Anda di halaman 1dari 7

MODERNISASI ARSITEKTUR ISLAM DI INDONESIA

Tugas: Arsitektur Islam

OLEH:

FERLIN
NIM. KA222001

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEK


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NAHDATUL ULAMA SULAWESI TENGGARA
KENDARI
2023
1. Pendahuluan
Arsitektur adalah seni yang dilakukan oleh setiap orang untuk
berimajinasikan dan merancang bangunan menggunakan pengetahuan mereka.
Dalam arti yang lebih luas, desain dan pembangunan lingkungan binaan adalah
bagian dari arsitektur. Selain itu, hasil dari proses perancangan juga disebut sebagai
arsitektur. Ketika fungsi-fungsi arsitektur, baik fisik maupun nonfisik, dapat
diintegrasikan secara terpadu dan tidak ditangkap secara terpisah, karya arsitektur
barulah bermakna. Oleh karena itu, semua hubungan erat antara konsep kehidupan,
perilaku masyarakat, dan cara melihat benda budaya sekaligus dalam sebuah sistem
telah menjadi jelas (Putra, 2017).
Selain itu, dalam arsitektur Islam, kita dapat melihat kondisi masyarakat
Muslim, pemahaman agama mereka, dan tanggal dan lokasi pembuatan masjid.
Sebagai benda bentukan, arsitektur Islam dapat membantu menjelaskan perilaku,
keinginan, dan gagasan keagamaan masyarakat Muslim di sekitar bangunan
tersebut. Semakin banyak elemen bangunan yang diperhaikan, semakin banyak
isyarat yang diperoleh darinya. Dengan cara ini, rangkaian peristiwa dapat disusun
secara berurutan. Pada akhirnya, rangkaian ini memberikan gambaran lengkap
tentang kehidupan masyarakat yang diwakili oleh karya arsitekturnya.
Arsitektur Islam di Indonesia telah mengalami modernisasi seiring dengan
perkembangan zaman. Beberapa karakteristik arsitektur Islam modern di Indonesia
meliputi: (a) Akulturasi Budaya: Arsitektur Islam di Indonesia menggabungkan
elemen-elemen budaya lokal dengan prinsip-prinsip arsitektur Islam. Contohnya,
banyak masjid di Indonesia dibangun dengan gaya khas Nusantara, seperti atap
berundak yang merujuk pada punden berundak atau tumpang (Fattah, 2020); (2)
Penerapan Nilai-nilai Islam: Arsitektur Islam di Indonesia juga mencerminkan
penerapan nilai-nilai Islam dalam desain dan konstruksi bangunan. Karya arsitektur
Islam yang terinspirasi oleh nilai-nilai Islam menggabungkan kedaulatan budaya
dan manusia dengan Tuhan (Fikriarini, 2010); (c) Varietas Bentuk: Arsitektur Islam
di Indonesia tidak memiliki bentuk tunggal dan identik. Sebaliknya, terdapat
banyak variasi bentuk yang mencerminkan kekayaan dan keberagaman arsitektur
Islam dalam peradaban Islam. Varietas ini menciptakan banyak produk arsitektur
Islam yang berkontribusi dalam memperindah peradaban manusia (Fikriarini,
2010); dan (d) Pengaruh Budaya Lokal: Pembangunan masjid di Indonesia juga
dipengaruhi oleh budaya lokal di daerah tersebut. Misalnya, masjid tradisional
Indonesia sering memiliki atap tumpang (berjumlah tiga sampai lima) dan
bangunan berbentuk segi empat (Handoko, 2013).
Dengan modernisasi arsitektur Islam di Indonesia, terjadi penggabungan
antara nilai-nilai Islam, budaya lokal, dan inovasi desain yang menciptakan karya-
karya arsitektur Islam yang unik dan beragam.
2. Pembahasan
a. Akulturasi Budaya modernisasi arsitektur islam di Indonesia
Budaya berarsitektur selalu berkembang seiring dengan perkembangan
peradaban manusia, seperti halnya Islam, yang juga membentuk peradaban
manusia. Dalam budaya arsitektur Islam, sejarah dimulai dengan pembangunan
Ka'bah oleh Nabi Adam as sebagai tempat orang beribadah kepada Allah SWT.
Nabi Ibrahim AS dan anaknya, Nabi Ismail AS, melanjutkan tradisi ini dengan
memugar kembali Ka'bah. Kemudian, Nabi Muhammad SAW terus
membangunnya sebagai tempat beribadah kepada Allah. Karena itu, budaya
arsitektur Islam terus berkembang dan memiliki arti secara fungsional dan simbolis
yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Namun, arsitektur kadang-kadang memiliki ciri unik yang membedakannya
dari tempat lain. Ini seperti halnya arsitektur beberapa tempat di Nusantara. Di
antaranya adalah Punden berundak, ciri khas yang selalu ada pada masjid yang
dibangun pada masa kerajaan. Bagian punden berundak atau teras berundak masjid
sering diabaikan karena dianggap sebagai tangga bertingkat biasa dan tidak
menyadari maknanya. Meskipun demikian, ciri-ciri ini dapat dikaitkan dengan
proses Islamisasi Indonesia dan era megalitik. Punden berasal dari bahasa Jawa dan
berarti objek pemujaan, sementara di masyarakat Sunda berarti pihak yang dipuja.
Dalam arti filosofis, tangga adalah representasi sarana melalui mana seseorang
dapat menghubungi Allah SWT melalui shalat lima waktu.
Atap Berundak juga tersedia. Pada masa kebudayaan Hindu-Buddha
Indonesia, atap bertingkat ini disebut meru, dan dianggap sebagai tempat suci untuk
para dewa. Pada awal Islamisasi, penggunaan atap berundak pada sebuah masjid
menimbulkan daya tarik tersendiri bagi penganut agama Buddha dan Hindu. Tidak
ada shock budaya atau kekagetan budaya yang disebabkan oleh akulturasi yang
muncul di masjid tersebut. Komponen penting dari teknik bawah atap berundak
yang disesuaikan dengan lingkungan ini adalah kemampuan air untuk meluncur ke
bawah saat hujan dan berfungsi sebagai ventilasi yang dapat memasukkan udara
dingin ke dalam masjid saat suhunya tinggi.
Masjid kuno yang dibangun selama peralihan dari Hindu-Buddha ke Islam
juga dibangun di dekat rumah raja atau alun-alun, yang sekarang digabungkan
dengan area tengah kota lainnya. Di kompleks permukiman kerajaan, banyak
masjid dibangun untuk menunjukkan bahwa penguasa lokal beragama Islam. Pada
masa pra-kolonial atau zaman kerajaan, setiap kerajaan harus memiliki alun-alun
sebagai tempat upacara dan tempat rakyat berkumpul dengan raja. Alun-alun
keberadaannya mengalami penyesuaian kebudayaan ketika agama Islam masuk ke
Nusantara. Hampir semua kerajaan Islam membangun masjid di sebelah barat alun-
alunnya. Masjid digunakan tidak hanya untuk tujuan ibadah keagamaan, tetapi juga
sebagai tempat pertunjukan seni yang bertema agamis.
b. Penerapan Nilai-nilai Islam
Perpaduan budaya manusia dan proses penghambaan diri manusia kepada
Tuhannya digambarkan dalam arsitektur Islam sebagai bentuk keselarasan
hubungan antara manusia, lingkungannya, dan Penciptanya. Selain makna simbolis
yang sangat dalam, arsitektur Islam menunjukkan hubungan geometris yang
kompleks, hirarki bentuk, dan ornamen. Salah satu solusi yang dapat memperbaiki
peradaban adalah arsitektur Islam. Arsitektur Islam memiliki prinsip dan nilai-nilai
yang dapat diterapkan. Nilai-nilai ini dapat dikomunikasikan dengan
memanfaatkan teknologi bangunan modern sebagai alat.
Sebagai bagian dari budaya, arsitektur selalu berkembang seiring dengan
perkembangan peradaban manusia, jadi budaya Islam juga memiliki budaya
berarsitektur. Dibangunnya Ka'bah oleh Nabi Adam as sebagai tempat orang-orang
beribadah kepada Allah SWT adalah awal dari budaya arsitektur Islam (Saoud,
2002). Menurut tradisi, Nabi Ibrahim AS dan anaknya, Nabi Ismail AS, memugar
kembali Ka'bah, yang merupakan bangunan pertama di dunia. Setelah itu, Nabi
Muhammad SAW terus membangun Ka'bah untuk digunakan sebagai tempat
beribadah kepada Allah. Karena itu, budaya arsitektur Islam terus berkembang dan
memiliki arti secara fungsional dan simbolis yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Baitullah di Makkah (Makkah), yang diberkahi dan menjadi petunjuk
bagi semua manusia, adalah rumah yang pertama kali dibangun untuk (tempat
beribadat) manusia, menurut Al Quran Surat Ali Imran ayat 96.
Dari informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa arsitektur Islam adalah
metode konstruksi Islami sebagaimana ditentukan oleh hukum syariah, tanpa
batasan terhadap lokasi dan fungsi bangunan; lebih banyak, desain bentuk dan
dekorasi menunjukkan karakter Islaminya. Definisi ini mencakup semua jenis
bangunan, bukan hanya monumen atau struktur religius (Saoud, 2002).
c. Varietas Bentuk
Pengembangan seni ruang, termasuk arsitektur, didasarkan pada prinsip-
prinsip yang ditemukan dalam al-Quran dalam terjemahannya. Ciri-ciri utama ini
dibagi menjadi empat kategori, masing-masing berdasarkan karakteristik umum
yang dimiliki oleh semua seni Islam (Al Faruqi, 1999), yaitu sebagai berikut:
1. Unit-unit isi
Seni yang memainkan peran ekstraornamentasi adalah hal pertama yang
harus dimasukkan dalam "seni ruang" Islam. Meskipun seni ini memiliki ciri-ciri
rupaan dan ornamentasi, yang memanfaatkan sifat-sifat meruang (spasial) dari
volume dan massa.
2. Arsitektur atau struktur dengan ruang interior
Seni yang menambahkan dimensi horisontal dan vertikal ke dalam ruang
sehingga memberikan kesan kedalaman (depth), volume, dan massa termasuk
dalam bidang "arsitektural".
3. Lanskaping (holtikultura maupun akuakultura)
Lanskaping adalah jenis seni yang telah berkembang dengan luas dan sangat
berhasil oleh negara-negara Islam. Ini mencakup holtikultura yang indah
(penanaman dan pemeliharaan tanaman) dan akuakultura yang juga kreatif dan
indah (teknik memakai air dengan cara yang artistik dalam kanal, kolam, air
mancur, dan air terjun).
4. Desain kota dan desa
Penanganan ruang secara estetik ini juga mencakup hubungan antara satu
bangunan dengan bangunan lain di dekatnya, ruang terbuka di sekitarnya, dan
dengan desa, kampung, kompleks, perumahan kota, atau kota yang dihuninya.
Dalam seni Islam, elemen lingkungan yang terbangun ini sangat penting.
d. Pengaruh Budaya Lokal
Masjid tampak sangat menonjol dalam penelitian arkeologi Islam di
wilayah Maluku. Mereka biasanya berada di tengah-tengah kampung dan biasanya
lebih tinggi daripada bangunan lainnya. Dalam arkeologi ruang, posisi ini dapat
dipahami sebagai pusat orientasi dalam pemahaman kosmologi masyarakat Islam
karena masjid dianggap sebagai representasi dari upaya pencarian Sang Khalik
(Sang Pencipta). Masjid bahkan dianggap sebagai rumah Allah, tempat orang
menemukan dan berjumpa dengan Allah. Dengan cara yang sama, Ambary (1998)
menyatakan bahwa masjid adalah "rumah Tuhan" di mana orang Muslim
berhubungan dengan Tuhan dan "menyerahkan atau berserah diri pada-Nya".
Setiap jengkal bumi dianggap sebagai masjid dalam Islam, sehingga setiap muslim
dapat beribadah shalat di mana pun mereka mau, baik secara individu maupun
berjamaah (Ambary, 1998). Namun, menurut Ambary, masjid adalah produk
rancang bangun, dan kontruksi, struktur, dan tata letaknya disesuaikan dengan
lingkungan alam dan budaya masyarakat setempat. Akibatnya, masjid di Nusantara
menggunakan desain lokal tradisional.
3. Penutup
Beberapa karakteristik arsitektur Islam modern di Indonesia meliputi: (a)
Akulturasi Budaya: Arsitektur Islam di Indonesia menggabungkan elemen-elemen
budaya lokal dengan prinsip-prinsip arsitektur Islam; (b) Penerapan Nilai-nilai
Islam: Arsitektur Islam di Indonesia juga mencerminkan penerapan nilai-nilai Islam
dalam desain dan konstruksi bangunan; (c) Varietas Bentuk: Arsitektur Islam di
Indonesia tidak memiliki bentuk tunggal dan identik; dan (d) Pengaruh Budaya
Lokal: Pembangunan masjid di Indonesia juga dipengaruhi oleh budaya lokal di
daerah tersebut.
4. Daftar Pustaka

Al Faruqi, Ismail Raji. 1999. Seni Tauhid Esensi dan Ekspresi Estetika Islam.
Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Ambary, Hasan Muarif. 1998. Menemukan Peradaban Arkeologi dan Islam di
Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional: Logos. Wacana Ilmu
Fattah, Adib, 2020. Akulturasi Budaya dalam Arsitektur Islam. Pascasarjana
Universitas Darussalam Gontor
Fikriarini, Aulia, 2010. Arsitektur Islam: Seni Ruang dalam Peradaban Islam. el-
Harakah. Vol. 12 No.3 Tahun 2010
Handoko, Wuri, 2013. Karakteristik Arsitektur Masjid Kuno dan Perkembangan
Islam Di Maluku. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 31 No.
1, Juni 2013 : 1-80
Putra, Dewa Ngakan Gede Raditya, 2017. Arsitektur Islam Masjid Nurul Huda
Tuban, Masjid Ukhuwwah dan Masjid Al-Ikhlas. Universitas Udaya
Saoud, Rabah. 2002. Januari. An Introduction to Islamic Architecture. FSTC
Limited: Manchester

Anda mungkin juga menyukai