Anda di halaman 1dari 16

LANDASAN DASAR DALAM MENTUKAN HUKUM ACARA

PERADILAN TATA USAHA NEGARA

MINI PAPER

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS HUKUM ACARA PTUN

Disusun Oleh

NOVA AFIRA AMELLIA 218400042

NABILA EMI PARHANY 218400050

TOMY CHOANDRY STP 218400098

PRIA SIHOTANG 218400100

ADAM REYNANDASYAH 208400114

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MEDAN AREA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana Pasal 1 ayat (3) UUD


Negara Republik Indonesia tahun 19451 sehingga sebagai sebuah negara
hukum maka setiap tindakan Pemerintah harus didasarkan pada peraturan
perundang – undangan yang berlaku. Hal tersebut bertujuan untuk
menghindari adanaya abuse of power atau kesewenang – wenangan dari
Pemerintah atau penguasa. Dalam pembahasan negara hukum erat kaitanya
dengan sistem negara hukum suatu negara yang mana saat ini terdapat dua
sistem negara hukum yaitu Eropa Kontinental dan Anglo Saxon dimana
diantara keduanya memiliki pemahaman terhadap konsep negara hukum yang
berbeda. Negara Hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechtsstaat atau
Rule of Law. Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa
Kontinental memberikan ciri – ciri Rechtsstaat sebagai berikut:1

1. Hak asasi manusia;


2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi
manusia yang biasa terkenal dengan Trias Politika;
3. Pemerintahan berdasarkan peraturn peraturan;
4. Peradilan Administrasi dalam perselisihan.

Kemudian AV Dicey dari kalangan ahli hukum Anglo Saxon memberi


cirriciri Rule of Law sebagai berikut:2

1) Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan,


sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum;
2) Kedudukan yang sama didepan hukum baik rakyat biasa maupun bagi
pejabat;
1
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT. BhuanaIlmu
Populer, Kelompok Gramedia, Jakarta, 2007, hlm. 301.
2
Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1980, hlm.11
3) Terjaminnya hak hak manusia dalam undang – undang atau keputusan
pengadilan

Bahwasannya dari kedua uraian diatas maka dapat disimpulkan Negara


hukum adalah negara yang selalu menjujung tinggi hukum dan Hak Asasi
Manusia dan mengatur agar pemegang kekuasaan tidak menjalankan
kekuasannya dengan sewenang – wenang karena terdapat sistem pengawasan
terhadap kekuasaan tersebut.

Negara hukum memiliki tujuan utama yaitu suatu negara tersebut dibentuk
bertujuan memberikan perlindungan hukum kepada setiap warga negaranya
dan kekuasaan yang dijalankan berdasarkan hukum. Tentunya tujuannya
adalah untuk menghindari abuse of power yang dilakukan oleh pemegang
kekuasaan dan kemudian diwujudkan dengan dibentuknya Peradilan Tata
Usaha Negara. Salah satu perlindungan hukum yang dilakukan oleh sebuah
negara hukum adalah melakukan perlindungan hukum preventif dimananegara
memberikan sebuah instrumen hukum bagi warga negara untuk mengajukan
keberatan atau pendapatnya terhadap setiap keputusan pemerintah sehingga
pemerintah akan terdorong untuk lebih menerapkan prinsip kehati – hatian
dalam setiap keputusannya. Dalam kajian Administrasi Negara urgensi
terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara ditujukan untuk memberikan
perlindungan hukum kepada setiap individu atas hak – haknya. 3 Landasan
yuridis terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara didasarkan pada Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1986, Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004
(perubahan pertama dari UU No. 5 Tahun 1986) dan Undang-undang Nomor
51 Tahun 2009 (perubahan kedua dari UU No. 5 Tahun 1986).

Indonesia dapat dikatakan sebagai Negara hukum karena memenuhi


unsurunsur konsep Negara hukum rechstaat. Salah satunya pada unsur adanya
peradilan administrasi (PTUN). Meskipun demikian, Negara Indonesia tidak
dapat digolongkan ke dalam salah satu dari dua kelompok negara hukum

3
Abdullah Gofar, Teori Dan PraktikHukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Tunggal Mandiri,
Malang, 2014, hlm. 4
tersebut. Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sebuah lembaga peradilan
di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara pada tingkat pertama yang
berkedudukan di ibu kota, kabupaten atau kota.4

Politik hukum dari dibentuknya lembaga Peradilan Tata Usaha Negara


adalah untuk melakukan bkontrol yuridis dari tindakan administrasi yang
dikeluarkan oleh pemerintah, kemudian baru enam belas tahun kemudian
pembuat UndangUndang mengesahkan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang mengatur secara terperinci
mengenai pengertian dan pembatasan ruang lingkup Peradilan Tata Usaha
Negara (termasuk di dalamnya struktur, tugas dan kewenangan Peradilan Tata
Usaha Negara) serta hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara.Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
tersebutmerupakan pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 14
Tahun1970 mengenai Pokok Kekuasaan Kehakiman.

PTUN secara resmi terbentuk dan dijalankan sejak tanggal 14 Januari


1991. Adapun landasan yuridis atas pembentukan PTUN yang pertama kali
adalah berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun
1991 Tentang Pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta, Medan,
Palembang, Surabaya, dan Ujung Pandang, dan dihubungkan dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1991 Tentang
Penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Pengadilan Tata
Usaha Negara. Semenjak itu mulai diberlakukan secara nasional pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara tersebut telah diadakan
perubahan. Pertama dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Kedua
dengan UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009. Dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, di samping
memuat ketentuan mengenai susunan dan kekuasaan dan pengadilan di

4
B. Lopa dan A. Hamzah, Mengenal Pradilan Tata Usaha Negara, Penerbit, Sinar Grafika, Jakarta,
1992, hlm. 2
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, juga memuat ketentuan mengenai
hukum acara dan pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

Mengenai dan pengadilan di lingkungan Peradilan TataUsaha Negara, di


dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara dinyatakan bahwa pengadilan di lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara terdiri dari:5

a. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan Pengadilan


Tingkat Pertama;
b. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) merupakan
Pengadilan Tingkat Banding.

Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang


Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara menentukan bahwa di lingkungan Peradilan
TataUsaha Negara dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan
Undang-Undang. Di dalam Penjelasan Pasal 9A ayat (1) UndangUndang
Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara disebutkan bahwa
pengadilan khusus tersebut merupakan diferensiasi atau spesialisasi di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, misalnya pengadilan pajak yang
dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan
Pajak.6

Dalam hal pengadilan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa


Tata Usaha Negara tertentu yang memerlukan keahlian khusus, dapat diangkat
seorang sebagai hakim ad hoc. Tata cara pengangkatan sebagai hakim ad hoc
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang sampai saat sekarang

5
Razali Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi I, Cetakan 2, Rajawali Pers,
Jakarta, 1992, hlm. 11
6
Abdullah Gofar, Teori Dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Tunggal Mandiri,
Malang 2014, hlm. 4.
peraturan perundangan-undangan tersebut belum dikeluarkan. Mengenai acara
dan Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara atau mengenai
hukum acara Tata Usaha Negara yang diberlakukan pada pengadilan di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, memang diatur juga dalam
UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986, jo Undang- Undang Nomor 9 Tahun
2004 Jo Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, tetapi untuk mengetahui
Hukum Acara Tata Usaha Negara tersebut, tidak cukup dari Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 saja, karena
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004 jo UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009, hanya merupakan salah satu
sumber hukum formil dan hukum acara Tata Usaha Negara yang berupa
peraturan perundangundangan. Sedangkan sumber hukum formil yang lain
dan Hukum Acara Tata Usaha Negara adalah kebiasaan, yurisprudensi, dan
pendapat ahli hukum atau sarjana hukum. Kekuasaan absolut dan pengadilan
di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara terdapat dalamPasal 47
UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas
UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
yang menentukan bahwa Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.7

Bilamana negara dibentuk tanpa dibarengi dengan adanya Peradilan Tata


Usaha Negara maka pemegang kekuasaan dalam hal ini adalam Pemerintah
akan memilki full of power terhadap kekuasaan yang tidak ada batasannya.
Sehingga setiap keputusan pemerintah akan selalu dianggap benar tanpa
melihat kepentingan hak hukum setiap individu. Dengan adanya keputusan
pemerintah, setiap individu wajib tunduk dan tidak boleh menolak keputusan
tersebut sehingga akan sering terjadi praktik – praktik abuse of power dari
pemegang kekuasaan. Dewasa ini, Indonesia sebagai Negara Hukum yang
memiliki Peradilan Tata Usaha Negara saja masih belum bisa memberikan
perlindungan hukum bagi warga negaranya, terbukti masih banyak gugatan
7
Abdullah Gofar, Teori Dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Tunggal Mandiri,
Malang 2014, hlm. 6.
PTUN yang diajukan oleh warga negara sebagai bentuk penolakan atas
keputusan pemerintah yang mana ha tersebut menjadi objek Tata Usaha
Negara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka


pertanyaan yang dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Mengapa asas-asas sangat dibutuhkan dalam mentukan hukum acara


peradilan tata usaha negara?
C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian


ini adalah :

2. Untuk Mengetahui alasan asas-asas sangat dibutuhkan dalam


mentukan hukum acara peradilan tata usaha negara.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengadilan Tata Usaha Negara

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan sebuah lembaga


peradilan dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di
ibukota kabupaten atau kota. Sebagai pengadilan tingkat pertama, Pengadilan
Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutuskan, menyelesaikan
sengketa Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui
keputusan presiden dengan wilayah hukum meliputi kabupaten atau kota.
Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara meliputi pimpinan (Ketua PTUN dan
Wakil ketua PTUN) Hakim anggota, Panitera dan sekertaris.

Berdasarlam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang


Pengadilan Tata Usaha Negara diketahui bahwa susunan pengadilan Tata
Usaha Negara adalah pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.
Susunan tersebut sama halnya dengan susunan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara. Beda dengan susunan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, di
Pengadilan TUN tidak ada juru sita:8

1. Pimpinan
Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 pimpinan
PTUN terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua, pada dasarnya
ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk ketua dan wakil ketua adalah
sama dengan PengadilanPengadilan lain terutama Pengadilan Negeri.
Begitu pula dengan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Mengenai
pengangkatan dan pemberhentian jabatan ketua dan wakil ketua, baik
pengadilan TUN ataupun Pengadilan Tinggi TUN berada di tangan
Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Mahkamah Agung

8
Data rental, judul blog hukum acara peradilan tata usaha Negara, ,
web:http://datarental.blogspot.com / 2008/04/ hukum-acara-peradilan-tata-usaha-negara.html
diakses tanggal 10 desember 2014
2. Hakim Anggota
Secara umum ketentuan yang berkaitan dengan hakim anggota pada
Peradilan Tata Usaha Negara adalah sama dengan Hakim Pengadilan
Negeri. Begitu juga halnya dengan persyaratan pengangkatan hakim
tinggi dalam pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, pada pokoknya
sama dengan persyaratan pengangkatan hakim tinggi yang ada di
dalam lingkungan peradilan umum.
3. Panitera
Pada umumnya susunan kepaniteraan pengadilan TUN adalah sama
dengan susunan kepaniteraan di dalam peradilan umum. Sedangkan
untuk Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ketentuan umum
mengenai panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tidak jauh
berbeda dengan ketentuan umum panitera di pengadilan tinggi dalam
lingkungan Peradilan Umum.
4. Sekretaris
Sama halnya dengan lingkungan peradilan lain, sesuai dengan pasal 40
dan 41 undang-undang PTUN, disana ditentukan bahwa jabatan
sekretaris Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara, dirangkap oleh panitera yang dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh wakil sekretaris. Mengenai ketentuan umum
lainnya tidak jauh berbeda dengan peradilan umum

Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara memiliki wewenang


diantaranya:

1. Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus sengketa Tata


Usaha Negara di tingkat banding
2. Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama
danterakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan TUN
di dalamdaerah hukumnya
3. Betugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di
tingkatpertama sengketa tata usaha Negara
B. Asas-asas yang Melandasi Ketentuan Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai karakteristik yang


tercermin dalam Asas-asas hukum administrasi yang melandasi hukum acara
peradilan Tata Usaha Negara yang menurut Van Galen dan Maarseveen
sebagian besar berhubungan langsung dengan maksud beracara menurut
hukum administrasi yang memberikan perlindungan hukum terhadap tindak
pemerintahan, adapun Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:9

1. Asas Praduga Rechtmatig (Vermoede Van Rechtmatigheid =


Praesumtio Iustae Causa)
Philipus M.Hadjon dalam bukunya pemerintahan menurut hukum
(Weten Rechtmatig Bestuur) menyatakan: setiap tindakan
pemerintahan selalu harus dianggap Rechmatig sampai ada
pembatalanya. Tegasnya selama keputusan tersebut belum dinyatakan
tidak sah dengan putusan pengadilan (dalam lingkungan peradilan
administrasi) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, keputusan
itu dianggap sah dan mempunyai kekuatan hukum untuk berlaku.
Konsekuensi Asas Praduga tidak bersalah dalam Hukum Acara
Peradilan Administrasi yakni Gugatan tidak menunda pelaksanaan
keputusan organ pemerintahan yang digugat, Diperlukan adanya suatu
acara singkat, Tidak dikenal adanya putusan sela seperti yang dikenal
dalam hukum acara perdata sebagai provisionele vonnis sehingga tidak
terdapat adanya pelaksanaan serta merta dari putusan akhir pengadilan,
dan Keputusan organ pemerintahan hanya dapat dibatalkan
(vernietigbaar) dan bukan batal demi hukum (van rechtswege nietig)
2. Asas Pembuktian Bebas (vrij bewijs)
Menurut Van Wijk dan Willem Konijnenbelt dalam asas pembuktian
bebas terkandung makna hakim mempunyai kebebasan yang sangat

9
Suparto Wijoyo, Karakteristik hukum acara peradilan administrasi, Airlangga University Press,
Surabaya, 1997, hlm. 54-75
besar dalam membagi beban pembuktian dan menerima serta menilai
alat-alat bukti. Dengan berlandaskan pada asas pembuktian bebas,
dalam hukum acara peradilan administrasi dalam melakukan
pembuktian hakim tidak tergantung pada fakta yang dikemukakan para
pihak. Hakim dapat melengkapi fakta diluar yang diajukan para pihak
dalam pengambilan putusan, Hakim yang membagi beban pembuktian
diantara para pihak; siapa yang diwajibkan untuk membuktikan dan
tidak berhasil membuktikan mengandung risiko dikalahkan, dan
dimungkinkannya penerapan beban pembuktian terbalik, Tidak
dikehendaki adanya ketentuan yang mengikat hakim dalam memilih
alat bukti. Dalam ukuran acara peradilan administrasi yang
dipersoalkan ialah rechtmatigheid suatu keputusan organ
pemerintahan, sehingga yang diperlukan ialah alat ukur dan bukanya
alat bukti, dan Penilaian terhadap hasil pembuktian diserahkan
sepenuhnya kepada hakim yang bersangkutan.
3. Asas Keaktifan Hakim (Actieve Rechter = Dominus Litis)
Menurut J.A. Borman ada dua sikap hakim dalam mengadili suatu
sengketa pertama, sangat formil. Hanya memperhatikan sebatas yang
dikemukakan para pihak. mencari kebenaran formal; kedua aktif.
Hakim berupaya mencari dan mengungkapkan fakta dan melengkapi
segi hukum. Mencari kebenaran materiil. Sikap hakim admnistrasi
adalah aktif. Sikap aktif tersebut dikarenakan mencari kebenaran atas
peristiwa di muka peradilan administrasi merupakan kepentingan
publik yang menurut hukum publik hakim harus diberi wewenang
yang besar. Berdasarkan asas keaktifan hakim, dalam hukum acara
peradilan administrasi bahwa Keaktifan selama proses pemeriksaan
sengketa sepenuhnya terletak pada hakim. Tidak berlaku otonomi
pihak-pihak yang bersengketa, Hakim berwenang mengadakan
pemeriksaan persiapan untuk mengetahui kelengkapan gugatan.
Pemeriksaan di persidangan harus dianggap gugatan telah sempurna,
sehingga adanya amar putusan yang berupa gugatan tidak diterima
tidak dibenarkan, Ultra petita tidak dilarang. Hakim dapat memutus
lebih dari apa yang diminta, sehingga dimungkinkan adanya
reformatio in peius, dan dalam melakukan pengujian keabsahan
rechmatigheidstoetsing tehadap keputusan organ pemerintahan yang
disengketakan, hakim tidak terikat pada alasan mengajukan gugatan
yang dikemukakan oleh penggugat.
4. Asas Erga Omnes
Menurut Philipus M. Hadjon dalam karyanya berjudul beberapa
catatan tentang hukum administrasi adalah putusan berlaku bagi semua
orang. Maka dengan asas ini, putusan pengadilan dalam lingkungan
peradilan administrasi berlaku bagi siapa saja dan bukan hanya
mengikat para pihak yang bersengketa. Hal demikian itu merupakan
pengejawentahan esensi peradilan administrasi yang pada dasarnya
menegakkan hukum publik (hukum administrasi).

Asas-asas dalam hukum acara peradilan tata usaha negara (TUN)


sangat dibutuhkan karena mereka menjadi landasan atau pedoman yang
mengatur tata cara pelaksanaan peradilan. Berikut adalah beberapa alasan
mengapa asas-asas sangat penting dalam menentukan hukum acara
peradilan tata usaha negara:10

1. Keadilan dan Kepastian Hukum


Asas-asas membantu menciptakan keadilan dalam proses peradilan.
Mereka memastikan bahwa setiap pihak mendapatkan perlakuan yang
adil dan setara di hadapan hukum. Asas-asas juga mendukung
terciptanya kepastian hukum, sehingga para pihak dapat memahami
prosedur peradilan dan konsekuensi keputusan pengadilan.
2. Perlindungan Hukum Terhadap Pemerintahan
Asas-asas, seperti praduga sahnya tindakan pemerintahan, memberikan
perlindungan hukum terhadap tindakan administratif yang sah.

10
Suparto Wijoyo, Karakteristik hukum acara peradilan administrasi, Airlangga University Press,
Surabaya, 1997, hlm. 54-75
Perlindungan ini penting untuk menjaga agar tindakan pemerintahan
yang sah tidak mudah digugat atau dipertanyakan tanpa alasan yang
kuat.
3. Pembuktian yang Adil
Asas pembuktian bebas memastikan bahwa setiap pihak memiliki
kesempatan yang sama untuk membuktikan argumennya di
pengadilan. Ini menjamin bahwa keputusan pengadilan didasarkan
pada fakta dan bukti yang kuat.
4. Penegakan Hukum Publik
Asas-asas, seperti keaktifan hakim dan erga omnes, mencerminkan
sifat penegakan hukum publik dalam peradilan tata usaha negara.
Hakim diharapkan bersikap aktif untuk menegakkan hukum publik dan
memastikan bahwa keputusan pengadilan memiliki dampak luas.
5. Adil dan Terbuka
Asas-asas mendukung terciptanya proses peradilan yang adil dan
terbuka. Hakim memiliki kebebasan untuk mencari kebenaran materiil
dan memastikan bahwa persidangan berjalan dengan transparan.
6. Keseimbangan Antara Kepentingan Pihak
Asas-asas membantu menciptakan keseimbangan antara kepentingan
pihak yang bersengketa. Hakim dapat memastikan bahwa keputusan
yang diambil mempertimbangkan hak dan kewajiban setiap pihak.
7. Responsif Terhadap Kondisi Kontemporer
Asas-asas dapat disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan
kontemporer dalam administrasi publik. Hal ini memungkinkan hukum
acara peradilan TUN untuk tetap relevan dan responsif terhadap
perubahan dalam sistem administrasi negara.

Dengan mematuhi asas-asas ini, peradilan tata usaha negara dapat


berfungsi secara efektif sebagai lembaga yang menjaga keseimbangan
antara kepentingan publik dan hak-hak individu dalam konteks
administrasi pemerintahan.
BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan dari uraian mengenai Pengadilan Tata Usaha Negara


(PTUN) adalah sebagai berikut:

1. Fungsi dan Pembentukan PTUN


PTUN merupakan lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara dengan kedudukan di ibukota kabupaten atau kota. Berfungsi
sebagai pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutuskan, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
2. Susunan PTUN
Susunan PTUN terdiri dari pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua PTUN),
hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Pimpinan PTUN diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Mahkamah
Agung.
3. Wewenang Hakim PTUN
Hakim PTUN memiliki wewenang untuk memeriksa dan memutus
sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding dan pertama, serta
terakhir. Menangani sengketa kewenangan antar PTUN dalam wilayah
hukumnya.
4. Asas-asas Hukum Acara PTUN
Asas Praduga Rechtmatig: Tindakan pemerintahan dianggap sah sampai
ada pembatalan; keputusan tidak sah jika telah dinyatakan demikian oleh
pengadilan. Asas Pembuktian Bebas: Hakim memiliki kebebasan besar
dalam pembagian beban pembuktian dan penilaian alat bukti. Asas
Keaktifan Hakim: Hakim bersikap aktif dalam mencari kebenaran materiil
dan mengungkap fakta. Asas Erga Omnes: Putusan PTUN berlaku bagi
semua orang dan bukan hanya pihak yang bersengketa.

Melalui pematuhan terhadap asas-asas tersebut, peradilan dapat


menjalankan fungsinya dengan lebih efektif dan adil dalam menyelesaikan
sengketa yang berkaitan dengan administrasi publik. Keseimbangan antara
keadilan, perlindungan terhadap tindakan pemerintahan yang sah,
pembuktian yang adil, penegakan hukum publik, proses peradilan yang
adil dan terbuka, serta responsivitas terhadap kondisi kontemporer menjadi
landasan yang vital untuk menjaga integritas dan keberlanjutan sistem
peradilan tata usaha negara. Dengan demikian, penerapan asas-asas ini
dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang lebih akurat dan sesuai
dengan nilai-nilai keadilan dan hukum.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Razali. (1992). Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi I,
Cetakan 2. Jakarta: Rajawali Pers

Adji, Oemar Seno. (1980). Peradilan Bebas Negara Hukum. Jakarta: Erlangga.

Asshiddiqie, Jimly. (2007). Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca


Reformasi. Jakarta: Kelompok Gramedia.

Data rental. (2014). hukum acara peradilan tata usaha Negara.


web:http://datarental.blogspot.com / 2008/04/ hukum-acara-peradilan-tata-
usaha-negara.html diakses tanggal 10 desember 2014

Gofar, Abdullah. (2014). Teori Dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara. Malang: Tunggal Mandiri.

Gofar, Abdullah. (2014). Teori Dan PraktikHukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara. Malang: Tunggal Mandiri.

Lopa, C dan A. Hamzah. (1992). Mengenal Pradilan Tata Usaha Negara. Jakarta:
Sinar Grafika.

Wijoyo, Suparto. (1997). Karakteristik hukum acara peradilan administrasi.


Surabaya: Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai