sunat menyembelih aqiqah itu sesuai dengan hadits Aisyah dan
Samurah, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :
ْْْ(ْكُ ُّلْْغُ َلمْْ ُمرتَهَن:َْْللَاْْصلىْهللاْعليهْوسلمْقَال
َّ َ سو َل َ َ س ُم َرةَْْرضيْهللاْعنهْأ
ُ نَّْْر َ َْْوعَن
َ ُسة
ْْوصَحَّ َحهُْْاَلترمذي, َ ىْ)ْر َوا ُهْْاَل َخم
َ س َّم
َ ُْوي,
َْ قُ َْويُحل, َ ْْْت ُذ َب ُحْْعَنهُْْ َيو َم,ب َعقيقَته
َ سابعه
Artinya: “Dari Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap anak tergadaikan dengan
aqiqahnya; ia disembelih hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur,
dan diberi nama."(Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih
menurut Tirmidzi).
2. Ketentuan hewan Aqiqah
Hewan aqiqah adalah kambing atau domba. Bagi anak laki-laki dua ekor
kambing sedangkan bagi anak perempuan satu ekor kambing. Sebagaimana
hadis Nabi Saw, yang berbunyi :
َّ َْْللَاْْصلىْهللاْعليهْوسلمْأَْم َرهُمْْأَنْْيُع
ْْقْْعَن َ َ ْْللَاُْْعَنهَاْ(ْأ
َّ َ نَّْْرسُو َل َ ََوعَنْْعَائشَة
َّ َ ْْرض َي
ُّ ْْ)ْْر َواهُْْاَلترمذ
ْْوصَحَّ َحه
َ ي َ اَلغُ َلمْْشَاتَانْْ ُمكَافئَتَان
َ ْوعَنْْاَلجَاريَةْْشَاة,
Artinya: “Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar beraqiqah dua ekor kambing
yang sepadan (umur dan besarnya) untuk bayi laki-laki dan seekor kambing
untuk bayi perempuan. Hadits shahih riwayat Tirmidzi.
Binatang yang sah untuk menjadi aqiqah sama halnya dengan
hewan/binatang yang sah untuk berqurban, baik dari segi umurnya, macam-
macamnya, dan tanpa cacat.
3. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran,
ini berdasarkan sabda Nabi Saw, dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari
9
ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa,
maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu
Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata
yang artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempat belas,
dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)
Sedangkan untuk Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh
disunnahkan juga untuk disembelihkan akikahnya, bahkan meskipun bayi yang
keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan
ibunya. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan akikah oleh
orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih akikah dari dirinya
sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diakikahi oleh
ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa.
4. Hikmah disyariatkannya Aqiqah
Ada beberapa fungsi atau hikmah bagi orang-orang yang mengerjakan
aqiqah, antara lain :
Sebagai bukti rasa sukur orang tua kepada Allah swt, atas nikmat yang
diberikannya berupa anak.
Membiasakan bagi orang tua untuk berqorban demi kepentingan anaknya
yang baru lahir.
Sebagai penebus gadai anak dari Allah swt, sehingga anak menjadi hak
baginya dalam beramal dan beribadah.
Hubungan dengan tetangga dan sanak kerabat lebih erat dengan adanya
pembagian daging aqiqah.
Sebagai wujud menteladani sunah Rasulullah saw, sehingga akan
memperoleh nilai pahala disisi Allah swt.
Menghilangkan gangguan dari sesuatu yang tidak baik terhadap si anak.
10
DAFTAR PUSTAKA
Dian Rosyidah, dkk, 2008, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta
: Arafah Mitra Utama
Sulaiman Rasjid, 1954, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17
Muhammad Cholis, dkk, 2010, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit
Universitas Negeri Malang
Moh Rifa’i, 1991, Fiqih untuk Madrasah Aliyah, Semarang : PT Wicaksana
11
MATERI
WUKUF DI ARAFAH
A. Pengertian
1. Bahasa
Kata wukuf secara bahasa di ambil dari kata wakofa-yakifu-
wukufan yang artinya berdiri atau berhenti. Wukuf Juga bermakna As-
Sukun yang artinya berhenti atau diam. Seperti seekor unta yang
berhenti atau diam.
2. Istilah
1
Jumhur ulama dari semua mazhab telah sepakat bahwa melakukan
wuquf di Arafah merupakan rukun yang paling utama di antara semua
rukun haji dan dari semua rangkaian ritual ibadah haji. Bahkan seluruh
rangkaia ibadah haji itu akan menjadi tidak bermakna, sia-sia dan tidak
sah, apabila seseorang meninggalkan rukun ini, yaitu wuquf di Arafah.
Para ulama ahli tafsir dan ahli fiqih sepakat bahwa yang
dimaksud dengan bertolak dari tempat bertolaknya orang banyak
banyak maksudnya adalah melakukan wuquf di padang pasir Arafah.
2. As-Sunnah
2
3. Ijma’
Apabila jamaah haji karena satu udzur tertentu, tidak bisa hadir
di Arafah pada waktunya, maka hajinya tidak sah. Bahkan para ulama
sepakat bahwa yang bersangkutan punya beban, yaitu diwajibkan
untuk mengulangi lagi haji di tahun depan.
Karena itu jamaah haji yang sakit parah dan tidak bisa lepas dari
alat penunjang kehidupan, sebisa mungkin tetap dibawa ke Arafah di
dalam mobil ambulan, minimal memenuhi syarat hadir di Arafah.
C. Waktu Wukuf
a. Waktu Rukun
3
oleh seseorang yang menunaikan ibadah haji di Arafah. Bila
waktu rukun ini tidak terpenuhi, maka wuqufnya tidak sah,
bahkan dia didenda untuk melaksanakan haji lagi tahun depan.
b. Waktu Wajib
4
Kalau sebelum Maghrib telah meninggalkan batas-batas Arafah,
maka dia kena denda membayar dam.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI
WUKUF DI ARAFAH
A. Pengertian
1. Bahasa
Kata wukuf secara bahasa di ambil dari kata wakofa-yakifu-
wukufan yang artinya berdiri atau berhenti. Wukuf Juga bermakna As-
Sukun yang artinya berhenti atau diam. Seperti seekor unta yang
berhenti atau diam.
2. Istilah
1
Jumhur ulama dari semua mazhab telah sepakat bahwa melakukan
wuquf di Arafah merupakan rukun yang paling utama di antara semua
rukun haji dan dari semua rangkaian ritual ibadah haji. Bahkan seluruh
rangkaia ibadah haji itu akan menjadi tidak bermakna, sia-sia dan tidak
sah, apabila seseorang meninggalkan rukun ini, yaitu wuquf di Arafah.
Para ulama ahli tafsir dan ahli fiqih sepakat bahwa yang
dimaksud dengan bertolak dari tempat bertolaknya orang banyak
banyak maksudnya adalah melakukan wuquf di padang pasir Arafah.
2. As-Sunnah
2
3. Ijma’
Apabila jamaah haji karena satu udzur tertentu, tidak bisa hadir
di Arafah pada waktunya, maka hajinya tidak sah. Bahkan para ulama
sepakat bahwa yang bersangkutan punya beban, yaitu diwajibkan
untuk mengulangi lagi haji di tahun depan.
Karena itu jamaah haji yang sakit parah dan tidak bisa lepas dari
alat penunjang kehidupan, sebisa mungkin tetap dibawa ke Arafah di
dalam mobil ambulan, minimal memenuhi syarat hadir di Arafah.
C. Waktu Wukuf
a. Waktu Rukun
3
oleh seseorang yang menunaikan ibadah haji di Arafah. Bila
waktu rukun ini tidak terpenuhi, maka wuqufnya tidak sah,
bahkan dia didenda untuk melaksanakan haji lagi tahun depan.
b. Waktu Wajib
4
Kalau sebelum Maghrib telah meninggalkan batas-batas Arafah,
maka dia kena denda membayar dam.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI
THAWAF
A. Pengertian
1. Bahasa
1
B. Jenis Thawaf
2
Namun terkait dengan urusan niat ini, mazhab Al- Hanafiyah
dan Al-Malikiyah tidak menjadikannya sebagai syarat.
2. Menutup Aurat
Syarat suci badan, pakaian dan tempat dari najis dan hadats,
dimasukkan ke dalam syarat tawaf oleh para ulama. Hal itu lantaran
kedudukan dan status tawaf ini nyaris mirip sekali dengan shalat yang
juga mensyaratkan suci dari najis dan hadats.
Selain syarat dalam tawaf, suci dari najis dan hadats ini juga
merupakan syarat dari ibadah sa’i. Sedangkan ritual ibadah haji
lainnya, seperti wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, melontar
Jamarat di Mina dan lainnya, tidak mensyaratkan kesucian dari najis
dan hadats.
3
Maka seorang yang sedang tawaf harus membersihkan dirinya
terlebih dahulu dari najis, juga harus mengangkat hadats seandainya
dia sedang dalam keadaan hadats kecil atau hadats besar, dengan
wudhu, manji janabah atau tayammum.
Posisi suci dari hadats kecil dan besar ini harus terus menerus
terjaga hingga usainya tawaf berlangsung. Bila di tengah-tengah tawaf
seseorang terkena najis, maka batal dan terkena hadats kecil. Untuk
itu dia harus membersihkan najis itu dan mengambil wudhu’ lagi.
Setelah suci dari najis dan hadats, kemudian dia boleh kembali
ke tempat semula terkena najis, untuk meneruskan hitungan putaran
tawaf.
Dalam hal ini perbedaan tawaf dan shalat adalah bila batal
wudhu’nya, tidak perlu mengulangi dari putaran awal, tetapi tinggal
meneruskan yang tersisa. Sedangkan dalam ibadah shahat, bila
seseorang kentut sesaat sebelum mengucapkan salam, maka shalatnya
batal dan dia harus mengulangi lagi shalat dari takbiratul-ihram.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
4
MATERI
THAWAF II
5
makna antara makna hakiki dengan makna kiasan maka yang
harus didahulukan adalah makna hakikinya. Kecuali ada dalil
lain yang menunjukkan perlunya menggunakan penafsiran
secara kiasan.
6
tanpa berwudhu’ lagi.
Artinya: “Dari Habib bin Abi Tsabit dari Urwah dari Aisyah
ra dari Nabi SAW bahwa Rasulullah SAW
mencium sebagian istrinya kemudian keluar untuk
shalat tanpa berwudhu’”. Lalu ditanya kepada
Aisyah,”Siapakah istri yang dimaksud selain anda
?”. Lalu Aisyah tertawa.(HR. Turmuzi Abu Daud
An-Nasai Ibnu Majah dan Ahmad).
7
secara kacau balau, sehingga hasilnya merupakan sebuah versi
ibadah ‘jadi-jadian’ yang rusak.
b. Wanita Haid
8
meninggalkannya begitu saja pulang ke tanah air. Sehingga kalau
ketentuannya seorang wanita haidh harus menunggu di Makkah
sampai suci, berarti rombongannya pun harus ikut menunggu
juga.
9
rangkaian itu menjadi manasik (tata cara) dalam haji beliau, dimana
beliau bersabda:
Maka hajar aswad adalah garis start sekaligus juga garis finis
dalam tawaf. Hajar Aswad maknanya adalah batu hitam. Batu itu kini
ada di salah satu sudut Ka`bah yang mulia yaitu di sebelah tenggara
dan menjadi tempat start dan finish untuk melakukan ibadah tawaf di
sekeliling Ka`bah.
10
dengan memiliki dua mata yang dapat melihat dan lidah yang dapat
berbicara. Dia akan memberikan kesaksian kepada siapa yang
pernah mengusapnya dengan hak." (HR Tirmizy, Ibnu Majah, Ahmad,
Ad-Darimi, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, At-Tabrani, Al-Hakim,
Al-Baihaqi, Al-Asbahani).
11
ke dalam bagian yang masih dianggap Ka’bah, seperti Hijir Ismail dan
Syadzarwan.
7. Berjalan Kaki Bagi Yang Mampu
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
12
MATERI THAHARAH II
Syarah hadis:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at- Tamimi
telah mengabarkan kepada kami Abu Khaitsamah dari Al-
A‟masy dari Syaqiq dari Hudzaifah dia berkata, “Aku pernah
berjalan bersama Nabi SAW, saat kami sampai di suatu tempat
pembuangan sampah suatu kaum beliau kencing sambil berdiri,
maka aku pun menjauh dari tempat tersebut. Setelah itu beliau
bersabda: Kemarilah.‟Aku pun menghampiri beliau hingga aku
berdiri di samping kedua tumitnya. Beliau lalu berwudhu
dengan menyapu atas sepasang khuf beliau.”
Syarah hadis:
Dahulu Abu Musa sangat keras dalam masalah kencing, dan dia
kencing dibotol, dia lalu berkata, 'Sesungguhnya Bani Israil apabila air
kencing lalu mengenai kulit mereka, niscaya mereka memotongnya
dengan gunting. Lalu (Hudzaifah) berkata, 'Sungguh saya ingin agar
sahabat kalian ini tidak terlalu keras dalam masalah ini. Sungguh, aku
te lah melihat Rasulullah SAW berjalan-jalan bersama kami, lalu beliau
mendatangi tempat pembuangan hajat di belakang suatu kebun, lalu
berdiri sebagaimana salah seorang dari kalian berdiri dan kencing, saat
aku menjauh dari beliau, maka beliau pun memberikan isyarat kepadaku
untuk mendekat, maka saya mendekat, lalu berdiri di samping tumit
beliau hingga beliau selesai kencing
3. Hadits Abu Daud No. 21
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar dan Muslim
bin Ibrahim mereka berdua berkata; Telah menceritakan
kepada kami Syu‟bah. Dan menurut jalur yang lain; Telah
menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Abu „Awanah dan ini adalah lafadz Hafsh dari
Sulaiman dari Abu Wa‟il dari Hudzaifah dia berkata;
Rasulullah SAW pernah mendatangi tempat pembuangan
sampah suatu kaum, lalu buang air kecil dengan berdiri,
kemudian beliau meminta untuk didatangkan air, lalu beliau
mengusap dua khufnya.” Abu Dawud berkata; Musaddad
berkata; Hudzaifah berkata; Lalu saya pergi menjauh dari
beliau, namun beliau memanggil saya hingga saya berada di
sisi tumitnya”.
Syarah hadis:
Pada hadis Khuzaifah dan al-Mughirah bin Syu‟bah menjelaskan
bahwa Rasulullah SAW suatu ketika pernah singgah pada tempat
pembuangan sampah suatu kaum lalu beliau kencing berdiri, sementara
pada hadis Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah
kencing dalam keadaan berdiri setelah turunnya Alquran. Jika dilihat dari
hadis tentang kencing berdirinya Rasulullah SAW sebagaimana dalam
riwayat al- Khuzaifah bin al- Yaman dan al-Mughirah bin Syu’bah dan
kencing duduknya Rasulullah SAW sebagaimna dalam riwayat Ibnu
Hasanah dan Amr bin al- Ash, menunjukkan bahwa memang terdapat
dua posisi kencing yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yaitu berdiri dan
duduk.
4. Hadits Tirmizi No. 12
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr berkata, telah
mengabarkan kepada kami Syarik dari Al Miqdam bin Syuraih
dari Bapaknya dari Aisyah ia berkata; “Barangsiapa
menceritakan kepada kalian bahwa Nabi SAW buang air kecil
dengan berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau
tidaklah buang air kecil kecuali dengan duduk.”
Syarah hadis:
Dalam bab ini ada juga hadis dari sahabat Umar dan Buraidah.
"Hadis Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini,
sedangkan hadis Umar diriwayatkan dari hadis Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; "Nabi SAW
pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian beliau
bersabda: "Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri, " maka
setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri." Hanya saja yang
memarfu'kan hadits ini adalah Abdul Karim bin Abul Mukhariq, dan dia
adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadis. Abu Ayyub As
Sikhtiyani juga telah melemahkan dan memperbincangkannya.
Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, ia berkata;
Umar RA berkata; "Aku tidak pernah kencing dengan berdiri sejak aku
masuk Islam." Dan hadis ini lebih shahih ketimbang hadis Abdul Karim,
sedangkan hadis Buraidah dalam bab ini tidaklah mahfudz (terjaga)."
Sedangkan makna larangan kencing berdiri adalah berkaitan dengan
tatakrama, bukan larangan yang bersifat pengharaman. Diriwayatkan dari
Abdullah bin Mas'ud, ia berkata; "Sesungguhnya termasuk perangai
buruk apabila kamu kencing dengan berdiri.
Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hujr dia berkata;
Telah memberitakan kepada kami Syarik dari Miqdam bin
Syuraih dari Ayahnya dari Aisyah dia berkata: “Barangsiapa
mengabarkan kepadamu bahwa Rasulullah SAW buang air
kecil sambil berdiri, jangan kamu mempercayainya. Karena
Rasulullah SAW tidak buang air kecil kecuali sambil duduk.
Syarah hadis:
Dalam bab ini ada juga hadis dari sahabat Umar dan Buraidah."
"Hadis Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini,
sedangkan hadis Umar diriwayatkan dari hadis Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; "Nabi
SAW pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian
beliau bersabda: "Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri,
" maka setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri."
"Hanya saja yang memarfu'kan hadis ini adalah Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dan dia adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadits.
Abu Ayyub As Sikhtiyani juga telah melemahkan dan
memperbincangkannya." Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari
Ibnu Umar, ia berkata; Umar RA berkata; "Aku tidak pernah kencing
dengan berdiri sejak aku masuk Islam." Dan hadis ini lebih shahih
ketimbang hadis Abdul Karim, sedangkan hadis Buraidah dalam bab ini
tidaklah mahfudz (terjaga)." Sedangkan makna larangan kencing berdiri
adalah berkaitan dengan tatakrama, bukan larangan yang bersifat
pengharaman. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata;
"Sesungguhnya termasuk perangai buruk apabila kamu kencing dengan
berdiri."
6. Hadits Ibnu Majah No. 303
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah
dan Suwaid bin Sa‟id dan Ismail bin Musa As Suddi mereka
berkata; telah menceritakan kepada kami Syarik dari Miqdam
bin Syuraih bin Hani‟ dari bapaknya dari Aisyah ia berkata;
“Barangsiapa menceritakan kepadamu bahwa Rasulullah SAW
kencing dengan berdiri maka janganlah engkau
membenarkannya, karena aku melihat beliau kencing dengan
duduk.”
DAFTAR PUSTAKA
Tasman, 2010, Studi Tentang Tingkat Pemahaman Pengalaman Thoharoh, Makassar:
UIN Alauddin
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, Cet.I: Kairo:
Mathba’ah as-Salafiyyah, 1400 H
Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qsyairy an- Nasisabury, 2001, Shahih Muslim,
(Cet.I: Kairo, Dar Ibnu al-Haitsam, 1422 H/2001 M
Sulaiman bin al-Asy’ast as-Sijistany Abu Daud, Sunan Abu Daud. Cet.I: Bandung:
Maktabah Dakhlan, T.Th Jld 1, Juz. 1
Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzy Abu Isa. Sunan at-Tirmidzy, Cet.II:
Semarang: PT. Toha Putra, T.Th
Ahmad bin Syu’aib ab-Nasa’I Abu Abdurrahman, Sunan an-Nasa’i, Dita’liq dan di
Tashih oleh Syaikh Nashiruddin al-Albany, Cet.I,: Riyadh Dar al-Ma’arif,
T.Th
MATERI THAHARAH I
A. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah
syara’ thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat
juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa
wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.
Thaharah secara umum. Dapat dilakukan dengan empat cara berikut.
1. Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada
dalam badan.
2. Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa.
3. Membersihkan hati dari akhlak tercela.
4. Membersihkan hati dari selain Allah.
Cara yang harus dipakai dalam membersihkan kotoran hadas dan najis
tergantung kepada kuat dan lemahnya najis atau hadas pada tubuh seseorang.
Bila najis atau hadas itu tergolong ringan atau kecil maka cukup dengan
membersihkan dirinya dengan berwudhu. Tetapi jika hadas atau najis itu
tergolong besar atau berat maka ia harus membersihkannya dengan cara
mandi janabat, atau bahkan harus membersihkannya dengan tujuh kali dan
satu di antaranya dengan debu. Kebersihan dan kesucian merupakan kunci
penting untuk beribadah, karena kesucian atau kebersihan lahiriah
merupakan wasilah (sarana) untuk meraih kesucian batin.
B. Najis
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan, sedangkan
menurut istilah adalah sesuatu yang haram seperti perkara yang berwujud cair
(darah, muntah muntahan dan nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur
dan qubul kecuali mani. Untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang kena
najis, terlebih dahulu akan diterangkan bahwa najis terbagi atas tiga bagian:
1
1. Najis mugallazah (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini
hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali di antaranya hendaklah dibasuh
dengan air yang dicampur dengan tanah.
2. Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak Iaki-Iaki yang belum
memakan makanan apa-apa selain susu ibu saja. Mencuci benda yang
kena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu,
meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum
memakan apa-apa selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh
sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis
dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
3. Najis Mutawassitah (pertengahan) yaitu najis yang lain daripada kedua
macam yang diatas. Najis ini dibagi menjadi dua bagian:
a. Najis hukmiah yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat,
bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering,
sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup
dengan mengalirkan air di atas benda yang kena itu.
b. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya,
kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat
ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan
menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.
C. Istinja’
1. Pengertian Istinja’
Buang hajat merupakan kebutuhan sehari- hari manusia, baik buang
air besar maupun buang air kecil, mungkin dalam sehari lebih dari sekali
2
besar ataupun kecil dalam kehidupan manusia. Termasuk buang hajat dan
istinja, bila selesai buang hajat, kita wajib ber-istinja, yaitu menghilangkan
bekas kotoran yang keluar dari salah satu lubang kemaluan, baik dubur
Apabila tidak ada air, bilas menggunakan batu. Dalam hadis telah
menurut pengertian syariat adalah bersuci setelah buang air besar atau
yang keluar dari kubul atau dubur dengan menggunakan air suci lagi
mensucikan atau batu yang suci atau benda-benda lain yang memiliki
fungsi sama dengan air dan batu. Selain istinja, ada lagi istilah istijmar,
istijmar, adalah cara bersuci yang diajarkan syariat Islam kepada orang
yang telah buang hajat. Dan hukum istinja adalah wajib bagi setiap orang
yang baru buang air besar ataupun buang air kecil, dengan air atau media
lainnya. Istinja yang baik adalah dengan air, bilas pula dengan batu.
(istijmar).
Untuk ber istijmar, batu dapat diganti dengan benda keras apapun
3
asal tidak haram dan punya sifat bisa menghilangkan najis. Pada zaman
memiliki kesamaan fungsi dengan batu dalam konteks sebagai alat istinja.
4
Menutup diri saat membuang hajat, seperti yang dijelaskan di dalam
hadits riwayat Al-Mugiroh bin Syu'bah di dalam Al-Shahihaini, dia
menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW menjauh sampai tertutup
dariku lalu membuang hajatnya"
Dibolehkan kencing dengan berdiri dan duduk. Kebolehan kencing
secara berdiri harus memenuhi dua syarat, yaitu: Pertama Aman dari
percikan kencing dan kedua Aman dari pandangan orang lain.
Hendaklah membersihkan kotoran dengan air dan batu (sesuatu yang
mengisap) sesudah membuang hajat.
Dimakruhkan berbicara saat berada di kakus/wc berdasarkan riwayat
bahwa seorang lelaki lewat di hadapan Nabi lalu dia mengucapkan salam
kepadanya namun beliau tidak menjawab salamnya". Dan pada saat itu
beliau sedang membuang hajatnya, dan beliau tidak menjawab sapaan
seseorang kecuali yang penting, seperti meminta air atau yang lainnya.
Mencuci tangan setelah membuang hajat berdasarkan suatu riwayat yang
menyebutkan bahwa apabila Nabi masuk wc maka aku membawakan
baginya sebuah bejana atau timba berisi air untuk buang hajat dengannya.
Abu Dawud berkata dalam hadis riwayat Waqi' "kemudian beliau
mengusapkan tangannya pada tanah" orang yang meriwayatkan hadits
berkata-kemudian aku membawa bejana lain baginya, maka beliau
berwudhu dengannya. Adanya tuntunan dalam masalah buang hajat ini
menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sangat sempurna. Tidak
ada yang tersisa dari problematika umat ini, melainkan telah dijelaskan
secara gamblang oleh Rasulullah SAW.
5
DAFTAR PUSTAKA
Tasman, 2010, Studi Tentang Tingkat Pemahaman Pengalaman Thoharoh, Makassar:
UIN Alauddin
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, Cet.I: Kairo:
Mathba’ah as-Salafiyyah, 1400 H
Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qsyairy an- Nasisabury, 2001, Shahih Muslim,
(Cet.I: Kairo, Dar Ibnu al-Haitsam, 1422 H/2001 M
Sulaiman bin al-Asy’ast as-Sijistany Abu Daud, Sunan Abu Daud. Cet.I: Bandung:
Maktabah Dakhlan, T.Th Jld 1, Juz. 1
Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzy Abu Isa. Sunan at-Tirmidzy, Cet.II:
Semarang: PT. Toha Putra, T.Th
Ahmad bin Syu’aib ab-Nasa’I Abu Abdurrahman, Sunan an-Nasa’i, Dita’liq dan di
Tashih oleh Syaikh Nashiruddin al-Albany, Cet.I,: Riyadh Dar al-Ma’arif,
T.Th
6
MATERI THAHARAH II
7
2. Hadits Muslim No. 402
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at- Tamimi
telah mengabarkan kepada kami Abu Khaitsamah dari Al-
A‟masy dari Syaqiq dari Hudzaifah dia berkata, “Aku pernah
berjalan bersama Nabi SAW, saat kami sampai di suatu tempat
pembuangan sampah suatu kaum beliau kencing sambil berdiri,
maka aku pun menjauh dari tempat tersebut. Setelah itu beliau
bersabda: Kemarilah.‟Aku pun menghampiri beliau hingga aku
berdiri di samping kedua tumitnya. Beliau lalu berwudhu
dengan menyapu atas sepasang khuf beliau.”
Syarah hadis:
Dahulu Abu Musa sangat keras dalam masalah kencing, dan dia
kencing dibotol, dia lalu berkata, 'Sesungguhnya Bani Israil apabila air
kencing lalu mengenai kulit mereka, niscaya mereka memotongnya
dengan gunting. Lalu (Hudzaifah) berkata, 'Sungguh saya ingin agar
sahabat kalian ini tidak terlalu keras dalam masalah ini. Sungguh, aku
te lah melihat Rasulullah SAW berjalan-jalan bersama kami, lalu beliau
mendatangi tempat pembuangan hajat di belakang suatu kebun, lalu
berdiri sebagaimana salah seorang dari kalian berdiri dan kencing, saat
aku menjauh dari beliau, maka beliau pun memberikan isyarat kepadaku
untuk mendekat, maka saya mendekat, lalu berdiri di samping tumit
beliau hingga beliau selesai kencing
3. Hadits Abu Daud No. 21
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar dan Muslim
bin Ibrahim mereka berdua berkata; Telah menceritakan
kepada kami Syu‟bah. Dan menurut jalur yang lain; Telah
menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Abu „Awanah dan ini adalah lafadz Hafsh dari
8
Sulaiman dari Abu Wa‟il dari Hudzaifah dia berkata;
Rasulullah SAW pernah mendatangi tempat pembuangan
sampah suatu kaum, lalu buang air kecil dengan berdiri,
kemudian beliau meminta untuk didatangkan air, lalu beliau
mengusap dua khufnya.” Abu Dawud berkata; Musaddad
berkata; Hudzaifah berkata; Lalu saya pergi menjauh dari
beliau, namun beliau memanggil saya hingga saya berada di
sisi tumitnya”.
Syarah hadis:
Pada hadis Khuzaifah dan al-Mughirah bin Syu‟bah menjelaskan
bahwa Rasulullah SAW suatu ketika pernah singgah pada tempat
pembuangan sampah suatu kaum lalu beliau kencing berdiri, sementara
pada hadis Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah
kencing dalam keadaan berdiri setelah turunnya Alquran. Jika dilihat dari
hadis tentang kencing berdirinya Rasulullah SAW sebagaimana dalam
riwayat al- Khuzaifah bin al- Yaman dan al-Mughirah bin Syu’bah dan
kencing duduknya Rasulullah SAW sebagaimna dalam riwayat Ibnu
Hasanah dan Amr bin al- Ash, menunjukkan bahwa memang terdapat
dua posisi kencing yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yaitu berdiri dan
duduk.
4. Hadits Tirmizi No. 12
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr berkata, telah
mengabarkan kepada kami Syarik dari Al Miqdam bin Syuraih
dari Bapaknya dari Aisyah ia berkata; “Barangsiapa
menceritakan kepada kalian bahwa Nabi SAW buang air kecil
dengan berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau
tidaklah buang air kecil kecuali dengan duduk.”
9
Syarah hadis:
Dalam bab ini ada juga hadis dari sahabat Umar dan Buraidah.
"Hadis Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini,
sedangkan hadis Umar diriwayatkan dari hadis Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; "Nabi SAW
pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian beliau
bersabda: "Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri, " maka
setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri." Hanya saja yang
memarfu'kan hadits ini adalah Abdul Karim bin Abul Mukhariq, dan dia
adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadis. Abu Ayyub As
Sikhtiyani juga telah melemahkan dan memperbincangkannya.
Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, ia berkata;
Umar RA berkata; "Aku tidak pernah kencing dengan berdiri sejak aku
masuk Islam." Dan hadis ini lebih shahih ketimbang hadis Abdul Karim,
sedangkan hadis Buraidah dalam bab ini tidaklah mahfudz (terjaga)."
Sedangkan makna larangan kencing berdiri adalah berkaitan dengan
tatakrama, bukan larangan yang bersifat pengharaman. Diriwayatkan dari
Abdullah bin Mas'ud, ia berkata; "Sesungguhnya termasuk perangai
buruk apabila kamu kencing dengan berdiri.
Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hujr dia berkata;
Telah memberitakan kepada kami Syarik dari Miqdam bin
Syuraih dari Ayahnya dari Aisyah dia berkata: “Barangsiapa
mengabarkan kepadamu bahwa Rasulullah SAW buang air
kecil sambil berdiri, jangan kamu mempercayainya. Karena
Rasulullah SAW tidak buang air kecil kecuali sambil duduk.
Syarah hadis:
10
Dalam bab ini ada juga hadis dari sahabat Umar dan Buraidah."
"Hadis Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini,
sedangkan hadis Umar diriwayatkan dari hadis Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; "Nabi
SAW pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian
beliau bersabda: "Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri,
" maka setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri."
"Hanya saja yang memarfu'kan hadis ini adalah Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dan dia adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadits.
Abu Ayyub As Sikhtiyani juga telah melemahkan dan
memperbincangkannya." Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari
Ibnu Umar, ia berkata; Umar RA berkata; "Aku tidak pernah kencing
dengan berdiri sejak aku masuk Islam." Dan hadis ini lebih shahih
ketimbang hadis Abdul Karim, sedangkan hadis Buraidah dalam bab ini
tidaklah mahfudz (terjaga)." Sedangkan makna larangan kencing berdiri
adalah berkaitan dengan tatakrama, bukan larangan yang bersifat
pengharaman. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata;
"Sesungguhnya termasuk perangai buruk apabila kamu kencing dengan
berdiri."
6. Hadits Ibnu Majah No. 303
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah
dan Suwaid bin Sa‟id dan Ismail bin Musa As Suddi mereka
berkata; telah menceritakan kepada kami Syarik dari Miqdam
bin Syuraih bin Hani‟ dari bapaknya dari Aisyah ia berkata;
“Barangsiapa menceritakan kepadamu bahwa Rasulullah SAW
kencing dengan berdiri maka janganlah engkau
membenarkannya, karena aku melihat beliau kencing dengan
duduk.”
11
DAFTAR PUSTAKA
Tasman, 2010, Studi Tentang Tingkat Pemahaman Pengalaman Thoharoh, Makassar:
UIN Alauddin
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, Cet.I: Kairo:
Mathba’ah as-Salafiyyah, 1400 H
Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qsyairy an- Nasisabury, 2001, Shahih Muslim,
(Cet.I: Kairo, Dar Ibnu al-Haitsam, 1422 H/2001 M
Sulaiman bin al-Asy’ast as-Sijistany Abu Daud, Sunan Abu Daud. Cet.I: Bandung:
Maktabah Dakhlan, T.Th Jld 1, Juz. 1
Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzy Abu Isa. Sunan at-Tirmidzy, Cet.II:
Semarang: PT. Toha Putra, T.Th
Ahmad bin Syu’aib ab-Nasa’I Abu Abdurrahman, Sunan an-Nasa’i, Dita’liq dan di
Tashih oleh Syaikh Nashiruddin al-Albany, Cet.I,: Riyadh Dar al-Ma’arif,
T.Th
12
MATERI
SYARAT DAN MAWANI HAJI
Agar ibadah haji diterima Allah Swt, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi. Tidak terpenuhinya salah satu dari syarat-syarat itu, maka ibadah haji itu
menjadi tidak sah, hampa dan tidak bermakna.
Diantara syarat-syarat itu ada yang sifatnya umum, berlaku untuk semua
orang. Dan ada yang sifatnya merupakan syarat khusus buat para wanita, yang
menjadi syarat tambahan.
A. Syarat Umum
Syarat umum adalah syarat yang berlaku untuk setiap orang yang ingin
mengerjakan haji dan berharap ibadahnya itu punya nilai serta diterima di sisi
Allah Swt. Maka syarat umum itu adalah :
1. Islam
٥ َع َملُ ۥهُ َوه َُو فِي ۡٱۡلٓخِ َرةِ مِنَ ۡٱل َٰ َخس ِِرين ِ ۡ َِو َمن يَ ۡكفُ ۡر ب
َ ِٱۡلي َٰ َم ِن فَقَ ۡد َحب
َ ط
َ َّ َ ش ۡيا َو َو َجد
ُٱَّلل ِعندَ ۥه َّ سبُهُ ٱل
َ ُظمۡ ا ُن َما ٓ ًء َحت َّ َٰ ٓى ِإذَا َجا ٓ َء ۥهُ َلمۡ َي ِج ۡده َ ب ِبقِي َع ٖة َي ۡح َ ََوٱ َّلذِينَ َكف َُر ٓواْ أ َ ۡع َٰ َملُ ُهمۡ ك
ِ ِۢ س َرا
٣٩ ب ِ سا َ ِس ِري ُع ۡٱلحَ ُٱَّلل َّ سابَ ۗۥهُ َو َ ِفَ َوفَّ َٰىهُ ح
1
Artinya: “Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana
fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-
orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan)
Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan
amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat
perhitungan-Nya
2. Aqil
3. Baligh
Syarat baligh ini merupakan syarat wajib dan bukan syarat sah.
Maksudnya, anak kecil yang belum baligh tidak dituntut untuk mengerjakan
haji, meski dia punya harta yang cukup untuk membiayai perjalanan ibadah
2
haji ke Mekkah.
Artinya: “Apabila seorang anak kecil mengerjakan ibadah haji maka dia
mendapat pahala haji itu hingga bila telah dewasa (baligh)
wajiblah atasnya untuk mengerjakan ibadah haji lagi. (HR. Al-
Hakim)
3
4. Merdeka
Sebab seorang budak tidak memenuhi banyak syarat wajib haji. Selain
karena budak tidak punya harta yang bisa membiayainya berangkat haji,
budak juga punya kewajiban untuk melayani tuannya. Bila budak berangkat
haji, maka hak tuannya menjadi terabaikan.
Budak tidak mendapat taklif dari Allah untuk menunaikan ibadah haji,
sebagaimana dia juga tidak diwajibkan untuk pergi berjihad di jalan Allah.
5. Mampu
4
Baitullah. (QS. Ali Imran : 97)
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI
SYARAT DAN MAWANI HAJI II
a. Kesehatan
Gugur Kewajiban
6
Maka orang yang kondisi fisiknya lemah, sakit-sakitan,
lumpuh, termasuk orang yang sudah tua renta dan orang buta,
semuanya tidak dibebankan kewajiban untuk melaksanakan ibadah
haji.
7
tunggangan, tetap wajib menunaikan ibadah haji meski dengan
mengutus orang lain sebagai badal atau pengganti. Kita
mengenalnya dengan istilah badal haji, insya Allah akan kita bahas
pada bab-bab berikut.
b. Harta
8
terlebih dahulu hutang kepada orang lain apabila seseorang punya
hutang. Baik hutang finansial kepada manusia, atau hutang finansial
kepada Allah, seperti zakat, diyat, denda kaffarah.
c. Keamanan
9
Karena di masa lalu, di tengah padang pasir itulah para penyamun
berkeliaran. Dan pihak keamanan negara tidak mungkin mengkover
seluruh sudut penjuru padang pasir. Sehingga kisah-kisah perjalanan
haji di masa lalu selalu dihiasi dengan kisah duka. Maka setiap kafilah
haji membutuhkan pengawalan ketat dari pihak-pihak keamanan.
Di masa sekarang ini nyaris tidak ada lagi orang yang berangkat
haji dengan menembus padang pasir naik unta. Karena di tengah padang
pasir itu membentang jalan-jalan tol yang lebar dengan aspal yang
mulus. Dan sebagian besar jamaah haji datang menggunakan pesawat
terbang.
10
sudah menempuh perjalanan panjang dari Madinah.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
11
MATERI
SYARAT DAN MAWANI HAJI III
B. Syarat Wanita
Khusus buat wanita, syarat istithaah (mampu) masih ada tambahan lagi,
yaitu adanya mahram dan izin dari suami atau ayah :
1. Bersama Suami Atau Mahram
Syarat bagi seorang wanita agar diwajibkan pergi haji adalah adanya
suami atau mahram yang menemani selama perjalanan haji.
Dari Nafi' dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu dari Nabi SAW, beliau
bersabda,"Janganlah seorang wanita bepergian selama tiga hari kecuali
bersama mahramnya. (HR. Ahmad)
Namun kesertaan suami atau mahram ini tidak dijadikan syarat oleh
As-Syafi'i, manakala seorang wanita bersama rombangan wanita yang
tsiqah. Artinya, seorang wanita yang punya teman-teman perjalanan
12
wanita yang terpecaya wajib menaunaikan ibadah haji. Syaratnya, para
wanita itu bukan hanya satu orang melainkan beberapa wanita.
13
Tetapi kita tahu persis bahwa setiap bulan ada puluhan ribu tenaga
kerja wanita (TKW) keluar masuk Saudi Arabia. Dan tidak ada satu pun
yang ditemani mahram. Padahal mereka bukan sekedar pergi haji atau
umrah yang dalam hitungan hari, melainkan mereka bermukim untuk
bekerja dalam hitungan waktu yang amat lama, bahkan bisa bertahun-
tahun.
Maka pendapat yang lebih tepat adalah mengatakan bahwa `illat dari
kewajiban adanya mahram adalah masalah keamanan. Selama aman, maka
tidak harus ada mahram. Tetapi biar pun ada mahram, kalau tidak aman,
maka tidak boleh bepergian.
14
mahram. Sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah SAW sendiri tentang
masa depan Jazirah Arabia.
Artinya: “Dari Adiy bin Hatim berkata; "Ketika aku sedang bersama
Nabi Saw tiba-tiba ada seorang laki-laki mendatangi beliau
mengeluhkan kefakirannya, kemudian ada lagi seorang laki-
laki yang mendatangi beliau mengeluhkan para perampok
jalanan". Maka beliau berkata: "Wahai Adiy, apakah kamu
pernah melihat negeri Al Hirah?". Aku jawab; "Aku belum
pernah melihatnya namun aku pernah mendengar beritanya".
Beliau berkata: "Seandainya kamu diberi umur panjang,
kamu pasti akan melihat seorang wanita yang mengendarai
kendaraan berjalan dari Al Hirah hingga melakukan thawaf di
Ka'bah tanpa takut kepada siapapun kecuali kepada Allah". (HR.
Bukhari)
15
Sedangkan wanita yang suaminya meninggal dunia, masa iddahnya adalah
4 bulan 10 hari. Selama masa iddah itu, seorang wanita diharamkan
menerima lamaran dari orang lain, dan tentunya diharamkan meninkah.
Selain itu yang terkait dengan masalah haji ini adalah bahwa wanita
yang sedang menjalani masa iddah diharamkan keluar dari rumah, apalagi
pergi haji. Hukumnya haram dan meski semua syarat telah terpenuhi,
namun hukumya tidak wajib menunaikan ibadah haji, bahkan meski sudah
bernadar.
2. Zaujiyah
16
Jumhur ulama mengatakan bahwa larangan suami agar istrinya tidak
berangkat haji hanya berlaku dalam haji yang hukumnya sunnah.
Sedangkan haji yang hukumnya wajib, seorang istri tidak membutuhkan
izin dari suaminya, hanya disunnahkan saja.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
17
MATERI
SHOLAT WAJIB
A. Definisi Shalat
Shalat menurut bahasa adalah doa,sedangkan menurut etimologinya sesuai
dengan apa yang di utarakan oleh Al Imam Rofi’i shalat itu adalah beberapa
pekejaan dan perkataan yang di buka dengan takbir dan di akhiri dengan salam
dengan syarat-syarat yang di khususkan.
Shalat yang wajib kita lakukan dalam sehari semalam ituada lima
sholat.yaitu solat dhuhur,ashar,maghrib,isya’dan shubuh.Shalat lima waktu adalah
rukun islam yang paling utama setelah dua kalimah syahadat. Dan wajib atas
setiap orang muslim laki-laki dan wanita dalam kondisi apapun, baik dalam
keadaan aman, takut, dalam keadaan sehat dan sakit, dalam keadaan
bermukim maupun musafir.
B. Syarat Wajib Mengerjakan Shalat
Tentang syarat- syarat wajib mengerjakan itu ada 3( tiga ) perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Baligh dan
3. Berakal.
C. Tanda-tanda baligh:
Muslim yang mukallaf adalah (yang baligh dan berakal), adapun tanda-
tanda baligh: di antaranya ada yang berlaku bagi laki-laki dan wanita, yaitu:
mencapai umur lima belas tahun, tumbuhnya bulu disekitar kemaluan, dan keluar
mani.Ada tanda khusus bagi laki-laki yaitu: tumbuhnya jenggot dan kumis.Dan
ada tanda khusus bagi wanita yaitu: hamil dan haid.
Anak kecil diperintahkan melaksanakan shalat apabila sudah berumur tujuh
tahun, dan boleh dipukul apabila tidak melaksanakan shalat saat sudah berumur
sepuluh tahun.
D. Syarat-Syarat Shalat
Syarat-Syarat Shalat:
1. Suci dari hadats kecil dan hadats besar.
2. Badan, pakaian, dan tempat shalat suci dari najis.
1
3. Masuknya waktu shalat.
4. Menutipi aurat dengan pakaian yang suci
5. Menghadap kiblat.
E. Rukun Shalat.
Tentang rukun shalat ini dirumuskan menjadi 13 perkara:
1. Niat, artinya menyegaja di dalam hati untuk melakukan shalat.
2. Berdiri, bagi orang yang kuasa ;(tidak dapat berdiri boleh dengan duduk
tidak dapat duduk boleh berbaring).
3. Takbiratul ihram, membaca "Allah Akbar", Artinya Allah maha Besar.
4. MembacaSurat Al-fatihah.
5. Rukun' dan thuma'ninah artinya membungkuk sehingga punggung menjadi
sama datar dengan leher dan kedua belah tangannya memegang lutut.
6. I'tidal dengan thuma'ninah.
7. Sujud dua kali dengan thuma'ninah.
8. Duduk diantara dua sujud dengan thuma'ninah.
9. Duduk untuk tasyahud pertama.
10. Membaca tasyahud akhir.
11. Membaca shalawat atas Nabi .
12. Mengucap salam yang pertama.
13. Tertib.
Keterangan:
1. Thuma'ninah yakni berhenti sejenak sekedar ucapan “subhanallah”.
2. Apabila meninggalkan salah satu rukun di atas, maka shalatnya batal, apabila
meninggalkan takbiratul ihram karena tidak tahu atau lupa, maka shalatnya
juga tidak sah.
3. Apabila meninggalkan salah satu rukun di atas karena lupa atau tidak tahu,
maka ia harus mengulangnya selama belum sampai pada rukun yang sama
pada rakaat berikutnya, jika tidak mengulang dan telah sampai pada rakaat
berikutnya maka rakaat kedua dianggap sebagai rakaat pertama, dan rakaat
sebelumnya batal, seperti orang yang lupa ruku' lalu sujud, maka wajib
baginya kembali ketika ia ingat kecuali jika ia telah sampai pada ruku' dalam
2
rakaat kedua, maka rakaat kedua menggantikan rakaat yang ia tinggalkan dan
ia wajib sujud sahwi setelah salam.
4. Membaca surat Al-Fatihah adalah rukun dalam setiap rakaat bagi imam
maupun shalat sendirian. Jika tidak membacanya maka rakaatnya batal,
adapun makmum, ia membacanya dengan pelan dalam setiap rakaat. Ketika
imam membacanya dengan keras, maka makmum harus mendengarkan
bacaan imam dan boleh tidak membacanya.
5. Selain rukun-rukun dan wajib-wajib yang telah disebutkan tentang sifat shalat,
maka hal itu merupakan sunnah, jika dikerjakan mendapat pahala, dan bila
meninggalkannya, ia tidak diberi sangsi, hal-hal tersebut adalah: sunnah-
sunnah perkataan dan perbuatan.
6. Adapun sunnah perkataan adalah: seperti doa istiftah, ta'awwudz, membaca
basmalah, mengucapkan amiin, membaca surat setelah fatihah, dan lainnya.
diantara sunnah-sunnah perbuatan adalah: mengangkat kedua tangan ketika
takbir pada tempat-tempat tersebut di atas, meletakkan tangan kanan di atas
tangan kiri ketika berdiri, duduk iftirasy dan tawaruk dan lainya.
F. Hal-hal yang membatalkan shalat
Adapun hal-hal yang membatalkan shalat, ialah:
1. Berkata-kata dengan sengaja selain bacaan shalat
2. Berhadats kecil maupun besar.
3. Terkena najis yang tidak bisa dimaafkan..
4. Sengaja meninggalkan sesuatu rukun atau syarat shalat tanpa `udzur.
5. Tertawa berbahak-bahak.
6. Makan dan minum.
7. Bergeraktiga kali berturut-turut.
8. Mendahului Imam sampai dua rukun.
9. Murtad, yakni keluar dari Islam.
10. Mengingkari kiblat.
G. Sujud Sahwi
1. Sujud sahwi: dua sujud dalam shalat fardhu atau sunnah, dilakukan pada
waktu duduk, setelahnya salam.
3
2. Hikmah disyari'atkannya: Allah menciptakan manusia mempunyai sifat lupa,
dan setan selalu berusaha merusak shalatnya dengan lebih, atau kurang, atau
ragu, dan Allah telah mensyari'atkan sujud sahwi untuk memarahkan setan,
menambal kekurangan, dan meridhakan Allah.
3. Lupa dalam shalat pernah terjadi pada nabi saw; karena hal itu merupakan
sifat kemanusiaan, oleh karena itu ketika lupa dalam shalatnya, beliau
bersabda: (aku tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, lupa seperti kamu
lupa, apabila aku lupa maka ingatkanlah aku) Muttafaq alaih.
4. Sebab-sebab sujud sahwi ada tiga: lebih, kurang, dan ragu.
4
dan sujud sahwi sebelum salam, apabila dugaannya lebih kuat pada salah
satu kemungkinan, maka harus melakukan yang lebih yakin, dan sujud
setelah salam.
5. Apabila melakukan sesuatu yang disyari'atkan bukan pada tempatnya,
seperti membaca al-Qur'an di waktu ruku', atau sujud, atau membaca tahiyat
di waktu berdiri, maka shalatnya tidak batal, dan tidak wajib sujud sahwi,
akan tetapi dianjurkan.
6. Apabila makmum ketinggalan imam dengan satu rukun atau lebih karena
ada halangan, maka harus melakukannya dan menyusul imamnya.
7. Pada waktu sujud sahwi membaca dzikir dan doa yang dibaca pada waktu
sujud shalat.
8. Apabila salam sebelum selesai shalat karena lupa, dan segera ingat, maka
wajib menyempurnakan shalat lalu salam, kemudian sujud sahwi, dan jika
lupa sujud sahwi kemudian salam, dan melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan shalat, baik bicara dan lainnya, maka harus sujud
sahwi kemudian salam.
9. Apabila wajib atasnya dua sujud, sebelum salam dan sesudahnya, maka
sujud sebelum salam.
10. Makmum sujud mengikuti imamnya, apabila makmum ketinggalan, dan
imam sujud sesudah salam, jika lupanya imam terjadi ketika ia sudah ikut
bersamanya, maka wajib sujud setelah salam, dan apabila lupanya imam
terjadi sebelum ia ikut shalat, maka tidak wajib sujud sahwi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ibrahim At-Tuwaijri dan Syaikh Muhammahad. 2008, Ringkasan Fiqih Islam.
Surabaya: Nurul Huda
Irwan Kurnuawan, 2009, Shalat Penyejuk Hati Menyelami Makna Shalat Dalam
Al-Quran, Bandung, Makrifat
5
MATERI II
SHOLAT WAJIB
H. Hukum shalat
Shalat lima waktu dalam sehari semalam wajib atas setiap muslim yang
mukallaf, baik laki-laki maupun wanita, kecuali wanita haid dan nifas sehingga
dia bersuci, dan merupakan rukun Islam yang paling utama setelah dua kalimah
syahadat. Hal ini dijelaskan dalam beberapa dalil:
1. Allah swt berfirman:
]١٠٣ : ﴾ [النساء١٠٣ علَى ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ ِك ٰت َبٗ ا َّم ۡوقُو ٗتا
َ صلَ ٰوة َ َكان َۡت
َّ إِ َّن ٱل.......
Artinya: “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman”. (QS. An Nisa': 103)
Dan firman Allah:
]٢٣٨ : ﴾ [البقرة٢٣٨ َّلِل ٰقَنِتِين َ ۡصلَ ٰوةِ ۡٱل ُوس
ِ َّ ِ ْط ٰى َوقُو ُموا ِ صلَ ٰ َو
َّ ت َوٱل َ ْ﴿ ٰ َح ِفظُوا
َّ علَى ٱل
Artinya: "Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (QS. al
Baqarah: 238)
2. Dari Abdullah bin Umar ra berkata: Rasulullah saw bersabda: "Islam
dibangun atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak
disembah dengan sebenarnya) selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah
hamba dan rasulNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menunaikan haji
ke baitullah, dan berpuasa di bulan ramadhan" Muttafaq alaih.
3. Dari Ibnu Abbas ra: bahwasanya Nabi saw mengutus Mu'adz ke Yaman dan
berkata: "Ajaklah mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak
disembah dengan sebenarnya) selain Allah dan bahwa aku adalah utusan
Allah, apabila mereka mentaatimu dalam hal tersebut, maka beritahukanlah
kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima kali
dalam sehari semalam …" Muttafaq alaih.
6
I. Jumlah shalat fardhu:
Allah mewajikan shalat pada malam isra' atas rasulullah saw tanpa perantara
siapapun, yaitu satu tahun sebelum hijrah, dan pada mulanya Allah mewajibkan
lima pulu kali shalat dalam sehari semalam atas setiap muslim, dan ini menujukkan
pentingnya shalat, dan kecintaan Allah kepadanya, kemudian diringankan
sampai menjadikannya lima kali dalam pelaksanaannya namun bernilai lima puluh
dalam pahala dengan karunia dan rahmatNya. Macam sholat yang wajib, yakni:
1. Shalat yang diwajibkan kepada setiap muslim laki-laki dan wanita dalam sehari
semalam adalah lima shalat, yaitu: Dhunur, Asar, Maghrib, Isya' dan Subuh.
2. Shalat yang di wajibkan atas kaum lelaki saja dalam satu minggunya yaitu solat
jum’at.
7
5. Waktu subuh: mulai sejak terbit fajar yang kedua hingga terbitnya matahari,
shalat ini lebih baik disegerakan, dan jumlahnya dua rakaat.
K. Cara mengetahui waktu shalat ketika tanda-tandanya tidak jelas:
1. Orang yang tinggal di sebuah negara di mana matahari tidak tenggelam sama
sekali pada musim panas dan tidak terbit pada musim dingin, atau di negara
yang siangnya terus-menerus selama enam bulan, dan malamnya terus-
menerus selama enam bulan misalnya, maka mereka tetap wajib melaksanakan
shalat lima kali dalam dua puluh empat jam, dan mengukur waktu
pelakasanaannya dengan negera terdekat di mana waktu shalat fardhu bisa
dibedakan antara satu waktu dengan yang lainnya.
2. Dari Buraidah ra dari nabi saw bahwasanya ada seseorang yang bertanya
kepada beliau tentang waktu shalat, beliau berkata padanya: “Shalatlah
bersama kami dua hari ini”, tatkala matahari tergelincir beliau menyuruh Bilal
untuk adzan, lalu memerintahkannya agar iqamah untuk shalat dhuhur,
kemudian menyuruhnya agar iqamah untuk shalat asar ketika matahari masih
tinggi, putih dan cerah, kemudian menyuruhnya iqamah untuk shalat magrib
ketika matahari telah tenggelam, kemudian menyuruhnya iqamah untuk shalat
isya ketika hilang mega merah, kemudian menyuruhnya iqamah utuk shalat
subuh ketika terbit fajar. Pada hari kedua, beliau menyuruhnya shalat dhuhur
ketika hari sudah agak sore, dan shalat asar ketika matahari masih tinggi, di
mana beliau mengakhirkan pelaksanaan shalat lebih dari hari sebelumnya, dan
shalat magrib dilaksanakan sebelum hilangnya mega merah, dan shalat isya'
setelah sepertiga malam berlalu, dan shalat subuh setelah suasana agak
terang.Kemudian beliau bersabda: “Di manakah orang yang (sebelumnya)
bertanya tentang waktu shalat?” lalu seseorang berkata: "Saya wahai
rasulullah!, beliau bersabda: ((Waktu shalat kalian antara yang kalian lihat)).
(HR. Muslim).
3. Apabila panas menyengat, maka sunnah mengakhirkan shalat dhuhur hingga
dekat waktu asar, berdasarkan sabda Rasulullah saw :“Apabila panas
menyengat, maka shalatlah ketika suasana menjadi dingin, karena teriknya
panas adalah dari hembusan neraka Jahannam”. (Muttafaq alaih)
8
L. Hikmah disyari'atkannya shalat
1. Shalat adalah cahaya, sebagaimana cahaya bisa menyinari, maka demikian pula
shalat dapat menunjukkan kepada kebenaran, mencegah dari maksiat, dan
mencegah perbuatan keji dan mungkar.
2. Shalat merupakan hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya, ia adalah
tiang agama, seorang muslim bisa mendapatkan lezatnya bermunajat dengan
tuhannya ketika shalat, sebab jiwanya menjadi tenang, hatinya tentram,
dadanya lapang, keperluannya terpenuhi, dan dengannya sesorang bisa tenag
dari kebimbangan dan problematika duniawi.
3. Secara lahiriyah Shalat berkaitan dengan perbuatan badan seperti berdiri,
duduk, ruku', sujud, dan semua perkataan dan perbuatan. Dan secara bathiniyah
berkaitan dengan hati, yaitu dengan mengagungkan Allah swt,
membesarkanNya, takut, cinta, taat, memuji, dan bersyukur kepadaNya,
bersikap merendah dan patuh kepada Allah. Perbuatan dzahir bisa terwujud
dengan melakukan apa yang diajarkan oleh Nabi saw dalam shalat, sedangkan
yang batin bisa dicapai dengan bertauhid dan beriman, ikhlas dan khusyu'.
4. Shalat mempunyai jasad dan ruh. Adapun jasadnya adalah berdiri, ruku', suju,
dan membaca bacaan. Adapun rohnya adalah: Mengagungkan Allah, takut
memuji, memohon, meminta ampun kepadaNya, memujaNya, mengucapkan
shalawat dan salam kepada rasulNya, keluarga beliau, dan hamba-hamba Allah
yang shalih.
5. Allah memerintahkan kepada hambaNya setelah mengucapkan dua syahadah
untuk mengikat kehidupannya dengan empat perkara (shalat, zakat, puasa, dan
haji) dan inilah rukun Islam, dan setiap ibadah tersebut membutuhkan latihan
dalam mewujudkan perintah Allah pada jiwa manusia, harta, syahwat, dan
tabi'atnya; agar dirinya menjalani hidupnya sesuai dengan perintah Allah dan
RasulNya dan apa yang dicintai oleh Allah dan RasulNya, bukan menurut hawa
nafsunya.
6. Di dalam shalat, seorang muslim mewujudkan perintah Allah pada setiap
anggota badannya, hal itu agar dirinya terbiasa taat kepada Allah dan
melaksanakan perintahnya dalam segala aspek kehidupanya, pada prilaku,
9
pergaulan, makanan, pakaiannya dan seterusnya sehingga ia terbentuk menjadi
pribadi yang taat kepada tuhannya di dalam shalat maupun di luar shalatnya.
7. Shalat mencegah dari perbuatan mungkar dan merupakan sebab dihapuskannya
kesalahan.
8. Dari Abu Hurairah ra: “bahwasanya beliau mendengar
Rasulullah saw bersabda: "Bagaimana pendapatmu apabila seandainya di
depan pintu salah seorang dari kalian terdapat sungai, dimana ia mandi pada
sungai tersebut setiap hari sebanyak lima kali, adakah daki yang akan tersisa
pada badannya? Mereka menjawab: "Daki mereka tidak akan tersisa
sedikitpun". Rasulullah bersabda: "Demikianlah perumpamaan shalat lima
waktu, Allah menghapuskan dosa-dosa dengannya."
M. Hukum orang yang mengingkari wajibnya shalat atau meninggalkannya:
Barangsiapa yang mengingkari wajibnya shalat maka ia telah kafir, begitu
pula orang yang meninggalkannya karena meremehkan dan malas. Apabila ia tidak
mengetahui hukumnya maka diajari, namun apabila dia mengetahui tentang
wajibnya tetapi tetap meninggalkannya, maka ia disuruh bertaubat selama tiga hari,
kalau menolak untuk taubat maka barulah dibunuh. Sebagaimana dalil-dalil di
bawah ini:
1. Allah SWTberfirman:
10
yang baru masuk Islam dan tidak berkumpul dengan kaum
muslimin (ulama’) sesaatpun.yang memungkinkan tidak sampainya berita
tentang wajibnya shalat padanya dalam masa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ibrahim At-Tuwaijri dan Syaikh Muhammahad. 2008, Ringkasan Fiqih Islam.
Surabaya: Nurul Huda
Irwan Kurnuawan, 2009, Shalat Penyejuk Hati Menyelami Makna Shalat Dalam
Al-Quran, Bandung, Makrifat
11
MATERI
RUKUN HAJI
A. Pengertian Rukun
1. Bahasa
Rukun juga sering disebut sebagai anggota dari suatu badan, atau
al-jawarih ()اﻟﺠﻮارح. Hal itu seperti yang disebutkan di dalam hadits
riwayat Muslim :
2. Istilah
Sehingga rukun haji haji adalah segala hal yang tanpa perbuatan
itu membuat ibadah haji menjadi tidak sah. Atau dengan kata lain :
Segala hal yang tanpanya membuat sebuah ibadah haji menjadi tidak
sah berarti adalah rukun haji.
1
Para ulama berbeda-beda pendapat ketika menyebutkan apa saja yang
termasuk rukun haji. Ada beberapa ritual haji yang mereka menyepakatinya
sebagai yang termasuk rukun haji. Dan ada juga ritual-ritual yang mereka
tidak menyepakatinya sebagai rukun haji.
1. Mazhab Al-Hanafiyah
3. Mazhab Asy-Syafi’iyah
4. Mazhab Al-Hanabilah
Mazhab Al-Hanabilah menetapkan bahwa rukun haji itu ada empat
perkara, sama dengan apa yang telah ditetapkan oleh mazhab Al-
Malilkiyah. Rukun-rukun itu adalah berihram, rukun kedua adalah wuquf
di Arafah, rukun ketiga adalah tawaf ifadhah, dan rukun keempat adalah
sa’i antara Shafa dan Marwah.
2
Kesimpulan dan Perbandingan
6. Tertib - - Rukun -
C. Ihram
3
berbuat fasik dan berbantah-bantahan (QS. Al-Baqarah: 197)
Di luar itu setelah bertahallul, maka ihram pun sudah selesai. Para
jamaah haji sudah boleh mengerjakan kembali hal-hal yang tadinya
dilarang, sebagaimana firman Allah SWT :
4
Orang yang sekedar pergi umrah di luar musim haji tidak perlu
melakukan wuquf di Arafah. Kalau pun mereka mendatanginya, sekedar
melihat-lihat dan tidak ada kaitannya dengan ibadah ritual.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI
RUKUN HAJI II
E. Tawaf
Ada banyak jenis thawaf, namun yang termasuk rukun dalam ibadah
haji adalah thawaf ifadhah :
Thawaf ifadah dikerjakan oleh jamaah haji setelah kembali dari
mengerjakan wuquf di padang Arafah dan bermalam di Muzdalifah.
Thawaf ifadhah ini termasuk hal yang bisa ditinggalkan maka
rangkaian ibadah haji tidak sah, dan tidak bisa digantikan oleh orang
lain.
Thawaf ifadhah ini sering juga disebut dengan tawaf Ziarah, thawaf
rukun, dan juga disebut sebagai thawaf fardhu.
Sedangkan jenis-jenis thawaf yang lain juga disyariatkan namun
tidak termasuk ke dalam rukun haji, misalnya thawaf qudum, thawaf
wada’, thawaf tahiyatul masjid dan lainnya.
Thawaf qudum adalah thawaf kedatangan pertama kali di kota
Mekkah, khusus dikerjakan oleh selain penduduk Mekkah.
Hukumnya sunnah.
Thawaf wada’, adalah thawaf yang dikerjakan manakala jamaah haji
akan segera meninggalkan kota Mekkah. Hukumnya sunnah.
Thawaf tahiyatul masjid adalah thawaf yang dikerjakan setiap
seseorang masuk ke dalam masjid Al-Haram Mekkah, sebagai pengganti
dari shalat tahiyatul masjid. Hukumnya juga sunnah.
F. Sa’i
6
menyebutkan bahwa sa’i bukan termasuk rukun dalam ibadah haji.
Secara istilah fiqih, ritual ibadah sa’i didefinisikan oleh para ulama
sebagai:
Dasar dari ibadah sa’i adalah firman Allah SWT di dalam Al-Quran
Al-Kariem:
Selain itu juga ada hadits nabi SAW yang memerintahkan untuk
melaksanakan ibadah sa’i dalam berhaji.
Artinya: “Bahwa Nabi SAW melakukan ibadah sa’i pada ibadah haji beliau
antara Shafa dan Marwah, dan beliau bersabda,”Lakukanlah
ibadah sa’i, karena Allah telah mewajibkannya atas kalian. (HR.
Ad-Daruquthuny)
Rukun sa’i adalah berjalan tujuh kali antara Shafa dan Marwah
menurut jumhur ulama. Dasarnya adalah apa yang dikerjakan oleh
Rasulullah SAW bahwa beliau melaksanakan sa’i tujuh kali. Dan juga
didsarkan atas apa yang telah menjadi ijma’ di antara seluruh umat Islam.
Bila seseorang belum menjalankan ketujuh putaran itu, maka sa’i itu
7
tidak sah. Dan bila dia telah meninggalkan tempat sa’i, maka dia harus
kembali lagi mengerjakannya dari putaran yang pertama. Dan tidak boleh
melakukan tahallul bila sa’i belum dikerjakan.
Mimpi Nabi SAW dibenarkan oleh Allah SWT sebagai bagian dari
wahyu dan risalah. Di dalam mimpi itu, beliau SAW melihat diri beliau dan
para shahabat mencukur gundul kepala mereka dan sebagiannya
mengunting tidak sampai habis. Dan semua itu dalam rangka ibadah haji di
Baitullah Al-Haram.
8
Kalau pun perbuatan itu dilakukan, hukumnya sekedar dibolehkan
saja, setelah sebelumnya dilarang. Sebagaimana orang yang sudah selesai
dari ihram umrah atau ihram haji boleh memakai parfum, atau boleh
melepas pakaian ihram berganti dengan pakaian lain, atau juga sudah boleh
memotong kuku, mencabut bulu dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
9
MATERI
HAJI UMRAH
A. Pengertian Haji dan Umrah
Ibadah haji dan umrah adalah dua jenis ibadah yang memiliki banyak
persamaan, namun sekaligus juga punya banyak perbedaan yang prinsipil Kita
akan awali buku ini dengan membahas satu persatu.
Tentang pengertian haji dan umrah, dengan membahas dimana letak
persamaan dan perbedaan antara keduanya, serta bagaimana keduanya
disyariatkan di dalam agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
1. Pengertian Haji
Secara bahasa, kata haji bermakna al-qashdu, yang artinya
menyengaja, atau menyengaja melakukan sesuatu yang agung. Dikatakan
hajja ilaina fulan ( )ﺣﺞّ إﻟﯿﻨﺎ ﻓﻼنartinya fulan mendatangi kita. Dan makna
Ziarah
Yang dimaksud dengan ziarah adalah mengadakan perjalanan (safar)
dengan menempuh jarak yang biasanya cukup jauh hingga
meninggalkan negeri atau kampung halaman, kecuali buat penduduk
Mekkah.
Tempat Tertentu
1
Baitullah Kota Makkah Al-Mukarramah, Padang Arafah, Muzdalifah
dan Mina
Waktu Tertentu
Yang dimaksud dengan waktu tertentu adalah bahwa ibadah haji
hanya dikerjakan pada bulan-bulan haji, yaitu bulan Syawal,
Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Amalan Tertentu
Yang dimaksud dengan amalan tertentu adalah rukun haji, wajib haji
dan sunnah seperti thawaf, wuquf, sai, mabit di Mina dan
Muzdalifah dan amalan lainnya.
Niat Ibadah
Semua itu tidak bernilai haji kalau pelakunya tidak meniatkannya
sebagai ritual ibadah kepada Allah SWT
2. Pengertian Umrah
2
Mendatangi Ka’bah untuk melaksanakan ritual ibadah yaitu
melakukan thawaf dan sa’i
B. Perbedaan Haji dan Umrah
Lantas apa perbedaan antara ibadah haji dan ibadah umrah?
Setidak-tidaknya ada empat perbedaan utama antara ibadah haji dan
ibadah umrah. Dan untuk lebih detail tentang perbedaan haji dan umrah, bisa
kita rinci menjadi :
1. Haji Terikat Waktu Tertentu
3
melibatkan tempat-tempat manasik lainnya, di luar kota Mekkah. Dalam
ibadah haji, selain kita wajib bertawaf di Ka'bah dan Sa'i di Safa dan
Marwah yang posisinya terletak masih di dalam masjid Al-Haram, kita
juga wajib mendatangi tempat lain di luar kota Mekkah, yaitu Arafah,
Muzdalifah dan Mina.
4
3. Hukum
Bahkan ibadah haji merupakan salah satu dari rukun Islam. Dimana
orang yang mengingkari kewajiban atas salah satu rukun Islam, dan haji
termasuk di antaranya, bisa dianggap telah keluar dari agama Islam.
Perbedaan yang lain antara ibadah haji dan umrah adalah dari segi
durasi atau lamanya kedua ibadah itu. Secara teknis praktek di lapangan,
rangkaian ritual ibadah haji lebih banyak memakan waktu dibandingkan
dengan ibadah umrah. Orang melakukan ibadah haji paling cepat
5
dilakukan minimal empat hari, yaitu tanggal 9-10-11-12 Dzulhijjah. Itu
pun bila dia mengambil nafar awal. Sedangkan bila dia mengambil nafar
tsani, berarti ditambah lagi menjadi 5 hari.
Ibadah haji membutuhkan kekuatan fisik yang lebih besar dan lebih
kondisi kesehatan tubuh yang prima. Hal itu karena ritual ibadah haji
memang jauh lebih banyak dan lebih rumit, sementara medannya pun
juga tidak bisa dibilang ringan, ssehingga ritualnya pun juga sedikit lebih
sulit untuk dikerjakan.
6
seringkali terjadi dorong-dorongan hingga menimbulkan korban nyawa
yang tidak sedikit.
Semua itu tidak terjadi dalam ibadah umrah, karena tidak ada
tumpukan massa berjuta dan tidak sampai terjadi pergerakan massa dari
satu tempat ke tempat lain. Sebab Ka'bah dan Safa Marwah berada di satu
titik, yaitu di dalam masjid Al-Haram.
Kalau kita buat tabel perbedaan haji dan umrah, kira-kira hasilnya
sebagai berikut :
HAJI UMRAH
Waktu Tanggal 10-13 Dzulhijjah Setiap saat
7
Tasyrik
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
8
MATERI
HAJI DAN UMRAH II
C. Dalil Disyari’atkannya Haji dan Umrah
1. Dalil Al-Quran
ُۢ
ِﺎس َ اﻣ ٗﻨ ۗﺎ
ِ ِ َِّو ِ َّّلِلِِ َﻋلَىِٱﻟﻨ ِ ِو َﻣنِدَ َخلَ ِهۥُِ َكﺎنَ ِ َء َ َۖ تِ َّﻣقَﺎ ُمِ ِإ ۡب َٰ َﺮهٞ َﻓِﯿ ِِهِ َءا َٰﯾَتُ ِبَ ِﯿّ َٰﻨ
َ ِﯿم
ِي ِ َﻋ ِن َِّ ِ ِو َﻣن ِ َكفَ َﺮ ِﻓَإِ َّن
ٌّ ٱّلِلَ ِ َغ ِﻨ َ ﯿﻼ ۚ ٗ س ِب
َ ِ ع ِإِﻟَ ۡﯿ ِه
َِ طﺎ َ َ ٱستۡ ِ ت ِ َﻣ ِن ِِ ِﺣ ُّﺞ ِ ۡٱﻟ َب ۡﯿ
ِِ٩٧َِِۡٱﻟ َٰعَلَ ِﻤﯿن
Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)
maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu)
menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.
Kata "bagi Allah atas manusia" adalah shighah ilzam wa ijab (إﯾﺠﺎب
)ﺻﯿﻐﺔ إﻟﺰام و, yaitu ungkapan untuk mengharuskan dan mewajibkan.
Apalagi ditambah dengan ungkapan pada bagian akhir ayat, yaitu kalimat
"siapa yang mengingkari (kafir)". Jelas sekali penegasan Allah dalam
kalimat itu bahwa haji adalah kewajiban dan menentang kewajiban haji
ini menjadi kafir.
9
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan mufassirin dan fuqaha
tentang kapan turunnya ayat ini. Sebagian dari mereka, seperti mazhab
As-Syafi’iyah, menyebutkan bahwa ayat ini turun di tahun keenam
hijriyah. Dan karena Rasulullah SAW melaksanakan haji di tahun
kesepuluh hijriyah, maka dalam pandangan mazhab ini, kewajiban haji
sifatnya boleh ditunda.
Selain ayat quran di atas, haji juga disyariatkan lewat hadits yang
menjadi intisari ajaran Islam.
10
Allah SWT untuk mengerjakannya.
11
tidak melaksanakannya, maka jangan menyesal kalau mati
dalam keadaan yahudi atau nasrani. (HR. Tirmizy)
Dan bila sangat tidak yakin apakah nanti masih bisa berangkat haji,
entah karena takut hartanya hilang atau takut nanti terlanjur sakit dan
sebagainya, maka menundanya haram.
12
bersama 124 ribu shahabat baru melakukannya di tahun kesepuluh sejak
peristiwa hijrah.
Itu berarti, terjadi penundaan selama 4 tahun, dan itu bukan waktu
yang pendek. Padahal Rasulullah Saw sejak peristiwa Fathu Mekkah di
tahun kedelapan hijriyah sudah sangat mampu untuk melaksanakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
MATERI
13
E. Keutamaan Haji
Hadits ini bisa dipahami dengan dua cara. Cara pertama, memang
orang yang pergi haji itu pasti tidak fakir, sebab orang yang fakir tidak
mungkin pergi haji. Kalau pun ada orang fakir yang bisa pergi haji,
bagaimana pun cara mendapatkan hartanya, yang pasti ketika dia bisa
berangkat haji, maka saat itu dia bukan orang yang fakir.
Cara kedua, terkadang di antara hikmah bagi orang yang pergi haji
itu bisa mendapat motivasi untuk bekerja lebih giat. Sebab belum pernah
ada orang yang ketika pulang dari menunaikan ibadah haji lalu bilang
sudah kapok. Selalu saja para jemaah haji punya keinginan untuk
kembali lagi. Dan keinginan itu memberi motivasi untuk bekerja giat
mencari rejeki lebih banyak.
Dan ada juga yang menafsirkan hadits ini apa adanya, yaitu kalau
mau kaya, pergi haji saja secepatnya. Sebab pergi haji memang akan
mendatangkan rejeki yang lebih banyak lagi.
14
Dan hanya Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu makna hadits ini
sesungguhnya.
Jihad fi sabilillah adalah salah satu ibadah yang amat istimewa dan
berpahala besar. Namun memang wajar apabila seorang berjihad
mendapatkan karunia dan balasan yang amat besar, mengingat berjihad
itu sangat berat. Selain harus meninggalkan kampung halaman, jauh dari
anak dan istri, untuk berjihad juga dibutuhkan kekuatan, kemampuan,
keterampilan serta yang lebih penting adalah jihad membutuhkan harta
yang cukup banyak.
15
bercucuran air mata saat dinyatakan tidak layak untuk ikut dalam jihad.
Artinya “Jihadnya orang yang sudah tua, anak keecil dan wanita adalah
haji dan umrah.” (HR an-Nasaai)
Selain pendek jadi mudah diingat, hadits ini juga tegas memastikan
bahwa ibadah haji yang dikerjakan dengan benar (mabrur) akan
mendapat balasan berupa surga.
16
Sesungguhnya cukup satu hadits ini saja sudah bisa memberi
motivasi kuat bagi setiap muslim untuk menunaikan ibadah haji ke
baitullah.
Bayi yang baru lahir tentu tidak pernah punya dosa. Kalau pun bayi
iti dipanggil Allah Swt, pasti masuk surga. Siapa yang tidak ingin menjadi
seperti bayi kembali, hidup di dunia tanpa menanggung dosa. Sehingga
kalau pun Allah SWT memanggil, sudah pasti tidak akan ada pertanyaan
ini dan itu dari malaikat, karena toh memang tidak punya dosa.
17
“Kemudian apa?” Jawab beliau, “Haji mabrur.”(HR
Bukhari dan Muslim)
Inilah salah satu kehormatan yang hanya Allah berikan kepada para
jamaah haji dan umrah, yaitu mendapat gelar sebagai tamu-tamu Allah.
Nabi SAW bersabda :
Artinya: “Para jamaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Allah
menyeru mereka lalu mereka pun menyambut seruan-Nya;
mereka meminta kepada-Nya lalu Dia pun
memberinya.”(Shahihul-Jami’)
Kalau jamaah haji dan umrah menjadi tamu Allah, tentunya mereka
mendapatkan semua pelayanan dari Allah. Salah satu bentuk pelayanan
dari Allah adalah apabila sang tamu punya hajat dan keinginan, tentunya
tuan rumah akan malu kalau tidak meluluskannya.
Maka para jamaah haji dan umrah adalah orang-orang yang punya
fasilitas khusus untuk bisa meminta kepada tuan rumah, yaitu Allah
SWT. Dan kalau sang tamu datang meminta diampuni, jelas sekali sudah
merupakan kewajiban Allah untuk meluluskan hajat sang tamu, yaitu
mengampuni semua dosa-dosa yang telah lalu.
Satu lagi keutamaan orang yang melakukan ibadah haji yang juga
18
teramat istimewa, yaitu para jamaah haji itu dibanggakan oleh Allah Swt.
di depan para malaikatnya.
Apa yang telah Allah SWT banggakan di depan para malaikat itu
dihancurkan sendiri oleh dirinya sendiri, dengan masih saja melakukan
maksiat, menipu, mengambil harta orang, korupsi, makan uang rakyat,
mencaci orang, memaki, menyakiti hati orang, dan berbagai perbuatan
busuk lainnya.
19
pergi haji.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
20
MATERI
PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan
Pernikahan atau perkawinan ialah akad yang menghalalkan
pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan yang bukan mahram. Nikah adalah salah satu asas pokok
hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna.
Pernikahan itu bukan saja merupakan suatu jalan yang amat mulia untuk
mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat di pandang
sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum
lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan
antara satu dengan yang lainnya.
Untuk lebih jelasnya maka penulis akan memberikan penjabaran
tentang perkawinan baik secara bahasa maupun istilah, adapun pengertian
kawin yakni:
1. Secara Bahasa
Kata nikah berasal dari bahasa arab نكاحyang merupakan
masdar atau asal dari kata kerja نكحsinonomnya تزوجkemudian
diterjemahkan kedalam bahasa indonesia dengan perkawinan. Kata nikah
telah dibakukan menjadi bahasa Indonesia. Oleh karena itu, secara sosial
kata pernikahan dipergunakan dalam berbagai upacara perkawinan. Di
samping itu, kata pernikahan tampak lebih etis dan agamis di banding
dengan kata perkawinan. Kata perkawinan lebih cocok dipergunakan
untuk makhluk selain manusia.
Dalam bahasa Indonesia, seperti yang dapat dibaca dalam
beberapa kamus di antaranya Kamus Umum Bahasa Indonesia, kawin
diartikan dengan a) perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami
istri; nikah b) sudah beristri atau berbini c) dalam bahasa pergaulan artinya
bersetubuh. Pengertian senada juga dijumpai dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Kawin diartikan dengan a) menikah b) cak bersetubuh c)
1
berkelamin (untuk hewan). Perkawinan adalah: a) pernikahan; hal (urusan
dan sebagainya) kawin; b) pertemuan hewan jantan dan hewan betina
secara seksual. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kawin diartikan
dengan “menjalani kehidupan baru dengan bersuami atau istri, menikah,
melakukan hubungan seksual, bersetubuh.
2. Secara Istilah
Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi,
diantaranya adalah:
a) Menurut Syara’
Perkawinan adalah akad yang ditetapkan syara’ untuk
membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan
dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.
b) Menurut Abu Yahya Zakariaya Al-Anshary
Perkawinan menurut istilah syara’ ialah akad yang
mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan
lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya.
c) Menurut Zakiah Daradjat
Perkawinan adalah akad yang mengandung ketentuan
hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau tazwij
atau semakna dengan keduanya.
d) Menurut Anwar Harjono
Perkawinan adalah bahasa Indonesia yang umum dipakai
dalam pengertian yang sama dengan nikah atau zawaj dalam istilah
fiqh. Para fuqaha dan mazhab empat sepakat bahwa makna nikah atau
zawaj adalah suatu akad atau suatu perjanjian yang mengandung arti
tentang sahnya hubungan kelamin dan untuk melanjutkan keturunan.
e) Menurut Slamet Abidin dan Aminudin terdapat beberapa definisi,
yaitu sebagai berikut:
1) Ulama Hanafiah mendefinisikan perkawinan sebagai suatu akad
yang berguna untuk memiliki Mut’ah dengan sengaja. Artinya,
2
seoarang laki-laki dapat menguasai perempuan dengan seluruh
anggota badannya untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan.
2) Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa perkawinan adalah suatu
akad dengan menggunakan lafaz nikah atau zauj, yang
menyimpan arti memiliki. Artinya dengan pernikahan, seseorang
dapat memiliki atau mendapatkan kesenangan dari pasangannya.
3) Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa perkawinan adalah suatu
akad yang mengandung arti mut’ah untuk mencapai kepuasan
dengan tidak mewajibkan adanya harga.
4) Ulama Hanabilah mengatakan bahwa perkawinan adalah akad
dengan menggunakan lafaz nikah atau tazwij untuk mendapatkan
kepuasan, artinya seorang laki-laki dapat memperoleh kepuasan
dari seorang perempuan dan sebaliknya. Dalam pengertian di atas
terdapat kata-kata milik yang mengandung pengertian hak untuk
memiliki melalui akad nikah. Oleh karena itu, suami-istri dapat
saling mengambil manfaat untuk mencapai kehidupan dalam
rumah tangganya yang bertujuan membentuk keluarga sakinah
mawaddah warahma di dunia.
B. Macam-Macam Perkawinan
Pernikahan mempunyai berbagai jenis dan cara. Dilihat dari sifatnya
jenis-jenis pernikahan terdiri dari beberapa macam, yaitu:
1. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah adalah akad yang dilakukan oleh seoarang laki-
laki terhadap perempuan dengan menggunakan lafaz “tamattu, istimta”
atau sejenisnya. Ada yang menyatakan nikah mut’ah disebut juga kawin
kontrak (muaqqat) dengan jangka waktu tertentu atau tak tertentu, tanpa
wali maupun saksi. Dinamakan mut’ah karena laki-lakinya bermaksud
untuk bersenang-senang secara temporer.
Nikah mut’ah menurut Abdul Wahab merupakan perkawinan
yang dilarang (bathil). Larangan tersebut telah disepakati oleh jumhur
ulama dengan menyatakan bahwa tidak ada yang mengakui perkawinan
3
tersebut. haramnya nikah mut’ah menurut seluruh imam mazhab diantara
beberapa alasannya adalah: 1) nikah mut’ah tidak sesuai dengan yang
dimaksudkan oleh Al-Quran, 2) banyaknya hadits yang dengan tegas
menyebutkan haramnya nikah mut’ah. 3) nikah mut’ah sekedar bertujuan
pelampiasan syahwat, bukan untuk mendapatkan keturunan dan
memeliharanya. Serta masih banyak lagi alasan-alasan lain yang
memperkuat tentang haramnya nikah mut’ah.
2. Nikah Muhallil
Muhallil disebut juga dengan istilah kawin cinta buta, yaitu
seseorang laki-laki mengawini perempuan yang telah ditalak tiga kali
sehabis masa iddahnya kemudian menalaknya dengan maksud agar
mantan suaminya yang pertama dapat menikah dengan dia kembali.
Mantan suaminya menyuruh orang lain menikahi bekas istrinya yang
sudah ditalak tiga, kemudian berdasarkan perjanjian, istri tersebut
diceraikan sehingga suaminya dapat menikahinya (rujuk).
3. Nikah Sirri
Nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan tanpa memberitahukan kepada kedua orang tuanya yang
berhak menjadi wali. Nikah sirri dilakukan dengan syarat-syarat yang
benar sesuai hukum Islam. Hanya saja dalam nikah sirri, pihak orang tua
kedua belah pihak tidak diberi tahu dan keduanya tidak meminta izin atau
meminta restu orang tua.
4. Nikah Agama
Nikah agama adalah pernikahan yang sempurna ijab dan
kabulnya, serta dihadiri saksi dari kedua belah pihak. Bedanya adalah
pernikahan agama tidak tercatat pada catatan instansi terkait.
5. Nikah di bawah tangan
Nikah di bawah tangan adalah perkawinan yang dilakukan oleh
seorang perempuan dan laki-laki tanpa melalui prosedur yang benar
menurut undang-undang perkawinan. Nikah di bawah tangan merupakan
perkawinan ilegal, tetapi menurut hukum Islam akad perkawinannya sah.
4
6. Nikah gantung
kawin gantung adalah perkawinan yang dilakukan oleh
pasangan suami-istri yang usianya masih di bawah umur dan belum
saatnya melakukan hubungan suami istri, atau salah seorang pasangannya,
yakni istri masih di bawah umur, sehingga suaminya harus menunggu
umur istrinya cukup untuk digauli. Kawin gantung hukumnya boleh.
7. Nikah sesama jenis (homoseks dan lesbian)
Nikah sesama jenis yakni pernikahan makhluk manusia yang
berjenis kelamin sama, yakni laki-laki dengan laki-laki dan perempuan
dengan perempuan. Pada kasus nikah sesama jenis maka hukumnya
haram.
8. Poligami
Poligami adalah seorang suami beristri lebih dari satu.
Hukumnya boleh dengan syarat menegakkan keadilan.
9. Poliandri
Poliandri adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang
perempuan kepada lebih dari seorang laki-laki. Artinya, seorang
perempuan memiliki suami lebih dari seorang . hukumnya haram, karena
pernikahan seperti ini tidak berbeda dengan seorang pelacur yang setiap
hari berganti-ganti pasangan. Perbedaannya adalah poliandri
menggunakan akad, yang mana akadnya mutlak batal.
10. Monogami
Monogami adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-
laki kepada seorang perempuan. Monogami adalah asas perkawinan dalam
Islam, sehingga suami boleh menikahi perempuan lebih dari satu asal
berbuat adil.
11. Nikah paksa
Kawin paksa adalah menikahkan seseorang perempuan atau
laki-laki dengan cara dipaksa oleh orang tuanya atau walinya dengan
pasangan pilihan walinya. Pada kasus ini, memaksa anak untuk menikah
dengan pilihan walinya hukumnya haram.
5
12. Isogami atau Esogami
Isogami adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-
laki dengan seorang perempuan yang bertempat tinggal diwilayah yang
sama, etnis, dan kesukuannya sama. Isogami dalah bentuk larangan bagi
laki-laki atau perempuan menikah dengan orang yang berbeda suku atau
etnis. Seperti orang dayak harus menikah dengan orang luar dayak.
6
MATERI
MIQAT
A. Pengertian Miqat
1
Artinya: “Haji itu dilaksanakan pada bulan-bulan yang telah diketahui.
(QS. Al-Baqarah : 197)
Sebab ritual haji masih berlangsung sejak masa nabi Ibrahim hingga
masa Rasulullah Saw diutus pada abad ketujuh masehi. Orang-orang Arab
jahiliyah tidak pernah melakukan ritual haji kecuali pada tiga bulan
qamariyah, yaitu bulan Syawwal, Dzulqa’dah, dan bulan Dzulhijjah.
1. Mazhab Al-Malikiyah
2
29 atau bisa juga tanggal 30 Ramadhan, mengingat bulan qamariyah
punya dua kemungkinan.
Kedua mazhab ini menetapkan bahwa meski waktu haji itu tiga
bulan, tetapi batas akhirnya tidak sampai akhir bulan Dzulhijjah,
melainkan hingga hari kesepuluh bulan itu. Bila telah lewat hari itu
sudah tidak dibenarkan lagi untuk melakukan ibadah haji.
3. Mazhab Asy-Syafi’iah
3
Mazhab ini punya pendapat yang kurang lebih mirip dengan
kedua mazhab di atas, hanya saja ada sedikit perbedaan.
4
menghapus dosa.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI II (LANJUTAN)
MIQAT
C. Miqat Makani
Dan sebaliknya, apabila ada orang yang niatnya mau berhaji, lalu
melewati miqat makani tanpa berihram, maka hal itu merupakan
pelanggaran yang mewajibkan adanya denda. Tetapi bila melewati miqat
makani tanpa niat mau melakukan ritual ibadah haji atau umrah, artinya
tanpa berihram, hukumnya memang tidak ada larangan.
Jadi miqat makani itu merupakan titik batas di atas tanah dengan
jarak tertentu dari Ka’bah di Mekkah, tempat dimulainya ritual ibadah haji.
Dan ritual ibadah haji itu ditandai dengan mengerjakan ihram.
1. Dasar Penetapan
6
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar radhiyallahuanhu bahwa
Rasulullah SAWbersabda,"Penduduk Madinah mulai berhaji
dari Madinah adalah Dzulhulaifah, Buat penduduk Syam
adalah Juhfah, buat penduduk Najd adalah Qarn". Dan
Abdullah bin Umar berkata,"Telah sampai kabar kepadaku
bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Buat penduduk Yaman
mulai berhaji dari Yalamlam.". (HR. Bukhari dan Muslim)
Dzul Hulaifah
Sekarang ini tempat ini lebih dikenal sebagai Abar ‘Ali atau
Bi’ru ‘Ali yang artinya sumur Ali. Tempat ini menjadi miqat bagi
penduduk Madinah dan juga miqat bagi jamaah haji yang datang
melalui rute tersebut. Jaraknya kurang lebih 480 km dari kota
Mekkah.
Al-Juhfah
7
Qurnul Manazil
Yalamlam
Dzut ‘irqin
8
2. Miqat Dengan Pesawat
Maka mudah saja bagi jamaah haji yang ingin memulai berihram,
karena kapten akan memberitahukan bahwa dalam hitungan beberapa
menit lagi pesawat akan berada di atas posisi titik miqat.
9
Rasulullah SAW itu, para jemaah mulai berganti pakaian ihram,
berniat dan melantunkan talbiyah, dari ketinggian sekian ribu kaki di
atas permukaan laut. Ketika pesawat mendarat di Bandar Udara King
Abdul Aziz di kota Jeddah, mereka memang telah rapi dengan pakaian
ihram.
10
berihram di atas pesawat terbang.
Yang jadi masalah bukan pilot tidak tahu tempat batas miqat,
tetapi bagaimana memastikan bahwa sekian ratus penumpang di
dalam pesawat yang sedang terbang tinggi di langit, bisa berganti
pakaian bersama pada satu titik tertentu. Sementara untuk berpakaian
ihram sejak dari Indonesia, sebenarnya bisa saja dilakukan, namun
jaraknya masih terlalu jauh. Kalau kita tarik garis lurus Jakarta
Makkah di peta google earth, sekitar 9.000-an km jaraknya.
Perjalanan ditempuh sekitar 8 s/d 10 jam penerbangan.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
11
MATERI III (LANJUTAN)
MIQAT
a. Kementrian Agama RI
12
satu miqat boleh ihram dari mana dia suka, baik di darat
maupun di laut.
Membaca:
Memperhatikan:
Berpendapat:
13
telah ditentukan Rasulullah, Komisi berpendapat bahwa
masalah Miqat bagi mereka termasuk masalah ijtihadiyah
14
membayar dam bagi mereka?
15
Maka menurut penulis buku ini, mereka boleh menunda
ihramnya sampai tiba di Jeddah, kemudian berihram dari sana.
Karena, menurut anggapan dia, Jeddah itu sejajar dengan dua
miqat, yaitu Sa'diyah dan Juhfah.
16
f. Fatwah Lajma’ Fiqih Al-Islami
Jika hal ini diketahui, maka bagi orang-orang yang haji dan
umrah lewat jalan udara dan laut serta yang lainnya tidak boleh
mengakhirkan ihram sampai mereka tiba di Jeddah.
17
paling utama adalah tugas mengedukasi.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
18
MATERI
IHRAM
A. Pengertian
1. Bahasa
1
1. Larangan Umum
Larangan ini berlaku untuk umum, siapa saja baik pria atau pun
wanita.
a. Memotong Rambut
b. Memotong Kuku
2
sanksi apapun.
c. Memakai Wewangian
Juga tidak boleh menjadi wakil untuk hal itu, karena nikah
dalam keadaan seperti itu tidaklah sah.
e. Bersenggama
3
pria maupun wanita. Dan seorang istri tidak boleh memberi
kesempatan kepada suaminya untuk melakukan hal itu saat ihram,
karena Allah swt berfirman:
f. Membunuh Binatang
a. Menutup Kepala
4
saw bersabda berkenaan dengan orang yang sedang ihram yang
terjatuh dari untanya, “Janganlah kalian menutupi kepalanya…(HR
Bukhari dan Muslim)
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
5
MATERI
IHRAM II
C. Sunnah-Sunnah Ihram
1. Mandi
Jumhur ulama dari empat mazhab, yaitu Mazhab Al- Hanafiyah,
Al-Malikiyah, As-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, sepakat
menyebutkan bahwa mandi adalah sunnah yang dianjurkan untuk
dikerjakan sebelum seseorang memulai ibadah ihram. Dasarnya
adalah hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahuanhu :
Artinya: “Para wanita yang sedang nifas dan haidh hendaklah mandi
dan berihram lalu mengerjakan manasik haji mereka
seluruhnya, kecuali tidak melakukan tawaf di Baitullah
hingga mereka suci. (HR. Turmuzi dan Abu Daud)
6
keluar angin, tidak perlu diulang lagi.
2. Memakai Parfum
Jumhur ulama selain mazhab Al-Malikiyah menyunnahkan
sebelum berihram, diawali dengan memakai parfum atau pewangi.
Parfum dalam bahasa Arab disebut ath-thiib ()اﻟﻄﯿﺐ, sedangkan
memakai parfum disebut at- tathayyub ()اﻟﺘﻄﯿﺐ.
7
sedang berihram. Dalam pandangan mereka, memakai parfum
sebelum berihram hukumnya juga terlarang
4. Bertalbiyah
8
mengatakan bahwa disunnahkan ketika sudah menaiki kendaraan,
dengan dasar hadits berikut ini :
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
9
MATERI I
PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN DAN AQIQAH
A. Penyembelihan Hewan
1. Pengertian
Dalam istilah fiqih, penyelembelihan (adz-dzabhu) Secara Bahasa berarti
at-tabayyun, yaitu bau yang sedap. Hal ini disebabkan pembolehan secara
hukum syar’i menjadikannya menjadi baik harum. Menurut mazhab Hanafi
dan Maliki, penyembelihan adalah terpotongnya empat urat leher, yaitu urat
tenggorokan, urat pencernaan, dan dua urat nadi. Adapun menurut Mazhab
Syafi’I dan Hambali penyembelihan adalah terpotongnya dua saluran di leher
hewan, yaitu saluran nafas yang terletak di leher dan saluran
makanan/pencernaan.
Jadi, yang dimaksud menyembelih adalah memotong saluran nafas dan
saluran makanan dari seekor binatang menurut aturan yang telah disyariatkan
oleh agama, kecuali ikan dan belalang keduanya halal dimakan dengan tidak
disembelih. Berdasarkan hadis Rasulullah saw, yang berbunyi :
) (رواه ابن ماجه.احلت لنا ميتتان السمك والجراد
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai ; ikan dan
belalang”. (Riwayat Ibnu Majah)
Penyembeliahan hewan menurut ketentuan agam, yaitu melenyapkan
nyawa binatang (yang halal) untuk dimakan dengan sesuatu alat yang tajam
selain tulang dan gigi. Binatang yang halal bisa menjadi haram untuk dimakan
karena tata cara penyembelihannya tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Misalnya, tidak menyebutkan asma Allah atau menyebut selain nama Allah,
binatang yang mati karena dicekik, dipukuli, atau karena jatuh. Berdasarkan
firman Allah Swt. Q.S Al-Maidah : 3 yang berbunyi:
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الختزير وما اهل لغير هللا به والمنخنقة والموقوزة
. وما زبح علي النصب.والمتردية والنطيحة وما اكل السبع اال ما زكيتم
1
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan
daging yang disembelih bukan atas nama Allah, yang tercekik, yang
dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula)
yang disembelih untuk berhala”.
Jika hewan yang akan disembelih adalah hewan liar yang susah untuk
ditangkap atau sulit untuk disembelih pada lehernya, diperbolehkan melukai
bagian tubuh yang mematikan dengan menyebut nama Allah Swt. Rasulullah
Saw bersabda :
قيل يا رسو ل هللا اما تكون الدكات اال في الخلق ولبت؟: عن ابي العشراء عن ابيه قال
) (رواه الترمدي. طعنت في فخدها الجزاء عنك: قال
Artinya: "Dari Abu Usyra’, dari ayahnya, ia berkata bahwa Rasulullah saw,
ditanya “apakah tidak ada penyelembelihan itu selain
dikerongkongan dan dileher?, “Rasulullah saw bersabda “kalau
kamu tusuk pahanya, niscaya cukuplah hai itu”. (Riwayat at-Tirmizi)
2. Ketentuan Penyelembelihan Binatang
Dalam penyelembelihan, ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu tentang
orang yang menyelembelih, dan alat yang digunakan untuk menyelembelih.
Syarat-syarat Orang yang menyembelih, yakni:
Islam, penyelembelihan yang dilakukan oleh orang non-Islam adalah tidak sah.
Berakal sehat, penyelembelihan yang dilakukan orang gila tidak sah.
Mumayyiz
Berdo’a
Syarat-syarat Binatang yang akan disembelih
Binatang itu masih hidup
Binatang itu termasuk binatang yang halal, baik cara memperoleh maupun
zatnya.
Syarat-syarat Alat yang digunakan untuk menyelembelih
Alat yang digunakan tajam, tidak runcing dan tidak tumpul
Seperti yang Rasulullah SAW lakukan:
2
ْب ََّْ َ ْ َّْللَا ْصلىْهللاْعليهْوسلمْ(ْْإن
َْ َ للَاْ َكت َّْ َ ْ ْقَا َْلْ َرسُو ُْل:َشدَّادْْبنْْأَوسْْرضيْهللا ْعنهْقَال َ ْ َْوعَن
ْْْ َوليُح َّْدْأ َ َح ُدكُم,َْ َوإذَاْذَبَحت ُمْْفَأَحسنُواْاَلذبحَة,َْفَإذَاْقَتَلت ُمْْفَأَحسنُواْاَلقتلَة,علَىْكُلْْشَيء َ اَْلح
َ َْْسان
ْْْ َوليُرحْْذَبي َحت َ ْهُْ)ْْ َر َواهُْْ ُمسلم,ُشَف َرتَه
Artinya: “Dari Syaddad Ibnu Aus bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat kebaikan terhadap
segala sesuatu. Maka jika engkau membunuh, bunuhlah dengan cara yang
baik dan jika engkau menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik,
dan hendaklah di antara kamu mempertajam pisaunya dan memudahkan
(kematian) binatang sembelihannya." (Riwayat Muslim)
Terbuat dari besi, baja, batu, dan kaca
Tidak menggunakan kuku, gigi, dan tulang.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
ْْ َوذُك َْر,ْ(ْ َماْأُنه َْرْاَل َّد ُم:ََوعَنْْ َرافعْْبنْْ َخديجْْرضيْهللاْعنهْعَنْْاَلنَّبيْْصلىْهللاْعليهْوسلمْقَال
ُّ ظف َر;ْأ َ َّماْاَلسنُّ ;ْفَعَْظم;ْ َوأ َ َّماْاَل
ْْْفَ ُمدَىْاَل َحبَشْْ)ْْ ُمتَّفَق:ظفُ ُر َْ ْفَكُلْْلَي,علَيه
ُّ سْاَلسنَّْْ َوال َّْ َ ْاس ُْم
َ ْللَا
علَيه
َ
Artinya: “Dari Rafi' Ibnu Khodij Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Apa yang dapat menumpahkan darah
dengan diiringi sebutan nama Allah, makanlah, selain gigi dan kuku,
sebab gigi adalah tulang sedang kuku adalah pisau bangsa Habasyah."
Muttafaq Alaihi
Sunnah menyembelih
Memotong dua urat yang ada dikiri kanan leher, agar lekas matinya.
Binatang yang disembelih itu, hendaklah dimiringkan ke sebelah rusk kirinya,
supaya mudah bagi orang yang menyembelihnya.
Dihadapkan ke Kiblat.
Membaca bismillah dan shalawat atas Nabi saw.
3
B. QURBAN
1. Pengertian dan Hukum Qurban
Qurban berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata : qaruba –
yaqrabu – qurban wa qurbaanan. Artinya, “dekat” atau “mendekatkan diri”,
mendekati atau menghampiri. Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu
yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan
sembelihan maupun. Dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah
swt. Hewan yang digunakan untuk qurban adalah binatang ternak, seperti
kambing, sapi, dan unta.
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah
atau adh-dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari
kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk
melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00. Udh-
hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada
hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri)
kepada Allah.
Ibadah qurban hukumnya sunnah muakkad, artinya sunnah yang sangat
dianjurkan bagi orang yang sudah mampu. Sebagaimana firman Allah swt Q.S
Al-Kautsar ayat 1dan 2 :
4
َّْ َ ْْقَا َْلْ َرسُو ُْل:ََوعَنْْأَبيْه َُري َرةَْْرضيْهللاْعنهْقَال
ُْللَاْصلىْهللاْعليهْوسلمْ(ْ َمنْْكَانَْْلَ ْه
َ ْ َو,ْ َوابنُْْ َماجَه,ُلْيَق َربَنَّْْ ُمص ََّلنَاْ)ْْ َر َوا ْهُْأَح َمد
ْْْلَكن,ص َّح َح ْهُْاَلحَاك ُم َْ َْف,سعَةْْ َولَمْْيُضَح
َ
َ ُْحْاَْلَئ َّم ْة
ُْ غي ُرهُْْ َوقفَه َْ َر َّج
DAFTAR PUSTAKA
Dian Rosyidah, dkk, 2008, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta
: Arafah Mitra Utama
Sulaiman Rasjid, 1954, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17
Muhammad Cholis, dkk, 2010, Pendidikan Agama Islam, Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang
Moh Rifa’i, 1991, Fiqih untuk Madrasah Aliyah, Semarang : PT Wicaksana
5
MATERI II (LANJUTAN)
PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN DAN AQIQAH
َّ َ سو ُل
ْْللَاْْصلىْهللاْعليهْو َ َْقَا َمْْفين:َْْللَاُْْعَن ُه َماْقَال
ُ اْر َّ َ ْْرض َي
َ ََ َوعَنْْاَل َب َراءْْبنْْعَازب
ْ:َسلمْ َفقَال
ْْوال َع,َا
َ ضه ُ ْوال َمريضَةُْْاَل َبينُْْ َم َر,ا
َ ْاَل َعو َرا ُءْْاَل َبينُْْع ََو ُر َه:ضحَا َيا
َّ وزْْفيْاَل َ (ْأَر َبع
ُ ْْلْْت َ ُج
ْوا,
َ يُّ صحَّحَ هُْْاَلترمذ َ ْْوَ َْة
ُ س َ يْ)ْْر َوا ُهْْاَل َخم
َ َ يرةُْْاَلَّت
يْلْْت ُنق َ ْْوالكَس َ ُْْرجَا ُءْْاَل َبين
َ َظلعُه
بنُْْح َّبان
6
Artinya: “Al-Bara' Ibnu 'Azib Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdiri di tengah-tengah kami
dan bersabda: "Empat macam hewan yang tidak boleh
dijadikan kurban, yaitu: yang tampak jelas butanya, tampak
jelas sakitnya, tampak jelas pincangnya, dan hewan tua yang
tidak bersum-sum." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits
shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban
Waktu penyembelihan Qurban
Waktu penyembelihannya ialah sesudah shalat ‘Idul Adha, dan akhir
waktunya ialah ‘Ashar hari tasyriq, yakni sejak tanggal 10 Dzulhijah
hingga terbenamnya matahari tanggal 13 Dzulhijah. Sebagaimana sabda
Nabi Saw.
ْللَاْصلى ُ ْ( ْشَهدتُْْاَْلَضحَىْ َم َْع ْ َر:َسف َيانَْْرضي ْهللا ْعنهْقَال
َّْ َ ْْسول ُ ْ َْوعَنْ ْ ُجندُبْْبن
َْ ْ َمنْ ْذَ َب:َ ْفَقَال,غنَمْ ْقَدْ ْذُبحَت
ْح َ َ ْن,هللا ْعليه ْوسلم ْفَلَ َّما ْقَضَى ْص ََلت َ ْهُ ْبالنَّاس
َ ْ ظ َْر ْإلَى
ْعلَيه َّْ َ ْْحْفَل َيذ َبحْْعَلَىْاسم
َ ْْللَاْ)ْْ ُمتَّفَق َْ ْ َو َمنْْلَمْْ َيكُنْْذَ َب,قَب َْلْاَلص ََّلةْْفَل َيذ َبحْْشَاةًْْ َمكَانَهَا
Artinya: “Jundab Ibnu Sufyan Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku
mengalami hari raya Adlha bersama Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam Setelah beliau selesai sholat bersama orang-
orang, beliau melihat seekor kambing telah disembelih. Beliau
bersabda: "Barangsiapa menyembelih sebelum sholat,
hendaknya ia menyembelih seekor kambing lagi sebagai
gantinya; dan barangsiapa belum menyembelih, hendaknya ia
menyembelih dengan nama Allah." (Muttafaq Alaihi).
3. Sunnah-sunnah waktu menyembelih Qurban
Disunnahkan sewaktu menyembelih korban beberapa perkara berikut ini :
Membaca “Bismillah Wallahu Akbar” dan Shalawat atas Nabi s.a.w.
7
ْْْ َومنْْأُمةْْ ُم َح َّمد,ْاَللَّ ُه َّْمْتَقَبَّلْْمنْْ ُم َح َّمدْْ َوآلْْ ُم َح َّمد,للَا
َّ َ ْْبسم
Artinya: "Dengan nama Allah. Ya Allah, terimalah (kurban ini) dari
Muhammad, keluarganya, dan umatnya." Kemudian beliau
berkurban dengannya.”
Binatang yang disembelih disunnatkan dihadapkan ke kiblat.
4. Hikmah Qurban
Qurban merupakan satu bentuk ibadah yang mempunyai dua dimensi,
yaitu dimensi illahiyah dan dimensi social. Melaksanakan qurban berarti
mentaati syariat Allah swt, yang membawa pahala baginya. Selain itu, qurban
berarti memberikan kebahagian bagi orang lain, khususnya faqir miskin untuk
dapat menikmati daging hewan qurban.
Ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil dari disyariatkannya qurban,
antara lain :
Akan menambah cinta dan keimanannya kepada Allah Swt.
Sebagai rasa syukur pada Allah Swt. atas karunia yang dilimpahkan pada
dirinya.
Menambah rasa peduli dan tolong-menolong kepada orang lainyang kurang
mampu.
Akan menambah persatuan dan kesatuan karena ibadah kurban melibatkan
8
hari ketujuh dari kelahiran seorang bayi. Apabila bayi yang lahir itu laki-laki,
aqiqahnya adalah duaekor kambing. Apabila bayi itu perempuan, aqiqahnya
satu ekor kambing. Bersamaan dengan hari pemotongan hewan aqiqah, bayi
tersebut diberi nama yang baik dan dicukur rambutnya.
Aqiqah hukumnya sunat bagi orang yang wajib menanggung nafkah si
anak. Asal sunat menyembelih aqiqah itu sesuai dengan hadits Aisyah dan
Samurah, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :
ْْْ(ْكُ ُّلْْغُ َلمْْ ُمرتَهَن:َْْللَاْْصلىْهللاْعليهْوسلمْقَال
َّ َ سو َل َ َ س ُم َرةَْْرضيْهللاْعنهْأ
ُ نَّْْر َ َْْوعَن
َ ُسة
ْْوصَحَّ َحهُْْاَلترمذي, َ ىْ)ْر َوا ُهْْاَل َخم
َ س َّم
َ ُْوي,
َْ قُ َْويُحل, َ ْْْت ُذ َب ُحْْعَنهُْْ َيو َم,ب َعقيقَته
َ سابعه
Artinya: “Dari Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap anak tergadaikan dengan
aqiqahnya; ia disembelih hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur,
dan diberi nama."(Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih
menurut Tirmidzi).
2. Ketentuan hewan Aqiqah
Hewan aqiqah adalah kambing atau domba. Bagi anak laki-laki dua ekor
kambing sedangkan bagi anak perempuan satu ekor kambing. Sebagaimana
hadis Nabi Saw, yang berbunyi :
َّ َْْللَاْْصلىْهللاْعليهْوسلمْأَْم َرهُمْْأَنْْيُع
ْْقْْعَن َ َ ْْللَاُْْعَنهَاْ(ْأ
َّ َ نَّْْرسُو َل َ ََوعَنْْعَائشَة
َّ َ ْْرض َي
ُّ ْْ)ْْر َواهُْْاَلترمذ
ْْوصَحَّ َحه
َ ي َ اَلغُ َلمْْشَاتَانْْ ُمكَافئَتَان
َ ْوعَنْْاَلجَاريَةْْشَاة,
Artinya: “Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar beraqiqah dua ekor kambing
yang sepadan (umur dan besarnya) untuk bayi laki-laki dan seekor kambing
untuk bayi perempuan. Hadits shahih riwayat Tirmidzi.
Binatang yang sah untuk menjadi aqiqah sama halnya dengan
hewan/binatang yang sah untuk berqurban, baik dari segi umurnya, macam-
macamnya, dan tanpa cacat.
3. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran,
ini berdasarkan sabda Nabi Saw, dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari
9
ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa,
maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu
Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata
yang artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempat belas,
dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)
Sedangkan untuk Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh
disunnahkan juga untuk disembelihkan akikahnya, bahkan meskipun bayi yang
keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan
ibunya. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan akikah oleh
orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih akikah dari dirinya
sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diakikahi oleh
ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa.
4. Hikmah disyariatkannya Aqiqah
Ada beberapa fungsi atau hikmah bagi orang-orang yang mengerjakan
aqiqah, antara lain :
Sebagai bukti rasa sukur orang tua kepada Allah swt, atas nikmat yang
diberikannya berupa anak.
Membiasakan bagi orang tua untuk berqorban demi kepentingan anaknya
yang baru lahir.
Sebagai penebus gadai anak dari Allah swt, sehingga anak menjadi hak
baginya dalam beramal dan beribadah.
Hubungan dengan tetangga dan sanak kerabat lebih erat dengan adanya
pembagian daging aqiqah.
Sebagai wujud menteladani sunah Rasulullah saw, sehingga akan
memperoleh nilai pahala disisi Allah swt.
Menghilangkan gangguan dari sesuatu yang tidak baik terhadap si anak.
10
DAFTAR PUSTAKA
Dian Rosyidah, dkk, 2008, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta
: Arafah Mitra Utama
Sulaiman Rasjid, 1954, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17
Muhammad Cholis, dkk, 2010, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit
Universitas Negeri Malang
Moh Rifa’i, 1991, Fiqih untuk Madrasah Aliyah, Semarang : PT Wicaksana
11
MATERI
WUKUF DI ARAFAH
A. Pengertian
1. Bahasa
Kata wukuf secara bahasa di ambil dari kata wakofa-yakifu-
wukufan yang artinya berdiri atau berhenti. Wukuf Juga bermakna As-
Sukun yang artinya berhenti atau diam. Seperti seekor unta yang
berhenti atau diam.
2. Istilah
1
Jumhur ulama dari semua mazhab telah sepakat bahwa melakukan
wuquf di Arafah merupakan rukun yang paling utama di antara semua
rukun haji dan dari semua rangkaian ritual ibadah haji. Bahkan seluruh
rangkaia ibadah haji itu akan menjadi tidak bermakna, sia-sia dan tidak
sah, apabila seseorang meninggalkan rukun ini, yaitu wuquf di Arafah.
Para ulama ahli tafsir dan ahli fiqih sepakat bahwa yang
dimaksud dengan bertolak dari tempat bertolaknya orang banyak
banyak maksudnya adalah melakukan wuquf di padang pasir Arafah.
2. As-Sunnah
2
3. Ijma’
Apabila jamaah haji karena satu udzur tertentu, tidak bisa hadir
di Arafah pada waktunya, maka hajinya tidak sah. Bahkan para ulama
sepakat bahwa yang bersangkutan punya beban, yaitu diwajibkan
untuk mengulangi lagi haji di tahun depan.
Karena itu jamaah haji yang sakit parah dan tidak bisa lepas dari
alat penunjang kehidupan, sebisa mungkin tetap dibawa ke Arafah di
dalam mobil ambulan, minimal memenuhi syarat hadir di Arafah.
C. Waktu Wukuf
a. Waktu Rukun
3
oleh seseorang yang menunaikan ibadah haji di Arafah. Bila
waktu rukun ini tidak terpenuhi, maka wuqufnya tidak sah,
bahkan dia didenda untuk melaksanakan haji lagi tahun depan.
b. Waktu Wajib
4
Kalau sebelum Maghrib telah meninggalkan batas-batas Arafah,
maka dia kena denda membayar dam.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI
WUKUF DI ARAFAH
A. Pengertian
1. Bahasa
Kata wukuf secara bahasa di ambil dari kata wakofa-yakifu-
wukufan yang artinya berdiri atau berhenti. Wukuf Juga bermakna As-
Sukun yang artinya berhenti atau diam. Seperti seekor unta yang
berhenti atau diam.
2. Istilah
1
Jumhur ulama dari semua mazhab telah sepakat bahwa melakukan
wuquf di Arafah merupakan rukun yang paling utama di antara semua
rukun haji dan dari semua rangkaian ritual ibadah haji. Bahkan seluruh
rangkaia ibadah haji itu akan menjadi tidak bermakna, sia-sia dan tidak
sah, apabila seseorang meninggalkan rukun ini, yaitu wuquf di Arafah.
Para ulama ahli tafsir dan ahli fiqih sepakat bahwa yang
dimaksud dengan bertolak dari tempat bertolaknya orang banyak
banyak maksudnya adalah melakukan wuquf di padang pasir Arafah.
2. As-Sunnah
2
3. Ijma’
Apabila jamaah haji karena satu udzur tertentu, tidak bisa hadir
di Arafah pada waktunya, maka hajinya tidak sah. Bahkan para ulama
sepakat bahwa yang bersangkutan punya beban, yaitu diwajibkan
untuk mengulangi lagi haji di tahun depan.
Karena itu jamaah haji yang sakit parah dan tidak bisa lepas dari
alat penunjang kehidupan, sebisa mungkin tetap dibawa ke Arafah di
dalam mobil ambulan, minimal memenuhi syarat hadir di Arafah.
C. Waktu Wukuf
a. Waktu Rukun
3
oleh seseorang yang menunaikan ibadah haji di Arafah. Bila
waktu rukun ini tidak terpenuhi, maka wuqufnya tidak sah,
bahkan dia didenda untuk melaksanakan haji lagi tahun depan.
b. Waktu Wajib
4
Kalau sebelum Maghrib telah meninggalkan batas-batas Arafah,
maka dia kena denda membayar dam.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI
THAWAF
A. Pengertian
1. Bahasa
1
B. Jenis Thawaf
2
Namun terkait dengan urusan niat ini, mazhab Al- Hanafiyah
dan Al-Malikiyah tidak menjadikannya sebagai syarat.
2. Menutup Aurat
Syarat suci badan, pakaian dan tempat dari najis dan hadats,
dimasukkan ke dalam syarat tawaf oleh para ulama. Hal itu lantaran
kedudukan dan status tawaf ini nyaris mirip sekali dengan shalat yang
juga mensyaratkan suci dari najis dan hadats.
Selain syarat dalam tawaf, suci dari najis dan hadats ini juga
merupakan syarat dari ibadah sa’i. Sedangkan ritual ibadah haji
lainnya, seperti wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, melontar
Jamarat di Mina dan lainnya, tidak mensyaratkan kesucian dari najis
dan hadats.
3
Maka seorang yang sedang tawaf harus membersihkan dirinya
terlebih dahulu dari najis, juga harus mengangkat hadats seandainya
dia sedang dalam keadaan hadats kecil atau hadats besar, dengan
wudhu, manji janabah atau tayammum.
Posisi suci dari hadats kecil dan besar ini harus terus menerus
terjaga hingga usainya tawaf berlangsung. Bila di tengah-tengah tawaf
seseorang terkena najis, maka batal dan terkena hadats kecil. Untuk
itu dia harus membersihkan najis itu dan mengambil wudhu’ lagi.
Setelah suci dari najis dan hadats, kemudian dia boleh kembali
ke tempat semula terkena najis, untuk meneruskan hitungan putaran
tawaf.
Dalam hal ini perbedaan tawaf dan shalat adalah bila batal
wudhu’nya, tidak perlu mengulangi dari putaran awal, tetapi tinggal
meneruskan yang tersisa. Sedangkan dalam ibadah shahat, bila
seseorang kentut sesaat sebelum mengucapkan salam, maka shalatnya
batal dan dia harus mengulangi lagi shalat dari takbiratul-ihram.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
4
MATERI
THAWAF II
5
makna antara makna hakiki dengan makna kiasan maka yang
harus didahulukan adalah makna hakikinya. Kecuali ada dalil
lain yang menunjukkan perlunya menggunakan penafsiran
secara kiasan.
6
tanpa berwudhu’ lagi.
Artinya: “Dari Habib bin Abi Tsabit dari Urwah dari Aisyah
ra dari Nabi SAW bahwa Rasulullah SAW
mencium sebagian istrinya kemudian keluar untuk
shalat tanpa berwudhu’”. Lalu ditanya kepada
Aisyah,”Siapakah istri yang dimaksud selain anda
?”. Lalu Aisyah tertawa.(HR. Turmuzi Abu Daud
An-Nasai Ibnu Majah dan Ahmad).
7
secara kacau balau, sehingga hasilnya merupakan sebuah versi
ibadah ‘jadi-jadian’ yang rusak.
b. Wanita Haid
8
meninggalkannya begitu saja pulang ke tanah air. Sehingga kalau
ketentuannya seorang wanita haidh harus menunggu di Makkah
sampai suci, berarti rombongannya pun harus ikut menunggu
juga.
9
rangkaian itu menjadi manasik (tata cara) dalam haji beliau, dimana
beliau bersabda:
Maka hajar aswad adalah garis start sekaligus juga garis finis
dalam tawaf. Hajar Aswad maknanya adalah batu hitam. Batu itu kini
ada di salah satu sudut Ka`bah yang mulia yaitu di sebelah tenggara
dan menjadi tempat start dan finish untuk melakukan ibadah tawaf di
sekeliling Ka`bah.
10
dengan memiliki dua mata yang dapat melihat dan lidah yang dapat
berbicara. Dia akan memberikan kesaksian kepada siapa yang
pernah mengusapnya dengan hak." (HR Tirmizy, Ibnu Majah, Ahmad,
Ad-Darimi, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, At-Tabrani, Al-Hakim,
Al-Baihaqi, Al-Asbahani).
11
ke dalam bagian yang masih dianggap Ka’bah, seperti Hijir Ismail dan
Syadzarwan.
7. Berjalan Kaki Bagi Yang Mampu
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
12
MATERI THAHARAH II
Syarah hadis:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at- Tamimi
telah mengabarkan kepada kami Abu Khaitsamah dari Al-
A‟masy dari Syaqiq dari Hudzaifah dia berkata, “Aku pernah
berjalan bersama Nabi SAW, saat kami sampai di suatu tempat
pembuangan sampah suatu kaum beliau kencing sambil berdiri,
maka aku pun menjauh dari tempat tersebut. Setelah itu beliau
bersabda: Kemarilah.‟Aku pun menghampiri beliau hingga aku
berdiri di samping kedua tumitnya. Beliau lalu berwudhu
dengan menyapu atas sepasang khuf beliau.”
Syarah hadis:
Dahulu Abu Musa sangat keras dalam masalah kencing, dan dia
kencing dibotol, dia lalu berkata, 'Sesungguhnya Bani Israil apabila air
kencing lalu mengenai kulit mereka, niscaya mereka memotongnya
dengan gunting. Lalu (Hudzaifah) berkata, 'Sungguh saya ingin agar
sahabat kalian ini tidak terlalu keras dalam masalah ini. Sungguh, aku
te lah melihat Rasulullah SAW berjalan-jalan bersama kami, lalu beliau
mendatangi tempat pembuangan hajat di belakang suatu kebun, lalu
berdiri sebagaimana salah seorang dari kalian berdiri dan kencing, saat
aku menjauh dari beliau, maka beliau pun memberikan isyarat kepadaku
untuk mendekat, maka saya mendekat, lalu berdiri di samping tumit
beliau hingga beliau selesai kencing
3. Hadits Abu Daud No. 21
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar dan Muslim
bin Ibrahim mereka berdua berkata; Telah menceritakan
kepada kami Syu‟bah. Dan menurut jalur yang lain; Telah
menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Abu „Awanah dan ini adalah lafadz Hafsh dari
Sulaiman dari Abu Wa‟il dari Hudzaifah dia berkata;
Rasulullah SAW pernah mendatangi tempat pembuangan
sampah suatu kaum, lalu buang air kecil dengan berdiri,
kemudian beliau meminta untuk didatangkan air, lalu beliau
mengusap dua khufnya.” Abu Dawud berkata; Musaddad
berkata; Hudzaifah berkata; Lalu saya pergi menjauh dari
beliau, namun beliau memanggil saya hingga saya berada di
sisi tumitnya”.
Syarah hadis:
Pada hadis Khuzaifah dan al-Mughirah bin Syu‟bah menjelaskan
bahwa Rasulullah SAW suatu ketika pernah singgah pada tempat
pembuangan sampah suatu kaum lalu beliau kencing berdiri, sementara
pada hadis Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah
kencing dalam keadaan berdiri setelah turunnya Alquran. Jika dilihat dari
hadis tentang kencing berdirinya Rasulullah SAW sebagaimana dalam
riwayat al- Khuzaifah bin al- Yaman dan al-Mughirah bin Syu’bah dan
kencing duduknya Rasulullah SAW sebagaimna dalam riwayat Ibnu
Hasanah dan Amr bin al- Ash, menunjukkan bahwa memang terdapat
dua posisi kencing yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yaitu berdiri dan
duduk.
4. Hadits Tirmizi No. 12
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr berkata, telah
mengabarkan kepada kami Syarik dari Al Miqdam bin Syuraih
dari Bapaknya dari Aisyah ia berkata; “Barangsiapa
menceritakan kepada kalian bahwa Nabi SAW buang air kecil
dengan berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau
tidaklah buang air kecil kecuali dengan duduk.”
Syarah hadis:
Dalam bab ini ada juga hadis dari sahabat Umar dan Buraidah.
"Hadis Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini,
sedangkan hadis Umar diriwayatkan dari hadis Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; "Nabi SAW
pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian beliau
bersabda: "Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri, " maka
setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri." Hanya saja yang
memarfu'kan hadits ini adalah Abdul Karim bin Abul Mukhariq, dan dia
adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadis. Abu Ayyub As
Sikhtiyani juga telah melemahkan dan memperbincangkannya.
Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, ia berkata;
Umar RA berkata; "Aku tidak pernah kencing dengan berdiri sejak aku
masuk Islam." Dan hadis ini lebih shahih ketimbang hadis Abdul Karim,
sedangkan hadis Buraidah dalam bab ini tidaklah mahfudz (terjaga)."
Sedangkan makna larangan kencing berdiri adalah berkaitan dengan
tatakrama, bukan larangan yang bersifat pengharaman. Diriwayatkan dari
Abdullah bin Mas'ud, ia berkata; "Sesungguhnya termasuk perangai
buruk apabila kamu kencing dengan berdiri.
Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hujr dia berkata;
Telah memberitakan kepada kami Syarik dari Miqdam bin
Syuraih dari Ayahnya dari Aisyah dia berkata: “Barangsiapa
mengabarkan kepadamu bahwa Rasulullah SAW buang air
kecil sambil berdiri, jangan kamu mempercayainya. Karena
Rasulullah SAW tidak buang air kecil kecuali sambil duduk.
Syarah hadis:
Dalam bab ini ada juga hadis dari sahabat Umar dan Buraidah."
"Hadis Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini,
sedangkan hadis Umar diriwayatkan dari hadis Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; "Nabi
SAW pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian
beliau bersabda: "Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri,
" maka setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri."
"Hanya saja yang memarfu'kan hadis ini adalah Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dan dia adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadits.
Abu Ayyub As Sikhtiyani juga telah melemahkan dan
memperbincangkannya." Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari
Ibnu Umar, ia berkata; Umar RA berkata; "Aku tidak pernah kencing
dengan berdiri sejak aku masuk Islam." Dan hadis ini lebih shahih
ketimbang hadis Abdul Karim, sedangkan hadis Buraidah dalam bab ini
tidaklah mahfudz (terjaga)." Sedangkan makna larangan kencing berdiri
adalah berkaitan dengan tatakrama, bukan larangan yang bersifat
pengharaman. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata;
"Sesungguhnya termasuk perangai buruk apabila kamu kencing dengan
berdiri."
6. Hadits Ibnu Majah No. 303
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah
dan Suwaid bin Sa‟id dan Ismail bin Musa As Suddi mereka
berkata; telah menceritakan kepada kami Syarik dari Miqdam
bin Syuraih bin Hani‟ dari bapaknya dari Aisyah ia berkata;
“Barangsiapa menceritakan kepadamu bahwa Rasulullah SAW
kencing dengan berdiri maka janganlah engkau
membenarkannya, karena aku melihat beliau kencing dengan
duduk.”
DAFTAR PUSTAKA
Tasman, 2010, Studi Tentang Tingkat Pemahaman Pengalaman Thoharoh, Makassar:
UIN Alauddin
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, Cet.I: Kairo:
Mathba’ah as-Salafiyyah, 1400 H
Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qsyairy an- Nasisabury, 2001, Shahih Muslim,
(Cet.I: Kairo, Dar Ibnu al-Haitsam, 1422 H/2001 M
Sulaiman bin al-Asy’ast as-Sijistany Abu Daud, Sunan Abu Daud. Cet.I: Bandung:
Maktabah Dakhlan, T.Th Jld 1, Juz. 1
Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzy Abu Isa. Sunan at-Tirmidzy, Cet.II:
Semarang: PT. Toha Putra, T.Th
Ahmad bin Syu’aib ab-Nasa’I Abu Abdurrahman, Sunan an-Nasa’i, Dita’liq dan di
Tashih oleh Syaikh Nashiruddin al-Albany, Cet.I,: Riyadh Dar al-Ma’arif,
T.Th
MATERI THAHARAH I
A. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah
syara’ thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat
juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa
wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.
Thaharah secara umum. Dapat dilakukan dengan empat cara berikut.
1. Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada
dalam badan.
2. Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa.
3. Membersihkan hati dari akhlak tercela.
4. Membersihkan hati dari selain Allah.
Cara yang harus dipakai dalam membersihkan kotoran hadas dan najis
tergantung kepada kuat dan lemahnya najis atau hadas pada tubuh seseorang.
Bila najis atau hadas itu tergolong ringan atau kecil maka cukup dengan
membersihkan dirinya dengan berwudhu. Tetapi jika hadas atau najis itu
tergolong besar atau berat maka ia harus membersihkannya dengan cara
mandi janabat, atau bahkan harus membersihkannya dengan tujuh kali dan
satu di antaranya dengan debu. Kebersihan dan kesucian merupakan kunci
penting untuk beribadah, karena kesucian atau kebersihan lahiriah
merupakan wasilah (sarana) untuk meraih kesucian batin.
B. Najis
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan, sedangkan
menurut istilah adalah sesuatu yang haram seperti perkara yang berwujud cair
(darah, muntah muntahan dan nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur
dan qubul kecuali mani. Untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang kena
najis, terlebih dahulu akan diterangkan bahwa najis terbagi atas tiga bagian:
1
1. Najis mugallazah (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini
hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali di antaranya hendaklah dibasuh
dengan air yang dicampur dengan tanah.
2. Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak Iaki-Iaki yang belum
memakan makanan apa-apa selain susu ibu saja. Mencuci benda yang
kena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu,
meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum
memakan apa-apa selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh
sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis
dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
3. Najis Mutawassitah (pertengahan) yaitu najis yang lain daripada kedua
macam yang diatas. Najis ini dibagi menjadi dua bagian:
a. Najis hukmiah yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat,
bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering,
sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup
dengan mengalirkan air di atas benda yang kena itu.
b. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya,
kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat
ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan
menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.
C. Istinja’
1. Pengertian Istinja’
Buang hajat merupakan kebutuhan sehari- hari manusia, baik buang
air besar maupun buang air kecil, mungkin dalam sehari lebih dari sekali
2
besar ataupun kecil dalam kehidupan manusia. Termasuk buang hajat dan
istinja, bila selesai buang hajat, kita wajib ber-istinja, yaitu menghilangkan
bekas kotoran yang keluar dari salah satu lubang kemaluan, baik dubur
Apabila tidak ada air, bilas menggunakan batu. Dalam hadis telah
menurut pengertian syariat adalah bersuci setelah buang air besar atau
yang keluar dari kubul atau dubur dengan menggunakan air suci lagi
mensucikan atau batu yang suci atau benda-benda lain yang memiliki
fungsi sama dengan air dan batu. Selain istinja, ada lagi istilah istijmar,
istijmar, adalah cara bersuci yang diajarkan syariat Islam kepada orang
yang telah buang hajat. Dan hukum istinja adalah wajib bagi setiap orang
yang baru buang air besar ataupun buang air kecil, dengan air atau media
lainnya. Istinja yang baik adalah dengan air, bilas pula dengan batu.
(istijmar).
Untuk ber istijmar, batu dapat diganti dengan benda keras apapun
3
asal tidak haram dan punya sifat bisa menghilangkan najis. Pada zaman
memiliki kesamaan fungsi dengan batu dalam konteks sebagai alat istinja.
4
Menutup diri saat membuang hajat, seperti yang dijelaskan di dalam
hadits riwayat Al-Mugiroh bin Syu'bah di dalam Al-Shahihaini, dia
menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW menjauh sampai tertutup
dariku lalu membuang hajatnya"
Dibolehkan kencing dengan berdiri dan duduk. Kebolehan kencing
secara berdiri harus memenuhi dua syarat, yaitu: Pertama Aman dari
percikan kencing dan kedua Aman dari pandangan orang lain.
Hendaklah membersihkan kotoran dengan air dan batu (sesuatu yang
mengisap) sesudah membuang hajat.
Dimakruhkan berbicara saat berada di kakus/wc berdasarkan riwayat
bahwa seorang lelaki lewat di hadapan Nabi lalu dia mengucapkan salam
kepadanya namun beliau tidak menjawab salamnya". Dan pada saat itu
beliau sedang membuang hajatnya, dan beliau tidak menjawab sapaan
seseorang kecuali yang penting, seperti meminta air atau yang lainnya.
Mencuci tangan setelah membuang hajat berdasarkan suatu riwayat yang
menyebutkan bahwa apabila Nabi masuk wc maka aku membawakan
baginya sebuah bejana atau timba berisi air untuk buang hajat dengannya.
Abu Dawud berkata dalam hadis riwayat Waqi' "kemudian beliau
mengusapkan tangannya pada tanah" orang yang meriwayatkan hadits
berkata-kemudian aku membawa bejana lain baginya, maka beliau
berwudhu dengannya. Adanya tuntunan dalam masalah buang hajat ini
menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sangat sempurna. Tidak
ada yang tersisa dari problematika umat ini, melainkan telah dijelaskan
secara gamblang oleh Rasulullah SAW.
5
DAFTAR PUSTAKA
Tasman, 2010, Studi Tentang Tingkat Pemahaman Pengalaman Thoharoh, Makassar:
UIN Alauddin
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, Cet.I: Kairo:
Mathba’ah as-Salafiyyah, 1400 H
Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qsyairy an- Nasisabury, 2001, Shahih Muslim,
(Cet.I: Kairo, Dar Ibnu al-Haitsam, 1422 H/2001 M
Sulaiman bin al-Asy’ast as-Sijistany Abu Daud, Sunan Abu Daud. Cet.I: Bandung:
Maktabah Dakhlan, T.Th Jld 1, Juz. 1
Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzy Abu Isa. Sunan at-Tirmidzy, Cet.II:
Semarang: PT. Toha Putra, T.Th
Ahmad bin Syu’aib ab-Nasa’I Abu Abdurrahman, Sunan an-Nasa’i, Dita’liq dan di
Tashih oleh Syaikh Nashiruddin al-Albany, Cet.I,: Riyadh Dar al-Ma’arif,
T.Th
6
MATERI THAHARAH II
7
2. Hadits Muslim No. 402
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at- Tamimi
telah mengabarkan kepada kami Abu Khaitsamah dari Al-
A‟masy dari Syaqiq dari Hudzaifah dia berkata, “Aku pernah
berjalan bersama Nabi SAW, saat kami sampai di suatu tempat
pembuangan sampah suatu kaum beliau kencing sambil berdiri,
maka aku pun menjauh dari tempat tersebut. Setelah itu beliau
bersabda: Kemarilah.‟Aku pun menghampiri beliau hingga aku
berdiri di samping kedua tumitnya. Beliau lalu berwudhu
dengan menyapu atas sepasang khuf beliau.”
Syarah hadis:
Dahulu Abu Musa sangat keras dalam masalah kencing, dan dia
kencing dibotol, dia lalu berkata, 'Sesungguhnya Bani Israil apabila air
kencing lalu mengenai kulit mereka, niscaya mereka memotongnya
dengan gunting. Lalu (Hudzaifah) berkata, 'Sungguh saya ingin agar
sahabat kalian ini tidak terlalu keras dalam masalah ini. Sungguh, aku
te lah melihat Rasulullah SAW berjalan-jalan bersama kami, lalu beliau
mendatangi tempat pembuangan hajat di belakang suatu kebun, lalu
berdiri sebagaimana salah seorang dari kalian berdiri dan kencing, saat
aku menjauh dari beliau, maka beliau pun memberikan isyarat kepadaku
untuk mendekat, maka saya mendekat, lalu berdiri di samping tumit
beliau hingga beliau selesai kencing
3. Hadits Abu Daud No. 21
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar dan Muslim
bin Ibrahim mereka berdua berkata; Telah menceritakan
kepada kami Syu‟bah. Dan menurut jalur yang lain; Telah
menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Abu „Awanah dan ini adalah lafadz Hafsh dari
8
Sulaiman dari Abu Wa‟il dari Hudzaifah dia berkata;
Rasulullah SAW pernah mendatangi tempat pembuangan
sampah suatu kaum, lalu buang air kecil dengan berdiri,
kemudian beliau meminta untuk didatangkan air, lalu beliau
mengusap dua khufnya.” Abu Dawud berkata; Musaddad
berkata; Hudzaifah berkata; Lalu saya pergi menjauh dari
beliau, namun beliau memanggil saya hingga saya berada di
sisi tumitnya”.
Syarah hadis:
Pada hadis Khuzaifah dan al-Mughirah bin Syu‟bah menjelaskan
bahwa Rasulullah SAW suatu ketika pernah singgah pada tempat
pembuangan sampah suatu kaum lalu beliau kencing berdiri, sementara
pada hadis Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah
kencing dalam keadaan berdiri setelah turunnya Alquran. Jika dilihat dari
hadis tentang kencing berdirinya Rasulullah SAW sebagaimana dalam
riwayat al- Khuzaifah bin al- Yaman dan al-Mughirah bin Syu’bah dan
kencing duduknya Rasulullah SAW sebagaimna dalam riwayat Ibnu
Hasanah dan Amr bin al- Ash, menunjukkan bahwa memang terdapat
dua posisi kencing yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yaitu berdiri dan
duduk.
4. Hadits Tirmizi No. 12
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr berkata, telah
mengabarkan kepada kami Syarik dari Al Miqdam bin Syuraih
dari Bapaknya dari Aisyah ia berkata; “Barangsiapa
menceritakan kepada kalian bahwa Nabi SAW buang air kecil
dengan berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau
tidaklah buang air kecil kecuali dengan duduk.”
9
Syarah hadis:
Dalam bab ini ada juga hadis dari sahabat Umar dan Buraidah.
"Hadis Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini,
sedangkan hadis Umar diriwayatkan dari hadis Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; "Nabi SAW
pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian beliau
bersabda: "Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri, " maka
setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri." Hanya saja yang
memarfu'kan hadits ini adalah Abdul Karim bin Abul Mukhariq, dan dia
adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadis. Abu Ayyub As
Sikhtiyani juga telah melemahkan dan memperbincangkannya.
Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, ia berkata;
Umar RA berkata; "Aku tidak pernah kencing dengan berdiri sejak aku
masuk Islam." Dan hadis ini lebih shahih ketimbang hadis Abdul Karim,
sedangkan hadis Buraidah dalam bab ini tidaklah mahfudz (terjaga)."
Sedangkan makna larangan kencing berdiri adalah berkaitan dengan
tatakrama, bukan larangan yang bersifat pengharaman. Diriwayatkan dari
Abdullah bin Mas'ud, ia berkata; "Sesungguhnya termasuk perangai
buruk apabila kamu kencing dengan berdiri.
Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hujr dia berkata;
Telah memberitakan kepada kami Syarik dari Miqdam bin
Syuraih dari Ayahnya dari Aisyah dia berkata: “Barangsiapa
mengabarkan kepadamu bahwa Rasulullah SAW buang air
kecil sambil berdiri, jangan kamu mempercayainya. Karena
Rasulullah SAW tidak buang air kecil kecuali sambil duduk.
Syarah hadis:
10
Dalam bab ini ada juga hadis dari sahabat Umar dan Buraidah."
"Hadis Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini,
sedangkan hadis Umar diriwayatkan dari hadis Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; "Nabi
SAW pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian
beliau bersabda: "Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri,
" maka setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri."
"Hanya saja yang memarfu'kan hadis ini adalah Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dan dia adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadits.
Abu Ayyub As Sikhtiyani juga telah melemahkan dan
memperbincangkannya." Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari
Ibnu Umar, ia berkata; Umar RA berkata; "Aku tidak pernah kencing
dengan berdiri sejak aku masuk Islam." Dan hadis ini lebih shahih
ketimbang hadis Abdul Karim, sedangkan hadis Buraidah dalam bab ini
tidaklah mahfudz (terjaga)." Sedangkan makna larangan kencing berdiri
adalah berkaitan dengan tatakrama, bukan larangan yang bersifat
pengharaman. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata;
"Sesungguhnya termasuk perangai buruk apabila kamu kencing dengan
berdiri."
6. Hadits Ibnu Majah No. 303
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah
dan Suwaid bin Sa‟id dan Ismail bin Musa As Suddi mereka
berkata; telah menceritakan kepada kami Syarik dari Miqdam
bin Syuraih bin Hani‟ dari bapaknya dari Aisyah ia berkata;
“Barangsiapa menceritakan kepadamu bahwa Rasulullah SAW
kencing dengan berdiri maka janganlah engkau
membenarkannya, karena aku melihat beliau kencing dengan
duduk.”
11
DAFTAR PUSTAKA
Tasman, 2010, Studi Tentang Tingkat Pemahaman Pengalaman Thoharoh, Makassar:
UIN Alauddin
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, Cet.I: Kairo:
Mathba’ah as-Salafiyyah, 1400 H
Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qsyairy an- Nasisabury, 2001, Shahih Muslim,
(Cet.I: Kairo, Dar Ibnu al-Haitsam, 1422 H/2001 M
Sulaiman bin al-Asy’ast as-Sijistany Abu Daud, Sunan Abu Daud. Cet.I: Bandung:
Maktabah Dakhlan, T.Th Jld 1, Juz. 1
Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzy Abu Isa. Sunan at-Tirmidzy, Cet.II:
Semarang: PT. Toha Putra, T.Th
Ahmad bin Syu’aib ab-Nasa’I Abu Abdurrahman, Sunan an-Nasa’i, Dita’liq dan di
Tashih oleh Syaikh Nashiruddin al-Albany, Cet.I,: Riyadh Dar al-Ma’arif,
T.Th
12
MATERI
SYARAT DAN MAWANI HAJI
Agar ibadah haji diterima Allah Swt, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi. Tidak terpenuhinya salah satu dari syarat-syarat itu, maka ibadah haji itu
menjadi tidak sah, hampa dan tidak bermakna.
Diantara syarat-syarat itu ada yang sifatnya umum, berlaku untuk semua
orang. Dan ada yang sifatnya merupakan syarat khusus buat para wanita, yang
menjadi syarat tambahan.
A. Syarat Umum
Syarat umum adalah syarat yang berlaku untuk setiap orang yang ingin
mengerjakan haji dan berharap ibadahnya itu punya nilai serta diterima di sisi
Allah Swt. Maka syarat umum itu adalah :
1. Islam
٥ َع َملُ ۥهُ َوه َُو فِي ۡٱۡلٓخِ َرةِ مِنَ ۡٱل َٰ َخس ِِرين ِ ۡ َِو َمن يَ ۡكفُ ۡر ب
َ ِٱۡلي َٰ َم ِن فَقَ ۡد َحب
َ ط
َ َّ َ ش ۡيا َو َو َجد
ُٱَّلل ِعندَ ۥه َّ سبُهُ ٱل
َ ُظمۡ ا ُن َما ٓ ًء َحت َّ َٰ ٓى ِإذَا َجا ٓ َء ۥهُ َلمۡ َي ِج ۡده َ ب ِبقِي َع ٖة َي ۡح َ ََوٱ َّلذِينَ َكف َُر ٓواْ أ َ ۡع َٰ َملُ ُهمۡ ك
ِ ِۢ س َرا
٣٩ ب ِ سا َ ِس ِري ُع ۡٱلحَ ُٱَّلل َّ سابَ ۗۥهُ َو َ ِفَ َوفَّ َٰىهُ ح
1
Artinya: “Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana
fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-
orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan)
Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan
amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat
perhitungan-Nya
2. Aqil
3. Baligh
Syarat baligh ini merupakan syarat wajib dan bukan syarat sah.
Maksudnya, anak kecil yang belum baligh tidak dituntut untuk mengerjakan
haji, meski dia punya harta yang cukup untuk membiayai perjalanan ibadah
2
haji ke Mekkah.
Artinya: “Apabila seorang anak kecil mengerjakan ibadah haji maka dia
mendapat pahala haji itu hingga bila telah dewasa (baligh)
wajiblah atasnya untuk mengerjakan ibadah haji lagi. (HR. Al-
Hakim)
3
4. Merdeka
Sebab seorang budak tidak memenuhi banyak syarat wajib haji. Selain
karena budak tidak punya harta yang bisa membiayainya berangkat haji,
budak juga punya kewajiban untuk melayani tuannya. Bila budak berangkat
haji, maka hak tuannya menjadi terabaikan.
Budak tidak mendapat taklif dari Allah untuk menunaikan ibadah haji,
sebagaimana dia juga tidak diwajibkan untuk pergi berjihad di jalan Allah.
5. Mampu
4
Baitullah. (QS. Ali Imran : 97)
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI
SYARAT DAN MAWANI HAJI II
a. Kesehatan
Gugur Kewajiban
6
Maka orang yang kondisi fisiknya lemah, sakit-sakitan,
lumpuh, termasuk orang yang sudah tua renta dan orang buta,
semuanya tidak dibebankan kewajiban untuk melaksanakan ibadah
haji.
7
tunggangan, tetap wajib menunaikan ibadah haji meski dengan
mengutus orang lain sebagai badal atau pengganti. Kita
mengenalnya dengan istilah badal haji, insya Allah akan kita bahas
pada bab-bab berikut.
b. Harta
8
terlebih dahulu hutang kepada orang lain apabila seseorang punya
hutang. Baik hutang finansial kepada manusia, atau hutang finansial
kepada Allah, seperti zakat, diyat, denda kaffarah.
c. Keamanan
9
Karena di masa lalu, di tengah padang pasir itulah para penyamun
berkeliaran. Dan pihak keamanan negara tidak mungkin mengkover
seluruh sudut penjuru padang pasir. Sehingga kisah-kisah perjalanan
haji di masa lalu selalu dihiasi dengan kisah duka. Maka setiap kafilah
haji membutuhkan pengawalan ketat dari pihak-pihak keamanan.
Di masa sekarang ini nyaris tidak ada lagi orang yang berangkat
haji dengan menembus padang pasir naik unta. Karena di tengah padang
pasir itu membentang jalan-jalan tol yang lebar dengan aspal yang
mulus. Dan sebagian besar jamaah haji datang menggunakan pesawat
terbang.
10
sudah menempuh perjalanan panjang dari Madinah.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
11
MATERI
SYARAT DAN MAWANI HAJI III
B. Syarat Wanita
Khusus buat wanita, syarat istithaah (mampu) masih ada tambahan lagi,
yaitu adanya mahram dan izin dari suami atau ayah :
1. Bersama Suami Atau Mahram
Syarat bagi seorang wanita agar diwajibkan pergi haji adalah adanya
suami atau mahram yang menemani selama perjalanan haji.
Dari Nafi' dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu dari Nabi SAW, beliau
bersabda,"Janganlah seorang wanita bepergian selama tiga hari kecuali
bersama mahramnya. (HR. Ahmad)
Namun kesertaan suami atau mahram ini tidak dijadikan syarat oleh
As-Syafi'i, manakala seorang wanita bersama rombangan wanita yang
tsiqah. Artinya, seorang wanita yang punya teman-teman perjalanan
12
wanita yang terpecaya wajib menaunaikan ibadah haji. Syaratnya, para
wanita itu bukan hanya satu orang melainkan beberapa wanita.
13
Tetapi kita tahu persis bahwa setiap bulan ada puluhan ribu tenaga
kerja wanita (TKW) keluar masuk Saudi Arabia. Dan tidak ada satu pun
yang ditemani mahram. Padahal mereka bukan sekedar pergi haji atau
umrah yang dalam hitungan hari, melainkan mereka bermukim untuk
bekerja dalam hitungan waktu yang amat lama, bahkan bisa bertahun-
tahun.
Maka pendapat yang lebih tepat adalah mengatakan bahwa `illat dari
kewajiban adanya mahram adalah masalah keamanan. Selama aman, maka
tidak harus ada mahram. Tetapi biar pun ada mahram, kalau tidak aman,
maka tidak boleh bepergian.
14
mahram. Sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah SAW sendiri tentang
masa depan Jazirah Arabia.
Artinya: “Dari Adiy bin Hatim berkata; "Ketika aku sedang bersama
Nabi Saw tiba-tiba ada seorang laki-laki mendatangi beliau
mengeluhkan kefakirannya, kemudian ada lagi seorang laki-
laki yang mendatangi beliau mengeluhkan para perampok
jalanan". Maka beliau berkata: "Wahai Adiy, apakah kamu
pernah melihat negeri Al Hirah?". Aku jawab; "Aku belum
pernah melihatnya namun aku pernah mendengar beritanya".
Beliau berkata: "Seandainya kamu diberi umur panjang,
kamu pasti akan melihat seorang wanita yang mengendarai
kendaraan berjalan dari Al Hirah hingga melakukan thawaf di
Ka'bah tanpa takut kepada siapapun kecuali kepada Allah". (HR.
Bukhari)
15
Sedangkan wanita yang suaminya meninggal dunia, masa iddahnya adalah
4 bulan 10 hari. Selama masa iddah itu, seorang wanita diharamkan
menerima lamaran dari orang lain, dan tentunya diharamkan meninkah.
Selain itu yang terkait dengan masalah haji ini adalah bahwa wanita
yang sedang menjalani masa iddah diharamkan keluar dari rumah, apalagi
pergi haji. Hukumnya haram dan meski semua syarat telah terpenuhi,
namun hukumya tidak wajib menunaikan ibadah haji, bahkan meski sudah
bernadar.
2. Zaujiyah
16
Jumhur ulama mengatakan bahwa larangan suami agar istrinya tidak
berangkat haji hanya berlaku dalam haji yang hukumnya sunnah.
Sedangkan haji yang hukumnya wajib, seorang istri tidak membutuhkan
izin dari suaminya, hanya disunnahkan saja.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
17
MATERI
SHOLAT WAJIB
A. Definisi Shalat
Shalat menurut bahasa adalah doa,sedangkan menurut etimologinya sesuai
dengan apa yang di utarakan oleh Al Imam Rofi’i shalat itu adalah beberapa
pekejaan dan perkataan yang di buka dengan takbir dan di akhiri dengan salam
dengan syarat-syarat yang di khususkan.
Shalat yang wajib kita lakukan dalam sehari semalam ituada lima
sholat.yaitu solat dhuhur,ashar,maghrib,isya’dan shubuh.Shalat lima waktu adalah
rukun islam yang paling utama setelah dua kalimah syahadat. Dan wajib atas
setiap orang muslim laki-laki dan wanita dalam kondisi apapun, baik dalam
keadaan aman, takut, dalam keadaan sehat dan sakit, dalam keadaan
bermukim maupun musafir.
B. Syarat Wajib Mengerjakan Shalat
Tentang syarat- syarat wajib mengerjakan itu ada 3( tiga ) perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Baligh dan
3. Berakal.
C. Tanda-tanda baligh:
Muslim yang mukallaf adalah (yang baligh dan berakal), adapun tanda-
tanda baligh: di antaranya ada yang berlaku bagi laki-laki dan wanita, yaitu:
mencapai umur lima belas tahun, tumbuhnya bulu disekitar kemaluan, dan keluar
mani.Ada tanda khusus bagi laki-laki yaitu: tumbuhnya jenggot dan kumis.Dan
ada tanda khusus bagi wanita yaitu: hamil dan haid.
Anak kecil diperintahkan melaksanakan shalat apabila sudah berumur tujuh
tahun, dan boleh dipukul apabila tidak melaksanakan shalat saat sudah berumur
sepuluh tahun.
D. Syarat-Syarat Shalat
Syarat-Syarat Shalat:
1. Suci dari hadats kecil dan hadats besar.
2. Badan, pakaian, dan tempat shalat suci dari najis.
1
3. Masuknya waktu shalat.
4. Menutipi aurat dengan pakaian yang suci
5. Menghadap kiblat.
E. Rukun Shalat.
Tentang rukun shalat ini dirumuskan menjadi 13 perkara:
1. Niat, artinya menyegaja di dalam hati untuk melakukan shalat.
2. Berdiri, bagi orang yang kuasa ;(tidak dapat berdiri boleh dengan duduk
tidak dapat duduk boleh berbaring).
3. Takbiratul ihram, membaca "Allah Akbar", Artinya Allah maha Besar.
4. MembacaSurat Al-fatihah.
5. Rukun' dan thuma'ninah artinya membungkuk sehingga punggung menjadi
sama datar dengan leher dan kedua belah tangannya memegang lutut.
6. I'tidal dengan thuma'ninah.
7. Sujud dua kali dengan thuma'ninah.
8. Duduk diantara dua sujud dengan thuma'ninah.
9. Duduk untuk tasyahud pertama.
10. Membaca tasyahud akhir.
11. Membaca shalawat atas Nabi .
12. Mengucap salam yang pertama.
13. Tertib.
Keterangan:
1. Thuma'ninah yakni berhenti sejenak sekedar ucapan “subhanallah”.
2. Apabila meninggalkan salah satu rukun di atas, maka shalatnya batal, apabila
meninggalkan takbiratul ihram karena tidak tahu atau lupa, maka shalatnya
juga tidak sah.
3. Apabila meninggalkan salah satu rukun di atas karena lupa atau tidak tahu,
maka ia harus mengulangnya selama belum sampai pada rukun yang sama
pada rakaat berikutnya, jika tidak mengulang dan telah sampai pada rakaat
berikutnya maka rakaat kedua dianggap sebagai rakaat pertama, dan rakaat
sebelumnya batal, seperti orang yang lupa ruku' lalu sujud, maka wajib
baginya kembali ketika ia ingat kecuali jika ia telah sampai pada ruku' dalam
2
rakaat kedua, maka rakaat kedua menggantikan rakaat yang ia tinggalkan dan
ia wajib sujud sahwi setelah salam.
4. Membaca surat Al-Fatihah adalah rukun dalam setiap rakaat bagi imam
maupun shalat sendirian. Jika tidak membacanya maka rakaatnya batal,
adapun makmum, ia membacanya dengan pelan dalam setiap rakaat. Ketika
imam membacanya dengan keras, maka makmum harus mendengarkan
bacaan imam dan boleh tidak membacanya.
5. Selain rukun-rukun dan wajib-wajib yang telah disebutkan tentang sifat shalat,
maka hal itu merupakan sunnah, jika dikerjakan mendapat pahala, dan bila
meninggalkannya, ia tidak diberi sangsi, hal-hal tersebut adalah: sunnah-
sunnah perkataan dan perbuatan.
6. Adapun sunnah perkataan adalah: seperti doa istiftah, ta'awwudz, membaca
basmalah, mengucapkan amiin, membaca surat setelah fatihah, dan lainnya.
diantara sunnah-sunnah perbuatan adalah: mengangkat kedua tangan ketika
takbir pada tempat-tempat tersebut di atas, meletakkan tangan kanan di atas
tangan kiri ketika berdiri, duduk iftirasy dan tawaruk dan lainya.
F. Hal-hal yang membatalkan shalat
Adapun hal-hal yang membatalkan shalat, ialah:
1. Berkata-kata dengan sengaja selain bacaan shalat
2. Berhadats kecil maupun besar.
3. Terkena najis yang tidak bisa dimaafkan..
4. Sengaja meninggalkan sesuatu rukun atau syarat shalat tanpa `udzur.
5. Tertawa berbahak-bahak.
6. Makan dan minum.
7. Bergeraktiga kali berturut-turut.
8. Mendahului Imam sampai dua rukun.
9. Murtad, yakni keluar dari Islam.
10. Mengingkari kiblat.
G. Sujud Sahwi
1. Sujud sahwi: dua sujud dalam shalat fardhu atau sunnah, dilakukan pada
waktu duduk, setelahnya salam.
3
2. Hikmah disyari'atkannya: Allah menciptakan manusia mempunyai sifat lupa,
dan setan selalu berusaha merusak shalatnya dengan lebih, atau kurang, atau
ragu, dan Allah telah mensyari'atkan sujud sahwi untuk memarahkan setan,
menambal kekurangan, dan meridhakan Allah.
3. Lupa dalam shalat pernah terjadi pada nabi saw; karena hal itu merupakan
sifat kemanusiaan, oleh karena itu ketika lupa dalam shalatnya, beliau
bersabda: (aku tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, lupa seperti kamu
lupa, apabila aku lupa maka ingatkanlah aku) Muttafaq alaih.
4. Sebab-sebab sujud sahwi ada tiga: lebih, kurang, dan ragu.
4
dan sujud sahwi sebelum salam, apabila dugaannya lebih kuat pada salah
satu kemungkinan, maka harus melakukan yang lebih yakin, dan sujud
setelah salam.
5. Apabila melakukan sesuatu yang disyari'atkan bukan pada tempatnya,
seperti membaca al-Qur'an di waktu ruku', atau sujud, atau membaca tahiyat
di waktu berdiri, maka shalatnya tidak batal, dan tidak wajib sujud sahwi,
akan tetapi dianjurkan.
6. Apabila makmum ketinggalan imam dengan satu rukun atau lebih karena
ada halangan, maka harus melakukannya dan menyusul imamnya.
7. Pada waktu sujud sahwi membaca dzikir dan doa yang dibaca pada waktu
sujud shalat.
8. Apabila salam sebelum selesai shalat karena lupa, dan segera ingat, maka
wajib menyempurnakan shalat lalu salam, kemudian sujud sahwi, dan jika
lupa sujud sahwi kemudian salam, dan melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan shalat, baik bicara dan lainnya, maka harus sujud
sahwi kemudian salam.
9. Apabila wajib atasnya dua sujud, sebelum salam dan sesudahnya, maka
sujud sebelum salam.
10. Makmum sujud mengikuti imamnya, apabila makmum ketinggalan, dan
imam sujud sesudah salam, jika lupanya imam terjadi ketika ia sudah ikut
bersamanya, maka wajib sujud setelah salam, dan apabila lupanya imam
terjadi sebelum ia ikut shalat, maka tidak wajib sujud sahwi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ibrahim At-Tuwaijri dan Syaikh Muhammahad. 2008, Ringkasan Fiqih Islam.
Surabaya: Nurul Huda
Irwan Kurnuawan, 2009, Shalat Penyejuk Hati Menyelami Makna Shalat Dalam
Al-Quran, Bandung, Makrifat
5
MATERI II
SHOLAT WAJIB
H. Hukum shalat
Shalat lima waktu dalam sehari semalam wajib atas setiap muslim yang
mukallaf, baik laki-laki maupun wanita, kecuali wanita haid dan nifas sehingga
dia bersuci, dan merupakan rukun Islam yang paling utama setelah dua kalimah
syahadat. Hal ini dijelaskan dalam beberapa dalil:
1. Allah swt berfirman:
]١٠٣ : ﴾ [النساء١٠٣ علَى ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ ِك ٰت َبٗ ا َّم ۡوقُو ٗتا
َ صلَ ٰوة َ َكان َۡت
َّ إِ َّن ٱل.......
Artinya: “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman”. (QS. An Nisa': 103)
Dan firman Allah:
]٢٣٨ : ﴾ [البقرة٢٣٨ َّلِل ٰقَنِتِين َ ۡصلَ ٰوةِ ۡٱل ُوس
ِ َّ ِ ْط ٰى َوقُو ُموا ِ صلَ ٰ َو
َّ ت َوٱل َ ْ﴿ ٰ َح ِفظُوا
َّ علَى ٱل
Artinya: "Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (QS. al
Baqarah: 238)
2. Dari Abdullah bin Umar ra berkata: Rasulullah saw bersabda: "Islam
dibangun atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak
disembah dengan sebenarnya) selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah
hamba dan rasulNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menunaikan haji
ke baitullah, dan berpuasa di bulan ramadhan" Muttafaq alaih.
3. Dari Ibnu Abbas ra: bahwasanya Nabi saw mengutus Mu'adz ke Yaman dan
berkata: "Ajaklah mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak
disembah dengan sebenarnya) selain Allah dan bahwa aku adalah utusan
Allah, apabila mereka mentaatimu dalam hal tersebut, maka beritahukanlah
kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima kali
dalam sehari semalam …" Muttafaq alaih.
6
I. Jumlah shalat fardhu:
Allah mewajikan shalat pada malam isra' atas rasulullah saw tanpa perantara
siapapun, yaitu satu tahun sebelum hijrah, dan pada mulanya Allah mewajibkan
lima pulu kali shalat dalam sehari semalam atas setiap muslim, dan ini menujukkan
pentingnya shalat, dan kecintaan Allah kepadanya, kemudian diringankan
sampai menjadikannya lima kali dalam pelaksanaannya namun bernilai lima puluh
dalam pahala dengan karunia dan rahmatNya. Macam sholat yang wajib, yakni:
1. Shalat yang diwajibkan kepada setiap muslim laki-laki dan wanita dalam sehari
semalam adalah lima shalat, yaitu: Dhunur, Asar, Maghrib, Isya' dan Subuh.
2. Shalat yang di wajibkan atas kaum lelaki saja dalam satu minggunya yaitu solat
jum’at.
7
5. Waktu subuh: mulai sejak terbit fajar yang kedua hingga terbitnya matahari,
shalat ini lebih baik disegerakan, dan jumlahnya dua rakaat.
K. Cara mengetahui waktu shalat ketika tanda-tandanya tidak jelas:
1. Orang yang tinggal di sebuah negara di mana matahari tidak tenggelam sama
sekali pada musim panas dan tidak terbit pada musim dingin, atau di negara
yang siangnya terus-menerus selama enam bulan, dan malamnya terus-
menerus selama enam bulan misalnya, maka mereka tetap wajib melaksanakan
shalat lima kali dalam dua puluh empat jam, dan mengukur waktu
pelakasanaannya dengan negera terdekat di mana waktu shalat fardhu bisa
dibedakan antara satu waktu dengan yang lainnya.
2. Dari Buraidah ra dari nabi saw bahwasanya ada seseorang yang bertanya
kepada beliau tentang waktu shalat, beliau berkata padanya: “Shalatlah
bersama kami dua hari ini”, tatkala matahari tergelincir beliau menyuruh Bilal
untuk adzan, lalu memerintahkannya agar iqamah untuk shalat dhuhur,
kemudian menyuruhnya agar iqamah untuk shalat asar ketika matahari masih
tinggi, putih dan cerah, kemudian menyuruhnya iqamah untuk shalat magrib
ketika matahari telah tenggelam, kemudian menyuruhnya iqamah untuk shalat
isya ketika hilang mega merah, kemudian menyuruhnya iqamah utuk shalat
subuh ketika terbit fajar. Pada hari kedua, beliau menyuruhnya shalat dhuhur
ketika hari sudah agak sore, dan shalat asar ketika matahari masih tinggi, di
mana beliau mengakhirkan pelaksanaan shalat lebih dari hari sebelumnya, dan
shalat magrib dilaksanakan sebelum hilangnya mega merah, dan shalat isya'
setelah sepertiga malam berlalu, dan shalat subuh setelah suasana agak
terang.Kemudian beliau bersabda: “Di manakah orang yang (sebelumnya)
bertanya tentang waktu shalat?” lalu seseorang berkata: "Saya wahai
rasulullah!, beliau bersabda: ((Waktu shalat kalian antara yang kalian lihat)).
(HR. Muslim).
3. Apabila panas menyengat, maka sunnah mengakhirkan shalat dhuhur hingga
dekat waktu asar, berdasarkan sabda Rasulullah saw :“Apabila panas
menyengat, maka shalatlah ketika suasana menjadi dingin, karena teriknya
panas adalah dari hembusan neraka Jahannam”. (Muttafaq alaih)
8
L. Hikmah disyari'atkannya shalat
1. Shalat adalah cahaya, sebagaimana cahaya bisa menyinari, maka demikian pula
shalat dapat menunjukkan kepada kebenaran, mencegah dari maksiat, dan
mencegah perbuatan keji dan mungkar.
2. Shalat merupakan hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya, ia adalah
tiang agama, seorang muslim bisa mendapatkan lezatnya bermunajat dengan
tuhannya ketika shalat, sebab jiwanya menjadi tenang, hatinya tentram,
dadanya lapang, keperluannya terpenuhi, dan dengannya sesorang bisa tenag
dari kebimbangan dan problematika duniawi.
3. Secara lahiriyah Shalat berkaitan dengan perbuatan badan seperti berdiri,
duduk, ruku', sujud, dan semua perkataan dan perbuatan. Dan secara bathiniyah
berkaitan dengan hati, yaitu dengan mengagungkan Allah swt,
membesarkanNya, takut, cinta, taat, memuji, dan bersyukur kepadaNya,
bersikap merendah dan patuh kepada Allah. Perbuatan dzahir bisa terwujud
dengan melakukan apa yang diajarkan oleh Nabi saw dalam shalat, sedangkan
yang batin bisa dicapai dengan bertauhid dan beriman, ikhlas dan khusyu'.
4. Shalat mempunyai jasad dan ruh. Adapun jasadnya adalah berdiri, ruku', suju,
dan membaca bacaan. Adapun rohnya adalah: Mengagungkan Allah, takut
memuji, memohon, meminta ampun kepadaNya, memujaNya, mengucapkan
shalawat dan salam kepada rasulNya, keluarga beliau, dan hamba-hamba Allah
yang shalih.
5. Allah memerintahkan kepada hambaNya setelah mengucapkan dua syahadah
untuk mengikat kehidupannya dengan empat perkara (shalat, zakat, puasa, dan
haji) dan inilah rukun Islam, dan setiap ibadah tersebut membutuhkan latihan
dalam mewujudkan perintah Allah pada jiwa manusia, harta, syahwat, dan
tabi'atnya; agar dirinya menjalani hidupnya sesuai dengan perintah Allah dan
RasulNya dan apa yang dicintai oleh Allah dan RasulNya, bukan menurut hawa
nafsunya.
6. Di dalam shalat, seorang muslim mewujudkan perintah Allah pada setiap
anggota badannya, hal itu agar dirinya terbiasa taat kepada Allah dan
melaksanakan perintahnya dalam segala aspek kehidupanya, pada prilaku,
9
pergaulan, makanan, pakaiannya dan seterusnya sehingga ia terbentuk menjadi
pribadi yang taat kepada tuhannya di dalam shalat maupun di luar shalatnya.
7. Shalat mencegah dari perbuatan mungkar dan merupakan sebab dihapuskannya
kesalahan.
8. Dari Abu Hurairah ra: “bahwasanya beliau mendengar
Rasulullah saw bersabda: "Bagaimana pendapatmu apabila seandainya di
depan pintu salah seorang dari kalian terdapat sungai, dimana ia mandi pada
sungai tersebut setiap hari sebanyak lima kali, adakah daki yang akan tersisa
pada badannya? Mereka menjawab: "Daki mereka tidak akan tersisa
sedikitpun". Rasulullah bersabda: "Demikianlah perumpamaan shalat lima
waktu, Allah menghapuskan dosa-dosa dengannya."
M. Hukum orang yang mengingkari wajibnya shalat atau meninggalkannya:
Barangsiapa yang mengingkari wajibnya shalat maka ia telah kafir, begitu
pula orang yang meninggalkannya karena meremehkan dan malas. Apabila ia tidak
mengetahui hukumnya maka diajari, namun apabila dia mengetahui tentang
wajibnya tetapi tetap meninggalkannya, maka ia disuruh bertaubat selama tiga hari,
kalau menolak untuk taubat maka barulah dibunuh. Sebagaimana dalil-dalil di
bawah ini:
1. Allah SWTberfirman:
10
yang baru masuk Islam dan tidak berkumpul dengan kaum
muslimin (ulama’) sesaatpun.yang memungkinkan tidak sampainya berita
tentang wajibnya shalat padanya dalam masa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ibrahim At-Tuwaijri dan Syaikh Muhammahad. 2008, Ringkasan Fiqih Islam.
Surabaya: Nurul Huda
Irwan Kurnuawan, 2009, Shalat Penyejuk Hati Menyelami Makna Shalat Dalam
Al-Quran, Bandung, Makrifat
11
MATERI
RUKUN HAJI
A. Pengertian Rukun
1. Bahasa
Rukun juga sering disebut sebagai anggota dari suatu badan, atau
al-jawarih ()اﻟﺠﻮارح. Hal itu seperti yang disebutkan di dalam hadits
riwayat Muslim :
2. Istilah
Sehingga rukun haji haji adalah segala hal yang tanpa perbuatan
itu membuat ibadah haji menjadi tidak sah. Atau dengan kata lain :
Segala hal yang tanpanya membuat sebuah ibadah haji menjadi tidak
sah berarti adalah rukun haji.
1
Para ulama berbeda-beda pendapat ketika menyebutkan apa saja yang
termasuk rukun haji. Ada beberapa ritual haji yang mereka menyepakatinya
sebagai yang termasuk rukun haji. Dan ada juga ritual-ritual yang mereka
tidak menyepakatinya sebagai rukun haji.
1. Mazhab Al-Hanafiyah
3. Mazhab Asy-Syafi’iyah
4. Mazhab Al-Hanabilah
Mazhab Al-Hanabilah menetapkan bahwa rukun haji itu ada empat
perkara, sama dengan apa yang telah ditetapkan oleh mazhab Al-
Malilkiyah. Rukun-rukun itu adalah berihram, rukun kedua adalah wuquf
di Arafah, rukun ketiga adalah tawaf ifadhah, dan rukun keempat adalah
sa’i antara Shafa dan Marwah.
2
Kesimpulan dan Perbandingan
6. Tertib - - Rukun -
C. Ihram
3
berbuat fasik dan berbantah-bantahan (QS. Al-Baqarah: 197)
Di luar itu setelah bertahallul, maka ihram pun sudah selesai. Para
jamaah haji sudah boleh mengerjakan kembali hal-hal yang tadinya
dilarang, sebagaimana firman Allah SWT :
4
Orang yang sekedar pergi umrah di luar musim haji tidak perlu
melakukan wuquf di Arafah. Kalau pun mereka mendatanginya, sekedar
melihat-lihat dan tidak ada kaitannya dengan ibadah ritual.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI
RUKUN HAJI II
E. Tawaf
Ada banyak jenis thawaf, namun yang termasuk rukun dalam ibadah
haji adalah thawaf ifadhah :
Thawaf ifadah dikerjakan oleh jamaah haji setelah kembali dari
mengerjakan wuquf di padang Arafah dan bermalam di Muzdalifah.
Thawaf ifadhah ini termasuk hal yang bisa ditinggalkan maka
rangkaian ibadah haji tidak sah, dan tidak bisa digantikan oleh orang
lain.
Thawaf ifadhah ini sering juga disebut dengan tawaf Ziarah, thawaf
rukun, dan juga disebut sebagai thawaf fardhu.
Sedangkan jenis-jenis thawaf yang lain juga disyariatkan namun
tidak termasuk ke dalam rukun haji, misalnya thawaf qudum, thawaf
wada’, thawaf tahiyatul masjid dan lainnya.
Thawaf qudum adalah thawaf kedatangan pertama kali di kota
Mekkah, khusus dikerjakan oleh selain penduduk Mekkah.
Hukumnya sunnah.
Thawaf wada’, adalah thawaf yang dikerjakan manakala jamaah haji
akan segera meninggalkan kota Mekkah. Hukumnya sunnah.
Thawaf tahiyatul masjid adalah thawaf yang dikerjakan setiap
seseorang masuk ke dalam masjid Al-Haram Mekkah, sebagai pengganti
dari shalat tahiyatul masjid. Hukumnya juga sunnah.
F. Sa’i
6
menyebutkan bahwa sa’i bukan termasuk rukun dalam ibadah haji.
Secara istilah fiqih, ritual ibadah sa’i didefinisikan oleh para ulama
sebagai:
Dasar dari ibadah sa’i adalah firman Allah SWT di dalam Al-Quran
Al-Kariem:
Selain itu juga ada hadits nabi SAW yang memerintahkan untuk
melaksanakan ibadah sa’i dalam berhaji.
Artinya: “Bahwa Nabi SAW melakukan ibadah sa’i pada ibadah haji beliau
antara Shafa dan Marwah, dan beliau bersabda,”Lakukanlah
ibadah sa’i, karena Allah telah mewajibkannya atas kalian. (HR.
Ad-Daruquthuny)
Rukun sa’i adalah berjalan tujuh kali antara Shafa dan Marwah
menurut jumhur ulama. Dasarnya adalah apa yang dikerjakan oleh
Rasulullah SAW bahwa beliau melaksanakan sa’i tujuh kali. Dan juga
didsarkan atas apa yang telah menjadi ijma’ di antara seluruh umat Islam.
Bila seseorang belum menjalankan ketujuh putaran itu, maka sa’i itu
7
tidak sah. Dan bila dia telah meninggalkan tempat sa’i, maka dia harus
kembali lagi mengerjakannya dari putaran yang pertama. Dan tidak boleh
melakukan tahallul bila sa’i belum dikerjakan.
Mimpi Nabi SAW dibenarkan oleh Allah SWT sebagai bagian dari
wahyu dan risalah. Di dalam mimpi itu, beliau SAW melihat diri beliau dan
para shahabat mencukur gundul kepala mereka dan sebagiannya
mengunting tidak sampai habis. Dan semua itu dalam rangka ibadah haji di
Baitullah Al-Haram.
8
Kalau pun perbuatan itu dilakukan, hukumnya sekedar dibolehkan
saja, setelah sebelumnya dilarang. Sebagaimana orang yang sudah selesai
dari ihram umrah atau ihram haji boleh memakai parfum, atau boleh
melepas pakaian ihram berganti dengan pakaian lain, atau juga sudah boleh
memotong kuku, mencabut bulu dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
9
MATERI
HAJI UMRAH
A. Pengertian Haji dan Umrah
Ibadah haji dan umrah adalah dua jenis ibadah yang memiliki banyak
persamaan, namun sekaligus juga punya banyak perbedaan yang prinsipil Kita
akan awali buku ini dengan membahas satu persatu.
Tentang pengertian haji dan umrah, dengan membahas dimana letak
persamaan dan perbedaan antara keduanya, serta bagaimana keduanya
disyariatkan di dalam agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
1. Pengertian Haji
Secara bahasa, kata haji bermakna al-qashdu, yang artinya
menyengaja, atau menyengaja melakukan sesuatu yang agung. Dikatakan
hajja ilaina fulan ( )ﺣﺞّ إﻟﯿﻨﺎ ﻓﻼنartinya fulan mendatangi kita. Dan makna
Ziarah
Yang dimaksud dengan ziarah adalah mengadakan perjalanan (safar)
dengan menempuh jarak yang biasanya cukup jauh hingga
meninggalkan negeri atau kampung halaman, kecuali buat penduduk
Mekkah.
Tempat Tertentu
1
Baitullah Kota Makkah Al-Mukarramah, Padang Arafah, Muzdalifah
dan Mina
Waktu Tertentu
Yang dimaksud dengan waktu tertentu adalah bahwa ibadah haji
hanya dikerjakan pada bulan-bulan haji, yaitu bulan Syawal,
Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Amalan Tertentu
Yang dimaksud dengan amalan tertentu adalah rukun haji, wajib haji
dan sunnah seperti thawaf, wuquf, sai, mabit di Mina dan
Muzdalifah dan amalan lainnya.
Niat Ibadah
Semua itu tidak bernilai haji kalau pelakunya tidak meniatkannya
sebagai ritual ibadah kepada Allah SWT
2. Pengertian Umrah
2
Mendatangi Ka’bah untuk melaksanakan ritual ibadah yaitu
melakukan thawaf dan sa’i
B. Perbedaan Haji dan Umrah
Lantas apa perbedaan antara ibadah haji dan ibadah umrah?
Setidak-tidaknya ada empat perbedaan utama antara ibadah haji dan
ibadah umrah. Dan untuk lebih detail tentang perbedaan haji dan umrah, bisa
kita rinci menjadi :
1. Haji Terikat Waktu Tertentu
3
melibatkan tempat-tempat manasik lainnya, di luar kota Mekkah. Dalam
ibadah haji, selain kita wajib bertawaf di Ka'bah dan Sa'i di Safa dan
Marwah yang posisinya terletak masih di dalam masjid Al-Haram, kita
juga wajib mendatangi tempat lain di luar kota Mekkah, yaitu Arafah,
Muzdalifah dan Mina.
4
3. Hukum
Bahkan ibadah haji merupakan salah satu dari rukun Islam. Dimana
orang yang mengingkari kewajiban atas salah satu rukun Islam, dan haji
termasuk di antaranya, bisa dianggap telah keluar dari agama Islam.
Perbedaan yang lain antara ibadah haji dan umrah adalah dari segi
durasi atau lamanya kedua ibadah itu. Secara teknis praktek di lapangan,
rangkaian ritual ibadah haji lebih banyak memakan waktu dibandingkan
dengan ibadah umrah. Orang melakukan ibadah haji paling cepat
5
dilakukan minimal empat hari, yaitu tanggal 9-10-11-12 Dzulhijjah. Itu
pun bila dia mengambil nafar awal. Sedangkan bila dia mengambil nafar
tsani, berarti ditambah lagi menjadi 5 hari.
Ibadah haji membutuhkan kekuatan fisik yang lebih besar dan lebih
kondisi kesehatan tubuh yang prima. Hal itu karena ritual ibadah haji
memang jauh lebih banyak dan lebih rumit, sementara medannya pun
juga tidak bisa dibilang ringan, ssehingga ritualnya pun juga sedikit lebih
sulit untuk dikerjakan.
6
seringkali terjadi dorong-dorongan hingga menimbulkan korban nyawa
yang tidak sedikit.
Semua itu tidak terjadi dalam ibadah umrah, karena tidak ada
tumpukan massa berjuta dan tidak sampai terjadi pergerakan massa dari
satu tempat ke tempat lain. Sebab Ka'bah dan Safa Marwah berada di satu
titik, yaitu di dalam masjid Al-Haram.
Kalau kita buat tabel perbedaan haji dan umrah, kira-kira hasilnya
sebagai berikut :
HAJI UMRAH
Waktu Tanggal 10-13 Dzulhijjah Setiap saat
7
Tasyrik
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
8
MATERI
HAJI DAN UMRAH II
C. Dalil Disyari’atkannya Haji dan Umrah
1. Dalil Al-Quran
ُۢ
ِﺎس َ اﻣ ٗﻨ ۗﺎ
ِ ِ َِّو ِ َّّلِلِِ َﻋلَىِٱﻟﻨ ِ ِو َﻣنِدَ َخلَ ِهۥُِ َكﺎنَ ِ َء َ َۖ تِ َّﻣقَﺎ ُمِ ِإ ۡب َٰ َﺮهٞ َﻓِﯿ ِِهِ َءا َٰﯾَتُ ِبَ ِﯿّ َٰﻨ
َ ِﯿم
ِي ِ َﻋ ِن َِّ ِ ِو َﻣن ِ َكفَ َﺮ ِﻓَإِ َّن
ٌّ ٱّلِلَ ِ َغ ِﻨ َ ﯿﻼ ۚ ٗ س ِب
َ ِ ع ِإِﻟَ ۡﯿ ِه
َِ طﺎ َ َ ٱستۡ ِ ت ِ َﻣ ِن ِِ ِﺣ ُّﺞ ِ ۡٱﻟ َب ۡﯿ
ِِ٩٧َِِۡٱﻟ َٰعَلَ ِﻤﯿن
Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)
maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu)
menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.
Kata "bagi Allah atas manusia" adalah shighah ilzam wa ijab (إﯾﺠﺎب
)ﺻﯿﻐﺔ إﻟﺰام و, yaitu ungkapan untuk mengharuskan dan mewajibkan.
Apalagi ditambah dengan ungkapan pada bagian akhir ayat, yaitu kalimat
"siapa yang mengingkari (kafir)". Jelas sekali penegasan Allah dalam
kalimat itu bahwa haji adalah kewajiban dan menentang kewajiban haji
ini menjadi kafir.
9
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan mufassirin dan fuqaha
tentang kapan turunnya ayat ini. Sebagian dari mereka, seperti mazhab
As-Syafi’iyah, menyebutkan bahwa ayat ini turun di tahun keenam
hijriyah. Dan karena Rasulullah SAW melaksanakan haji di tahun
kesepuluh hijriyah, maka dalam pandangan mazhab ini, kewajiban haji
sifatnya boleh ditunda.
Selain ayat quran di atas, haji juga disyariatkan lewat hadits yang
menjadi intisari ajaran Islam.
10
Allah SWT untuk mengerjakannya.
11
tidak melaksanakannya, maka jangan menyesal kalau mati
dalam keadaan yahudi atau nasrani. (HR. Tirmizy)
Dan bila sangat tidak yakin apakah nanti masih bisa berangkat haji,
entah karena takut hartanya hilang atau takut nanti terlanjur sakit dan
sebagainya, maka menundanya haram.
12
bersama 124 ribu shahabat baru melakukannya di tahun kesepuluh sejak
peristiwa hijrah.
Itu berarti, terjadi penundaan selama 4 tahun, dan itu bukan waktu
yang pendek. Padahal Rasulullah Saw sejak peristiwa Fathu Mekkah di
tahun kedelapan hijriyah sudah sangat mampu untuk melaksanakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
MATERI
13
E. Keutamaan Haji
Hadits ini bisa dipahami dengan dua cara. Cara pertama, memang
orang yang pergi haji itu pasti tidak fakir, sebab orang yang fakir tidak
mungkin pergi haji. Kalau pun ada orang fakir yang bisa pergi haji,
bagaimana pun cara mendapatkan hartanya, yang pasti ketika dia bisa
berangkat haji, maka saat itu dia bukan orang yang fakir.
Cara kedua, terkadang di antara hikmah bagi orang yang pergi haji
itu bisa mendapat motivasi untuk bekerja lebih giat. Sebab belum pernah
ada orang yang ketika pulang dari menunaikan ibadah haji lalu bilang
sudah kapok. Selalu saja para jemaah haji punya keinginan untuk
kembali lagi. Dan keinginan itu memberi motivasi untuk bekerja giat
mencari rejeki lebih banyak.
Dan ada juga yang menafsirkan hadits ini apa adanya, yaitu kalau
mau kaya, pergi haji saja secepatnya. Sebab pergi haji memang akan
mendatangkan rejeki yang lebih banyak lagi.
14
Dan hanya Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu makna hadits ini
sesungguhnya.
Jihad fi sabilillah adalah salah satu ibadah yang amat istimewa dan
berpahala besar. Namun memang wajar apabila seorang berjihad
mendapatkan karunia dan balasan yang amat besar, mengingat berjihad
itu sangat berat. Selain harus meninggalkan kampung halaman, jauh dari
anak dan istri, untuk berjihad juga dibutuhkan kekuatan, kemampuan,
keterampilan serta yang lebih penting adalah jihad membutuhkan harta
yang cukup banyak.
15
bercucuran air mata saat dinyatakan tidak layak untuk ikut dalam jihad.
Artinya “Jihadnya orang yang sudah tua, anak keecil dan wanita adalah
haji dan umrah.” (HR an-Nasaai)
Selain pendek jadi mudah diingat, hadits ini juga tegas memastikan
bahwa ibadah haji yang dikerjakan dengan benar (mabrur) akan
mendapat balasan berupa surga.
16
Sesungguhnya cukup satu hadits ini saja sudah bisa memberi
motivasi kuat bagi setiap muslim untuk menunaikan ibadah haji ke
baitullah.
Bayi yang baru lahir tentu tidak pernah punya dosa. Kalau pun bayi
iti dipanggil Allah Swt, pasti masuk surga. Siapa yang tidak ingin menjadi
seperti bayi kembali, hidup di dunia tanpa menanggung dosa. Sehingga
kalau pun Allah SWT memanggil, sudah pasti tidak akan ada pertanyaan
ini dan itu dari malaikat, karena toh memang tidak punya dosa.
17
“Kemudian apa?” Jawab beliau, “Haji mabrur.”(HR
Bukhari dan Muslim)
Inilah salah satu kehormatan yang hanya Allah berikan kepada para
jamaah haji dan umrah, yaitu mendapat gelar sebagai tamu-tamu Allah.
Nabi SAW bersabda :
Artinya: “Para jamaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Allah
menyeru mereka lalu mereka pun menyambut seruan-Nya;
mereka meminta kepada-Nya lalu Dia pun
memberinya.”(Shahihul-Jami’)
Kalau jamaah haji dan umrah menjadi tamu Allah, tentunya mereka
mendapatkan semua pelayanan dari Allah. Salah satu bentuk pelayanan
dari Allah adalah apabila sang tamu punya hajat dan keinginan, tentunya
tuan rumah akan malu kalau tidak meluluskannya.
Maka para jamaah haji dan umrah adalah orang-orang yang punya
fasilitas khusus untuk bisa meminta kepada tuan rumah, yaitu Allah
SWT. Dan kalau sang tamu datang meminta diampuni, jelas sekali sudah
merupakan kewajiban Allah untuk meluluskan hajat sang tamu, yaitu
mengampuni semua dosa-dosa yang telah lalu.
Satu lagi keutamaan orang yang melakukan ibadah haji yang juga
18
teramat istimewa, yaitu para jamaah haji itu dibanggakan oleh Allah Swt.
di depan para malaikatnya.
Apa yang telah Allah SWT banggakan di depan para malaikat itu
dihancurkan sendiri oleh dirinya sendiri, dengan masih saja melakukan
maksiat, menipu, mengambil harta orang, korupsi, makan uang rakyat,
mencaci orang, memaki, menyakiti hati orang, dan berbagai perbuatan
busuk lainnya.
19
pergi haji.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
20
MATERI
PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan
Pernikahan atau perkawinan ialah akad yang menghalalkan
pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan yang bukan mahram. Nikah adalah salah satu asas pokok
hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna.
Pernikahan itu bukan saja merupakan suatu jalan yang amat mulia untuk
mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat di pandang
sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum
lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan
antara satu dengan yang lainnya.
Untuk lebih jelasnya maka penulis akan memberikan penjabaran
tentang perkawinan baik secara bahasa maupun istilah, adapun pengertian
kawin yakni:
1. Secara Bahasa
Kata nikah berasal dari bahasa arab نكاحyang merupakan
masdar atau asal dari kata kerja نكحsinonomnya تزوجkemudian
diterjemahkan kedalam bahasa indonesia dengan perkawinan. Kata nikah
telah dibakukan menjadi bahasa Indonesia. Oleh karena itu, secara sosial
kata pernikahan dipergunakan dalam berbagai upacara perkawinan. Di
samping itu, kata pernikahan tampak lebih etis dan agamis di banding
dengan kata perkawinan. Kata perkawinan lebih cocok dipergunakan
untuk makhluk selain manusia.
Dalam bahasa Indonesia, seperti yang dapat dibaca dalam
beberapa kamus di antaranya Kamus Umum Bahasa Indonesia, kawin
diartikan dengan a) perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami
istri; nikah b) sudah beristri atau berbini c) dalam bahasa pergaulan artinya
bersetubuh. Pengertian senada juga dijumpai dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Kawin diartikan dengan a) menikah b) cak bersetubuh c)
1
berkelamin (untuk hewan). Perkawinan adalah: a) pernikahan; hal (urusan
dan sebagainya) kawin; b) pertemuan hewan jantan dan hewan betina
secara seksual. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kawin diartikan
dengan “menjalani kehidupan baru dengan bersuami atau istri, menikah,
melakukan hubungan seksual, bersetubuh.
2. Secara Istilah
Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi,
diantaranya adalah:
a) Menurut Syara’
Perkawinan adalah akad yang ditetapkan syara’ untuk
membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan
dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.
b) Menurut Abu Yahya Zakariaya Al-Anshary
Perkawinan menurut istilah syara’ ialah akad yang
mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan
lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya.
c) Menurut Zakiah Daradjat
Perkawinan adalah akad yang mengandung ketentuan
hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau tazwij
atau semakna dengan keduanya.
d) Menurut Anwar Harjono
Perkawinan adalah bahasa Indonesia yang umum dipakai
dalam pengertian yang sama dengan nikah atau zawaj dalam istilah
fiqh. Para fuqaha dan mazhab empat sepakat bahwa makna nikah atau
zawaj adalah suatu akad atau suatu perjanjian yang mengandung arti
tentang sahnya hubungan kelamin dan untuk melanjutkan keturunan.
e) Menurut Slamet Abidin dan Aminudin terdapat beberapa definisi,
yaitu sebagai berikut:
1) Ulama Hanafiah mendefinisikan perkawinan sebagai suatu akad
yang berguna untuk memiliki Mut’ah dengan sengaja. Artinya,
2
seoarang laki-laki dapat menguasai perempuan dengan seluruh
anggota badannya untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan.
2) Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa perkawinan adalah suatu
akad dengan menggunakan lafaz nikah atau zauj, yang
menyimpan arti memiliki. Artinya dengan pernikahan, seseorang
dapat memiliki atau mendapatkan kesenangan dari pasangannya.
3) Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa perkawinan adalah suatu
akad yang mengandung arti mut’ah untuk mencapai kepuasan
dengan tidak mewajibkan adanya harga.
4) Ulama Hanabilah mengatakan bahwa perkawinan adalah akad
dengan menggunakan lafaz nikah atau tazwij untuk mendapatkan
kepuasan, artinya seorang laki-laki dapat memperoleh kepuasan
dari seorang perempuan dan sebaliknya. Dalam pengertian di atas
terdapat kata-kata milik yang mengandung pengertian hak untuk
memiliki melalui akad nikah. Oleh karena itu, suami-istri dapat
saling mengambil manfaat untuk mencapai kehidupan dalam
rumah tangganya yang bertujuan membentuk keluarga sakinah
mawaddah warahma di dunia.
B. Macam-Macam Perkawinan
Pernikahan mempunyai berbagai jenis dan cara. Dilihat dari sifatnya
jenis-jenis pernikahan terdiri dari beberapa macam, yaitu:
1. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah adalah akad yang dilakukan oleh seoarang laki-
laki terhadap perempuan dengan menggunakan lafaz “tamattu, istimta”
atau sejenisnya. Ada yang menyatakan nikah mut’ah disebut juga kawin
kontrak (muaqqat) dengan jangka waktu tertentu atau tak tertentu, tanpa
wali maupun saksi. Dinamakan mut’ah karena laki-lakinya bermaksud
untuk bersenang-senang secara temporer.
Nikah mut’ah menurut Abdul Wahab merupakan perkawinan
yang dilarang (bathil). Larangan tersebut telah disepakati oleh jumhur
ulama dengan menyatakan bahwa tidak ada yang mengakui perkawinan
3
tersebut. haramnya nikah mut’ah menurut seluruh imam mazhab diantara
beberapa alasannya adalah: 1) nikah mut’ah tidak sesuai dengan yang
dimaksudkan oleh Al-Quran, 2) banyaknya hadits yang dengan tegas
menyebutkan haramnya nikah mut’ah. 3) nikah mut’ah sekedar bertujuan
pelampiasan syahwat, bukan untuk mendapatkan keturunan dan
memeliharanya. Serta masih banyak lagi alasan-alasan lain yang
memperkuat tentang haramnya nikah mut’ah.
2. Nikah Muhallil
Muhallil disebut juga dengan istilah kawin cinta buta, yaitu
seseorang laki-laki mengawini perempuan yang telah ditalak tiga kali
sehabis masa iddahnya kemudian menalaknya dengan maksud agar
mantan suaminya yang pertama dapat menikah dengan dia kembali.
Mantan suaminya menyuruh orang lain menikahi bekas istrinya yang
sudah ditalak tiga, kemudian berdasarkan perjanjian, istri tersebut
diceraikan sehingga suaminya dapat menikahinya (rujuk).
3. Nikah Sirri
Nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan tanpa memberitahukan kepada kedua orang tuanya yang
berhak menjadi wali. Nikah sirri dilakukan dengan syarat-syarat yang
benar sesuai hukum Islam. Hanya saja dalam nikah sirri, pihak orang tua
kedua belah pihak tidak diberi tahu dan keduanya tidak meminta izin atau
meminta restu orang tua.
4. Nikah Agama
Nikah agama adalah pernikahan yang sempurna ijab dan
kabulnya, serta dihadiri saksi dari kedua belah pihak. Bedanya adalah
pernikahan agama tidak tercatat pada catatan instansi terkait.
5. Nikah di bawah tangan
Nikah di bawah tangan adalah perkawinan yang dilakukan oleh
seorang perempuan dan laki-laki tanpa melalui prosedur yang benar
menurut undang-undang perkawinan. Nikah di bawah tangan merupakan
perkawinan ilegal, tetapi menurut hukum Islam akad perkawinannya sah.
4
6. Nikah gantung
kawin gantung adalah perkawinan yang dilakukan oleh
pasangan suami-istri yang usianya masih di bawah umur dan belum
saatnya melakukan hubungan suami istri, atau salah seorang pasangannya,
yakni istri masih di bawah umur, sehingga suaminya harus menunggu
umur istrinya cukup untuk digauli. Kawin gantung hukumnya boleh.
7. Nikah sesama jenis (homoseks dan lesbian)
Nikah sesama jenis yakni pernikahan makhluk manusia yang
berjenis kelamin sama, yakni laki-laki dengan laki-laki dan perempuan
dengan perempuan. Pada kasus nikah sesama jenis maka hukumnya
haram.
8. Poligami
Poligami adalah seorang suami beristri lebih dari satu.
Hukumnya boleh dengan syarat menegakkan keadilan.
9. Poliandri
Poliandri adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang
perempuan kepada lebih dari seorang laki-laki. Artinya, seorang
perempuan memiliki suami lebih dari seorang . hukumnya haram, karena
pernikahan seperti ini tidak berbeda dengan seorang pelacur yang setiap
hari berganti-ganti pasangan. Perbedaannya adalah poliandri
menggunakan akad, yang mana akadnya mutlak batal.
10. Monogami
Monogami adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-
laki kepada seorang perempuan. Monogami adalah asas perkawinan dalam
Islam, sehingga suami boleh menikahi perempuan lebih dari satu asal
berbuat adil.
11. Nikah paksa
Kawin paksa adalah menikahkan seseorang perempuan atau
laki-laki dengan cara dipaksa oleh orang tuanya atau walinya dengan
pasangan pilihan walinya. Pada kasus ini, memaksa anak untuk menikah
dengan pilihan walinya hukumnya haram.
5
12. Isogami atau Esogami
Isogami adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-
laki dengan seorang perempuan yang bertempat tinggal diwilayah yang
sama, etnis, dan kesukuannya sama. Isogami dalah bentuk larangan bagi
laki-laki atau perempuan menikah dengan orang yang berbeda suku atau
etnis. Seperti orang dayak harus menikah dengan orang luar dayak.
6
MATERI
HAJI UMRAH
A. Pengertian Haji dan Umrah
Ibadah haji dan umrah adalah dua jenis ibadah yang memiliki banyak
persamaan, namun sekaligus juga punya banyak perbedaan yang prinsipil Kita
akan awali buku ini dengan membahas satu persatu.
Tentang pengertian haji dan umrah, dengan membahas dimana letak
persamaan dan perbedaan antara keduanya, serta bagaimana keduanya
disyariatkan di dalam agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
1. Pengertian Haji
Secara bahasa, kata haji bermakna al-qashdu, yang artinya
menyengaja, atau menyengaja melakukan sesuatu yang agung. Dikatakan
hajja ilaina fulan ( )ﺣﺞّ إﻟﯿﻨﺎ ﻓﻼنartinya fulan mendatangi kita. Dan makna
Ziarah
Yang dimaksud dengan ziarah adalah mengadakan perjalanan (safar)
dengan menempuh jarak yang biasanya cukup jauh hingga
meninggalkan negeri atau kampung halaman, kecuali buat penduduk
Mekkah.
Tempat Tertentu
1
Baitullah Kota Makkah Al-Mukarramah, Padang Arafah, Muzdalifah
dan Mina
Waktu Tertentu
Yang dimaksud dengan waktu tertentu adalah bahwa ibadah haji
hanya dikerjakan pada bulan-bulan haji, yaitu bulan Syawal,
Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Amalan Tertentu
Yang dimaksud dengan amalan tertentu adalah rukun haji, wajib haji
dan sunnah seperti thawaf, wuquf, sai, mabit di Mina dan
Muzdalifah dan amalan lainnya.
Niat Ibadah
Semua itu tidak bernilai haji kalau pelakunya tidak meniatkannya
sebagai ritual ibadah kepada Allah SWT
2. Pengertian Umrah
2
Mendatangi Ka’bah untuk melaksanakan ritual ibadah yaitu
melakukan thawaf dan sa’i
B. Perbedaan Haji dan Umrah
Lantas apa perbedaan antara ibadah haji dan ibadah umrah?
Setidak-tidaknya ada empat perbedaan utama antara ibadah haji dan
ibadah umrah. Dan untuk lebih detail tentang perbedaan haji dan umrah, bisa
kita rinci menjadi :
1. Haji Terikat Waktu Tertentu
3
melibatkan tempat-tempat manasik lainnya, di luar kota Mekkah. Dalam
ibadah haji, selain kita wajib bertawaf di Ka'bah dan Sa'i di Safa dan
Marwah yang posisinya terletak masih di dalam masjid Al-Haram, kita
juga wajib mendatangi tempat lain di luar kota Mekkah, yaitu Arafah,
Muzdalifah dan Mina.
4
3. Hukum
Bahkan ibadah haji merupakan salah satu dari rukun Islam. Dimana
orang yang mengingkari kewajiban atas salah satu rukun Islam, dan haji
termasuk di antaranya, bisa dianggap telah keluar dari agama Islam.
Perbedaan yang lain antara ibadah haji dan umrah adalah dari segi
durasi atau lamanya kedua ibadah itu. Secara teknis praktek di lapangan,
rangkaian ritual ibadah haji lebih banyak memakan waktu dibandingkan
dengan ibadah umrah. Orang melakukan ibadah haji paling cepat
5
dilakukan minimal empat hari, yaitu tanggal 9-10-11-12 Dzulhijjah. Itu
pun bila dia mengambil nafar awal. Sedangkan bila dia mengambil nafar
tsani, berarti ditambah lagi menjadi 5 hari.
Ibadah haji membutuhkan kekuatan fisik yang lebih besar dan lebih
kondisi kesehatan tubuh yang prima. Hal itu karena ritual ibadah haji
memang jauh lebih banyak dan lebih rumit, sementara medannya pun
juga tidak bisa dibilang ringan, ssehingga ritualnya pun juga sedikit lebih
sulit untuk dikerjakan.
6
seringkali terjadi dorong-dorongan hingga menimbulkan korban nyawa
yang tidak sedikit.
Semua itu tidak terjadi dalam ibadah umrah, karena tidak ada
tumpukan massa berjuta dan tidak sampai terjadi pergerakan massa dari
satu tempat ke tempat lain. Sebab Ka'bah dan Safa Marwah berada di satu
titik, yaitu di dalam masjid Al-Haram.
Kalau kita buat tabel perbedaan haji dan umrah, kira-kira hasilnya
sebagai berikut :
HAJI UMRAH
Waktu Tanggal 10-13 Dzulhijjah Setiap saat
7
Tasyrik
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
8
MATERI
HAJI DAN UMRAH II
C. Dalil Disyari’atkannya Haji dan Umrah
1. Dalil Al-Quran
ُۢ
ِﺎس َ اﻣ ٗﻨ ۗﺎ
ِ ِ َِّو ِ َّّلِلِِ َﻋلَىِٱﻟﻨ ِ ِو َﻣنِدَ َخلَ ِهۥُِ َكﺎنَ ِ َء َ َۖ تِ َّﻣقَﺎ ُمِ ِإ ۡب َٰ َﺮهٞ َﻓِﯿ ِِهِ َءا َٰﯾَتُ ِبَ ِﯿّ َٰﻨ
َ ِﯿم
ِي ِ َﻋ ِن َِّ ِ ِو َﻣن ِ َكفَ َﺮ ِﻓَإِ َّن
ٌّ ٱّلِلَ ِ َغ ِﻨ َ ﯿﻼ ۚ ٗ س ِب
َ ِ ع ِإِﻟَ ۡﯿ ِه
َِ طﺎ َ َ ٱستۡ ِ ت ِ َﻣ ِن ِِ ِﺣ ُّﺞ ِ ۡٱﻟ َب ۡﯿ
ِِ٩٧َِِۡٱﻟ َٰعَلَ ِﻤﯿن
Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)
maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu)
menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.
Kata "bagi Allah atas manusia" adalah shighah ilzam wa ijab (إﯾﺠﺎب
)ﺻﯿﻐﺔ إﻟﺰام و, yaitu ungkapan untuk mengharuskan dan mewajibkan.
Apalagi ditambah dengan ungkapan pada bagian akhir ayat, yaitu kalimat
"siapa yang mengingkari (kafir)". Jelas sekali penegasan Allah dalam
kalimat itu bahwa haji adalah kewajiban dan menentang kewajiban haji
ini menjadi kafir.
9
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan mufassirin dan fuqaha
tentang kapan turunnya ayat ini. Sebagian dari mereka, seperti mazhab
As-Syafi’iyah, menyebutkan bahwa ayat ini turun di tahun keenam
hijriyah. Dan karena Rasulullah SAW melaksanakan haji di tahun
kesepuluh hijriyah, maka dalam pandangan mazhab ini, kewajiban haji
sifatnya boleh ditunda.
Selain ayat quran di atas, haji juga disyariatkan lewat hadits yang
menjadi intisari ajaran Islam.
10
Allah SWT untuk mengerjakannya.
11
tidak melaksanakannya, maka jangan menyesal kalau mati
dalam keadaan yahudi atau nasrani. (HR. Tirmizy)
Dan bila sangat tidak yakin apakah nanti masih bisa berangkat haji,
entah karena takut hartanya hilang atau takut nanti terlanjur sakit dan
sebagainya, maka menundanya haram.
12
bersama 124 ribu shahabat baru melakukannya di tahun kesepuluh sejak
peristiwa hijrah.
Itu berarti, terjadi penundaan selama 4 tahun, dan itu bukan waktu
yang pendek. Padahal Rasulullah Saw sejak peristiwa Fathu Mekkah di
tahun kedelapan hijriyah sudah sangat mampu untuk melaksanakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
MATERI
13
E. Keutamaan Haji
Hadits ini bisa dipahami dengan dua cara. Cara pertama, memang
orang yang pergi haji itu pasti tidak fakir, sebab orang yang fakir tidak
mungkin pergi haji. Kalau pun ada orang fakir yang bisa pergi haji,
bagaimana pun cara mendapatkan hartanya, yang pasti ketika dia bisa
berangkat haji, maka saat itu dia bukan orang yang fakir.
Cara kedua, terkadang di antara hikmah bagi orang yang pergi haji
itu bisa mendapat motivasi untuk bekerja lebih giat. Sebab belum pernah
ada orang yang ketika pulang dari menunaikan ibadah haji lalu bilang
sudah kapok. Selalu saja para jemaah haji punya keinginan untuk
kembali lagi. Dan keinginan itu memberi motivasi untuk bekerja giat
mencari rejeki lebih banyak.
Dan ada juga yang menafsirkan hadits ini apa adanya, yaitu kalau
mau kaya, pergi haji saja secepatnya. Sebab pergi haji memang akan
mendatangkan rejeki yang lebih banyak lagi.
14
Dan hanya Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu makna hadits ini
sesungguhnya.
Jihad fi sabilillah adalah salah satu ibadah yang amat istimewa dan
berpahala besar. Namun memang wajar apabila seorang berjihad
mendapatkan karunia dan balasan yang amat besar, mengingat berjihad
itu sangat berat. Selain harus meninggalkan kampung halaman, jauh dari
anak dan istri, untuk berjihad juga dibutuhkan kekuatan, kemampuan,
keterampilan serta yang lebih penting adalah jihad membutuhkan harta
yang cukup banyak.
15
bercucuran air mata saat dinyatakan tidak layak untuk ikut dalam jihad.
Artinya “Jihadnya orang yang sudah tua, anak keecil dan wanita adalah
haji dan umrah.” (HR an-Nasaai)
Selain pendek jadi mudah diingat, hadits ini juga tegas memastikan
bahwa ibadah haji yang dikerjakan dengan benar (mabrur) akan
mendapat balasan berupa surga.
16
Sesungguhnya cukup satu hadits ini saja sudah bisa memberi
motivasi kuat bagi setiap muslim untuk menunaikan ibadah haji ke
baitullah.
Bayi yang baru lahir tentu tidak pernah punya dosa. Kalau pun bayi
iti dipanggil Allah Swt, pasti masuk surga. Siapa yang tidak ingin menjadi
seperti bayi kembali, hidup di dunia tanpa menanggung dosa. Sehingga
kalau pun Allah SWT memanggil, sudah pasti tidak akan ada pertanyaan
ini dan itu dari malaikat, karena toh memang tidak punya dosa.
17
“Kemudian apa?” Jawab beliau, “Haji mabrur.”(HR
Bukhari dan Muslim)
Inilah salah satu kehormatan yang hanya Allah berikan kepada para
jamaah haji dan umrah, yaitu mendapat gelar sebagai tamu-tamu Allah.
Nabi SAW bersabda :
Artinya: “Para jamaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Allah
menyeru mereka lalu mereka pun menyambut seruan-Nya;
mereka meminta kepada-Nya lalu Dia pun
memberinya.”(Shahihul-Jami’)
Kalau jamaah haji dan umrah menjadi tamu Allah, tentunya mereka
mendapatkan semua pelayanan dari Allah. Salah satu bentuk pelayanan
dari Allah adalah apabila sang tamu punya hajat dan keinginan, tentunya
tuan rumah akan malu kalau tidak meluluskannya.
Maka para jamaah haji dan umrah adalah orang-orang yang punya
fasilitas khusus untuk bisa meminta kepada tuan rumah, yaitu Allah
SWT. Dan kalau sang tamu datang meminta diampuni, jelas sekali sudah
merupakan kewajiban Allah untuk meluluskan hajat sang tamu, yaitu
mengampuni semua dosa-dosa yang telah lalu.
Satu lagi keutamaan orang yang melakukan ibadah haji yang juga
18
teramat istimewa, yaitu para jamaah haji itu dibanggakan oleh Allah Swt.
di depan para malaikatnya.
Apa yang telah Allah SWT banggakan di depan para malaikat itu
dihancurkan sendiri oleh dirinya sendiri, dengan masih saja melakukan
maksiat, menipu, mengambil harta orang, korupsi, makan uang rakyat,
mencaci orang, memaki, menyakiti hati orang, dan berbagai perbuatan
busuk lainnya.
19
pergi haji.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
20
MATERI
PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan
Pernikahan atau perkawinan ialah akad yang menghalalkan
pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan yang bukan mahram. Nikah adalah salah satu asas pokok
hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna.
Pernikahan itu bukan saja merupakan suatu jalan yang amat mulia untuk
mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat di pandang
sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum
lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan
antara satu dengan yang lainnya.
Untuk lebih jelasnya maka penulis akan memberikan penjabaran
tentang perkawinan baik secara bahasa maupun istilah, adapun pengertian
kawin yakni:
1. Secara Bahasa
Kata nikah berasal dari bahasa arab نكاحyang merupakan
masdar atau asal dari kata kerja نكحsinonomnya تزوجkemudian
diterjemahkan kedalam bahasa indonesia dengan perkawinan. Kata nikah
telah dibakukan menjadi bahasa Indonesia. Oleh karena itu, secara sosial
kata pernikahan dipergunakan dalam berbagai upacara perkawinan. Di
samping itu, kata pernikahan tampak lebih etis dan agamis di banding
dengan kata perkawinan. Kata perkawinan lebih cocok dipergunakan
untuk makhluk selain manusia.
Dalam bahasa Indonesia, seperti yang dapat dibaca dalam
beberapa kamus di antaranya Kamus Umum Bahasa Indonesia, kawin
diartikan dengan a) perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami
istri; nikah b) sudah beristri atau berbini c) dalam bahasa pergaulan artinya
bersetubuh. Pengertian senada juga dijumpai dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Kawin diartikan dengan a) menikah b) cak bersetubuh c)
1
berkelamin (untuk hewan). Perkawinan adalah: a) pernikahan; hal (urusan
dan sebagainya) kawin; b) pertemuan hewan jantan dan hewan betina
secara seksual. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kawin diartikan
dengan “menjalani kehidupan baru dengan bersuami atau istri, menikah,
melakukan hubungan seksual, bersetubuh.
2. Secara Istilah
Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi,
diantaranya adalah:
a) Menurut Syara’
Perkawinan adalah akad yang ditetapkan syara’ untuk
membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan
dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.
b) Menurut Abu Yahya Zakariaya Al-Anshary
Perkawinan menurut istilah syara’ ialah akad yang
mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan
lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya.
c) Menurut Zakiah Daradjat
Perkawinan adalah akad yang mengandung ketentuan
hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau tazwij
atau semakna dengan keduanya.
d) Menurut Anwar Harjono
Perkawinan adalah bahasa Indonesia yang umum dipakai
dalam pengertian yang sama dengan nikah atau zawaj dalam istilah
fiqh. Para fuqaha dan mazhab empat sepakat bahwa makna nikah atau
zawaj adalah suatu akad atau suatu perjanjian yang mengandung arti
tentang sahnya hubungan kelamin dan untuk melanjutkan keturunan.
e) Menurut Slamet Abidin dan Aminudin terdapat beberapa definisi,
yaitu sebagai berikut:
1) Ulama Hanafiah mendefinisikan perkawinan sebagai suatu akad
yang berguna untuk memiliki Mut’ah dengan sengaja. Artinya,
2
seoarang laki-laki dapat menguasai perempuan dengan seluruh
anggota badannya untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan.
2) Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa perkawinan adalah suatu
akad dengan menggunakan lafaz nikah atau zauj, yang
menyimpan arti memiliki. Artinya dengan pernikahan, seseorang
dapat memiliki atau mendapatkan kesenangan dari pasangannya.
3) Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa perkawinan adalah suatu
akad yang mengandung arti mut’ah untuk mencapai kepuasan
dengan tidak mewajibkan adanya harga.
4) Ulama Hanabilah mengatakan bahwa perkawinan adalah akad
dengan menggunakan lafaz nikah atau tazwij untuk mendapatkan
kepuasan, artinya seorang laki-laki dapat memperoleh kepuasan
dari seorang perempuan dan sebaliknya. Dalam pengertian di atas
terdapat kata-kata milik yang mengandung pengertian hak untuk
memiliki melalui akad nikah. Oleh karena itu, suami-istri dapat
saling mengambil manfaat untuk mencapai kehidupan dalam
rumah tangganya yang bertujuan membentuk keluarga sakinah
mawaddah warahma di dunia.
B. Macam-Macam Perkawinan
Pernikahan mempunyai berbagai jenis dan cara. Dilihat dari sifatnya
jenis-jenis pernikahan terdiri dari beberapa macam, yaitu:
1. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah adalah akad yang dilakukan oleh seoarang laki-
laki terhadap perempuan dengan menggunakan lafaz “tamattu, istimta”
atau sejenisnya. Ada yang menyatakan nikah mut’ah disebut juga kawin
kontrak (muaqqat) dengan jangka waktu tertentu atau tak tertentu, tanpa
wali maupun saksi. Dinamakan mut’ah karena laki-lakinya bermaksud
untuk bersenang-senang secara temporer.
Nikah mut’ah menurut Abdul Wahab merupakan perkawinan
yang dilarang (bathil). Larangan tersebut telah disepakati oleh jumhur
ulama dengan menyatakan bahwa tidak ada yang mengakui perkawinan
3
tersebut. haramnya nikah mut’ah menurut seluruh imam mazhab diantara
beberapa alasannya adalah: 1) nikah mut’ah tidak sesuai dengan yang
dimaksudkan oleh Al-Quran, 2) banyaknya hadits yang dengan tegas
menyebutkan haramnya nikah mut’ah. 3) nikah mut’ah sekedar bertujuan
pelampiasan syahwat, bukan untuk mendapatkan keturunan dan
memeliharanya. Serta masih banyak lagi alasan-alasan lain yang
memperkuat tentang haramnya nikah mut’ah.
2. Nikah Muhallil
Muhallil disebut juga dengan istilah kawin cinta buta, yaitu
seseorang laki-laki mengawini perempuan yang telah ditalak tiga kali
sehabis masa iddahnya kemudian menalaknya dengan maksud agar
mantan suaminya yang pertama dapat menikah dengan dia kembali.
Mantan suaminya menyuruh orang lain menikahi bekas istrinya yang
sudah ditalak tiga, kemudian berdasarkan perjanjian, istri tersebut
diceraikan sehingga suaminya dapat menikahinya (rujuk).
3. Nikah Sirri
Nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan tanpa memberitahukan kepada kedua orang tuanya yang
berhak menjadi wali. Nikah sirri dilakukan dengan syarat-syarat yang
benar sesuai hukum Islam. Hanya saja dalam nikah sirri, pihak orang tua
kedua belah pihak tidak diberi tahu dan keduanya tidak meminta izin atau
meminta restu orang tua.
4. Nikah Agama
Nikah agama adalah pernikahan yang sempurna ijab dan
kabulnya, serta dihadiri saksi dari kedua belah pihak. Bedanya adalah
pernikahan agama tidak tercatat pada catatan instansi terkait.
5. Nikah di bawah tangan
Nikah di bawah tangan adalah perkawinan yang dilakukan oleh
seorang perempuan dan laki-laki tanpa melalui prosedur yang benar
menurut undang-undang perkawinan. Nikah di bawah tangan merupakan
perkawinan ilegal, tetapi menurut hukum Islam akad perkawinannya sah.
4
6. Nikah gantung
kawin gantung adalah perkawinan yang dilakukan oleh
pasangan suami-istri yang usianya masih di bawah umur dan belum
saatnya melakukan hubungan suami istri, atau salah seorang pasangannya,
yakni istri masih di bawah umur, sehingga suaminya harus menunggu
umur istrinya cukup untuk digauli. Kawin gantung hukumnya boleh.
7. Nikah sesama jenis (homoseks dan lesbian)
Nikah sesama jenis yakni pernikahan makhluk manusia yang
berjenis kelamin sama, yakni laki-laki dengan laki-laki dan perempuan
dengan perempuan. Pada kasus nikah sesama jenis maka hukumnya
haram.
8. Poligami
Poligami adalah seorang suami beristri lebih dari satu.
Hukumnya boleh dengan syarat menegakkan keadilan.
9. Poliandri
Poliandri adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang
perempuan kepada lebih dari seorang laki-laki. Artinya, seorang
perempuan memiliki suami lebih dari seorang . hukumnya haram, karena
pernikahan seperti ini tidak berbeda dengan seorang pelacur yang setiap
hari berganti-ganti pasangan. Perbedaannya adalah poliandri
menggunakan akad, yang mana akadnya mutlak batal.
10. Monogami
Monogami adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-
laki kepada seorang perempuan. Monogami adalah asas perkawinan dalam
Islam, sehingga suami boleh menikahi perempuan lebih dari satu asal
berbuat adil.
11. Nikah paksa
Kawin paksa adalah menikahkan seseorang perempuan atau
laki-laki dengan cara dipaksa oleh orang tuanya atau walinya dengan
pasangan pilihan walinya. Pada kasus ini, memaksa anak untuk menikah
dengan pilihan walinya hukumnya haram.
5
12. Isogami atau Esogami
Isogami adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-
laki dengan seorang perempuan yang bertempat tinggal diwilayah yang
sama, etnis, dan kesukuannya sama. Isogami dalah bentuk larangan bagi
laki-laki atau perempuan menikah dengan orang yang berbeda suku atau
etnis. Seperti orang dayak harus menikah dengan orang luar dayak.
6
MATERI
RUKUN HAJI
A. Pengertian Rukun
1. Bahasa
Rukun juga sering disebut sebagai anggota dari suatu badan, atau
al-jawarih ()اﻟﺠﻮارح. Hal itu seperti yang disebutkan di dalam hadits
riwayat Muslim :
2. Istilah
Sehingga rukun haji haji adalah segala hal yang tanpa perbuatan
itu membuat ibadah haji menjadi tidak sah. Atau dengan kata lain :
Segala hal yang tanpanya membuat sebuah ibadah haji menjadi tidak
sah berarti adalah rukun haji.
1
Para ulama berbeda-beda pendapat ketika menyebutkan apa saja yang
termasuk rukun haji. Ada beberapa ritual haji yang mereka menyepakatinya
sebagai yang termasuk rukun haji. Dan ada juga ritual-ritual yang mereka
tidak menyepakatinya sebagai rukun haji.
1. Mazhab Al-Hanafiyah
3. Mazhab Asy-Syafi’iyah
4. Mazhab Al-Hanabilah
Mazhab Al-Hanabilah menetapkan bahwa rukun haji itu ada empat
perkara, sama dengan apa yang telah ditetapkan oleh mazhab Al-
Malilkiyah. Rukun-rukun itu adalah berihram, rukun kedua adalah wuquf
di Arafah, rukun ketiga adalah tawaf ifadhah, dan rukun keempat adalah
sa’i antara Shafa dan Marwah.
2
Kesimpulan dan Perbandingan
6. Tertib - - Rukun -
C. Ihram
3
berbuat fasik dan berbantah-bantahan (QS. Al-Baqarah: 197)
Di luar itu setelah bertahallul, maka ihram pun sudah selesai. Para
jamaah haji sudah boleh mengerjakan kembali hal-hal yang tadinya
dilarang, sebagaimana firman Allah SWT :
4
Orang yang sekedar pergi umrah di luar musim haji tidak perlu
melakukan wuquf di Arafah. Kalau pun mereka mendatanginya, sekedar
melihat-lihat dan tidak ada kaitannya dengan ibadah ritual.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI
RUKUN HAJI II
E. Tawaf
Ada banyak jenis thawaf, namun yang termasuk rukun dalam ibadah
haji adalah thawaf ifadhah :
Thawaf ifadah dikerjakan oleh jamaah haji setelah kembali dari
mengerjakan wuquf di padang Arafah dan bermalam di Muzdalifah.
Thawaf ifadhah ini termasuk hal yang bisa ditinggalkan maka
rangkaian ibadah haji tidak sah, dan tidak bisa digantikan oleh orang
lain.
Thawaf ifadhah ini sering juga disebut dengan tawaf Ziarah, thawaf
rukun, dan juga disebut sebagai thawaf fardhu.
Sedangkan jenis-jenis thawaf yang lain juga disyariatkan namun
tidak termasuk ke dalam rukun haji, misalnya thawaf qudum, thawaf
wada’, thawaf tahiyatul masjid dan lainnya.
Thawaf qudum adalah thawaf kedatangan pertama kali di kota
Mekkah, khusus dikerjakan oleh selain penduduk Mekkah.
Hukumnya sunnah.
Thawaf wada’, adalah thawaf yang dikerjakan manakala jamaah haji
akan segera meninggalkan kota Mekkah. Hukumnya sunnah.
Thawaf tahiyatul masjid adalah thawaf yang dikerjakan setiap
seseorang masuk ke dalam masjid Al-Haram Mekkah, sebagai pengganti
dari shalat tahiyatul masjid. Hukumnya juga sunnah.
F. Sa’i
6
menyebutkan bahwa sa’i bukan termasuk rukun dalam ibadah haji.
Secara istilah fiqih, ritual ibadah sa’i didefinisikan oleh para ulama
sebagai:
Dasar dari ibadah sa’i adalah firman Allah SWT di dalam Al-Quran
Al-Kariem:
Selain itu juga ada hadits nabi SAW yang memerintahkan untuk
melaksanakan ibadah sa’i dalam berhaji.
Artinya: “Bahwa Nabi SAW melakukan ibadah sa’i pada ibadah haji beliau
antara Shafa dan Marwah, dan beliau bersabda,”Lakukanlah
ibadah sa’i, karena Allah telah mewajibkannya atas kalian. (HR.
Ad-Daruquthuny)
Rukun sa’i adalah berjalan tujuh kali antara Shafa dan Marwah
menurut jumhur ulama. Dasarnya adalah apa yang dikerjakan oleh
Rasulullah SAW bahwa beliau melaksanakan sa’i tujuh kali. Dan juga
didsarkan atas apa yang telah menjadi ijma’ di antara seluruh umat Islam.
Bila seseorang belum menjalankan ketujuh putaran itu, maka sa’i itu
7
tidak sah. Dan bila dia telah meninggalkan tempat sa’i, maka dia harus
kembali lagi mengerjakannya dari putaran yang pertama. Dan tidak boleh
melakukan tahallul bila sa’i belum dikerjakan.
Mimpi Nabi SAW dibenarkan oleh Allah SWT sebagai bagian dari
wahyu dan risalah. Di dalam mimpi itu, beliau SAW melihat diri beliau dan
para shahabat mencukur gundul kepala mereka dan sebagiannya
mengunting tidak sampai habis. Dan semua itu dalam rangka ibadah haji di
Baitullah Al-Haram.
8
Kalau pun perbuatan itu dilakukan, hukumnya sekedar dibolehkan
saja, setelah sebelumnya dilarang. Sebagaimana orang yang sudah selesai
dari ihram umrah atau ihram haji boleh memakai parfum, atau boleh
melepas pakaian ihram berganti dengan pakaian lain, atau juga sudah boleh
memotong kuku, mencabut bulu dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
9
MATERI
SHOLAT WAJIB
A. Definisi Shalat
Shalat menurut bahasa adalah doa,sedangkan menurut etimologinya sesuai
dengan apa yang di utarakan oleh Al Imam Rofi’i shalat itu adalah beberapa
pekejaan dan perkataan yang di buka dengan takbir dan di akhiri dengan salam
dengan syarat-syarat yang di khususkan.
Shalat yang wajib kita lakukan dalam sehari semalam ituada lima
sholat.yaitu solat dhuhur,ashar,maghrib,isya’dan shubuh.Shalat lima waktu adalah
rukun islam yang paling utama setelah dua kalimah syahadat. Dan wajib atas
setiap orang muslim laki-laki dan wanita dalam kondisi apapun, baik dalam
keadaan aman, takut, dalam keadaan sehat dan sakit, dalam keadaan
bermukim maupun musafir.
B. Syarat Wajib Mengerjakan Shalat
Tentang syarat- syarat wajib mengerjakan itu ada 3( tiga ) perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Baligh dan
3. Berakal.
C. Tanda-tanda baligh:
Muslim yang mukallaf adalah (yang baligh dan berakal), adapun tanda-
tanda baligh: di antaranya ada yang berlaku bagi laki-laki dan wanita, yaitu:
mencapai umur lima belas tahun, tumbuhnya bulu disekitar kemaluan, dan keluar
mani.Ada tanda khusus bagi laki-laki yaitu: tumbuhnya jenggot dan kumis.Dan
ada tanda khusus bagi wanita yaitu: hamil dan haid.
Anak kecil diperintahkan melaksanakan shalat apabila sudah berumur tujuh
tahun, dan boleh dipukul apabila tidak melaksanakan shalat saat sudah berumur
sepuluh tahun.
D. Syarat-Syarat Shalat
Syarat-Syarat Shalat:
1. Suci dari hadats kecil dan hadats besar.
2. Badan, pakaian, dan tempat shalat suci dari najis.
1
3. Masuknya waktu shalat.
4. Menutipi aurat dengan pakaian yang suci
5. Menghadap kiblat.
E. Rukun Shalat.
Tentang rukun shalat ini dirumuskan menjadi 13 perkara:
1. Niat, artinya menyegaja di dalam hati untuk melakukan shalat.
2. Berdiri, bagi orang yang kuasa ;(tidak dapat berdiri boleh dengan duduk
tidak dapat duduk boleh berbaring).
3. Takbiratul ihram, membaca "Allah Akbar", Artinya Allah maha Besar.
4. MembacaSurat Al-fatihah.
5. Rukun' dan thuma'ninah artinya membungkuk sehingga punggung menjadi
sama datar dengan leher dan kedua belah tangannya memegang lutut.
6. I'tidal dengan thuma'ninah.
7. Sujud dua kali dengan thuma'ninah.
8. Duduk diantara dua sujud dengan thuma'ninah.
9. Duduk untuk tasyahud pertama.
10. Membaca tasyahud akhir.
11. Membaca shalawat atas Nabi .
12. Mengucap salam yang pertama.
13. Tertib.
Keterangan:
1. Thuma'ninah yakni berhenti sejenak sekedar ucapan “subhanallah”.
2. Apabila meninggalkan salah satu rukun di atas, maka shalatnya batal, apabila
meninggalkan takbiratul ihram karena tidak tahu atau lupa, maka shalatnya
juga tidak sah.
3. Apabila meninggalkan salah satu rukun di atas karena lupa atau tidak tahu,
maka ia harus mengulangnya selama belum sampai pada rukun yang sama
pada rakaat berikutnya, jika tidak mengulang dan telah sampai pada rakaat
berikutnya maka rakaat kedua dianggap sebagai rakaat pertama, dan rakaat
sebelumnya batal, seperti orang yang lupa ruku' lalu sujud, maka wajib
baginya kembali ketika ia ingat kecuali jika ia telah sampai pada ruku' dalam
2
rakaat kedua, maka rakaat kedua menggantikan rakaat yang ia tinggalkan dan
ia wajib sujud sahwi setelah salam.
4. Membaca surat Al-Fatihah adalah rukun dalam setiap rakaat bagi imam
maupun shalat sendirian. Jika tidak membacanya maka rakaatnya batal,
adapun makmum, ia membacanya dengan pelan dalam setiap rakaat. Ketika
imam membacanya dengan keras, maka makmum harus mendengarkan
bacaan imam dan boleh tidak membacanya.
5. Selain rukun-rukun dan wajib-wajib yang telah disebutkan tentang sifat shalat,
maka hal itu merupakan sunnah, jika dikerjakan mendapat pahala, dan bila
meninggalkannya, ia tidak diberi sangsi, hal-hal tersebut adalah: sunnah-
sunnah perkataan dan perbuatan.
6. Adapun sunnah perkataan adalah: seperti doa istiftah, ta'awwudz, membaca
basmalah, mengucapkan amiin, membaca surat setelah fatihah, dan lainnya.
diantara sunnah-sunnah perbuatan adalah: mengangkat kedua tangan ketika
takbir pada tempat-tempat tersebut di atas, meletakkan tangan kanan di atas
tangan kiri ketika berdiri, duduk iftirasy dan tawaruk dan lainya.
F. Hal-hal yang membatalkan shalat
Adapun hal-hal yang membatalkan shalat, ialah:
1. Berkata-kata dengan sengaja selain bacaan shalat
2. Berhadats kecil maupun besar.
3. Terkena najis yang tidak bisa dimaafkan..
4. Sengaja meninggalkan sesuatu rukun atau syarat shalat tanpa `udzur.
5. Tertawa berbahak-bahak.
6. Makan dan minum.
7. Bergeraktiga kali berturut-turut.
8. Mendahului Imam sampai dua rukun.
9. Murtad, yakni keluar dari Islam.
10. Mengingkari kiblat.
G. Sujud Sahwi
1. Sujud sahwi: dua sujud dalam shalat fardhu atau sunnah, dilakukan pada
waktu duduk, setelahnya salam.
3
2. Hikmah disyari'atkannya: Allah menciptakan manusia mempunyai sifat lupa,
dan setan selalu berusaha merusak shalatnya dengan lebih, atau kurang, atau
ragu, dan Allah telah mensyari'atkan sujud sahwi untuk memarahkan setan,
menambal kekurangan, dan meridhakan Allah.
3. Lupa dalam shalat pernah terjadi pada nabi saw; karena hal itu merupakan
sifat kemanusiaan, oleh karena itu ketika lupa dalam shalatnya, beliau
bersabda: (aku tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, lupa seperti kamu
lupa, apabila aku lupa maka ingatkanlah aku) Muttafaq alaih.
4. Sebab-sebab sujud sahwi ada tiga: lebih, kurang, dan ragu.
4
dan sujud sahwi sebelum salam, apabila dugaannya lebih kuat pada salah
satu kemungkinan, maka harus melakukan yang lebih yakin, dan sujud
setelah salam.
5. Apabila melakukan sesuatu yang disyari'atkan bukan pada tempatnya,
seperti membaca al-Qur'an di waktu ruku', atau sujud, atau membaca tahiyat
di waktu berdiri, maka shalatnya tidak batal, dan tidak wajib sujud sahwi,
akan tetapi dianjurkan.
6. Apabila makmum ketinggalan imam dengan satu rukun atau lebih karena
ada halangan, maka harus melakukannya dan menyusul imamnya.
7. Pada waktu sujud sahwi membaca dzikir dan doa yang dibaca pada waktu
sujud shalat.
8. Apabila salam sebelum selesai shalat karena lupa, dan segera ingat, maka
wajib menyempurnakan shalat lalu salam, kemudian sujud sahwi, dan jika
lupa sujud sahwi kemudian salam, dan melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan shalat, baik bicara dan lainnya, maka harus sujud
sahwi kemudian salam.
9. Apabila wajib atasnya dua sujud, sebelum salam dan sesudahnya, maka
sujud sebelum salam.
10. Makmum sujud mengikuti imamnya, apabila makmum ketinggalan, dan
imam sujud sesudah salam, jika lupanya imam terjadi ketika ia sudah ikut
bersamanya, maka wajib sujud setelah salam, dan apabila lupanya imam
terjadi sebelum ia ikut shalat, maka tidak wajib sujud sahwi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ibrahim At-Tuwaijri dan Syaikh Muhammahad. 2008, Ringkasan Fiqih Islam.
Surabaya: Nurul Huda
Irwan Kurnuawan, 2009, Shalat Penyejuk Hati Menyelami Makna Shalat Dalam
Al-Quran, Bandung, Makrifat
5
MATERI II
SHOLAT WAJIB
H. Hukum shalat
Shalat lima waktu dalam sehari semalam wajib atas setiap muslim yang
mukallaf, baik laki-laki maupun wanita, kecuali wanita haid dan nifas sehingga
dia bersuci, dan merupakan rukun Islam yang paling utama setelah dua kalimah
syahadat. Hal ini dijelaskan dalam beberapa dalil:
1. Allah swt berfirman:
]١٠٣ : ﴾ [النساء١٠٣ علَى ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ ِك ٰت َبٗ ا َّم ۡوقُو ٗتا
َ صلَ ٰوة َ َكان َۡت
َّ إِ َّن ٱل.......
Artinya: “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman”. (QS. An Nisa': 103)
Dan firman Allah:
]٢٣٨ : ﴾ [البقرة٢٣٨ َّلِل ٰقَنِتِين َ ۡصلَ ٰوةِ ۡٱل ُوس
ِ َّ ِ ْط ٰى َوقُو ُموا ِ صلَ ٰ َو
َّ ت َوٱل َ ْ﴿ ٰ َح ِفظُوا
َّ علَى ٱل
Artinya: "Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (QS. al
Baqarah: 238)
2. Dari Abdullah bin Umar ra berkata: Rasulullah saw bersabda: "Islam
dibangun atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak
disembah dengan sebenarnya) selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah
hamba dan rasulNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menunaikan haji
ke baitullah, dan berpuasa di bulan ramadhan" Muttafaq alaih.
3. Dari Ibnu Abbas ra: bahwasanya Nabi saw mengutus Mu'adz ke Yaman dan
berkata: "Ajaklah mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak
disembah dengan sebenarnya) selain Allah dan bahwa aku adalah utusan
Allah, apabila mereka mentaatimu dalam hal tersebut, maka beritahukanlah
kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima kali
dalam sehari semalam …" Muttafaq alaih.
6
I. Jumlah shalat fardhu:
Allah mewajikan shalat pada malam isra' atas rasulullah saw tanpa perantara
siapapun, yaitu satu tahun sebelum hijrah, dan pada mulanya Allah mewajibkan
lima pulu kali shalat dalam sehari semalam atas setiap muslim, dan ini menujukkan
pentingnya shalat, dan kecintaan Allah kepadanya, kemudian diringankan
sampai menjadikannya lima kali dalam pelaksanaannya namun bernilai lima puluh
dalam pahala dengan karunia dan rahmatNya. Macam sholat yang wajib, yakni:
1. Shalat yang diwajibkan kepada setiap muslim laki-laki dan wanita dalam sehari
semalam adalah lima shalat, yaitu: Dhunur, Asar, Maghrib, Isya' dan Subuh.
2. Shalat yang di wajibkan atas kaum lelaki saja dalam satu minggunya yaitu solat
jum’at.
7
5. Waktu subuh: mulai sejak terbit fajar yang kedua hingga terbitnya matahari,
shalat ini lebih baik disegerakan, dan jumlahnya dua rakaat.
K. Cara mengetahui waktu shalat ketika tanda-tandanya tidak jelas:
1. Orang yang tinggal di sebuah negara di mana matahari tidak tenggelam sama
sekali pada musim panas dan tidak terbit pada musim dingin, atau di negara
yang siangnya terus-menerus selama enam bulan, dan malamnya terus-
menerus selama enam bulan misalnya, maka mereka tetap wajib melaksanakan
shalat lima kali dalam dua puluh empat jam, dan mengukur waktu
pelakasanaannya dengan negera terdekat di mana waktu shalat fardhu bisa
dibedakan antara satu waktu dengan yang lainnya.
2. Dari Buraidah ra dari nabi saw bahwasanya ada seseorang yang bertanya
kepada beliau tentang waktu shalat, beliau berkata padanya: “Shalatlah
bersama kami dua hari ini”, tatkala matahari tergelincir beliau menyuruh Bilal
untuk adzan, lalu memerintahkannya agar iqamah untuk shalat dhuhur,
kemudian menyuruhnya agar iqamah untuk shalat asar ketika matahari masih
tinggi, putih dan cerah, kemudian menyuruhnya iqamah untuk shalat magrib
ketika matahari telah tenggelam, kemudian menyuruhnya iqamah untuk shalat
isya ketika hilang mega merah, kemudian menyuruhnya iqamah utuk shalat
subuh ketika terbit fajar. Pada hari kedua, beliau menyuruhnya shalat dhuhur
ketika hari sudah agak sore, dan shalat asar ketika matahari masih tinggi, di
mana beliau mengakhirkan pelaksanaan shalat lebih dari hari sebelumnya, dan
shalat magrib dilaksanakan sebelum hilangnya mega merah, dan shalat isya'
setelah sepertiga malam berlalu, dan shalat subuh setelah suasana agak
terang.Kemudian beliau bersabda: “Di manakah orang yang (sebelumnya)
bertanya tentang waktu shalat?” lalu seseorang berkata: "Saya wahai
rasulullah!, beliau bersabda: ((Waktu shalat kalian antara yang kalian lihat)).
(HR. Muslim).
3. Apabila panas menyengat, maka sunnah mengakhirkan shalat dhuhur hingga
dekat waktu asar, berdasarkan sabda Rasulullah saw :“Apabila panas
menyengat, maka shalatlah ketika suasana menjadi dingin, karena teriknya
panas adalah dari hembusan neraka Jahannam”. (Muttafaq alaih)
8
L. Hikmah disyari'atkannya shalat
1. Shalat adalah cahaya, sebagaimana cahaya bisa menyinari, maka demikian pula
shalat dapat menunjukkan kepada kebenaran, mencegah dari maksiat, dan
mencegah perbuatan keji dan mungkar.
2. Shalat merupakan hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya, ia adalah
tiang agama, seorang muslim bisa mendapatkan lezatnya bermunajat dengan
tuhannya ketika shalat, sebab jiwanya menjadi tenang, hatinya tentram,
dadanya lapang, keperluannya terpenuhi, dan dengannya sesorang bisa tenag
dari kebimbangan dan problematika duniawi.
3. Secara lahiriyah Shalat berkaitan dengan perbuatan badan seperti berdiri,
duduk, ruku', sujud, dan semua perkataan dan perbuatan. Dan secara bathiniyah
berkaitan dengan hati, yaitu dengan mengagungkan Allah swt,
membesarkanNya, takut, cinta, taat, memuji, dan bersyukur kepadaNya,
bersikap merendah dan patuh kepada Allah. Perbuatan dzahir bisa terwujud
dengan melakukan apa yang diajarkan oleh Nabi saw dalam shalat, sedangkan
yang batin bisa dicapai dengan bertauhid dan beriman, ikhlas dan khusyu'.
4. Shalat mempunyai jasad dan ruh. Adapun jasadnya adalah berdiri, ruku', suju,
dan membaca bacaan. Adapun rohnya adalah: Mengagungkan Allah, takut
memuji, memohon, meminta ampun kepadaNya, memujaNya, mengucapkan
shalawat dan salam kepada rasulNya, keluarga beliau, dan hamba-hamba Allah
yang shalih.
5. Allah memerintahkan kepada hambaNya setelah mengucapkan dua syahadah
untuk mengikat kehidupannya dengan empat perkara (shalat, zakat, puasa, dan
haji) dan inilah rukun Islam, dan setiap ibadah tersebut membutuhkan latihan
dalam mewujudkan perintah Allah pada jiwa manusia, harta, syahwat, dan
tabi'atnya; agar dirinya menjalani hidupnya sesuai dengan perintah Allah dan
RasulNya dan apa yang dicintai oleh Allah dan RasulNya, bukan menurut hawa
nafsunya.
6. Di dalam shalat, seorang muslim mewujudkan perintah Allah pada setiap
anggota badannya, hal itu agar dirinya terbiasa taat kepada Allah dan
melaksanakan perintahnya dalam segala aspek kehidupanya, pada prilaku,
9
pergaulan, makanan, pakaiannya dan seterusnya sehingga ia terbentuk menjadi
pribadi yang taat kepada tuhannya di dalam shalat maupun di luar shalatnya.
7. Shalat mencegah dari perbuatan mungkar dan merupakan sebab dihapuskannya
kesalahan.
8. Dari Abu Hurairah ra: “bahwasanya beliau mendengar
Rasulullah saw bersabda: "Bagaimana pendapatmu apabila seandainya di
depan pintu salah seorang dari kalian terdapat sungai, dimana ia mandi pada
sungai tersebut setiap hari sebanyak lima kali, adakah daki yang akan tersisa
pada badannya? Mereka menjawab: "Daki mereka tidak akan tersisa
sedikitpun". Rasulullah bersabda: "Demikianlah perumpamaan shalat lima
waktu, Allah menghapuskan dosa-dosa dengannya."
M. Hukum orang yang mengingkari wajibnya shalat atau meninggalkannya:
Barangsiapa yang mengingkari wajibnya shalat maka ia telah kafir, begitu
pula orang yang meninggalkannya karena meremehkan dan malas. Apabila ia tidak
mengetahui hukumnya maka diajari, namun apabila dia mengetahui tentang
wajibnya tetapi tetap meninggalkannya, maka ia disuruh bertaubat selama tiga hari,
kalau menolak untuk taubat maka barulah dibunuh. Sebagaimana dalil-dalil di
bawah ini:
1. Allah SWTberfirman:
10
yang baru masuk Islam dan tidak berkumpul dengan kaum
muslimin (ulama’) sesaatpun.yang memungkinkan tidak sampainya berita
tentang wajibnya shalat padanya dalam masa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ibrahim At-Tuwaijri dan Syaikh Muhammahad. 2008, Ringkasan Fiqih Islam.
Surabaya: Nurul Huda
Irwan Kurnuawan, 2009, Shalat Penyejuk Hati Menyelami Makna Shalat Dalam
Al-Quran, Bandung, Makrifat
11
MATERI
SYARAT DAN MAWANI HAJI
Agar ibadah haji diterima Allah Swt, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi. Tidak terpenuhinya salah satu dari syarat-syarat itu, maka ibadah haji itu
menjadi tidak sah, hampa dan tidak bermakna.
Diantara syarat-syarat itu ada yang sifatnya umum, berlaku untuk semua
orang. Dan ada yang sifatnya merupakan syarat khusus buat para wanita, yang
menjadi syarat tambahan.
A. Syarat Umum
Syarat umum adalah syarat yang berlaku untuk setiap orang yang ingin
mengerjakan haji dan berharap ibadahnya itu punya nilai serta diterima di sisi
Allah Swt. Maka syarat umum itu adalah :
1. Islam
٥ َع َملُ ۥهُ َوه َُو فِي ۡٱۡلٓخِ َرةِ مِنَ ۡٱل َٰ َخس ِِرين ِ ۡ َِو َمن يَ ۡكفُ ۡر ب
َ ِٱۡلي َٰ َم ِن فَقَ ۡد َحب
َ ط
َ َّ َ ش ۡيا َو َو َجد
ُٱَّلل ِعندَ ۥه َّ سبُهُ ٱل
َ ُظمۡ ا ُن َما ٓ ًء َحت َّ َٰ ٓى ِإذَا َجا ٓ َء ۥهُ َلمۡ َي ِج ۡده َ ب ِبقِي َع ٖة َي ۡح َ ََوٱ َّلذِينَ َكف َُر ٓواْ أ َ ۡع َٰ َملُ ُهمۡ ك
ِ ِۢ س َرا
٣٩ ب ِ سا َ ِس ِري ُع ۡٱلحَ ُٱَّلل َّ سابَ ۗۥهُ َو َ ِفَ َوفَّ َٰىهُ ح
1
Artinya: “Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana
fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-
orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan)
Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan
amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat
perhitungan-Nya
2. Aqil
3. Baligh
Syarat baligh ini merupakan syarat wajib dan bukan syarat sah.
Maksudnya, anak kecil yang belum baligh tidak dituntut untuk mengerjakan
haji, meski dia punya harta yang cukup untuk membiayai perjalanan ibadah
2
haji ke Mekkah.
Artinya: “Apabila seorang anak kecil mengerjakan ibadah haji maka dia
mendapat pahala haji itu hingga bila telah dewasa (baligh)
wajiblah atasnya untuk mengerjakan ibadah haji lagi. (HR. Al-
Hakim)
3
4. Merdeka
Sebab seorang budak tidak memenuhi banyak syarat wajib haji. Selain
karena budak tidak punya harta yang bisa membiayainya berangkat haji,
budak juga punya kewajiban untuk melayani tuannya. Bila budak berangkat
haji, maka hak tuannya menjadi terabaikan.
Budak tidak mendapat taklif dari Allah untuk menunaikan ibadah haji,
sebagaimana dia juga tidak diwajibkan untuk pergi berjihad di jalan Allah.
5. Mampu
4
Baitullah. (QS. Ali Imran : 97)
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI
SYARAT DAN MAWANI HAJI II
a. Kesehatan
Gugur Kewajiban
6
Maka orang yang kondisi fisiknya lemah, sakit-sakitan,
lumpuh, termasuk orang yang sudah tua renta dan orang buta,
semuanya tidak dibebankan kewajiban untuk melaksanakan ibadah
haji.
7
tunggangan, tetap wajib menunaikan ibadah haji meski dengan
mengutus orang lain sebagai badal atau pengganti. Kita
mengenalnya dengan istilah badal haji, insya Allah akan kita bahas
pada bab-bab berikut.
b. Harta
8
terlebih dahulu hutang kepada orang lain apabila seseorang punya
hutang. Baik hutang finansial kepada manusia, atau hutang finansial
kepada Allah, seperti zakat, diyat, denda kaffarah.
c. Keamanan
9
Karena di masa lalu, di tengah padang pasir itulah para penyamun
berkeliaran. Dan pihak keamanan negara tidak mungkin mengkover
seluruh sudut penjuru padang pasir. Sehingga kisah-kisah perjalanan
haji di masa lalu selalu dihiasi dengan kisah duka. Maka setiap kafilah
haji membutuhkan pengawalan ketat dari pihak-pihak keamanan.
Di masa sekarang ini nyaris tidak ada lagi orang yang berangkat
haji dengan menembus padang pasir naik unta. Karena di tengah padang
pasir itu membentang jalan-jalan tol yang lebar dengan aspal yang
mulus. Dan sebagian besar jamaah haji datang menggunakan pesawat
terbang.
10
sudah menempuh perjalanan panjang dari Madinah.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
11
MATERI
SYARAT DAN MAWANI HAJI III
B. Syarat Wanita
Khusus buat wanita, syarat istithaah (mampu) masih ada tambahan lagi,
yaitu adanya mahram dan izin dari suami atau ayah :
1. Bersama Suami Atau Mahram
Syarat bagi seorang wanita agar diwajibkan pergi haji adalah adanya
suami atau mahram yang menemani selama perjalanan haji.
Dari Nafi' dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu dari Nabi SAW, beliau
bersabda,"Janganlah seorang wanita bepergian selama tiga hari kecuali
bersama mahramnya. (HR. Ahmad)
Namun kesertaan suami atau mahram ini tidak dijadikan syarat oleh
As-Syafi'i, manakala seorang wanita bersama rombangan wanita yang
tsiqah. Artinya, seorang wanita yang punya teman-teman perjalanan
12
wanita yang terpecaya wajib menaunaikan ibadah haji. Syaratnya, para
wanita itu bukan hanya satu orang melainkan beberapa wanita.
13
Tetapi kita tahu persis bahwa setiap bulan ada puluhan ribu tenaga
kerja wanita (TKW) keluar masuk Saudi Arabia. Dan tidak ada satu pun
yang ditemani mahram. Padahal mereka bukan sekedar pergi haji atau
umrah yang dalam hitungan hari, melainkan mereka bermukim untuk
bekerja dalam hitungan waktu yang amat lama, bahkan bisa bertahun-
tahun.
Maka pendapat yang lebih tepat adalah mengatakan bahwa `illat dari
kewajiban adanya mahram adalah masalah keamanan. Selama aman, maka
tidak harus ada mahram. Tetapi biar pun ada mahram, kalau tidak aman,
maka tidak boleh bepergian.
14
mahram. Sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah SAW sendiri tentang
masa depan Jazirah Arabia.
Artinya: “Dari Adiy bin Hatim berkata; "Ketika aku sedang bersama
Nabi Saw tiba-tiba ada seorang laki-laki mendatangi beliau
mengeluhkan kefakirannya, kemudian ada lagi seorang laki-
laki yang mendatangi beliau mengeluhkan para perampok
jalanan". Maka beliau berkata: "Wahai Adiy, apakah kamu
pernah melihat negeri Al Hirah?". Aku jawab; "Aku belum
pernah melihatnya namun aku pernah mendengar beritanya".
Beliau berkata: "Seandainya kamu diberi umur panjang,
kamu pasti akan melihat seorang wanita yang mengendarai
kendaraan berjalan dari Al Hirah hingga melakukan thawaf di
Ka'bah tanpa takut kepada siapapun kecuali kepada Allah". (HR.
Bukhari)
15
Sedangkan wanita yang suaminya meninggal dunia, masa iddahnya adalah
4 bulan 10 hari. Selama masa iddah itu, seorang wanita diharamkan
menerima lamaran dari orang lain, dan tentunya diharamkan meninkah.
Selain itu yang terkait dengan masalah haji ini adalah bahwa wanita
yang sedang menjalani masa iddah diharamkan keluar dari rumah, apalagi
pergi haji. Hukumnya haram dan meski semua syarat telah terpenuhi,
namun hukumya tidak wajib menunaikan ibadah haji, bahkan meski sudah
bernadar.
2. Zaujiyah
16
Jumhur ulama mengatakan bahwa larangan suami agar istrinya tidak
berangkat haji hanya berlaku dalam haji yang hukumnya sunnah.
Sedangkan haji yang hukumnya wajib, seorang istri tidak membutuhkan
izin dari suaminya, hanya disunnahkan saja.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
17
MATERI THAHARAH I
A. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah
syara’ thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat
juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa
wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.
Thaharah secara umum. Dapat dilakukan dengan empat cara berikut.
1. Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada
dalam badan.
2. Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa.
3. Membersihkan hati dari akhlak tercela.
4. Membersihkan hati dari selain Allah.
Cara yang harus dipakai dalam membersihkan kotoran hadas dan najis
tergantung kepada kuat dan lemahnya najis atau hadas pada tubuh seseorang.
Bila najis atau hadas itu tergolong ringan atau kecil maka cukup dengan
membersihkan dirinya dengan berwudhu. Tetapi jika hadas atau najis itu
tergolong besar atau berat maka ia harus membersihkannya dengan cara
mandi janabat, atau bahkan harus membersihkannya dengan tujuh kali dan
satu di antaranya dengan debu. Kebersihan dan kesucian merupakan kunci
penting untuk beribadah, karena kesucian atau kebersihan lahiriah
merupakan wasilah (sarana) untuk meraih kesucian batin.
B. Najis
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan, sedangkan
menurut istilah adalah sesuatu yang haram seperti perkara yang berwujud cair
(darah, muntah muntahan dan nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur
dan qubul kecuali mani. Untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang kena
najis, terlebih dahulu akan diterangkan bahwa najis terbagi atas tiga bagian:
1
1. Najis mugallazah (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini
hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali di antaranya hendaklah dibasuh
dengan air yang dicampur dengan tanah.
2. Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak Iaki-Iaki yang belum
memakan makanan apa-apa selain susu ibu saja. Mencuci benda yang
kena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu,
meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum
memakan apa-apa selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh
sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis
dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
3. Najis Mutawassitah (pertengahan) yaitu najis yang lain daripada kedua
macam yang diatas. Najis ini dibagi menjadi dua bagian:
a. Najis hukmiah yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat,
bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering,
sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup
dengan mengalirkan air di atas benda yang kena itu.
b. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya,
kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat
ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan
menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.
C. Istinja’
1. Pengertian Istinja’
Buang hajat merupakan kebutuhan sehari- hari manusia, baik buang
air besar maupun buang air kecil, mungkin dalam sehari lebih dari sekali
2
besar ataupun kecil dalam kehidupan manusia. Termasuk buang hajat dan
istinja, bila selesai buang hajat, kita wajib ber-istinja, yaitu menghilangkan
bekas kotoran yang keluar dari salah satu lubang kemaluan, baik dubur
Apabila tidak ada air, bilas menggunakan batu. Dalam hadis telah
menurut pengertian syariat adalah bersuci setelah buang air besar atau
yang keluar dari kubul atau dubur dengan menggunakan air suci lagi
mensucikan atau batu yang suci atau benda-benda lain yang memiliki
fungsi sama dengan air dan batu. Selain istinja, ada lagi istilah istijmar,
istijmar, adalah cara bersuci yang diajarkan syariat Islam kepada orang
yang telah buang hajat. Dan hukum istinja adalah wajib bagi setiap orang
yang baru buang air besar ataupun buang air kecil, dengan air atau media
lainnya. Istinja yang baik adalah dengan air, bilas pula dengan batu.
(istijmar).
Untuk ber istijmar, batu dapat diganti dengan benda keras apapun
3
asal tidak haram dan punya sifat bisa menghilangkan najis. Pada zaman
memiliki kesamaan fungsi dengan batu dalam konteks sebagai alat istinja.
4
Menutup diri saat membuang hajat, seperti yang dijelaskan di dalam
hadits riwayat Al-Mugiroh bin Syu'bah di dalam Al-Shahihaini, dia
menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW menjauh sampai tertutup
dariku lalu membuang hajatnya"
Dibolehkan kencing dengan berdiri dan duduk. Kebolehan kencing
secara berdiri harus memenuhi dua syarat, yaitu: Pertama Aman dari
percikan kencing dan kedua Aman dari pandangan orang lain.
Hendaklah membersihkan kotoran dengan air dan batu (sesuatu yang
mengisap) sesudah membuang hajat.
Dimakruhkan berbicara saat berada di kakus/wc berdasarkan riwayat
bahwa seorang lelaki lewat di hadapan Nabi lalu dia mengucapkan salam
kepadanya namun beliau tidak menjawab salamnya". Dan pada saat itu
beliau sedang membuang hajatnya, dan beliau tidak menjawab sapaan
seseorang kecuali yang penting, seperti meminta air atau yang lainnya.
Mencuci tangan setelah membuang hajat berdasarkan suatu riwayat yang
menyebutkan bahwa apabila Nabi masuk wc maka aku membawakan
baginya sebuah bejana atau timba berisi air untuk buang hajat dengannya.
Abu Dawud berkata dalam hadis riwayat Waqi' "kemudian beliau
mengusapkan tangannya pada tanah" orang yang meriwayatkan hadits
berkata-kemudian aku membawa bejana lain baginya, maka beliau
berwudhu dengannya. Adanya tuntunan dalam masalah buang hajat ini
menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sangat sempurna. Tidak
ada yang tersisa dari problematika umat ini, melainkan telah dijelaskan
secara gamblang oleh Rasulullah SAW.
5
DAFTAR PUSTAKA
Tasman, 2010, Studi Tentang Tingkat Pemahaman Pengalaman Thoharoh, Makassar:
UIN Alauddin
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, Cet.I: Kairo:
Mathba’ah as-Salafiyyah, 1400 H
Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qsyairy an- Nasisabury, 2001, Shahih Muslim,
(Cet.I: Kairo, Dar Ibnu al-Haitsam, 1422 H/2001 M
Sulaiman bin al-Asy’ast as-Sijistany Abu Daud, Sunan Abu Daud. Cet.I: Bandung:
Maktabah Dakhlan, T.Th Jld 1, Juz. 1
Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzy Abu Isa. Sunan at-Tirmidzy, Cet.II:
Semarang: PT. Toha Putra, T.Th
Ahmad bin Syu’aib ab-Nasa’I Abu Abdurrahman, Sunan an-Nasa’i, Dita’liq dan di
Tashih oleh Syaikh Nashiruddin al-Albany, Cet.I,: Riyadh Dar al-Ma’arif,
T.Th
6
MATERI THAHARAH II
7
2. Hadits Muslim No. 402
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at- Tamimi
telah mengabarkan kepada kami Abu Khaitsamah dari Al-
A‟masy dari Syaqiq dari Hudzaifah dia berkata, “Aku pernah
berjalan bersama Nabi SAW, saat kami sampai di suatu tempat
pembuangan sampah suatu kaum beliau kencing sambil berdiri,
maka aku pun menjauh dari tempat tersebut. Setelah itu beliau
bersabda: Kemarilah.‟Aku pun menghampiri beliau hingga aku
berdiri di samping kedua tumitnya. Beliau lalu berwudhu
dengan menyapu atas sepasang khuf beliau.”
Syarah hadis:
Dahulu Abu Musa sangat keras dalam masalah kencing, dan dia
kencing dibotol, dia lalu berkata, 'Sesungguhnya Bani Israil apabila air
kencing lalu mengenai kulit mereka, niscaya mereka memotongnya
dengan gunting. Lalu (Hudzaifah) berkata, 'Sungguh saya ingin agar
sahabat kalian ini tidak terlalu keras dalam masalah ini. Sungguh, aku
te lah melihat Rasulullah SAW berjalan-jalan bersama kami, lalu beliau
mendatangi tempat pembuangan hajat di belakang suatu kebun, lalu
berdiri sebagaimana salah seorang dari kalian berdiri dan kencing, saat
aku menjauh dari beliau, maka beliau pun memberikan isyarat kepadaku
untuk mendekat, maka saya mendekat, lalu berdiri di samping tumit
beliau hingga beliau selesai kencing
3. Hadits Abu Daud No. 21
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar dan Muslim
bin Ibrahim mereka berdua berkata; Telah menceritakan
kepada kami Syu‟bah. Dan menurut jalur yang lain; Telah
menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Abu „Awanah dan ini adalah lafadz Hafsh dari
8
Sulaiman dari Abu Wa‟il dari Hudzaifah dia berkata;
Rasulullah SAW pernah mendatangi tempat pembuangan
sampah suatu kaum, lalu buang air kecil dengan berdiri,
kemudian beliau meminta untuk didatangkan air, lalu beliau
mengusap dua khufnya.” Abu Dawud berkata; Musaddad
berkata; Hudzaifah berkata; Lalu saya pergi menjauh dari
beliau, namun beliau memanggil saya hingga saya berada di
sisi tumitnya”.
Syarah hadis:
Pada hadis Khuzaifah dan al-Mughirah bin Syu‟bah menjelaskan
bahwa Rasulullah SAW suatu ketika pernah singgah pada tempat
pembuangan sampah suatu kaum lalu beliau kencing berdiri, sementara
pada hadis Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah
kencing dalam keadaan berdiri setelah turunnya Alquran. Jika dilihat dari
hadis tentang kencing berdirinya Rasulullah SAW sebagaimana dalam
riwayat al- Khuzaifah bin al- Yaman dan al-Mughirah bin Syu’bah dan
kencing duduknya Rasulullah SAW sebagaimna dalam riwayat Ibnu
Hasanah dan Amr bin al- Ash, menunjukkan bahwa memang terdapat
dua posisi kencing yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yaitu berdiri dan
duduk.
4. Hadits Tirmizi No. 12
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr berkata, telah
mengabarkan kepada kami Syarik dari Al Miqdam bin Syuraih
dari Bapaknya dari Aisyah ia berkata; “Barangsiapa
menceritakan kepada kalian bahwa Nabi SAW buang air kecil
dengan berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau
tidaklah buang air kecil kecuali dengan duduk.”
9
Syarah hadis:
Dalam bab ini ada juga hadis dari sahabat Umar dan Buraidah.
"Hadis Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini,
sedangkan hadis Umar diriwayatkan dari hadis Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; "Nabi SAW
pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian beliau
bersabda: "Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri, " maka
setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri." Hanya saja yang
memarfu'kan hadits ini adalah Abdul Karim bin Abul Mukhariq, dan dia
adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadis. Abu Ayyub As
Sikhtiyani juga telah melemahkan dan memperbincangkannya.
Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, ia berkata;
Umar RA berkata; "Aku tidak pernah kencing dengan berdiri sejak aku
masuk Islam." Dan hadis ini lebih shahih ketimbang hadis Abdul Karim,
sedangkan hadis Buraidah dalam bab ini tidaklah mahfudz (terjaga)."
Sedangkan makna larangan kencing berdiri adalah berkaitan dengan
tatakrama, bukan larangan yang bersifat pengharaman. Diriwayatkan dari
Abdullah bin Mas'ud, ia berkata; "Sesungguhnya termasuk perangai
buruk apabila kamu kencing dengan berdiri.
Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hujr dia berkata;
Telah memberitakan kepada kami Syarik dari Miqdam bin
Syuraih dari Ayahnya dari Aisyah dia berkata: “Barangsiapa
mengabarkan kepadamu bahwa Rasulullah SAW buang air
kecil sambil berdiri, jangan kamu mempercayainya. Karena
Rasulullah SAW tidak buang air kecil kecuali sambil duduk.
Syarah hadis:
10
Dalam bab ini ada juga hadis dari sahabat Umar dan Buraidah."
"Hadis Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini,
sedangkan hadis Umar diriwayatkan dari hadis Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; "Nabi
SAW pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian
beliau bersabda: "Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri,
" maka setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri."
"Hanya saja yang memarfu'kan hadis ini adalah Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dan dia adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadits.
Abu Ayyub As Sikhtiyani juga telah melemahkan dan
memperbincangkannya." Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari
Ibnu Umar, ia berkata; Umar RA berkata; "Aku tidak pernah kencing
dengan berdiri sejak aku masuk Islam." Dan hadis ini lebih shahih
ketimbang hadis Abdul Karim, sedangkan hadis Buraidah dalam bab ini
tidaklah mahfudz (terjaga)." Sedangkan makna larangan kencing berdiri
adalah berkaitan dengan tatakrama, bukan larangan yang bersifat
pengharaman. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata;
"Sesungguhnya termasuk perangai buruk apabila kamu kencing dengan
berdiri."
6. Hadits Ibnu Majah No. 303
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah
dan Suwaid bin Sa‟id dan Ismail bin Musa As Suddi mereka
berkata; telah menceritakan kepada kami Syarik dari Miqdam
bin Syuraih bin Hani‟ dari bapaknya dari Aisyah ia berkata;
“Barangsiapa menceritakan kepadamu bahwa Rasulullah SAW
kencing dengan berdiri maka janganlah engkau
membenarkannya, karena aku melihat beliau kencing dengan
duduk.”
11
DAFTAR PUSTAKA
Tasman, 2010, Studi Tentang Tingkat Pemahaman Pengalaman Thoharoh, Makassar:
UIN Alauddin
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, Cet.I: Kairo:
Mathba’ah as-Salafiyyah, 1400 H
Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qsyairy an- Nasisabury, 2001, Shahih Muslim,
(Cet.I: Kairo, Dar Ibnu al-Haitsam, 1422 H/2001 M
Sulaiman bin al-Asy’ast as-Sijistany Abu Daud, Sunan Abu Daud. Cet.I: Bandung:
Maktabah Dakhlan, T.Th Jld 1, Juz. 1
Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzy Abu Isa. Sunan at-Tirmidzy, Cet.II:
Semarang: PT. Toha Putra, T.Th
Ahmad bin Syu’aib ab-Nasa’I Abu Abdurrahman, Sunan an-Nasa’i, Dita’liq dan di
Tashih oleh Syaikh Nashiruddin al-Albany, Cet.I,: Riyadh Dar al-Ma’arif,
T.Th
12
MATERI THAHARAH II
Syarah hadis:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at- Tamimi
telah mengabarkan kepada kami Abu Khaitsamah dari Al-
A‟masy dari Syaqiq dari Hudzaifah dia berkata, “Aku pernah
berjalan bersama Nabi SAW, saat kami sampai di suatu tempat
pembuangan sampah suatu kaum beliau kencing sambil berdiri,
maka aku pun menjauh dari tempat tersebut. Setelah itu beliau
bersabda: Kemarilah.‟Aku pun menghampiri beliau hingga aku
berdiri di samping kedua tumitnya. Beliau lalu berwudhu
dengan menyapu atas sepasang khuf beliau.”
Syarah hadis:
Dahulu Abu Musa sangat keras dalam masalah kencing, dan dia
kencing dibotol, dia lalu berkata, 'Sesungguhnya Bani Israil apabila air
kencing lalu mengenai kulit mereka, niscaya mereka memotongnya
dengan gunting. Lalu (Hudzaifah) berkata, 'Sungguh saya ingin agar
sahabat kalian ini tidak terlalu keras dalam masalah ini. Sungguh, aku
te lah melihat Rasulullah SAW berjalan-jalan bersama kami, lalu beliau
mendatangi tempat pembuangan hajat di belakang suatu kebun, lalu
berdiri sebagaimana salah seorang dari kalian berdiri dan kencing, saat
aku menjauh dari beliau, maka beliau pun memberikan isyarat kepadaku
untuk mendekat, maka saya mendekat, lalu berdiri di samping tumit
beliau hingga beliau selesai kencing
3. Hadits Abu Daud No. 21
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar dan Muslim
bin Ibrahim mereka berdua berkata; Telah menceritakan
kepada kami Syu‟bah. Dan menurut jalur yang lain; Telah
menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Abu „Awanah dan ini adalah lafadz Hafsh dari
Sulaiman dari Abu Wa‟il dari Hudzaifah dia berkata;
Rasulullah SAW pernah mendatangi tempat pembuangan
sampah suatu kaum, lalu buang air kecil dengan berdiri,
kemudian beliau meminta untuk didatangkan air, lalu beliau
mengusap dua khufnya.” Abu Dawud berkata; Musaddad
berkata; Hudzaifah berkata; Lalu saya pergi menjauh dari
beliau, namun beliau memanggil saya hingga saya berada di
sisi tumitnya”.
Syarah hadis:
Pada hadis Khuzaifah dan al-Mughirah bin Syu‟bah menjelaskan
bahwa Rasulullah SAW suatu ketika pernah singgah pada tempat
pembuangan sampah suatu kaum lalu beliau kencing berdiri, sementara
pada hadis Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah
kencing dalam keadaan berdiri setelah turunnya Alquran. Jika dilihat dari
hadis tentang kencing berdirinya Rasulullah SAW sebagaimana dalam
riwayat al- Khuzaifah bin al- Yaman dan al-Mughirah bin Syu’bah dan
kencing duduknya Rasulullah SAW sebagaimna dalam riwayat Ibnu
Hasanah dan Amr bin al- Ash, menunjukkan bahwa memang terdapat
dua posisi kencing yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yaitu berdiri dan
duduk.
4. Hadits Tirmizi No. 12
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr berkata, telah
mengabarkan kepada kami Syarik dari Al Miqdam bin Syuraih
dari Bapaknya dari Aisyah ia berkata; “Barangsiapa
menceritakan kepada kalian bahwa Nabi SAW buang air kecil
dengan berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau
tidaklah buang air kecil kecuali dengan duduk.”
Syarah hadis:
Dalam bab ini ada juga hadis dari sahabat Umar dan Buraidah.
"Hadis Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini,
sedangkan hadis Umar diriwayatkan dari hadis Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; "Nabi SAW
pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian beliau
bersabda: "Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri, " maka
setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri." Hanya saja yang
memarfu'kan hadits ini adalah Abdul Karim bin Abul Mukhariq, dan dia
adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadis. Abu Ayyub As
Sikhtiyani juga telah melemahkan dan memperbincangkannya.
Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, ia berkata;
Umar RA berkata; "Aku tidak pernah kencing dengan berdiri sejak aku
masuk Islam." Dan hadis ini lebih shahih ketimbang hadis Abdul Karim,
sedangkan hadis Buraidah dalam bab ini tidaklah mahfudz (terjaga)."
Sedangkan makna larangan kencing berdiri adalah berkaitan dengan
tatakrama, bukan larangan yang bersifat pengharaman. Diriwayatkan dari
Abdullah bin Mas'ud, ia berkata; "Sesungguhnya termasuk perangai
buruk apabila kamu kencing dengan berdiri.
Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hujr dia berkata;
Telah memberitakan kepada kami Syarik dari Miqdam bin
Syuraih dari Ayahnya dari Aisyah dia berkata: “Barangsiapa
mengabarkan kepadamu bahwa Rasulullah SAW buang air
kecil sambil berdiri, jangan kamu mempercayainya. Karena
Rasulullah SAW tidak buang air kecil kecuali sambil duduk.
Syarah hadis:
Dalam bab ini ada juga hadis dari sahabat Umar dan Buraidah."
"Hadis Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini,
sedangkan hadis Umar diriwayatkan dari hadis Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; "Nabi
SAW pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian
beliau bersabda: "Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri,
" maka setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri."
"Hanya saja yang memarfu'kan hadis ini adalah Abdul Karim bin Abul
Mukhariq, dan dia adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadits.
Abu Ayyub As Sikhtiyani juga telah melemahkan dan
memperbincangkannya." Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari
Ibnu Umar, ia berkata; Umar RA berkata; "Aku tidak pernah kencing
dengan berdiri sejak aku masuk Islam." Dan hadis ini lebih shahih
ketimbang hadis Abdul Karim, sedangkan hadis Buraidah dalam bab ini
tidaklah mahfudz (terjaga)." Sedangkan makna larangan kencing berdiri
adalah berkaitan dengan tatakrama, bukan larangan yang bersifat
pengharaman. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata;
"Sesungguhnya termasuk perangai buruk apabila kamu kencing dengan
berdiri."
6. Hadits Ibnu Majah No. 303
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah
dan Suwaid bin Sa‟id dan Ismail bin Musa As Suddi mereka
berkata; telah menceritakan kepada kami Syarik dari Miqdam
bin Syuraih bin Hani‟ dari bapaknya dari Aisyah ia berkata;
“Barangsiapa menceritakan kepadamu bahwa Rasulullah SAW
kencing dengan berdiri maka janganlah engkau
membenarkannya, karena aku melihat beliau kencing dengan
duduk.”
DAFTAR PUSTAKA
Tasman, 2010, Studi Tentang Tingkat Pemahaman Pengalaman Thoharoh, Makassar:
UIN Alauddin
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, Cet.I: Kairo:
Mathba’ah as-Salafiyyah, 1400 H
Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qsyairy an- Nasisabury, 2001, Shahih Muslim,
(Cet.I: Kairo, Dar Ibnu al-Haitsam, 1422 H/2001 M
Sulaiman bin al-Asy’ast as-Sijistany Abu Daud, Sunan Abu Daud. Cet.I: Bandung:
Maktabah Dakhlan, T.Th Jld 1, Juz. 1
Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzy Abu Isa. Sunan at-Tirmidzy, Cet.II:
Semarang: PT. Toha Putra, T.Th
Ahmad bin Syu’aib ab-Nasa’I Abu Abdurrahman, Sunan an-Nasa’i, Dita’liq dan di
Tashih oleh Syaikh Nashiruddin al-Albany, Cet.I,: Riyadh Dar al-Ma’arif,
T.Th
MATERI
THAWAF
A. Pengertian
1. Bahasa
1
B. Jenis Thawaf
2
Namun terkait dengan urusan niat ini, mazhab Al- Hanafiyah
dan Al-Malikiyah tidak menjadikannya sebagai syarat.
2. Menutup Aurat
Syarat suci badan, pakaian dan tempat dari najis dan hadats,
dimasukkan ke dalam syarat tawaf oleh para ulama. Hal itu lantaran
kedudukan dan status tawaf ini nyaris mirip sekali dengan shalat yang
juga mensyaratkan suci dari najis dan hadats.
Selain syarat dalam tawaf, suci dari najis dan hadats ini juga
merupakan syarat dari ibadah sa’i. Sedangkan ritual ibadah haji
lainnya, seperti wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, melontar
Jamarat di Mina dan lainnya, tidak mensyaratkan kesucian dari najis
dan hadats.
3
Maka seorang yang sedang tawaf harus membersihkan dirinya
terlebih dahulu dari najis, juga harus mengangkat hadats seandainya
dia sedang dalam keadaan hadats kecil atau hadats besar, dengan
wudhu, manji janabah atau tayammum.
Posisi suci dari hadats kecil dan besar ini harus terus menerus
terjaga hingga usainya tawaf berlangsung. Bila di tengah-tengah tawaf
seseorang terkena najis, maka batal dan terkena hadats kecil. Untuk
itu dia harus membersihkan najis itu dan mengambil wudhu’ lagi.
Setelah suci dari najis dan hadats, kemudian dia boleh kembali
ke tempat semula terkena najis, untuk meneruskan hitungan putaran
tawaf.
Dalam hal ini perbedaan tawaf dan shalat adalah bila batal
wudhu’nya, tidak perlu mengulangi dari putaran awal, tetapi tinggal
meneruskan yang tersisa. Sedangkan dalam ibadah shahat, bila
seseorang kentut sesaat sebelum mengucapkan salam, maka shalatnya
batal dan dia harus mengulangi lagi shalat dari takbiratul-ihram.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
4
MATERI
THAWAF II
5
makna antara makna hakiki dengan makna kiasan maka yang
harus didahulukan adalah makna hakikinya. Kecuali ada dalil
lain yang menunjukkan perlunya menggunakan penafsiran
secara kiasan.
6
tanpa berwudhu’ lagi.
Artinya: “Dari Habib bin Abi Tsabit dari Urwah dari Aisyah
ra dari Nabi SAW bahwa Rasulullah SAW
mencium sebagian istrinya kemudian keluar untuk
shalat tanpa berwudhu’”. Lalu ditanya kepada
Aisyah,”Siapakah istri yang dimaksud selain anda
?”. Lalu Aisyah tertawa.(HR. Turmuzi Abu Daud
An-Nasai Ibnu Majah dan Ahmad).
7
secara kacau balau, sehingga hasilnya merupakan sebuah versi
ibadah ‘jadi-jadian’ yang rusak.
b. Wanita Haid
8
meninggalkannya begitu saja pulang ke tanah air. Sehingga kalau
ketentuannya seorang wanita haidh harus menunggu di Makkah
sampai suci, berarti rombongannya pun harus ikut menunggu
juga.
9
rangkaian itu menjadi manasik (tata cara) dalam haji beliau, dimana
beliau bersabda:
Maka hajar aswad adalah garis start sekaligus juga garis finis
dalam tawaf. Hajar Aswad maknanya adalah batu hitam. Batu itu kini
ada di salah satu sudut Ka`bah yang mulia yaitu di sebelah tenggara
dan menjadi tempat start dan finish untuk melakukan ibadah tawaf di
sekeliling Ka`bah.
10
dengan memiliki dua mata yang dapat melihat dan lidah yang dapat
berbicara. Dia akan memberikan kesaksian kepada siapa yang
pernah mengusapnya dengan hak." (HR Tirmizy, Ibnu Majah, Ahmad,
Ad-Darimi, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, At-Tabrani, Al-Hakim,
Al-Baihaqi, Al-Asbahani).
11
ke dalam bagian yang masih dianggap Ka’bah, seperti Hijir Ismail dan
Syadzarwan.
7. Berjalan Kaki Bagi Yang Mampu
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
12
MATERI
WUKUF DI ARAFAH
A. Pengertian
1. Bahasa
Kata wukuf secara bahasa di ambil dari kata wakofa-yakifu-
wukufan yang artinya berdiri atau berhenti. Wukuf Juga bermakna As-
Sukun yang artinya berhenti atau diam. Seperti seekor unta yang
berhenti atau diam.
2. Istilah
1
Jumhur ulama dari semua mazhab telah sepakat bahwa melakukan
wuquf di Arafah merupakan rukun yang paling utama di antara semua
rukun haji dan dari semua rangkaian ritual ibadah haji. Bahkan seluruh
rangkaia ibadah haji itu akan menjadi tidak bermakna, sia-sia dan tidak
sah, apabila seseorang meninggalkan rukun ini, yaitu wuquf di Arafah.
Para ulama ahli tafsir dan ahli fiqih sepakat bahwa yang
dimaksud dengan bertolak dari tempat bertolaknya orang banyak
banyak maksudnya adalah melakukan wuquf di padang pasir Arafah.
2. As-Sunnah
2
3. Ijma’
Apabila jamaah haji karena satu udzur tertentu, tidak bisa hadir
di Arafah pada waktunya, maka hajinya tidak sah. Bahkan para ulama
sepakat bahwa yang bersangkutan punya beban, yaitu diwajibkan
untuk mengulangi lagi haji di tahun depan.
Karena itu jamaah haji yang sakit parah dan tidak bisa lepas dari
alat penunjang kehidupan, sebisa mungkin tetap dibawa ke Arafah di
dalam mobil ambulan, minimal memenuhi syarat hadir di Arafah.
C. Waktu Wukuf
a. Waktu Rukun
3
oleh seseorang yang menunaikan ibadah haji di Arafah. Bila
waktu rukun ini tidak terpenuhi, maka wuqufnya tidak sah,
bahkan dia didenda untuk melaksanakan haji lagi tahun depan.
b. Waktu Wajib
4
Kalau sebelum Maghrib telah meninggalkan batas-batas Arafah,
maka dia kena denda membayar dam.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing
5
MATERI
WUKUF DI ARAFAH
A. Pengertian
1. Bahasa
Kata wukuf secara bahasa di ambil dari kata wakofa-yakifu-
wukufan yang artinya berdiri atau berhenti. Wukuf Juga bermakna As-
Sukun yang artinya berhenti atau diam. Seperti seekor unta yang
berhenti atau diam.
2. Istilah
1
Jumhur ulama dari semua mazhab telah sepakat bahwa melakukan
wuquf di Arafah merupakan rukun yang paling utama di antara semua
rukun haji dan dari semua rangkaian ritual ibadah haji. Bahkan seluruh
rangkaia ibadah haji itu akan menjadi tidak bermakna, sia-sia dan tidak
sah, apabila seseorang meninggalkan rukun ini, yaitu wuquf di Arafah.
Para ulama ahli tafsir dan ahli fiqih sepakat bahwa yang
dimaksud dengan bertolak dari tempat bertolaknya orang banyak
banyak maksudnya adalah melakukan wuquf di padang pasir Arafah.
2. As-Sunnah
2
3. Ijma’
Apabila jamaah haji karena satu udzur tertentu, tidak bisa hadir
di Arafah pada waktunya, maka hajinya tidak sah. Bahkan para ulama
sepakat bahwa yang bersangkutan punya beban, yaitu diwajibkan
untuk mengulangi lagi haji di tahun depan.
Karena itu jamaah haji yang sakit parah dan tidak bisa lepas dari
alat penunjang kehidupan, sebisa mungkin tetap dibawa ke Arafah di
dalam mobil ambulan, minimal memenuhi syarat hadir di Arafah.
C. Waktu Wukuf
a. Waktu Rukun
3
oleh seseorang yang menunaikan ibadah haji di Arafah. Bila
waktu rukun ini tidak terpenuhi, maka wuqufnya tidak sah,
bahkan dia didenda untuk melaksanakan haji lagi tahun depan.
b. Waktu Wajib
4
Kalau sebelum Maghrib telah meninggalkan batas-batas Arafah,
maka dia kena denda membayar dam.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jazuli, 2006, Buku Pintar Haji dan Umrah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2010, Fiqh
Ibadah, Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah
Ahmad Sarwat, 2011, Seri Fiqh Kehidupan Haji, Jakarta Selatan, BU Publishing