Anda di halaman 1dari 4

Topik 4: Eksplorasi Konsep

Kelompok 2
Nama Anggota :
1. Muhamad Sofyan
2. Eva Mulyati
3. Yuni Sulastri
4. Alfiah Rahmawati
5. Dian Febriani
6. Huliana Fitri
7. Matina Saputri
Mata Kuliah: Etno Sasambo

Nyanyian Tradisional Sasambo

Nyanyian yang dimaksud pada bagian ini bukan saja secara verbal (kebahasaan) dinyanyikan
dan atau diiringi musik tradisional, tetapi mencakup aspek nonverbal berupa irama musik
tradisional. Oleh karena itu pada bagian ini akan diuraikan jenis nyanyian tradisional Sasambo,
mulai dari etnis Sasak, Samawa, dan Mbojo. Penguraian tentang hal tersebut masing-masing
mencakup jenis atau wujud nyanyian tradisional, tujuan nyanyian tradisional dimainkan, waktu
dan tempat nyanyian tradisional, alat dan bahan yang dibutuhkan untuk memainkan nyanyian
tradisional, jumlah orang yang memainkan, ciri, serta fungsi atau manfaat nyanyian tradisional
tersebut.

1. Nyanyian Tradisional Etnis Sasak


Hasil identifikasi ditemukan beberapa jenis nyanyian tradisional (verbal dan nonverbal
berupa seni musik). Bahasan jenis nyanyian tradisional yang ada dalam masyarakat Sasak
masing-masing akan diuraikan tujuan dimainkan, waktu dan tempat dimaikan, alat dan
bahan yang dibutuhkan untuk memainkan, jumlah orang yang memainkan, ciri, serta fungsi
atau manfaat nyanyian tradisional tersebut.
Gendang Belek
Gendang belek adalah alat musik tradisional yang dimainkan secara berkelompok.
Dahulu di Lombok, Gendang Beleq dijadikan penyemangat prajurit yang pergi berperang
dan yang pulang dari peperangan. Dengan demikian, Gendang Beleq dijadikan musik
dalam peperangan. Kini Gendang Beleq digunakan sebagai musik pengiring dalam
upacara-upacara adat seperti Merariq (pernikahan), sunatan (khitanan), ngurisang (potong
rambut bayi atau aqiqah) dan begawe beleq (upacara besar). Gendang Beleq memiliki nilai
filosofis dan juga disakralkan oleh masyarakat Suku Sasak. Masyarakat Sasak menilai
Gendang Beleq memiliki nilai keindahan, ketekunan, kesabaran, kebijakan, ketelitian, dan
kepahlawanan. Nilai-nilai tersebut selalu diharapkan menyatu dengan hati Masyarakat
Suku Sasak.
Musik Gendang Beleq ini, dalam memainkan juga dilengkapi alat musik lain seperti
oncer, seruling dan rincik. Kesan pertama jika anda mendengar alunantabuhan gendang
beleq ini yaitu akan serupa dengan musik dari Bali. Sejarah mencatat bahwa pulau Lombok
dahulunya pernah berintraksi dengan Bali dalam waktu yang tidak sebentar. Pengaruh Bali
akhirnya berimbas pada musik gendang beleq. Namun seiring perubahan zaman yang
mempengaruhi kultur danadat masyarakat Pulau Lombok, musik gendang beleq juga
mengalami banyak perubahan, baik dari sisi perlengkapan alat musik, jumlah personil,
kostum, bahkan nada musiknya.
Banyak cerita rakyat yang berkembang bahwa musik gendang beleq padazaman
dahulu digunakan sebagai musik penyemangat prajurit yang pergi atau telah pulang
berperang, dan akhirnya musik gendang beleq dijadikan musik peperangan. Namun,
seiring berjalannya waktu sebagai musik yang mengiringi upacara-upacara adapt seperti
Merariq (pernikahan), sunatan (khitanan), ngurisang (potong rambut bayi), dan begawe
beleq (upacara besar).
Selain fungsi di atas tidak jarang pula gendang beleq saat ini dijadikan ajang
hiburan seperti festival, lomba-lomba ataupun acara ulang tahun kota maupun provinsi,
bahkan belum lama diundang ke luar negeri yaitu di Jerman dalam rangka memeriahkan
festival musik Internasional. Ketika Gendang Beleq ditabuh dan diiringi alat-alat music
pendukungnya dimainkan, penonton pun turut bersorak sorai menyambut, bahkan tidak
jarang pula yang menari-nari sambil mengikuti alunan musik.
Saat ini, kelompok Gendang Beleq telah memiliki banyak komunitas yang tersebar
luas di Pulau Lombok, bahkan ada juga yang mendirikan komunitas di luar Lombok. Selain
itu, kantor-kantor sudah memiliki kelompok Gendang Beleq. Komunitas-komunitas ini
mengelola secara mandiri dan selalu mengadakan latihan berkala untuk memantapkan
atraksi permainan ketika dipentaskan.
Ada beberapa alat yang terdapat dalam bermain musik Gendang Beleq, seperti
gendang itu sendiri, kemudian terumpang atau alat yang berbentuk bulat besar seperti
wajan yang di tengahnya terdapat benjolan kecil terbuat dari kuningan atau tembaga, alat
ini akan menghasilkan bunyi yang mendengung jika dipukul. Selanjutnya, ada Gong, alat
ini sebenarnya hampir sama dengan gong-gong dari daerah lainnya. Alat-alat lainnya dalah
kenceng (seperti kelereng), seruling, oncer atau petuk, pencek dan beberapa alat yang
digunakan sebagai penabuh berupa tongkat-tongkat kayu berukuran sangat pendek yang
terbuat dari kayu kelapa dan ujungnya dibalut kain agar kuat.
Gendang beleq juga memiliki nilai filosofis dan disakralkan oleh masyarakat suku
sasak. Masyarakat suku sasak menilai bahwa dalam seni tubuh gendang beleq terdapat
keindahan, ketekunan, ketelitian, kesabaran, kebijakan dan kepahlawanan yang diharapkan
menyatu dalam hati masyarakat suku sasak. Sebab, tabuhan dan alunan musik dari gendang
beleq ini mengandung semangat yang luar biasa dalam memainkan maupun sekedar
mendengarkan, banyak dari wisatawan local maupun mencanegara sengaja dating untuk
menonton tabuhan musik gendang beleq ini. Bahkan di antara wisatawan-wisatawan
tersebut memainkan musik ini. Beberapa masyarakat di luar Lombok menjadikan seni
musik gendang beleq ini sebagai referensi guna keperluan yang bersifat akedemik maupun
pekerjaan.
Bagi masyarakat suku sasak bagitu mendengar tabuhan dan alunan irama Gendang
Beleq, maka yang terasa adalah sebuah semangat, detak jantung terasa kencang serta bahsa
tubuh yang ingin segera menari mengiri alunan tabuhannya.Yang terbuat dari pohon
meranti, berbentuk bulat panjang yang dilubangi pada bagian tengahnya. Pada kedua
sisinya dilapisi oleh kulit kambing, sapi ataupun kerbau yang kering. Gendang ini jika
ditabuh maka akan berbunyi dang atau dung, dan dari kata dang itulah akhirnya kata
gendang ternamai dengan menambah imbuhan gendi depannya. Sementara itu, kata beleq
sendiri diambil dari bahsa sasak yang berarti besar. Dengan demikian, gendang bleq berarti
gendang besar karena gendang ini memiliki ukuran yang besar, berbeda dengan ukuran
gendang- gendang yang berasal dari daerah lain.
2. Nyanyian Tradisional Etnis Samawa
Hasil identifikasi terdapat beberapa jenis nyanyian tradisional etnis Samawa, yaitu sakeco,
balawas atau rabalas lawas, ngumang, badede, dan bakelong. Berikut diuraikan masing-
masing tujuan nyanyian tradisional dimainkan, waktu dan tempat nyanyian tradisional, alat
dan bahan yang dibutuhkan untuk memainkan nyanyian tradisional, jumlah orang yang
memainkan, serta fungsi atau manfaat nyanyian tradisional tersebut.
Rabalas Lawas
Dalam Kamus Bahasa Sumbawa-Indonesia dikatakan bahwa lawas adalah sejenis
puisi tradisi khas Sumbawa, umumnya terdiri atas tiga baris, biasa dilisankan pada upacara-
upacara tertentu. Pengertian Lawas pada Kamus Bahasa Sumbawa-Indonesia belum dapat
dikatakan lengkap, karena Lawas juga ada yang terdiri atas empat baris, enam baris, dan
ada juga yang delapan baris dalam tiap bait. Lawas sebagai puisi lisan tradisional
masyarakat etnis Sumbawa dapat kita nikmati dalam berbagai bentuk pertunjukkan.
Lawas dipertunjukkan dalam dua bentuk, meliputi: (1) dipanggung dan (2) pada
saat orang bekerja di sawah, di ladang, saat gotong royong membangun rumah, mengasuh
anak, saat upacara adat, saat Karapan Kerbau, Barampok sebagai sebuah tradisi. Lawas
yang dilantunkan pada saat beraktivitas biasanya untuk mengurangi rasa sepi, sebagai
hiburan, mengalihkan perhatian dari pekerjaan yang dilakukan, dan sebagainya. Kehadiran
lawas di Sumbawa tidak diketahui secara pasti. Kehadiran Lawas bagi Masyarakat
Sumbawa pada awalnya berperan sebagai media ekspresi batin manusia dan sebagai
perekam peristiwa yang terjadi di seputarnya. Apa yang tampak atau yang dipikirkan oleh
masyarakat Sumbawa tempo dulu biasanya akan disampaikan melalui lawas.
3. Nyanyian Tradisional Etnis Mbojo
Sebutkan semua jenis nyanyian tradisional yang ada dalam masyarakat Mbojo kemudian
masing-masing diuraikan tujuan nyanyian tradisional dimainkan, waktu dan tempat
nyanyian tradisional, alat dan bahan yang dibutuhkan untuk memainkan nyanyian
tradisional, jumlah orang yang memainkan, serta fungsi atau manfaat nyanyian tradisional
tersebut.
Rawa Mbojo
Nyanyian daerah, di Bima Nusa Tenggara Barat yang disebut dengan rawa mbojo
nyanyian (rawa mbojo). "Rawa Mbojo" adalah lagu yang cukup terkenal di kalangan
masyarakat Suku Bima. Lagu ini sering dinyanyikan dalam berbagai acara tradisional
seperti upacara adat, pesta perkawinan, atau dalam acara keagamaan. Melodi dan lirik lagu
ini menggambarkan kehidupan sehari-hari, keindahan alam, serta nilai-nilai kebersamaan
dan persatuan. Struktur wacana rawa mbojo yang dipentaskan semalaman tersebut terdiri
dari 17 ntoko (irama) dengan 2 irama yang berulang. Rawa mbojo ini bergenre wacana
lisan dengan bentuk wacana monolog dan dialog. Ntoko dalam nyayian secara keseluruhan
bersifat dinamis, dimulai dengan ntoko yang bertempo cepat, lebih cepat, lambat, cepat
dan melambat diakhirnya. Unsur pembentuk rawa mbojo terdiri dari dua unsur yang saling
bertautan yaitu unsur irama dan unsur verbal. Analisis irama terlihat pada panjang
pendeknya nada, dan ini terkadang ajeg atau tidak ajeg. Sedangkan unsur verbalnya
menggunakan bahasa mbojo umum, tetapi terkadang ada sedikit campur kode dengan
bahasa Indonesia. Konteks wacana rawa mbojo juga berpengaruh antara lain dari aspek
latar, partisipan, hasil, amanat, cara, sarana, norma dan genrenya. Seperti halnya banyak
lagu tradisional lainnya, "Rawa Mbojo" sering disertai dengan tarian tradisional yang
menggambarkan cerita atau makna di balik lagu tersebut. Musik yang mengiringi lagu ini
biasanya menggunakan alat musik tradisional seperti gong, kendang, sasando, dan lain-
lain.
Lagu-lagu seperti "Rawa Mbojo" merupakan bagian penting dari identitas budaya
suatu komunitas dan memainkan peran penting dalam melestarikan dan mewariskan
warisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai