Anda di halaman 1dari 5

PEREMPUAN PARLEMEN

Buletin Jaringan Perempuan Parlemen, Edisi I

Sejumlah isu yang diangkat dalam Kongres terse-


but, menurut peneliti Rapid Asia, Dewi Ratna
Wulan, masih relevan hingga saat ini. Ia men-
contohkan tentang tuntutan Kongres terhadap
pemerintah (kolonial) saat itu untuk memberi
beasiswa pendidikan bagi perempuan; pember-
antasan buta aksara dan perlunya advokasi un-
tuk memberantas perkawinan kanak-kanak.

“Di desa-desa masih banyak anak perempuan


yang tidak disekolahkan, karena alasan biaya.
Sebagian mereka dinikahkan paksa di usia
sekolah,” ungkap Pendiri Women Research Cen-
tre Mitra Wacana Jogjakarta ini kepada per-
empuanparlemen.org.

Ia juga mengungkapkan, Indonesia sampai saat


Diorama Kongres Perempuan I, 22 Desember 1928. ini masih menjadi salahsatu negara dengan ang-
ka pernikahan tertinggi disbanding negara-
“Kongres Perempuan tahun 1928, merupakan negara lain.
tonggak sejarah bagi pergerakan perempuan In-
donesia”. Begitu, Susan Blackburn memulai cata- “Hampir 50 persen dari 2,5 juta pernikahan di
tan dalam bukunya berjudul Kongres Perempuan Indonesia adalah kelompok di bawah umur. Usia
Pertama: Tinjauan Ulang, (YOI&KITLV;2007). Bu- sebelas sampai 18 tahun. Ini mencerabut hak
ku yang memuat rekaman peristiwa yangberlang- perempuan untuk memperoleh pendidikan yang
sung pada 22-25 Desember 1928, di Dalem layak,”tandasnya.
(sebutan untuk rumah bangsawan Jawa) Jaya- Meski alasan ekonomi juga bisa menimpa anak
dipura, Yogyakarta. lelaki untuk tak mendapat akses pendidikan,
Di rumah yang sejak tahun 2007, menjadi Benda tetapi anak perempuan, kata Dewi mendapat
Cagar Budaya (BCB), terletak di Jalan Brigjen beban berlipat ganda. “Anak perempuan yang
Katamso 23 Yogyakarta itu, dalam riset Susan, tak mendapat pendidikan ini dinikahkan paksa.
sekitar seribu orang hadir dalam pembukaan Sementara anak lelaki tidak,” tandasnya.
Kongres Perempuan, 22 Desember 1928. Meski Ironisnya, setelah dinikahkan, banyak anak per-
hanya diikuti oleh 30 organisasi perempuan dari empuan ini ditelantarkan kemudian diceraikan
ratusan organisasi perempuan yang tercatat oleh oleh suaminya yang biasanya jauh lebih tua.
Pemerintahan Hindia Belanda saat itu, namun Mereka mendapat kekerasan berganda, bahkan
Kongres Perempuan I mendapat legitimasi kare- tak jarang jadi korban tindak pidana jual beli
na sejumlah organisasi perempuan dari luar Ja- orang (TPPO). “Jadi apa yang direkomendasikan
wa yang tidak bisa hadir, menitipkan surat oleh Kongres Perempuan I itu masih sangat rele-
dukungan terhadap penyelenggaraan Kongres. van untuk kita perjuangkan bersama,”imbuhnya.
Puncaknya, pada 22 Desember 1928, digelarlah
Perempuan Pendobrak Feodalisme Kongres Perempuan pertama yang mendapat sam-
butan luar biasa dari berbagai kalangan di dalam
maupun luar negeri. Surat kabar yang terbit pada
masa pergerakan nasional itu mengulas Kongres
Perempuan pertama sebagai tonggak sejarah da-
lam mendobrak kultur patriarkal di Hindia Bel-
anda.

Meskipun, menurut catatan Susan Blackburn, kon-


gres tersebut menuai kritik kalangan feminis Ero-
pa, lantaran hanya dihadiri oleh kaum pribumi,
namun pemerintah colonial saat itu menyambut
hasil kongres yang dinilai lebih realistis dan
kooperatif disbanding Kongres Pemuda yang ber-
langsung 28 Oktober, di tahun yang sama.

Sejumlah pidato tokoh perempuan saat itu, men-


jadi rujukan bagi pergerakan perempuan Indonesia
pada masa berikutnya. Di antaranya adalah :
Doc: Tembinews.com 1. "Pergerakan Kaoem Isteri, Perkawinan &
Nusantara hingga akhir abad ke -18 masih kental Pertjeraian", oleh Ny. R.A. Soedirman dari or-
dengan feodalisme yang merendahkan kaum per- ganisadi Poeteri Boedi Sedjati)
empuan. Di tengah kuatnya kultur patriarkal, 2. "Deradjat Perempoean", oleh Ny. Siti Moendji-
sejumlah tokoh perempuan di Indonesia tampil jah (Aisjijah Djokjakarta)
dan berhasil mengubah stigma dan kultur
masyarakat yang mendorong kebangkitan kaum 3. "Perkawinan Anak-Anak", oleh Saudari Moega-
perempuan. roemah (Poeteri Indonesia)

Tak hanya berjuang dengan mengangkat senjata, 4. "Kewadjiban & Tjita-Tjita Poeteri Indonesia",
seperti yang dilakukan Cut Nyak Dien (1848 -1908) oleh Sitti Soendari
di Aceh, perempuan di Nusantara juga bangkit me- 5. "Bagaimanakah Djalan Kaoem Perempoean
lalui gerakan pendidikan. Seperti dilakukan Raden Waktoe Ini & Bagaimanakah Kelak", oleh
Ajeng Dewi Sartika yang membuka Sekolah Istri Saudari Tien Sastrowirjo
tahun 1904 yang disusul dengan berdirinya
berbagai sekolah dan organisasi perempuan, di 6. "Kewadjiban Perempoean di Dalam Roemah
berbagai daerah. Tangga", oleh Saudari R.A. Soekonto (Wanita
Oetomo).
Kesadaran atas hak-hak perempuan di Indonesia
tak hanya muncul di kalangan priyayi, tapi juga di Kongres ini menghasilkan keputusan dibentuknya ba-
kalangan pemuka agama. Di kalangan Muslim, dan pemufakatan organisasi-organisasi perempuan,
bernama: Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indo-
Perkumpulan Muhammadiyah yang berdiri tahun
nesia. Tujuan serikat ini adalah untuk memberikan
1912, kemudian memberi ruang bagi kaum per-
berbagai informasi dan sebagai forum komunikasi an-
empuan dengan meresmikan Perkumpulan Aisyiah tar organisasi perempuan. Kongres ini pun
pada tahun 1917, di Jogjakarta, sebagai wadah menghasilkan tiga tuntutan kepada pemerintah koloni-
bagi perempuan Muhammadiyah. Di tahun yang al masa itu, berupa: 1) Penambahan sekolah untuk
sama, juga berdiri Pondok Pesantren Putri per- anak-anak perempuan; 2) Syarat bagi sebuah per-
tama, yang sempat menuai kontroversi di nikahan, diberikannya keterangan taklik (janji dan
Deanyar, Jombang, Jawa Timur. Perkumpulan ger- syarat-syarat perceraian); 3) Peraturan yang mengha-
eja juga mendirikan Perkumpulan Ibu -Ibu Katolik ruskan diberikannya tunjangan kepada janda-janda
pada 26 Juni 1924, di Jogjakarta. dan anak-anak piatu pegawai pemerintah.
DPRD Se-Papua Perda Perlindungan Perempuan dan Anak

Doc: RRI.co,id

Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan sejumlah DPRD di Kabu-


paten-Kota di Propinsi Papua dan Papua Barat tengah merancang Perda
tentang Perlindungan Perempuan-Anak dan Kesehatan Reproduksi Per-
empuan. Sejumlah Kabupaten Kota tersebut, yakni Kabupaten Merauke,
Provinsi Papua, Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong, Provinsi Papua
Barat.
Dikutip dari website resmi Kabupaten Manokwari, Kabupaten Me-
rauke dan Kota Sorong, DPRD di tiga Kabupaten-Kota tersebut siap men-
dorong Perda Perlindungan Perempuan dalam Program Legislasi Daerah Kunjungi
(Prolegda) tahun 2016. Sementara laman berita papua mengungkapkan, www..perempuanparlemen.org
DPRP telah melakukan kajian akademik untuk menyusus Raperdasus ten-
tang pemulihan hak-hak perempuan korban kekerasan dan pelanggaran
HAM di Papua.
Ketua Komisi A DPRD Manokwari, Ayu Humaira Bataray, KPPRI bersama SWARGA,
mengungkapkan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak pada tahun 2015 ini merajut Jaringan
di wilayah Papua dan Papua Barat telah menjadi sorotan sejak lima tahun Perempuan Parlemen atau Women’s
terakhir. “Di Manokwari pun masih cukup tinggi. Sehingga daerah ini butuh Parliamentary Network (WPN) terin-
tegrasi yang menggabungkan portal
rumah singgah untuk korban kekerasan tersebut. Angka kekerasan ter-
web berita, sms gateway, aplikasi an-
hadap anak dan perempuan di Manokwari, terus meningkat setiap ta- droid dan forum khusus chatting serupa
hun,”kata Ayu. Whatsapp atau Blackberry Messenger.
Sesuai data yang diperoleh dari Badan Pemberdayaan Perempuan
Upaya ini diharapkan bisa
dan Keluarga Berencana (BP2KB), Manokwari, angka kekerasan yang diala-
memperluas perjuangan dan komitmen
mi perempuan dan anak di Manokwari, dalam setahun terakhir sudah seki- KPPRI dengan para anggota parlemen
tar 80 kasus. Menurut Ayu, Negara punya tanggungjawab terhadap para perempuan di berbagai daerah di se-
korban. Selain penyediaan rumah singgah, konseling dan penyelesaian pros- luruh Indonesia, serta masyarakat
es hukum, perlu juga regulasi khusus di daerah yang mengatur agar pela- umum dalam mendorong kebijakan
(pemerintah pusat maupun daerah)
yanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan berjalan lebih baik.
yang ramah perempuan.
Selain Raperda Perlindungan Perempuan, DPRD Kabupaten Manokwari,
menurut Ayu juga akan membahas Raperda tentang Kesehatan Reproduksi Aplikasi terbaru ini dapat
Perempuan pada tahun 2016 ini. diunduh di :
www.perempuanparlemen.org.
“Usulan ini telah dibahas di internal komisi secara lisan, dan sudah
sampaikan kepada Badan Legislasi Daerah. Semoga pada Maret 2016 nanti
sudah bisa disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga dapat menyerap
masukan masyarakat melalui seminar,” ungkap Ayu.
Redaksi DPRD Kaltim Dorong Anggaran Responsif Gender
Ketua Panitia Khusus (Pansus) pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang
Perempuanparle- Pengarusutamaan Gender (PUG) DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Siti Qomariah berharap
pemerintah eksekutif dan legislative di Kaltim mengimplementasikan pengarusutamaan gender
men dengan menyusun anggaran pembelanjaan daerah yang responsif gender.

Kaltim dan daerah lain, menurut Qomariah bisa mencontoh Provinsi Kepulauan Riau dan Jawa
Tengah yang menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Penanggung Jawab :
(Kemenpppa) RI, merupakan provinsi terbaik dalam melaksanakan penyusunan perencanaan
Pheni Chalid dan penganggaran yang responsif gender.

Nurul Hilaiyah “Saat ini PUG di Kepri terintegrasi dengan seluruh stakeholder. Hal ini bagus sekali, semoga
yang dilakukan di Kepri dapat ditiru di Kaltim dengan menyesuaikan kondisi di Kaltim,” ungkap
Qomariah dalam rilis web DPRD Kaltim Selasa (18/1)

Pemimpin Redaksi Lebih jauh Qamariah mengatakan, setelah disahkan dan melalui Raperda PUG ini Pemprov
Kaltim melalui SKPD di tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota dapat melakukan upaya-
Wahyu Muryadi
upaya pemberdayaan perempuan dalam rangka pengarusutamaan gender menuju terwujud-
Redaktur Pelaksana: nya kesetaraan dan keadilan gender dalam seluruh aspek pembangunan dan kehidupan.

Abdul Malik “Melalui Raperda ini, pemerintah diharapkan bisa lebih responsif dalam mengakomodasi hak-
hak perempuan. Pembentukan raperda menjadi sebuah regulasi peraturan daerah mampu
Dewan Redaksi : dapat menjadi stimulan mendorong ada program-program terhadap pengarusutamaan gender
hadir di setiap instansi-instansi. Harapan itulah sebagai wujud dari program pengaplikasian
Diah Indriputri guna menyetarakan gender tanpa ada perbedaan,” urai Qamariah, .
DESA PRIMA

Menteri Pemberdayaan
SWARGA-UNDP : Perempuan dan Perlin-
dungan Anak, Yohana
Joni Kasim Yembise didampingi Kepala
BPPKB Kaltim, Hj Ardin-
ingsih meninjau pelaksa-
Isniati Kuswini naan program Desa Prima
(Perempuan Indonesia
Sri Lestari Maju Mandiri) beberapa
waktu lalu.
Laurine Kaunang
Desa Prima menjadi salah
satu program responsive
 ---- gender yang sedang digen-
carkan di Pemprov Kaltim
(dok. Humasprov kaltim).

Harapan serupa disampaikan Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Rita Artaty Barito. Ia men-
dorong pemerintah lebih memperhatikan kepentingan perempuan hingga ke pelosok daerah.
Rita berharap, tak hanya ibu-ibu di wilayah perkotaan, yang berada di daerah pedalaman harus
mendapat perhatian yang lebih baik lagi. Tak hanya melalui kegiatan positif yang diselenggara-
kan pemerintah, namun dari segi perlindungan dan kondusivitas lingkungan.

“Kebutuhan sehari-hari seperti tersedianya air bersih yang layak minum misalnya, adalah satu
contoh mewujudkan perhatian guna menunjang kebutuhan sehari-hari kaum perempuan. Ini
sejalan dengan salah satu tema prioritas pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlin-
dungan Anak sesuai RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015-2019.
Harapannya juga ada komitmen bersama mendorong kondusivitas bagi perlindungan perempu-
an dan juga anak yang rentan menjadi korban kekerasan,” kata Rita.
Magelang Wajibkan Perdes Perlindungan Perempuan dan Anak
Kesadaran akan pentingnya regulasi yang sensitif gender, kini menjalar di sejumlah Kabupaten-Kota. Setelah
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah (Jateng) mendorong alokasi dana desa untuk peningkatan program Keluarga
Berkualitas, kini giliran Kabupaten Magelang, Jateng yang bersemangat merancang alokasi anggaran untuk
perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan dan diskriminasi.
Bupati Magelang, Zaenal Arifin mengungkapkan, selain soal alokasi anggaran, dalam Rancangan Peraturan Daerah
(Raperda) yang diinisiasi DPRD Kabupaten Magelang tersebut, juga diatur peranan Pemerintah Desa (Pemdes) untuk
aktif terlibat dalam agenda perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan dan diskriminasi.
“Kami sudah mengusulkan agar dalam Raperda juga diatur mengenai tanggung jawab Pemerintah
Desa. SehinggaPemdes juga mempunyai komitmen yang lebih tinggi dalam penanganan korban kekerasan dan
diskriminasi dari kalanganperempuan dan anak," kata Zaenal dalam situs resmi Pemkab Magelang,
www.magelangkab.go.id.
Lebih lanjut, Zaenal menjelaskan, Raperda tersebut, sangat penting bagi terwujudnya pemenuhan hak-hak
perempuan dan anak di Kabupaten Magelang. Karena itu, pihaknya mendukung pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu
bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAK2).
“Perlindungan terhadap perempuan dan anak merupakan tanggung jawab bersama. Pemerintah dan masyarakat,
termasuk Pemdes serta didukung kelembagaan yang solid dan terpadu harus bekerjasama untuk mewujudkannya,”
tandas Zaenal.
Anggaran Pendapatan Daerah Kabupaten Magelang tahun 2016 ditetapkan sebesar Rp. 2.168.440.109.680,00.
Sementara Anggaran Belanja Daerah sebesar Rp. 2.340.396.942.410,00. APBD tahun 2016 tersebut mencakup besaran
dana penyesuaian dan otonomi khusus yang direncanakan sebesar Rp. 333.213.025.000,00. Serta dana desa yang
direncanakan sebesar Rp. 226.980.000,00.

APBD DI Aceh Dinilai Sentimen Perempuan


Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) dinilai sentimen atau tidak berpihak kepada para inong (perempuan
-red) di negeri Serambi Makkah ini. Dari nilai Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Prioritas Plafon Anggaran Sementara
(PPAS) sebesar Rp 11.594 triliiun, anggaran dialokasikan untuk kegiatan peningkatan kapasitas perempuan hanya
sepuluh persen. Itupun kebanyakan berasal dari usulan anggota legislatif.
Hal tersebut disampaikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Mariati. Menurutnya, jika ditilik lebih da-
lam, usulan eksekutif untuk anggaran peningkatan kapasitas kaum hawa ini sebanarnya tidak sampai lima persen.
“Yang diplotkan eksekutif ke perempuan, jangankan sepuluh persen, lima persen pun nggak ada sebenarnya. Na-
mun kita mendorong hal ini, kita minta dengan berbagai macam cara,” kata Mariati, dikutip oleh rakyataceh.co.
Dikatakan dia, idealnya anggaran untuk mengembangkan kelompok perempuan yang harus dialokasikan
Pemerintah Aceh yakni sebesar 25 persen. Sebab itu, kata dia, legislatif terus berupaya memperjuangkan peningkatan
alokasi anggaran tersebut. Tujuannya, tak lain, agar sumber daya perempuan juga bisa diandalkan.
“Legislatif hampir semuanya fokus untuk program-program perempuan. Kalau pun anggaran dari eksekutif minim,
kami perjuangkan lewat dana aspirasi dewan. Program-program beginilah yang kami lakukan, jadi jangan dibilang as-
pirasi itu duit untuk dewan,” ujarnya.
Seperti halnya tahun ini, kata dia, anggaran aspirasi yang didapat setiap anggota dewan, seluruhnya dimanfaatkan
untuk kegiatan masyarakat, khususnya di daerah pemilihan. Hampir setiap anggota dewan punya plot anggaran untuk
perempuaan sebesar 10 persen. Sedangkan selebihnya diplotkan untuk membantu pembangunan daerah.
“Saya sendiri sampai 25 persen dari jumlah yang ada saya alokasikan untuk penguatan kapasitas perempuan, pem-
berdayaan ekonomi, dana lainnya. Perempuan juga butuh pemberdayaan, peningkatan kapasitas, untuk membantu
keluarga dalam meningkatkan taraf hidup dan mencukupi kebutuhan ekonomi,” tutur Mariati, legislator dari daerah
pemilihan Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Simeulue. (rakyataceh.co)

Anda mungkin juga menyukai