Mini Paper Uma
Mini Paper Uma
MINI PAPER
Disusun Oleh
FAKULTAS HUKUM
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara hukum memiliki tujuan utama yaitu suatu negara tersebut dibentuk
bertujuan memberikan perlindungan hukum kepada setiap warga negaranya
dan kekuasaan yang dijalankan berdasarkan hukum. Tentunya tujuannya
adalah untuk menghindari abuse of power yang dilakukan oleh pemegang
kekuasaan dan kemudian diwujudkan dengan dibentuknya Peradilan Tata
Usaha Negara. Salah satu perlindungan hukum yang dilakukan oleh sebuah
negara hukum adalah melakukan perlindungan hukum preventif dimananegara
memberikan sebuah instrumen hukum bagi warga negara untuk mengajukan
keberatan atau pendapatnya terhadap setiap keputusan pemerintah sehingga
pemerintah akan terdorong untuk lebih menerapkan prinsip kehati – hatian
dalam setiap keputusannya. Dalam kajian Administrasi Negara urgensi
terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara ditujukan untuk memberikan
perlindungan hukum kepada setiap individu atas hak – haknya. 3 Landasan
yuridis terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara didasarkan pada Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1986, Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004
(perubahan pertama dari UU No. 5 Tahun 1986) dan Undang-undang Nomor
51 Tahun 2009 (perubahan kedua dari UU No. 5 Tahun 1986).
3
Abdullah Gofar, Teori Dan PraktikHukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Tunggal Mandiri,
Malang, 2014, hlm. 4
tersebut. Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sebuah lembaga peradilan
di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara pada tingkat pertama yang
berkedudukan di ibu kota, kabupaten atau kota.4
4
B. Lopa dan A. Hamzah, Mengenal Pradilan Tata Usaha Negara, Penerbit, Sinar Grafika, Jakarta,
1992, hlm. 2
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, juga memuat ketentuan mengenai
hukum acara dan pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
5
Razali Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi I, Cetakan 2, Rajawali Pers,
Jakarta, 1992, hlm. 11
6
Abdullah Gofar, Teori Dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Tunggal Mandiri,
Malang 2014, hlm. 4.
peraturan perundangan-undangan tersebut belum dikeluarkan. Mengenai acara
dan Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara atau mengenai
hukum acara Tata Usaha Negara yang diberlakukan pada pengadilan di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, memang diatur juga dalam
UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986, jo Undang- Undang Nomor 9 Tahun
2004 Jo Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, tetapi untuk mengetahui
Hukum Acara Tata Usaha Negara tersebut, tidak cukup dari Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 saja, karena
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004 jo UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009, hanya merupakan salah satu
sumber hukum formil dan hukum acara Tata Usaha Negara yang berupa
peraturan perundangundangan. Sedangkan sumber hukum formil yang lain
dan Hukum Acara Tata Usaha Negara adalah kebiasaan, yurisprudensi, dan
pendapat ahli hukum atau sarjana hukum. Kekuasaan absolut dan pengadilan
di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara terdapat dalamPasal 47
UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas
UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
yang menentukan bahwa Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.7
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
1. Pimpinan
Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 pimpinan
PTUN terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua, pada dasarnya
ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk ketua dan wakil ketua adalah
sama dengan PengadilanPengadilan lain terutama Pengadilan Negeri.
Begitu pula dengan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Mengenai
pengangkatan dan pemberhentian jabatan ketua dan wakil ketua, baik
pengadilan TUN ataupun Pengadilan Tinggi TUN berada di tangan
Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Mahkamah Agung
8
Data rental, judul blog hukum acara peradilan tata usaha Negara, ,
web:http://datarental.blogspot.com / 2008/04/ hukum-acara-peradilan-tata-usaha-negara.html
diakses tanggal 10 desember 2014
2. Hakim Anggota
Secara umum ketentuan yang berkaitan dengan hakim anggota pada
Peradilan Tata Usaha Negara adalah sama dengan Hakim Pengadilan
Negeri. Begitu juga halnya dengan persyaratan pengangkatan hakim
tinggi dalam pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, pada pokoknya
sama dengan persyaratan pengangkatan hakim tinggi yang ada di
dalam lingkungan peradilan umum.
3. Panitera
Pada umumnya susunan kepaniteraan pengadilan TUN adalah sama
dengan susunan kepaniteraan di dalam peradilan umum. Sedangkan
untuk Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ketentuan umum
mengenai panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tidak jauh
berbeda dengan ketentuan umum panitera di pengadilan tinggi dalam
lingkungan Peradilan Umum.
4. Sekretaris
Sama halnya dengan lingkungan peradilan lain, sesuai dengan pasal 40
dan 41 undang-undang PTUN, disana ditentukan bahwa jabatan
sekretaris Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara, dirangkap oleh panitera yang dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh wakil sekretaris. Mengenai ketentuan umum
lainnya tidak jauh berbeda dengan peradilan umum
9
Suparto Wijoyo, Karakteristik hukum acara peradilan administrasi, Airlangga University Press,
Surabaya, 1997, hlm. 54-75
besar dalam membagi beban pembuktian dan menerima serta menilai
alat-alat bukti. Dengan berlandaskan pada asas pembuktian bebas,
dalam hukum acara peradilan administrasi dalam melakukan
pembuktian hakim tidak tergantung pada fakta yang dikemukakan para
pihak. Hakim dapat melengkapi fakta diluar yang diajukan para pihak
dalam pengambilan putusan, Hakim yang membagi beban pembuktian
diantara para pihak; siapa yang diwajibkan untuk membuktikan dan
tidak berhasil membuktikan mengandung risiko dikalahkan, dan
dimungkinkannya penerapan beban pembuktian terbalik, Tidak
dikehendaki adanya ketentuan yang mengikat hakim dalam memilih
alat bukti. Dalam ukuran acara peradilan administrasi yang
dipersoalkan ialah rechtmatigheid suatu keputusan organ
pemerintahan, sehingga yang diperlukan ialah alat ukur dan bukanya
alat bukti, dan Penilaian terhadap hasil pembuktian diserahkan
sepenuhnya kepada hakim yang bersangkutan.
3. Asas Keaktifan Hakim (Actieve Rechter = Dominus Litis)
Menurut J.A. Borman ada dua sikap hakim dalam mengadili suatu
sengketa pertama, sangat formil. Hanya memperhatikan sebatas yang
dikemukakan para pihak. mencari kebenaran formal; kedua aktif.
Hakim berupaya mencari dan mengungkapkan fakta dan melengkapi
segi hukum. Mencari kebenaran materiil. Sikap hakim admnistrasi
adalah aktif. Sikap aktif tersebut dikarenakan mencari kebenaran atas
peristiwa di muka peradilan administrasi merupakan kepentingan
publik yang menurut hukum publik hakim harus diberi wewenang
yang besar. Berdasarkan asas keaktifan hakim, dalam hukum acara
peradilan administrasi bahwa Keaktifan selama proses pemeriksaan
sengketa sepenuhnya terletak pada hakim. Tidak berlaku otonomi
pihak-pihak yang bersengketa, Hakim berwenang mengadakan
pemeriksaan persiapan untuk mengetahui kelengkapan gugatan.
Pemeriksaan di persidangan harus dianggap gugatan telah sempurna,
sehingga adanya amar putusan yang berupa gugatan tidak diterima
tidak dibenarkan, Ultra petita tidak dilarang. Hakim dapat memutus
lebih dari apa yang diminta, sehingga dimungkinkan adanya
reformatio in peius, dan dalam melakukan pengujian keabsahan
rechmatigheidstoetsing tehadap keputusan organ pemerintahan yang
disengketakan, hakim tidak terikat pada alasan mengajukan gugatan
yang dikemukakan oleh penggugat.
4. Asas Erga Omnes
Menurut Philipus M. Hadjon dalam karyanya berjudul beberapa
catatan tentang hukum administrasi adalah putusan berlaku bagi semua
orang. Maka dengan asas ini, putusan pengadilan dalam lingkungan
peradilan administrasi berlaku bagi siapa saja dan bukan hanya
mengikat para pihak yang bersengketa. Hal demikian itu merupakan
pengejawentahan esensi peradilan administrasi yang pada dasarnya
menegakkan hukum publik (hukum administrasi).
10
Suparto Wijoyo, Karakteristik hukum acara peradilan administrasi, Airlangga University Press,
Surabaya, 1997, hlm. 54-75
Perlindungan ini penting untuk menjaga agar tindakan pemerintahan
yang sah tidak mudah digugat atau dipertanyakan tanpa alasan yang
kuat.
3. Pembuktian yang Adil
Asas pembuktian bebas memastikan bahwa setiap pihak memiliki
kesempatan yang sama untuk membuktikan argumennya di
pengadilan. Ini menjamin bahwa keputusan pengadilan didasarkan
pada fakta dan bukti yang kuat.
4. Penegakan Hukum Publik
Asas-asas, seperti keaktifan hakim dan erga omnes, mencerminkan
sifat penegakan hukum publik dalam peradilan tata usaha negara.
Hakim diharapkan bersikap aktif untuk menegakkan hukum publik dan
memastikan bahwa keputusan pengadilan memiliki dampak luas.
5. Adil dan Terbuka
Asas-asas mendukung terciptanya proses peradilan yang adil dan
terbuka. Hakim memiliki kebebasan untuk mencari kebenaran materiil
dan memastikan bahwa persidangan berjalan dengan transparan.
6. Keseimbangan Antara Kepentingan Pihak
Asas-asas membantu menciptakan keseimbangan antara kepentingan
pihak yang bersengketa. Hakim dapat memastikan bahwa keputusan
yang diambil mempertimbangkan hak dan kewajiban setiap pihak.
7. Responsif Terhadap Kondisi Kontemporer
Asas-asas dapat disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan
kontemporer dalam administrasi publik. Hal ini memungkinkan hukum
acara peradilan TUN untuk tetap relevan dan responsif terhadap
perubahan dalam sistem administrasi negara.
KESIMPULAN
Abdullah, Razali. (1992). Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi I,
Cetakan 2. Jakarta: Rajawali Pers
Adji, Oemar Seno. (1980). Peradilan Bebas Negara Hukum. Jakarta: Erlangga.
Gofar, Abdullah. (2014). Teori Dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara. Malang: Tunggal Mandiri.
Gofar, Abdullah. (2014). Teori Dan PraktikHukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara. Malang: Tunggal Mandiri.
Lopa, C dan A. Hamzah. (1992). Mengenal Pradilan Tata Usaha Negara. Jakarta:
Sinar Grafika.