Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HADIST PADA MASA RASULULLAH, SAHABAT DAN TABIIN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist

Dosen Pegampu: Dr.Ahmad Zumaro MA

Disusun Oleh:

Kelas/Semester: D/2

Kelompok 4

1. Eka Indri Kurniati 2301011024


2. Jumi Widyawati 2301010058
3. Rahma Arum Saharani 2301011066

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

METRO LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr .wb

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Bahasa Indonesia

Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan masukan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak, teman, dan rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.

Kami mohon maaf atas kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini. Karena
kami selaku penulis menyadari bahwa dalam menulis makalah ini masih jauh dari kata
sempurna yang diharapkan oleh dosen pengampu, maka dari itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan.

Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kami khususnya,
serta kepada semua pihak pembaca makalah ini demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya
dibidang pendidikan.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Metro,10 Februari 2024

Penulis

Kelompok 4,

ii
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................2

A. Hadist Pada Masa Rasulullah.....................................................................................2

B. Hadist Pada Masa Sahabat..........................................................................................5

C. Hadist Pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi`in............................................................9

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.............................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis adalah ucapan, perbuatan, dan pengakuan/persetujuan yang disandarkan kepada
Rasulullah SAW. Kelahiran hadis sebagaimana yang dimaksud terkait langsung dengan
suatu pribadi Nabi Muhammad SAW. Sebagai sumber hadis, dimana memang beliau telah
membina umatnya selama kurang lebih 23 tahun, dan masa tersebut ialah kurun waktu
yang turun nya wahyu (Al-Qur`an) bersamaan dengan itu keluar pula hadis. Lahirnya
hadis pada masa Raulullah sebagai Mubayyin (pemberi suatu penjelasan) terhadap ayat Al
qur`an kepada sahabat ataupun kepada umat lainnya.
Hadis yang merupakan sumber hukum islam yang kedua selain berfungsi menjelaskan
Al qur`an, juga berfungsi menguatkan hukum-hukum Al qur`an dan berfungsi menetapkan
hukum-hukum yang tidak didapati dalam Al qur`an. Penjelasan hadis dapat berupa
menerangkan yang global, mengaitkan yang mutlak, menjelaskan yang rumit,
mengkhususkan yang umum, dan memaparkan yang ringkasa dari ayat-ayat Al qur`an.
Sejarah dan periodisasi kumpulan hadis mempunyai jangka waktu yang lebih panjang
dibandingkan dengan Al-Qur'an yang hanya bertahan dalam jangka waktu yang relatif
singkat yaitu kurang lebih 15 tahun. Diperlukan waktu sekitar tiga abad untuk
mengumpulkan dan menyusun Hadis. Periodisasi kumpulan hadis di sini mengacu pada
tahapan-tahapan yang dilalui dan dialami dalam sejarah perkembangan dan evolusi hadis,
mulai dari masa Nabi Muhammad SAW masih hidup hingga terciptanya kitab-kitab yang
terlihat saat ini. Para ulama dan ahli hadis membagi periodisasi pengumpulan dan
pembukuan hadis secara berbeda-beda berdasarkan perbedaan pengelompokan data
sejarah dan tujuan yang ingin dicapai.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah hadist pada masa Rasulullah SAW ?
2. Bagaimanakah hadist pada masa sahabat?
3. Bagimanakah hadist pada masa sahabat kecil dan tabiin?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui hadist pada masa Rasulullah SAW.
2. Umtuk mengetahui hadist pada masa sahabat.
3. Untuk mengetahui hadist pada masa sahabat kecil dan tabiin.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadist Pada Masa Rasulullah SAW


Hadis pada masa ini dikenal dengan Ashr al-Wahy wa al—Takwin, yakni masa turun
wahyu dan pembentukan masyarakat Islam. 1 Keadaan seperti ini memerlukan keseriusan
dan kehati-hatian dari para sahabat sebagai pewaris pertama Islam. Nabi menjelaskan
wahyu Allah yang diwahyukan melalui perkataan, perbuatan dan taqrirnya (menjelaskan).
Maka apa yang didengar dan dilihat para sahabat itulah yang menjadi petunjuk ketaatan
mereka.2
Nabi Muhammad SAW memerintahkan para sahabatnya untuk menghafal,
menyampaikan dan menyebarkan hadist. Rasulullah sendiri tidak hanya memerintkan, tapi
juga banyak memberi dukungan dengan doa-doanya, dan seringkali rasulullah juga
menjanjikan pahala akhirat bagi orang yang menghafalkan dan menyebarkanna kepada
orang lain. Hal ini kemudian mendorong para sahabat untuk memperbanyak hafalan
Hadits.3
Menyampaikan hadist melalui amalan langsung. Rasulullah banyak melakukan amalan
yang diamalkan langsung sebagai teladan kepada para sahabat, seperti mengajarkan
wudhu, shalat, puasa, menunaikan haji, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa para
sahabat menerima hadits dengan langsung mengamalkan apa yang disampaikan rasulullah.
Para sahabat juga dapat menerima hadits langsung dari rasulullah sebagai sumbernya.
Tempat yang digunakan rasulullah untuk menyampaikan hadits sangatlah fleksibel,
adakalanya Hadits disampaikan pada saat Nabi bertemu dengan para sahabatnya di mesjid,
di pasar, ketika sedang bepergian dan adakalanya di rumah rasul sendiri. Selain itu
rasulullah mewariskan hadits kepada para Sahabat dengan beberapa cara, yaitu:
1. Melalui Majelis Ilmu, yaitu bahan kajian yang dilakukan untuk membangun jamaah
Nabi Muhammad SAW.
2. Dalam banyak kesempatan rasulullah juga menyebarkan haditsnya melalui sahabat
tertentu, yang kemudian beliau sampaikan kepada orang lain. Apabila hadist tersebut
berkaitan dengan masalah keluarga dan kebutuhan biologis, maka hadis tersebut
diturunkan melalui istri rasul sendiri.

1
Muhammad Alfatih Suryadilaga, Ulumul Hadis (Yogyakarta: Kalimedia, 2015).
2
Munzir Supatra, Ilmu Hadis (Jakarta: Rajawali Pres, 2010).
3
Ahmad Isnaeni, “HISTORITAS HADIS DALAM KACAMATA M. MUSTAFA AZAMI,” Epistemé: Jurnal
Pengembangan Ilmu Keislaman 9, no. 2 (10 Desember 2014): 233–48,

2
3. Melalui diskusi atau pidato di tempat terbuka, seperti saat haji wada dan Fath al-
Makkah. Saat menunaikan ibadah haji pada tahun 10 H, Rasulullah menyampaikan
khutbah yang sangat bersejarah di hadapan ratusan ribu umat Islam yang menunaikan
ibadah haji. Keadilan ekonomi, kemakmuran dan solidaritas. Selain itu juga terdapat
larangan rasul menumpahkan darah, larangan riba, penganiayaan, dan juga perintah
menjalin persaudaraan antar umat serta selalu mengikuti Al-Qur'an dan Hadits.4

Nabi SAW menyampaikan hadits kepada para sahabatnya dengan berbagai cara,
menurut Muhammad Mustafa Azami ada tiga cara, yaitu : Pertama, penyampaian Hadits
melalui perkataan. Rasul banyak memberikan ajaran kepada para sahabatnya dan bahkan
untuk memudahkan para sahabat memahami dan mengingatnya, Rasul mengulangi
perkataannya sebanyak tiga kali. Kedua, penyampaian hadis melalui media tertulis atau
rasul yang mendiktekannya (menyuruh) kepada sahabat yang pandai menulis. Hal ini
berlaku untuk semua surat rasul yang ditujukan kepada raja, penguasa dan penguasa Islam.
Beberapa surat tersebut memuat ketentuan hukum Islam seperti zakat dan tata cara ibadah.
Ketiga, penyampaian hadits dengan cara mengamalkannya langsung di hadapan para
sahabat, seperti saat mengajarkan wudhu, shalat, puasa, menunaikan haji, dan lain-lain.
Respon para sahabat ketika menerima dan menguasai hadis tidak selalu sama. Ada
beberapa sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang banyak menerima hadis dari Nabi,
seperti sahabat yang tergabung dalam golongan Al-Sabiqun al-Awwalun (Abu Bakar,
Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Mas'ud), dari Ummahat
al-Mukmin (Siti Aisyah dan Ummu Salamah).
Pada zaman Nabi SAW, Hadits belum ditulis secara resmi seperti Al-Qur'an, hal ini
karena larangan Nabi. Larangan penulisan Hadits Nabi sendiri, sebagaimana diriwayatkan
oleh Abu Said al-Khudri, bahwa Nabi SAW bersabda:

)‫التكتبوا عّني شيئا غير القران فليمحه (رواه أحمد‬

Rasulullah SAW telah bersabda, “Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal daripadaku,
kecuali al-Qur’an, dan barangsiapa telah menulis daripadaku selain al-Qur’an, maka hendaklah
ia menghapuskannya.”

Larangan rasul menulis hadis secara tidak langsung menunjukkan bahwa rasul khawatir
hadis yang ditulisnya tercampur dengan ayat-ayat yang tercatat dalam Al-Qur'an. Namun
ada juga riwayat yang menyatakan bahwa ada beberapa sahabat di masa rasul yang
memiliki lembaran (sahifah) berisi catatan hadits, seperti Abdullah bin Amr bin al-Ash
4
Lukman Zain, “Sejarah Hadis Pada Masa Permulaan dan Penghimpunannya,”.

3
dengan lembarannya yang disebut al-Sahifah al-Sadiqah, karena dia menulis langsung dari
Rasulullah, sehingga kisahnya diyakini kebenarannya.
Begitu pula Ali bin Abi Thalib dan Anas bin Malik yang keduanya mempunyai kitab
hadis. Bukan berarti mereka melanggar larangan rasul untuk menulis hadis, melainkan
karena ada riwayat lain yang mengatakan bahwa rasul memperbolehkan para sahabatnya
menulis hadis karena diduga para sahabat melarang Abdullah bin Amr bin al-Ash yang
selalu menulis. . apapun yang dia dengar. Dari Rasulullah, karena dikatakan bahwa Rasul
terkadang dalam keadaan marah, sehingga perkataannya tidak mengandung ajaran syariat,
namun setelah mengadu kepada Rasulullah, beliau berkata:
“Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi zat yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidak
keluar dari mulutku kecuali kebenaran.”

Dari sini terlihat ada dua riwayat yang berbeda, satu riwayat mengatakan bahwa rasul
melarang penulisan hadis dan satu riwayat lagi mengatakan bahwa rasul mengizinkannya.
Pendapat pertama menyatakan bahwa riwayat yang melarang penulisan hadis dinasakh
(dihapus) oleh riwayat yang mengizinkannya. Menurut mereka, pelarangan penulisan
hadis oleh rasul terjadi pada awal-awal Islam, karena dikhawatirkan adanya percampuran
antara hadis dan ayat al-Qur’an, jadi hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kemurnian
ayat al-Qur’an.5
Namun ketika kekhawatiran tersebut mulai hilang, karena para sahabat mengetahui
struktur kalimat Al-Qur'an dan menggunakannya untuk membedakan mana ayat-ayat Al-
Qur'an dan mana yang tidak, maka rasul mengizinkan mereka untuk menuliskan hadis.
Pernyataan lain mengatakan bahwa pada prinsipnya kedua riwayat tersebut tidak
bertentangan. Mereka berpendapat bahwa larangan tersebut khusus bagi mereka yang
berkepentingan dengan pencampuran hadis dan Al-Qur'an dan diperbolehkan bagi mereka
yang tidak berkepentingan dengan pencampuran keduanya, yaitu izin seperti yang
dilakukan oleh Nabi Abdullah bin Amr bin al-Ash. Atau dengan kata lain rasul secara
resmi melarang penulisan hadis, namun tetap memperbolehkan para sahabat menulis hadis
untuknya. Jadi larangannya bersifat umum, sedangkan izinnya hanya berlaku untuk teman
tertentu saja.6
Dengan demikian, hadis rasulullah yang berkembang pada masa rasulullah (sumber
aslinya) lebih banyak terjadi secara menghafal dibandingkan secara tertulis. Hal ini
disebabkan karena rasul sendiri yang melarang para sahabatnya untuk menulis hadis-
5
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2008).
6
Leni Andariati, “Hadis dan Sejarah Perkembangannya,” Diroyah : Jurnal Studi Ilmu Hadis 4, no. 2 (13
April 2020)

4
hadisnya, selain itu orang-orang Arab yang sangat kuat hafalannya dan ingin
menghafalkannya, serta adanya kekhawatiran yang campur aduk terhadap Al-Qur’an.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka sangat logis hadis pada jaman rasulullah tidak
seluruh terdokumentasi secara utuh pada masa rasulullah.

B. Hadist Pada Masa Sahabat


Setelah Nabi Muhammad SAW wafat pada tahun 11 H (632 M), kepemimpinan Islam
diserahkan kepada penerusnya, yaitu para sahabat. Dalam menjelaskan pengertian
Sahabat, ulama memberikan beberapa definisi, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut ulama Hadits, Sahabat adalah umat Islam yang pernah bergaul dengan Nabi
atau melihat nabi dan meninggal sebagai muslim.
2. Menurut al-Bukhari dalam kitab al Jami’ al Sahih nya, Sahabat adalah orang-orang
yang memeluk Islam, hidup bersama Rasullah dan bertemu dengan Rasullah.

Memasuki era ini, sejarah perkembangan hadis memasuki babak baru, khususnya pada
masa al Khulafaur Rasyidin, dimana empat khalifah yaitu; Abu Bakar As-shidiq, Umar
bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin Islam berikutnya
tahun, sehingga masa ini dikenal dengan zaman sahabat baik, tahun dan berakhir setelah
wafatnya Ali bin Abi. Talib.
Masa itu dikenal juga dengan masa al Tathabbut wa al Iqlal min al Riwayah, yaitu
masa pembatasan hadis dan pengurangan riwayat, sebagaimana terlihat pada masing-
masing kebijakan keempat khalifah tersebut:
1. Masa Abu Bakar As-Siddiq
Menurut Muhammad ibn Ahmad alDzahaby dalm kitabnya Tadzkiratul Huffadz fi
Tarjamati Abi al Siddiq, Abu Bakar al Siddiq adalah sahabat Nabi yang pertama kali
menunjukan sikap kehati-hatian nya dalam meriwaytkan hadis. Pernyataan
Muhammada ibn Ahmad al Dzahaby ini didasarkan atasa pengalam Abu Bakar tatkala
menghadapi kasus waris untuk seorang nenek. Suatu ketika ada seorang nenek
menghadap khalifah Abu Bakar yang meminta hak waris dari harta yang ditinggalkan
oleh cucunya. Abu Bakar kemudian menjawab bahwa dia tidak melihat petunjuk di
dalam Al-Quran dan praktek Raulullah yang memberikan bagian harta waris kepada
nenek. Kemudia beliau bertanya kepada para sahabat, yaitu Al-Mughirah ibn Syuban
dan menyatakan bahwa Raulullah telah memberikan bagian waris kepada nenek sebesar
seperenam bagian. Al-Mughirah mengaku hadir tatkala Rasulullah menyampaikan

5
hadis tersebut. Abu Bakar kemudian meminta al-Mughirah untuk menghadirkan
seorang saksi, lalu Muhammad ibn Maslamah memberikan kesaksian nya atasa
kebenaran riwayat yang disampaikan oleh Al-Mughirah tersebut sampai akhirnya Abu
Bakar menetapkan bagian seperenam untuk seorang nenek berdasarkan hadis yang
disampaikan oleh alMughirah yang diperkuat dengan kesaksian Muhammad Ibn
Malamah.
Kasus tersebut menunjukan kepada kita bahwa Abu Bkar bersikap sangat hati-hati
dalam menerima periwayatan hadis meskipun periwayatan hadis tersebut disampaikan
oleh sahabat. Abu Bakar tidak langsung gegabah menerima periwayatan hadis kecuali
disertai dengan saksi. Bagi Abu Bakar keberadaan saksi menguatkan atasa kebenaran
bahwa hadis tersebut disampaikan oleh Rasulullah, sehingga Abu Bakar tidak akan
menerima periwayatan hadis tanpa ada saksi.

2. Masa Umar bin Khattab


Umar bin Khattab dengan tidak memperbanyak periwayatan hadis sehingga
perhatian umat islam terhadap Al-Quran tidak terbagi karena umat islam lebih
membutuhkan Al-Quran untuk dipelajari, dihaflkan dan diamalkan kandungan nya.
Para sahabat pada masa ini lebih mencurahkan perhatian, bahkan mereka berusaha
untuki bersikap berhati-hati dan membatasi diri dalam meriwayatkan hadis.
Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa pernah suatu ketika Abu Musa al-Asyari
bermaksud menjumpai Umar bin Khattab, ia berdiri di depan pintu rumah Umar bin
Khattab dan mengucapkan salam sebnayak tiga kali. Karna tidak mendapatkan jawaban
ia kemudian kembali pulang. Kemudia Umar bin Khattab memanggil nya dan menanya
kana pa yang menghalangi masuk. Abu Musa al-Asyari pun menjawab bahwa dia
pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“jika salah satu diantara kalian mengucapkan salam sebanyak tiga kali dan
tidak menjawab maka kembalilah”
Kemudian Umar bin Khattab meminta kepada Abu Musa al-Asyari untuk
mendatangkan saksi. Abu Musa al-Asyari untuk mendatangkan saksi. Abu Musa al-
Asyarai menceritakan kejadian kepada Said dan sahabat yang lain, sebab itulah mereka
mengutus salah seorang sahabat bersama Abu Musa al-Asyarai tersebut.
Sebagaimana Abu Bakar yang menerapkan kritik sanad, hal yang demikian juga
dilakukan oleh sahabat Umar bin Khattab, seperti dalam kasus diatas.dalam riwayat lain
juga diceritakan oleh Imam Muslim dalam kitabnya al Jami al Shalih Umar bin Khattab

6
suatu ketika mendengar riwayat hadis yang disampaikan oleh Fatimah binti Qais bahwa
Nabi Muhammad telah menceraikan semua istri-istri beliau. Mendengar informasi yang
mengejutkan tersebut, Umar bin Khattab kemudian pergi menemui Rasulullah untuk
mengecek kebenaran berita tersebut. Setelah diadakan pengecekan, ternyata sebab
kejadian yang sebenarnya terjadi adalah bahwa Nabi hanya melakukan sumpah zihar
untuk tidak mengumpulu istri-istri beliau. Ini merupakan salah satu bentuk kritik sanad
yang dilakukan oleh Umar meskipun masih dalam praktek yang sangat sederhana.
Kebijakan Umar bin Khattab melarang para sahabat Nabi memperbanyak
periwayatn hadis, sesunggguhnya tidaklah berarti bahwa Umar bin Khattab melarang
para sahabat untuk meriwatkan hadis. Larangan beliau sesungguhnya tisak tertuju
kepada periwayatn itu sendiri, tetapi dimaksudkan agar masyarakat lebih berhati-hati
dalam periwayatan hadis dan perhatian masyarakat terhadap Al-Quran tidak terganggu.

3. Masa Utsman bin Affan


Amir al Mukmin Utsman bin Affan, beliau juga menerapkan kekbijan sebagaimana
yang dilakukan oleh para pendahulunya dalam menyedikitkan periwayatan hadis.
Dalam suatu kesempatan khutbah, Utsman bin Affan meminta kepada para sahabat agar
tidak banyak meriwayatkan hadis yang mereka tidak pernah mendengar hadist itu pada
zaman Abu Bakar dan Umar. Utsman pribadi tampaknya memang tidak terlalu banyak
dalam meriwayatkan hadis. Ahmad bin Hambal meriwaytkan hadis dari Utsman sekitar
40 saja itu pun banyak matan hadis yang terulang, karna perbedaan sanad. Matan hadis
yang banyak terulang itu adalah hadis tentang wudhu.
Dari uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa utsamn bersikap agak longgar dalam
periwayatan hadis sehingga pada zaman ini periwayatan hadis banyak terjadi
dibandingkan dengan zaman sebelumnya. Meskipun dalam khutbah nya Utsamn pernah
menyerukan kepada umat islam agar berhati-hati dalam melakukan periwayatan,
dengan cara tidak meriwayatkan hadis yang tidak didengar pada masa Abu Bakar dan
Umar, akan tetapi seruan itu terlihat tidak begitu besar pengaruhnya sebab pribadi
Utsman memang tidak sekerasa pribadi Umar. Utsman juga tidak mengharuskan
keberadaan saksi sebagai syarat utama dalam penerimaan hadis. Selain itu karna
wilayah Islam telah makin meluas, dan luasanya wilayah Islam menyebabkan
bertambahnya kesulitan pengendalian kegiatan periwayatan hadis.
4. Masa Ali bin Abi Thalib

7
Sikap khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh berbeda sikapnya dengan para
khalifah pendahulunya dalam periwayatan hadis. Secara umam, Ali bin Abi Thalib
barulah bersedia menerima periwayatan hadis setelah periwayat hadis yang
bersangkutan mengucapkan sumoah bahwa hadis yang disampaikan itu benar-benar
dipercayai, Ali bin Abi Thalib tidak meminta periwayatan hadis untuk bersumpah,
seperti ketika menerima riwayat hadis dari Abu Bakar al Shiddiq. Dengan demekian,
dapat dinyatakan bahwa fungsi sumpah dalam periwayatan hadis bagi Ali bin Abi
Thalib bukan sebagai syarat mutlak keabsahan periwayatan hadis. Sumpah dianggap
tidak diperlukan apabila orang yang bersangkutan adalah benar-benar diyakini sebagai
periwayat yang dapat dipercaya.
Ali bin Abi Thalib sendiri cukup banyak meriwayatkan hadis. Hadis yang
diriwayatkan, selain dalam bentuk lisan, juga dalam bentuk tulisan(catatan). Hadis yang
berupa catatan, isinya berkisar tentang hukum denda(diyat), pembebasan orang islam
yang ditawan oleh orang kafir, dan larangan melakukan hukum qisas terhadap orang
Islam yang membunuh orang kafir. Ahmad bin hambal sendiri telah meriwayatkan
hadis nabi melalui jalur Ali bin Abi Thalib sebanyak lebih dari 780 hadis.
Dalam masa akhir kekhalifahan Ali bi Abi Thalib, situasi umat Islam sangat berbeda
dengan situasi pada masa kekhalifahan sebelumnya. Pada masa ini telah terjadi
perpecahan di antara sesame umat Islam, terutama antara pendukung Ali bin Abi Thalib
dan Muawiyyah bin Abi Sufyan. Persengketaan tersebut pada akhirnya melahirkan
sekte-sekte baru dalam agama islam yang menjadi cikal bakal munculnya hadis palsu.
Dan hadis palsu yang mula-mula dibuat adalah hadis yang berkenaan dengan
pengkultusan pribadi. Hadis palsu ini dibuat dalam rangka menagngkat kedudukan
iamam mereka. Tersebut pula bahwa yang pertama-tama membuat hadis palsu adlah
kaum Shia`ah dengan maksud mengkultuskan Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Hal ini
diungkapkan oleh Abu al Hadid dalam syarah Nahju al Balaghah:
“ketahuilah bahwa asal mula terjadinya pembuatan hadis palsu tentang
pengkultusan individu yang berpangkal dari kaum Shi`ah. Kegiatan Shia`ah dalam
membuat hadis palsu itu kemudian dilayani lawan-lawannya dengan membuat hadis
palsu”7

C. Hadist Pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in

7
Arofatul Mu’awanah Mu’awanah, “Perkembangan Hadis Pada Masa Sahabat,” Kaca (Karunia
Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin 9, no. 2 (1 Agustus 2019): 4–32,

8
Periode ini disebut Ashr intisyar al-Riwayah ila Al-Amslaar` (masa berkembang
dan meluasnyaperiwayatan hadis). Pada masa ini, daerah islam sudah meluas. Yakni ke
negri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke
Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah
tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan
penyebaran ilmu hadis.8
Sesudah masa Utsman dan Ali timbulah usaha yang lebih serius untuk mencari dan
menghafal hadist, serta menhyebarkan kedalam masyarakat luas dengan mengadakan
perlawatan-perlawatan untuk mencari hadis. Sebagaimana para sahabat,para tabii`in
juga cukup berhati-hati dalam meriwayatkan hadist. Hanya saja beban mereka tidak
terlalau berat jika dibandingkan dengan yang dihadapi para sahabat. Pada masa ini, al-
qur`an telah dikumpulkan dalam mushaf, sehingga tidak lagi mengkhawatirkan mereka.
Selain itu, pada masa akhir periode khulfa ar-rasyidin.para sahabat ahli hadist telah
menyebar ke beberapa wilayah kekuasan islam. Ini merupakan kemudahan bagi para
tabiin untuki mempelajari hadist-hadist dari mereka.

1. Sahabat Kecil
Para sahabat kecil yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi SAW diharuskan
berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menenyakan hadis
kepada sahabat-sahabt besar yang sudah tersebar di wilyah tersebut. Dengan demikian,
pada masa ini, disamping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok daerah
jazurah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.
Karena meningkatnya periwayatan hadis muncullah bedaharawan hadist, yakni orang-
orang yang meriwayatkan lebih dari 1000 hadist. Mereka memperoleh riwayat itu
karna:
a. Yang paling awal masuk islam, seperti: khulafa` rasyidin dan Abdullah ibn
mas`ud.
b. Terus menerus mendampingi nabi dan kuat hafalan, seperti: Abu Hurairah.
c. Menerima riwayat dari setengah shabat selain mendengarnya Dari nabi dan
umurnyapun panjang, seperti: annas ibn malik, meskipun beliau masuk islam
sesudah nabi menetap di Madinah.

8
“Perkembangan Pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin – Islampedia.html,”

9
dan lembaga-lembaga (centrum Perekembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh
luar ngeri.
Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian,
pendidikan, dan perkembangan hadist terdapat di:
a. Madinah
b. Mekkah
c. Basharh
d. Syam
e. Mesir
Pada periode ketiga ini muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali ra. Pada masa ini, uma islam
mulai terpecah-pecah menjadi beberapam golongan: pertama, golongan Ali bin Abi
Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi`ah. Kedua, golongan Khawarij, yang
menentang Ali dan golongan Mu`awiyah, dan ketiga, golongan jumhur(golongan
pemerintah pada masa itu).
Terpecahnya umat islam tersebut memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab
untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW. Untuk
membuat hadis palsu dan menyebarkan kepada masyara
2. Tabi`in
Pembatasan penyebaran hadis bermula dari kekhawatiran Nabi tentang pencampuran
hadis dengan Al-Qur'an. Jika tidak ada alasan seperti itu maka menyebarkan hadits
sangat dianjurkan. Namun jika melihat fakta sejarah, penyebaran hadis sejak tahun
hingga keberadaannya semakin meluas dan meluas. Hal ini membuktikan bahwa umat
Islam sangat antusias dalam menyebarkan hadis, meskipun banyak hal yang perlu
mendapat perhatian seperti pembatasan penyebaran hadis kepada masyarakat umum.
Oleh karena itu, semangat umat Islam dihidupkan kembali pada masa Tabi'in untuk
memperluas jangkauan hadis (dimulai dari umat Islam sendiri atau masyarakat umum).
Penyebaran Hadits pada masa itu membawa pada pembelajaran umat Islam, sehingga
sangat penting bagi generasi Tabi'in pada masa itu untuk mengumpulkan hadits dalam
kitab hadits agar perjuangan mengumpulkan hadits rasul bisa melanjutkan yang
dilakukan pada tahun pada masa pemerintahan Khulafaur Rashidin. Kota-kota yang
menjadi pusat penghimpunan hadis diantaranya adalah Khurasan, Yaman, Jurjan,
Yaman, Andalusia, Maghribi, Mesir dan Madinah.

10
Sebab ketika wilayah Islam berkembang, maka berkembang pula lembaga hadis di
berbagai wilayah Islam. Para tokoh yang berkontribusi dalam periwayatan hadis pada
saat itu diantaranya adalah Abu Hurairah (5.374 atau pendapat lain 5.364 hadis),
‘Abdullah ibn Umar (2.630 hadis), ‘Aisyah (2.276 hadis), ‘Abdullah ibn Abbas (1.660
hadis), Jabir ibn ‘Abdullah (1.540 hadis), dan Abu Sa’id al-Khudri (1.170 hadis).9
Kemunculan hadis-hadis palsu mulai banyak diperhatikan kembali setelah era
Khalifah 'Ali bin Abi Thalib atau yang disebut Tabi'in. Ali bin Abi Thalib dan
Muawiyah mengawali perselisihan antara kedua tokoh ini sehingga memunculkan hadis
palsu. Faktor lain yang menyebabkan munculnya hadis palsu adalah kepentingan
kelompok tertentu yang berupaya memperkuat argumentasinya. Faktanya, tidak hanya
hadis yang dijadikan bahan pemalsuan, tetapi petunjuk dasar umat Islam atau Al-Quran
juga ditafsirkan sesuai kepentingan kelompok.
Pada masa ini umat Islam mulai terpecah menjadi tiga, yaitu kelompok Syi’ah
(pendukung Ali), kelompok Khawarij (penentang Ali), kelompok Sunni (netral). Kota
asal mula hadis palsu adalah Bagdad. Bagdad sendiri merupakan kota tempat
berkumpulnya kaum Syi’ah yang ingin mengagungkan kelompoknya dengan hadis
(mereka sendiri yang mengarang hadis palsu).
Karena berbagai permasalahan yang membentuk sejarah Hadis pada masa Tabi'in,
beberapa generasi perawi Hadis pada masa Tabi'in dan setelahnya terpaksa
mencantumkan sanad Hadis dalam narasi Hadisnya. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya kesalahan dan menjaga keaslian hadis dari sumbernya.
Mereka juga mengidentifikasi perawi yang dianggap dhaif dan menetapkan aturan
untuk menemukan hadis palsu. Serta menambahkan agenda-agenda terkait ilmu
pengetahuan dan meriwayatkan hadis yang lebih cermat.
Di sisi lain pada masa Tabi'in terdapat beberapa sahabat besar yang mungkin masih
hidup, seperti: Aisyah ra., Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar bin
Khattab dan Jabir bin Muhammad. Mereka juga merupakan orang-orang yang turut
serta dalam penyebaran Hadis pada masa Tabi'in.
Generasi Tabi'in yang dianggap populer antara lain Umar bin 'Abd al-Aziz,
Muhammad bin Sīrīn, al-Hasan al Başrīy, al-a'masy, 'Ata' bin Abī Rabāh, Ibnu Syihāb
al-Zuhriy dan Sa'id bin al Musayyab. Generasi Tabi'in ini menggunakan metode
musyafahah (diterima langsung dari para guru) dalam narasi hadisnya.

9
Sholahudin, M.Agus dan Agus Suryadi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2009).

11
Puncak perkembangan hadits pada masa Tabi'in terjadi pada masa Kekhalifahan
Abbasiyah di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Abd al-Aziz. Kebijakan yang
diterapkannya mengenai hadis untuk menjaga keautentikan hadis dan menghindari
kesalahpahaman antara hadis dan bukan Hadits (Al-Qur'an) kemudian membuahkan
hasil yang sangat memuaskan, yaitu terciptanya kitab hadis. Sebab sebelum adanya
pencatatan hadis, umat Islam sangat antusias dan mendukung penuh kebijakan Khalifah
Umar bin Abd al-Aziz. Era ini sering disebut sebagai era awal kodifikasi hadits Nabi
atau dikenal juga dengan sebutan 'ashr al kitabah wa al-tadwin, yaitu. masa ketika hadis
mulai ditulis dan dibukukan.10

10
Noorhidayati, Salamah, Kritik Teks Hadis: Analisis Tentang Ar-Riwayāh Bi Al-Ma’nā Dan
Implikasinya Bagi Kualitas Hadis (Yogyakarta: Teras, 2009).

12
13

Anda mungkin juga menyukai