Anda di halaman 1dari 18

RECAP MATERI MATA KULIAH

PENDIDIKAN AGAMA

MAKALAH

Disusun Untuk Memnuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama

Dosen Pengampu : Teuku Nurullah, M.Ag

Disusun Oleh:

Nama : Agus Salim

NPM : 23105111080

Ruang : 2.3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA

FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA

UNIVERSITAS JABAL GHAFUR

2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga saya bisa menyelesaikan
makalah mata kuliah ini.

Salawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW
yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunah untuk
keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu di antara tugas mata kuliah di Program Studi
Pendidikan Agama.Fakultas Teknik Informatika di Universitas Jabal Ghafur.

Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


Bapak Teuku Nurullah.Selaku dosen pengampu mata kuliah Struktur Data.

Saya menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah


ini maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Sigli,3 Mei 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................ii
BAB I ................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
I.I Latar Belakang......................................................................................... 1
I.II Rumusan Masalah .................................................................................. 1
I.III Tujuan masalah ..................................................................................... 1
BAB II............................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ............................................................................................... 2
II.I Pengertian Pendidikan,Agama,Pendidikan Agama,Dan Landasan-
Landasan Agama .......................................................................................... 2
I.Pendidikan ............................................................................................... 2
II.Agama..................................................................................................... 3
III.Pendidikan Agama ............................................................................... 3
IV.Landasan-Landasan Agama ................................................................. 4
II.II Pengertian Al-Qur an,Hadist,Ijma’,Qiyas,dan Ijtihad ....................... 4
I.Al-Qur an ................................................................................................. 4
II.Hadist ..................................................................................................... 5
III.Ijma’ ...................................................................................................... 6
IV.Qiyas ...................................................................................................... 7
V.Ijtihad ................................................................................................... 10
II.III Pengertian Hukum Aqli,Syar’i,dan Adat ......................................... 11
I.Hukum Aqli ........................................................................................... 11
II.Hukum Syar’i....................................................................................... 12
III.Hukum Adat ....................................................................................... 13
BAB III ........................................................................................................... 14
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Sejak pertemuan sebelumnya,materi yang disampaikan oleh Bapak Teuku
Nurullah telah memberikan pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip
agama Islam kepada mahasiswa.Pengajaran yang disampaikan tidak hanya
memaparkan teori-teori agama,tetapi juga mengaitkannya dengan konteks
kehidupan modern. Dengan demikian, penting bagi kita untuk merenungkan serta
merangkum materi yang telah diberikan,guna menggali makna-makna mendalam
yang relevan dalam konteks perkuliahan dan kehidupan sehari-hari.Dan dari itu
saya ingin merecap materi Pendidikan Agama dari pertemuan sebelumnya.

I.II Rumusan Masalah

 Apa yang dimaksud dengan Pendidikan,Agama,Pendidkan Agama,dan


Landasan-Landasan Agama?
 Apa pengertian dari Al-Qur an,Hadist,Ijma’,dan Qiyas?
 Apa yang dimaksud dengan Hukum Aqli,Syar’i,dan Adat?

I.III Tujuan masalah

 Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Pendidikan,Agama,Pendidkan


Agama,dan Landasan-Landasan Agama.
 Menjelakan apa pengertian dari Al-Qur an,Hadist,Ijma’,dan Qiyas.
 Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Hukum Aqli,Syar’i,dan Adat.

1
BAB II

PEMBAHASAN
II.I Pengertian Pendidikan,Agama,Pendidikan Agama,Dan Landasan-
Landasan Agama
I.Pendidikan
"Makna pendidikan itu adalah proses menyiapkan anak baik akalnya, fisiknya
atau keterampilannya, dan ruhnya, jiwanya, karakternya sehingga dia menjadi
orang yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat," kata Arifin
kepada NU Online, Ahad (2/5/2021).
Ada 3 tahap dalam mendidik seorang anak menjadi menjadi orang yang
bermakna:
“Pertama, how to do (bagaimana melakukan). Pada tahap ini, seorang anak
dididik untuk melaksanakan segala yang diketahuinya (sebagai proses persiapan
keterampilan anak didik)”.
"Makna pendidikan yang kedua adalah how to be (bagaimana menjadi). Inilah
proses agar anak itu menjadi seseorang, menjadi manusia atau menjadi diri
sendiri (mempersiapkan ruh, jiwa, dan karakternya)".
“Ketiga adalah how to live together (bagaimana hidup bersama).Artinya,
pendidikan sebagai pembentukan karakter agar anak didik memiliki kesadaran
untuk hidup bersama dengan orang lain (sebuah proses untuk membuat anak
menjadi orang yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat).
Ucap Arifin
Maksud orang bermakna itu sebagaimana hadits Rasulullah, khairunnas
anfauhum linnas, yaitu sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi
manusia yang lainnya.Orang kalau ingin bermanfaat tentu harus berilmu,
beramal, dan memiliki kompetensi.

2
Hal tersebut,penting untuk digarisbawahi sehingga arah pendidikan di Indonesia
tidak hanya sekadar membangun konsep,tetapi juga mendorong agar
menciptakan individu-individu yang terampil.

II.Agama
Agama dalam bahasa latin disebut sebagai religio merujuk pada salah satu
maknanya adalah religare: to recover yang artinya membebaskan. Agama dalam
pengertian ringkasa dalah sistem tentang tatacara menjalani kehidupan. Adapun
makna agama dalam pandangan KH. Ahmad Dahlan apabila coba merujuk
beberapa kitab yang ditulis oleh dirinya sendiri ataupun catatan yang ada pada
murid-muridnya bisa dikatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan tidak berbeda jauh
dengan ulama lainnya yang ingin menyampaikan sesuatu secara sederhana
sebagaimana yang dibutuhkan masyarakat pada zaman itu.Agama bagi KH A
Dahlan adalah pedoman bagi manusia untuk mengatur bagaimana seorang
manusia hidup, bergaul dengan sesama, mengatur alam, yang telah disyariatkan
Allah dengan perantaraan nabi-Nya dan serta petunjuk menjadi orang yang
berbahagia di dunia dan menyiapkan kebahagiaan dia akhirat.

III.Pendidikan Agama
Beberapa pengertian yang dikemukakan para pakar Pendidikan Agama Islam,
Pendidikan Agama Islam merupakan upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memehami, menghayati, mengimani,
bertakwa berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber
utamanya kitab suci Alquran dan Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
latihan, serta penggunaan pengalaman. (Ramayulis 2010)

3
Menurut Muhaimin (2003), bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan salah
satu bagian dari pendidikan Islam.Pendidikan Agama Islam, yakni upaya
mendidikkan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way
of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.Dalam pengertian ini dapat
berwujud: (1) segenap kegiatan yang dilakukan seseorang untuk membantu
seorang atau sekelompok peserta didik dalam menanamkan/atau menumbuh
kembangkan ajaran Islam dan nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai sebagai
pandangan hidupnya, yang diwujudkan dalam sikap hidup dan dikembangkan
dalam keterampilan hidupnya sehari-hari; (2) segenap phenomena atau
perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah tertanamnya
dan/atau tumbuh kembangnya ajaran Islam dan nilai-nilainya pada salah satu atau
beberapa pihak.

IV.Landasan-Landasan Agama
Landasan atau dasar pendidikan Islam yang pokok adalah Al-Qur’an dan
Sunnah/Al-Hadits,selain itu sifat dan perbuatan para sahabat dan
Ijtihad.Landasan Agama juga berkaitan dengan Rukun islam dan Rukun Iman.

II.II Pengertian Al-Qur an,Hadist,Ijma’,Qiyas,dan Ijtihad


I.Al-Qur an
Arti Alquran menurut bahasa berasal dari kata kerja qaraa yang berarti: “(dia)
telah membaca”. Dari pengertian itu maka Quran berarti “bacaan” atau “sesuatu
yang dibaca dengan berulang-ulang”.
Adapun definisi Alquran secara istilah, Muhammad ‘Ali ash-Shabuni menulisnya
sebagai berikut:
“Alquran adalah kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantara Malaikat Jibril
dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara

4
mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan suatu ibadah, yang
dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas”.
Alquran sebagai sesuatu yang tiada tandingannya, dapat ditemukan dalam surat
Al-Isra’ ayat 88:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk berbuat yang
serupa Alquran ini niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan
dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain’ ’’.

II.Hadist
Dilihat dari pendekatan kebahasaan, hadits berasal dari bahasa Arab, yaitu dari
kata hadatsa, yahdutsu, hadtsan, haditsan dengan pengertian yang bermacam-
macam. Kata tersebut misalnya dapat berarti al-jadid min al-asy ya’ sesuatu yang
baru, sebagai lawan dari kata al-qadim yang artinya sesuatu yang sudah kuno atau
klasik.
Kata al-hadits kemudian dapat pula berarti al-khabar yang berarti ma
yutahaddats bih wa yunqal, yaitu sesuatu yang diperbincangkan, dibicarakan atau
diberitakan dan dialihkan dari seseorang kepada orang lain
Hadits menurut istilah (terminologi) para ahli memberikan definisi (ta’rif) yang
berbeda-beda, hal ini antara lain disebabkan karena perbedaan cara pandang yang
digunakan oleh masing-masing dalam melihat suatu masalah.
Para ahli hadits misalnya berpendapat bahwa hadits adalah segala perkataan Nabi,
perbuatan, dan ihwalnya. Adapun yang dimaksud dengan hal ihwal adalah segala
yang diriwayatkan dari Nabi saw. yang berkaitan dengan hikmah, sejarah
kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.
Sebagian ahli hadits (muhadditsin) berpendapat bahwa pengertian hadits di atas
merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadits mempunyai cakupan
pengertian yang lebih luas tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi
saw. (hadits marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para
sahabat (hadits mauquf) dan tabi’in (hadits maqtu’).

5
III.Ijma’
Ijma' adalah salah satu dalil syara' yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif
setingkat di bawah dalil-dalil nash (al- Qur'an dan al-Hadits). Ia merupakan dalil
pertama setelah al- Qur'an dan al-hadits, yang dapat dijadikan pedoman dalam·
menggali hukumhukum syara' (Abu Zahroh, 1994 : 307). Ijma' ditinjau dari segi
bahasa berarti sepakat, setuju, sependapat (Abd. Aziz, 1988 : 28). Adapun menurut
istilah, Ijma' ialah kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari kaum muslimin pada
suatu masa sesudah wafatnya Rasulullah Saw atas suatu hukum syara'(Az Zuhaili,
1986 ; 490).
Menurut Khallaf (1994 : 64) Ijma' adalah kesepakatan semua mujtahidin di
antara ummat Islam pada suatu masa setelah kewafatan Rasulullah SAW atas
hukum syar'i mengenai suatu kejadian/kasus. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata, Ijma' ialah berkumpul segala ulama atas suatu hukum. Apabila telah
tsabit ijma' NO. 67/XIIl/19971 ummat (seluruh mujtahidin) atas suatu hukum,
maka tidak boleh bagi seseorangpun untuk keluar dari ijma' itu, karena ummat itu
(para mujtahidin) tidaklah bersepakat dalam kesesatan (Hasbi Ash Shiddieqy,
1980: 203).
Dari beberapa pendapat mengenai definisi ijma', pada prinsipnya mereka
sependapat bahwa:
1. Ijma' dapat terjadi dengan kesepakatan para mujtahid
2. Adanya permasalahan yang tidak terdapat dalam nash qath'i.
3. Terjadi pada masa tertentu.

6
IV.Qiyas
Qiyas merupakan suatu cara penggunaan ra‟yu untuk menggali hukum syara‟
dalam hal-hal yang nash al-Qur‟an dan sunnah tidak menetapkan hukumnya
secara jelas. Pada dasarnya ada dua macam cara penggunaan ra‟yu, yaitu
penggunaan ra‟yu yang masih merujuk kepada nash dan penggunaan ra‟yu
secara bebas tanpa mengaitkannya kepada nash. Bentuk pertama secara
sederhana disebut qiyas, meskipun qiyas tidak menggunakan nash secara
langsung, tetapi karena merujuk kepada nash, maka dapat dikatakan bahwa qiyas
juga menggunakan nash walaupun tidak secara langsung.
Sedang mengenai definisinya menurut ulama ushul fiqh, qiyas berarti
menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nashnya kepada kejadian lain
yang ada nashnya, dalam hukum yang telah ditetapkan oleh nash karena adanya
kesamaan dua kejadian itu dalam illat hukumnya (Abdul Wahab Khallaf, 2002:
74). Para ulama Hanabilah berpendapat bahwa illat merupakan suatu sifat yang
berfungsi sebagai pengenal suatu hukum. Sifat pengenal dalam rumusan definisi
tersebut menurut mereka sebagai suatu tanda atau indikasi keberadaan suatu
hukum. Misalnya, khamer itu diharamkan karena ada sifat memabukkan yang
terdapat dalam khamer.
Rukun dan Syarat Qiyas
1. Rukun Qiyas
Dari pengertian qiyas yang telah disebut diatas dapat dijelaskan bahwa unsur
pokok atau rukun qiyas terdiri atas empat unsur berikut:
a.Ashl
menurut ahli ushul fiqh, merupakan obyek yang telah ditetapkan hukumnya oleh
ayat al-Qur‟an, hadits Rasulullah atau Ijma‟. Contohnya, pengharaman wisky
dengan meng-qiyas-kannya kepada khamar. Maka yang Ashl adalah khamar yang
telah ditetapkan hukumnya melalui nash. Menurut ahli ushul fiqh yang dikatakan
ashl itu adalah nash yang menentukan hukum, karena nash inilah yang dijadikan
patokan penentuan hukum furu‟.

7
b.Far‟u (cabang)
Adalah sesuatu yang tidak ada nashnya menurut Muhammad Abu Zahrah seperti
wisky dalam kasus diatas.
c.Hukum Ashl, hukum syara‟ yang ditetapkan oleh suatu nash atau ijma‟ yang
akan diberlakukan kepada far‟u, seperti keharaman meminum khamar menurut
Nasrun Haroen.
d.Illat
Suatu sifat yang menjadi motif dalam menentukan hukum, dalam kasus khamar
di atas illatnya adalah memabukkan
2. Syarat Qiyas
Untuk dapat melakukan qiyas terhadap suatu masalah yang belum ada
ketentuannya dalam al-Qur‟an dan hadits harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a) Hendaklah hukum asalnya tidak berubah-ubah atau belum dinasakhkan
artinya hukum yang tetap berlaku.
b) Asal serta hukumnya sudah ada ketentuannya menurut agama artinya sudah
ada menurut ketegasan al-Qur‟an dan hadits.
c) Hendaklah hukum yang berlaku pada asal berlaku pula pada qiyas, artinya
hukum asal itu dapat diberlakukan pada qiyas.
d) Tidak boleh hukum furu‟ (cabang) terdahulu dari hukum asal, karena untuk
menetapkan hukum berdasarkan kepada illatnya (sebab).
e) Hendaklah sama illat yang ada pada furu‟ dengan illat yang ada pada asal.
f) Hukum yang ada pada furu‟ hendaklah sama dengan hukum yang pada asal.
Artinya tidak boleh hukum furu‟ menyalahi hukum asal.
g) Tiap-tiap ada illat ada hukum dan tidak ada illat tidak ada hukum, artinya illat
itu selalu ada.
h) Tidak boleh illat itu bertentangan menurut ketentuan-ketentuan agama, artinya
tidak boleh menyalahi kitab dan sunnah.

8
Macam-Macam Qiyas:
Qiyas dapat dibagi menjadi beberapa segi dalam hal ini dapat dibagi tiga yaitu
sebagai berikut:
1. Qiyas Awlawi, qiyas yang berlakunya hukum pada furu‟ lebih kuat dari
pemberlakuan hukum pada ashal karena kekuatan illat pada furu‟. Sebagai
contoh meng-qiyas-kan keharaman memukul orang tua kepada ucapan “uf”
(berkata kasar) terhadap orang tua dengan illat menyakiti. Ditegaskan Allah
dalam firman-Nya:Yang Artinya: …Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia
(QS. Al-Isra‟: 23).
2. Qiyas Musawi, qiyas yang berlakunya hukum pada furu‟ sama keadaannya
denganberlakunya hukum pada ashal karena kekuatan illatnya sama.
Umpamanya meng-qiyaskan membakar harta anak yatim kepada
memakannya secara tidak pantas dalam menetapkan hukum haramnya.
Firman Allah yang artinya: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang
sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang
buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa
yang besar.”
Baik membakar harta anak yatim atau memakannya secara tidak patut
adalah sama-sama merusak harta anak yatim.
3. Qiyas Adwan,qiyas yang berlakunya hukum pada furu‟ lebih lemah
dibandingkan dengan berlakunya hukum pada ashal meskipun qiyas tersebut
memenuhi persyaratan.Umpamanya meng-qiyas-kan apel kepada gandum
dalam menetapkan berlakunya riba bila dipertukarkan dengan barang yang
sejenis. Illatnya bahwa ia adalah makanan.Memberlakukan hukum riba pada
apel lebih rendah daripada berlakunya hukum riba pada gandum karena
illatnya lebih kuat.

9
V.Ijtihad
Kata ijtihad berasal dari kata “al-jahd” atau “al-juhd” yang berarti “al-
masyoqot” (kesulitan atau kesusahan) dan “athoqot” (kesanggupan dan
kemampuan) atas dasar pada firman Allah Swt dalam QS. Yunus: 9:
Artinya: ….”dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk
disedekahkan) selain kesanggupan.”
Demikian juga dilihat dari kata masdar dari fiil madhi yaitu “ijtihada”,
penambahan hamzah dan ta’ pada kata “jahada” menjadi “ijtihada” pada wazan
ifta’ala, berarti usaha untuk lebih sungguh-sungguh. Seperti halnya “kasaba”
menjadi “iktasaba” berati usaha lebih kuat dan sungguh-sungguh. Dengan
demikian “ijtihada” berarti usaha keras atau pengerahan daya upaya. Ijtihad
dalam pengertian lain yaitu berusaha memaksimalkan daya dan upaya yang
dimilikinya.1 Dengan demikian, ijtihad bisa digunakan sebagai upaya untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang menyangkut tentang hukum Islam.
Tetapi pengertian ijtihad dapat dilihat dari dua segi baik etimologi maupun
terminologi. Dalam hal ini memiliki konteks yang berbeda. Ijtihad secara
etimologi memiliki pengertian: “pengerahan segala kemampuan untuk
mengerjakan sesuatu yang sulit”. Sedangkan secara terminologi adalah
“penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada
kitabullah (syara) dan sunnah rasul atau yang lainnya untuk memperoleh nash
yang ma’qu; agar maksud dan tujuan umum dari hikmah syariah yang terkenal
dengan maslahat.

Syarat-Syarat Menjadi Mujtahid:


 Mengetahui Tafsiran Al-Qur’an
 Mengetahui Asbab al-Nuzul
 Mengetahui Nasikh dan Mansukh
 Mengetahui As-Sunnah
 Mengetahui Ilmu Diroyah Hadis

10
 Mengetahui Hadis yang Nasikh dan Mansukh
 Mengetahui Asbab Al-Wurud Hadis
 Mengetahui Bahasa Arab
 Mengetahui Tempat-Tempat Ijma
 Mengetahui Ushul Fiqh
 Mengetahui Maksud dan Tujuan Syariah
 Mengenal Manusia dan Kehidupan Sekitarnya
 Bersifat Adil dan Takwa

II.III Pengertian Hukum Aqli,Syar’i,dan Adat


I.Hukum Aqli
Syekh Muhammad bin Ahmad bin Arafah ad-Dasuki (wafat 1230 H), salah satu
ulama dengan kualitas keilmuan yang tidak diragukan lagi, khususnya dalam ilmu
tauhid (aqidah-keyakinan), dalam kitabnya menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan hukum aqli adalah hukum yang penetapannya disandarkan kepada akal
yangsempurna.
Fungsi dari adanya hukum aqli ini adalah untuk menetapkan sesuatu karena
keberadaan sesuatu yang lain, atau untuk meniadakan (menafikan) sesuatu karena
tidak adanya barang yang lain (itsbatu amrin au nafyuhi). Contoh: bumi dan langit
itu ada karena ada yang menciptakan, maka tidak mungkin keduanya ada dengan
sendirinya. Begitu juga dengan benda-benda yang lainnya.(Imam ad-Dasuki,
Hasyiyah ad-Dasuki ‘ala Ummil Barahin, [Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah: tt],
halaman 33).

11
Pembagian Hukum Aqli Imam Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf as-Sanusi at-
Talmisani, Aljazair (wafat 895 H) dalam kitabnya menjelaskan bahwa hukum aqli
terbagi menjadi tiga bagian, (1)Wajib aqli; (2) mustahil atau mustahil aqli; dan
(3)jaizaqli.
ِ ‫ص َّور َل َما فَ ْال َو‬
‫اجب‬ َ َ ‫عدَمه ْالعَ ْق ِل فِي يت‬
َ ، ‫ص َّور َل َما َو ْالم ْست َِحيْل‬
َ َ ‫وج ْوده ْالعَ ْق ِل فِي يت‬، ‫صو َما َوالْ َجائِز‬
َ َ ‫يت‬
‫عدَمه وج ْوده ْالعَ ْق ِل‬
َ ‫َو‬
Artinya, “Wajib adalah setiap sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal
ketiadaannya. Mustahil adalah setiap sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal
keberadaannya. Sedangkan yang dimaksud Jaiz adalah setiap sesuatu yang bisa
diterima oleh akal keberadaan dan ketiadaannya,” (Imam ad-Dasuki, Matan
Ummil Barahin, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 2009], halaman 27).

II.Hukum Syar’i
Hukum syar'i merupakan satu nama hukum yang disandarkan pada syariat atau
syariah. Yakni suatu ketentuan yang berasal dari Allah SWT dan Rasul, baik
dalam bentuk tekstual maupun hasil pemahaman ulama. Karenanya juga
dikatakan berasal dari Al-Qur'an dan Hadis.Adapun Hukum Syar’i Dibagi
Menjadi 2:(1)Ktabul Taklifi (2)Kitabul Wad’i
1.Kitabul Taklifi
Imam Al-Haramain membagi macam hukum taklifi menjadi 5, yakni:
‫س ْبعَة َو ْاْل َ ْح َكام‬ ِ ‫ص ِحيح َو ْال َم ْكروه والمحظور والمباح َو ْال َم ْندوب ْال َو‬
َ ‫اجب‬ ِ َ‫اجب َوالْب‬
َّ ‫اطل َوال‬ ِ ‫على يثَاب َما فَ ْال َو‬
‫على يثَاب َل َما والمباح ت َركه على يعَاقب َو َل فعله على يثَاب َما َو ْال َم ْندوب ت َركه على ويعاقب فعله‬
‫على يثَاب َما َو ْال َم ْكروه فعله على ويعاقب ت َركه على يثَاب َما والمحظور ت َركه على ي َعاقب َو َل فعله‬
‫فعله على ي َعاقب َو َل ت َركه‬
Artinya, “Hukum ada lima,yaitu wajib, sunah, mubah, mahdzur (haram), makruh.
Wajib ialah perbuatan yang diberi pahala jika dikerjakan, disiksa jika
ditinggalkan. Sunah adalah perbuatan yang diberi pahala jika dikerjakan, namun
tidak disiksa jika ditinggalkan. Mubah ialah perbuatan yang tidak diberi pahala
jika dikerjakan, dan tidak disiksa jika ditinggalkan.

12
Mahdzur ialah perbuatan yang diberi siksa jika dikerjakan dan diberi pahala jika
ditinggalkan.Makruh ialah perbuatan yang dapat pahala apabila ditinggalkan dan
tidak disiksa bila dikerjakan.

2.Kitabul Wad’i
Syekh Abdul Wahab Khallaf dalam ‘Ilmu Ushulil Fiqh menjelaskan hukum
wadh’i sebagai berikut:
ً ‫له شر‬، ‫أو‬
‫الوضعي الحكم وأما‬: ‫لشيء سببًا شيء وضع اقتضى ما فهو‬، ‫طا أو‬
‫منه مانعًا‬
Artinya: “Hukum wadh’i ialah tuntunan meletakkan sesuatu sebagai sebab,
syarat, atau pencegah bagi lainnya (terciptanya hukum),” (Lihat Khallaf, Ilmu
UshulilFiqh,[Kairo:Al-Madani,2001],halaman99).
Contohnya:Orang datang bulan tidak bisa berpuasa,Sebab(tidak bisa perpuasa
karena datang bulan),Syarat sah puasa untuk wanita(tidak datang bulan),Dan
penghalang wanita untuk berpuasa(karena datang bulan).

III.Hukum Adat
Hukum Adat adalah hukum yang biasanya yang sering terjadi dikehidupan
sehari-hari tetapi bisa saja bertentangan dengan kebiasaannya(diluar pemikiran
manusia),contohnya mukjizat Nabi Ibarahim.
Hukum Adat dibagi 4:
1. Hubungan antara wujūd (ada) dengan wujūd (ada). Seperti adanya rasa
kenyang karena adanya aktivitas makan.
2. Hubungan antara ‘adam (tiada) dengan ‘adam (tiada). Seperti tidak adanya
rasa kenyang sebab tidak adanya aktivitas makan.
3. Hubungan antara wujūd (ada) dengan ‘adam (tiada). Seperti adanya rasa
dingin sebab tidak memakai selimut.
4. Hubungan antara ‘adam (tiada) dengan wujūd (ada). Seperti tiada terbakar
sebab adanya air.

13
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan
Pendidikan agama adalah proses menyeluruh yang membentuk karakter
individu, agama memberikan panduan hidup, sementara pendidikan agama Islam
berfokus pada nilai-nilai Islam. Landasan agama Islam terdiri dari Al-Qur'an,
Sunnah.Al-Qur'an adalah firman Allah, hadis adalah ajaran Nabi, sementara
ijtihad adalah upaya mencari hukum Islam.Hukum aqli bergantung pada akal,
sementara hukum syar'i didasarkan pada syariah. Hukum adat mencerminkan
kebiasaan sehari-hari yang mungkin bertentangan dengan hukum yang tetap.

3.2 Saran
Saya menyadari bahwa penulisan jauh dari kata sempurna,kedepannya saya
akan lebih fokus dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumbersumber yang lebih banyak dan dapat dipertanggung jawabkan.Untuk
itu,saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Dahlan-Diterbitkan oleh R. Haiban Hadjid dari Catatan H. Siradj
Dahlan , Akoid Doel Iman, Yogyakarta R. Haiban Hadjid, 1941.

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010),


cet. VI, h. 21
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010),
cet. IV, h. 6
Ahmad Tafsir, 1992, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya
Sumber: Buku Alquran Sumber Hukum Islam yang Pertama oleh Miftah Faridl
dan Agus Syihabuddin
Sumber: academia.edu Islam (Universitas Islam An Nur Lampung)

Abu Zahroh, Muhammad, Ushut Fiqih, alih bahasa Saifullah Ma'shum, Pustaka
Firdaus, Jakarta, 1994.

Abdul Aziz, I/mu Ushul Fiqih, Bineka Cipta, Jakarta, 1995

Az Zuhaili, Wahbah, Ushul Fiqih /slami, Dar el Fikri, Bairut, 1986.

Khalaf, Abdul Wahab, I/mu Ushul Fiqih, alih bahasa Tholhah Mansur dkk,
Kaidahkaidah Hukum Islam, Rajawali Press, Jakarta, ·1994.

Abdul Wahab Khallaf, 1990. Ilmu Usul Fikih, terj. Halimuddin, Jakarta: Rineka
Cipta Abdul Wahhab Khallaf, 2002. Kaidah-kaidah Hukum Islam: Ilmu Ushulul
Fiqh, terj. Noer Iskandar al-Barsany, Moh. Tolchah Mansoer, Ed. 1., Cet. 8,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Abdul Wahhab Khallaf, 2002. Kaidah-kaidah Hukum Islam: Ilmu Ushulul Fiqh,
terj. Noer
Iskandar al-Barsany, Moh. Tolchah Mansoer, Ed. 1., Cet. 8, Jakarta: PT
RajaGrafindo
Persada.

Asy-Syarqawi, Abdurrahman, Riwayat sembilan Imam Fikih, Jakarta: Pustaka


Hidayah, t.t.
15

Anda mungkin juga menyukai