masyarakat bukanlah hambatan untuk mencapai persatuan dan kesatuan. Sebaliknya, keberagaman harus disikapi sebagai suatu hal yang mendorong kemajuan bangsa. Semangat Sumpah Pemuda yang mengilhami berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat relevan hingga saat ini.
c. Gerakan Perempuan
Kondisi perempuan Indonesia pada pertengahan abad
XIX masih jauh tertinggal dibandingkan kaum lelakinya. Sekolah-sekolah yang ada pada saat itu hanya membuka
£ P | kesempatan bagi kaum lelaki, sedangkan kaum perempuan
- hanya mendapat pendidikan terkait kerumahtanggaan dan itu £ —- pun masih sangat terbatas. Keadaan ini sedikit demi sedikit 8 IN mengalami perubahan ketika seorang putri bupati dari Jepara i bernama R.A. Kartini, berkesempatan mengenyam pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial Belanda. !3
Gambar 217 lusiasi— Menangkan pemikiran-pemikirannya dalam tulisan tentang
R.A. Karini kondisi perempuan pada masa tersebut.
| 1425 Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI
Dipindai dengan CamScanner
NG, ip. AI ea yI AN a Gambar 3.18 Pembukaan “Kartinischool” (Sekolah Kartini) pada 2 Mei 1915 di Bogor.
Kartini menulis pemikiran-pemikirannya dalam bentuk
korespondensi dengan sahabat-sahabatnya di Belanda, seperti Stella Zeehandelar dan Profesor F. K. Anton. Oleh J. H. Abendanon, surat-surat Kartini ini dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang kemudian diberi judul Door Duisternis Tot Lich-Habis Gelap Terbitlah Terang.
Kartini mencita-citakan sebuah masyarakat dengan
kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. la ingin perempuan dapat berpartisipasi dalam meningkatkan kemajuan bangsa bersama dengan laki-laki. Selain itu, perempuan juga diberi kesempatan untuk bangkit dari ketertinggalannya.
Menurutnya, sebagai perempuan, ia akan menjadi ibu
bagi anak-anaknya, dan ibulah yang akan memberikan pendidikan pertama kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya perempuan mendapatkan pendidikan yang memadai dan memperoleh pengetahuan yang lebih luas. Ia juga memimpikan perubahan dalam masyarakat Indonesia serta mendorong penghapusan praktik-praktik dalam budaya Jawa yang dianggapnya mengekang hak-hak dan martabat perempuan, seperti tradisi pingitan—gadis yang akil balig dilarang keluar dari rumah sampai menikah. Hal yang diperjuangkan Kartini kemudian dikenal dengan istilah emansipasi.
Pemikiran Kartini banyak mendapat tanggapan positif
dari kalangan perempuan. Hal itu terlihat dari banyaknya perkumpulan perempuan yang menyelenggarakan pendidikan khusus bagi perempuan.
Selain Kartini, banyak tokoh perempuan yang berjuang
meningkatkan pengetahuan kaum perempuan. Salah satunya adalah Dewi Sartika yang mendirikan Perkoempoelan