Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUBERKULOSIS (TB) DAN RUMAH SEHAT

DI PUSKESMAS LERE

DI SUSUN OLEH :
Suci cahyawati (PO7103122029)
Julia (PO7103122003)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI DII SANITASI
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul
“TUBERKULOSIS DAN RUMAH SEHAT” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.

Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan kedepannya.

Palu, 04 Mei 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................

A. Latar belakang....................................................................................................................
a.tuberkulosis.....................................................................................................................
b. rumah sehat ...................................................................................................................
B. Tujuan praktek....................................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................

A. Tuberkulosis...............................................................................................................
1.pengertian penyakit tuberkulosis ................................................................................
2. etiologi tuberkulosis ....................................................................................................
3. Patogenesis tuberkulosis ............................................................................................
4. Penularan tuberkulosis................................................................................................
5. Gejala tuberkulosis......................................................................................................
6. Pengobatan tuberkulosis.............................................................................................
7. Pencegahan tuberkulosis.............................................................................................
B. Rumah sehat ................................................................................................................
1.persyaratan kualitas fisik rumah...................................................................................
2. hubungan kualitas fisik rumah dengan kejadian TB....................................................

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................

BAB IV PENUTUP ..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

a. Tuberkulosis (TB)

Salah satu penyakit menular yaitu TBC yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Sumber penularan penyakit infeksi tersebut adalah melalui udara (airborne
disease) (Smeltzer, 2016). Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat menular ke manusia
yang lain melalui percikan dahak (droplet) ketika penderita TB paru aktif batuk atau bersin
(Price, S. A. dan Wilson, 2006). Mycobacterium tuberculosis ini akan cepat mati bila
terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Kasus TB juga merupakan salah kasus tertinngi di Indonesia, yang
mana berada pada kasus tertinggi di dunia yang ke-2 setelah India.

Pada umumnya WHO memperkirakan 10 juta orang menderita TB pada tahun 2019,
walaupun terdapat penurunan kasus baru TB, tetapi belum sesuai target Strategi END TB
tahun 2020, yaitu pengurangan kasus TB sebesar 20% antara tahun 2015 – 2020. Pada
tahun 2015 – 2019 penurunan kumulatif kasus TB hanya sebesar 9% (Global Tuberculosis
Report. 99–117., 2020).

Demikian juga laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 18%penurunan


pemberitahuan kasus TB antara 2019 dan 2020 (dari 7,1 menjadi 5,8 juta kasus), yang
mana konservatif model menunjukkan bahwa peningkatan 20% dalam kematian TB dalam
5 tahun ke depan kemungkinan sebagai akibat dari pandemic (WHO, 2019). Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2020 menunjukkan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
masih didominasi penyakit infeksi menular, dimana kasus TB ada pada urutan ke 15
dengan data kasus adalah 6.746 kasus, begitupun hasil survey tahun 2018 kasus TB yang
tinggi terdapat pada kota kupang dengan 645 kasus TB yang terdiri atas 374 kasus TB pada
laik-laki dan 271 kasus pada perempuan (Kemenkes, 2018).

Di Puskesmas Bakunase Data penderita TB paru berada pada posisi yang tertinggi,
yang mana dalam 3 tahun terakhir datanya adalah 77 kasus pada tahun 2018, tahun 2019
sebanyak 70 kasus serta tahun 2020 terdapat 65 kasus dan bulan maret tahun 2021 terdapat
53 penderita TB yang masih belum sembuh (Data Dinas Kesehatan Kota Kupang, 2018).
Pada masa pandemic covid 19 setiap orang bertanggungjawab terhadap kesehatannya
sendiri.

b. rumah sehat

Rumah adalah pusat kehidupan keluarga. Rumah yang layak untuk tempat tinggal
harus memenuhi syarat kesehatan. Menurut Azrul Azwar (Djasio Sanropie, dkk. 1989, h.
11), rumah sehat adalah tempat untuk berlindung/bernaung dan tempat untuk beristirahat,
sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial.
Rumah sehat bukan berarti besar dan penuh dengan kemewahan, tetapi rumah yang sehat
adalah Seri Pengabdian Masyarakat 2014 Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, Vol. 3, No. 1,
Januari 2014 18 suatu rumah yang mempunyai dan memenuhi konsep kebersihan,
kesehatan, dan keindahan (Taufik, 2000).

Rumah sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor yang dapat
meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana
pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial,
sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif.

Rumah yang sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Menurut American Public Health Association (APHA) dalam Mubarak dan
Chayatin (2009: 285) rumah sehat adalah rumah yang harus memenuhi kebutuhan
fisiologis, memenuhi kebutuhan psikologis, dapat terhindar dari penyakit menular dan
terhindar dari kecelakaan.

Perumahan yang sehat dan layak dalam mendukung pembangunan berwawasan


lingkungan diselenggarakan dengan berasaskan kesehatan, kelestarian dan keberlanjutan
yaitu memberikan landasan agar pembangunan perumahan dan kawasan memenuhi standar
rumah sehat dan syarat kesehatan lingkungan, serta berwawasan lingkungan dengan
memperhatikan kondisi lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus
meningkat sejalan dengan laju kenaikan jumlah penduduk dan luas kawasan secara serasi
dan seimbang untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang (Undang-Undang RI
Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan).

Rumah serta lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, merupakan faktor
resiko dan sumber penularan berbagai jenis penyakit. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) dan tuberkulosis erat kaitannya dengan kondisi higiene bangunan perumahan.
Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi
faktor resiko terhadap penyakit diare dan kecacingan. Disamping itu masih tingginya
penyakit yang dibawa oleh vektor seperti: Demam Berdarah Dengue (DBD), Malaria, Pes
dan Filariasis. Faktor-faktor risiko lingkungan pada bangunan rumah yang dapat
mempengaruhi kejadian penyakit maupun kecelakaan antara lain: ventilasi, pencahayaan,
kepadatan hunian ruang tidur, kelembaban ruang, binatang penular penyakit, air bersih,
limbah rumah tangga, sampah dan perilaku penghuni rumah (Kementerian Kesehatan RI,
2007: 5). Banyak faktor di masyarakat yang berpengaruh terhadap kepemilikan rumah
sehat.

B. TUJUAN PRAKTEK

a.tujuan praktek tuberkulosis (TB)

Mengidentifikasi orang yang terinfeksi atau terkena TBC,monitor dan mengevaluasi tren
penularan TBC di suatu wilayah.mengidentifikasi faktor resiko yang berkait dengan penularan
TBC

b.tujuan praktek rumah sehat

Mengatur tatalaksana penilaian rumah dalam rangka peningkatan kondisi perumahan


yang memenuhi persyaratan kesehatan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis (TBC)

1. Pengertian penyakit tuberkulosis

Tuberkulosis (TBC) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Mycrobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bronkus. TBC paru
tergolong penyakit air borne infection, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui
udara pernapasan ke dalam paru-paru. Kemudian kuman menyebar dari paru-paru ke
bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui
bronkus atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya (Widyanto & Triwibowo,
2013) Tuberkulosis (TBC) paru adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah sangat
lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah
urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang
vertebra otak yang khas TBC dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan
zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukuriran dinding
piramid di Mesir kuno pada tahun 2000 – 4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan
sebuah terminologi yang diangkat dari bahasa Yunani yang menggambarkan tampilan
penyakit TBC paru ini (Sudoyo dkk, 2010)

2. Etiologi tuberkulosis

Tb paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC (Mycrobacterium


Tuberculosi Humanis). Mycrobacterium tuberculosis 7 merupakan jenis kuman
berbentuk batang berukuran sangat kecil dengan panjang 1-4 µm dengan tebal 0,3-0,6
µm. Sebagian besar komponen Mycrobacterium tuberculosis adalah berupa lemak atau
lipid yang menyebabkan kuman mampu bertahan terhadap asam serta zat kimia dan
faktor fisik. Kuman TBC bersifat aerob yang membutuhkan oksigen untuk kelangsungan
hidupnya. Mycrobacterium tuberculosis banyak ditemukan di daerah yang memiliki
kandungan oksigen tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit
TB. Kuman Mycrobacterium tuberculosis memiliki kemampuan tumbuh yang lambat,
koloni akan tampak setelah kurang dari dua minggu atau bahkan terkadang setelah 6-8
minggu. Lingkungan hidup optimal pada suhu 37°C dan kelembaban 70%. Kuman tidak
dapat tumbuh pada suhu 25°C atau lebih dari 40°C (Widyanto & Triwibowo,201)

Mycrobacterium tuberculosis termasuk familie Mycrobacteriaceace yang


mempunyai berbagai genus, satu diantaranya adalah Mycrobacterium, yang salah satunya
speciesnya adalah Mycrobacterium tuberculosis. Basil TBC mempunyai dinding sel
lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnainya
secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Basil
TBC sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan
mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultraviolet. Basil TBC
juga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TBC yang berada
dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 100°C. Basil TBC juga
akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70% atau lisol 5%
(Danusantoso,2013).

3. Patogenesis tuberkulosis

TBC paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC (Mycrobacterium
Tuberculosi Humanis). Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik
renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TBC ini
akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan
menfagosit kuman TBC dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman
TBC. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TBC dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TBC dalam makrofag
yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TBC di jaringan paru disebut Fokus Primer. Waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman TBC hingga terbentuknya kompleks primer secara
lengkap disebut sebagai masa inkubasi TBC. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TBC biasanya berlangsung dalam
waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi
tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup
untuk merangsang respons imunitas seluler (Werdhani, 2009).

TBC primer adalah TBC yang terjadi pada seseorang yang belum pernah
kemasukan basil TBC. Bila orang ini mengalami infeksi oleh basil TBC, walaupun segera
difagositosis oleh makrofag, basil TBC tidak akan mati. Dengan semikian basil TBC ini
lalu dapat berkembang biak secara leluasa dalam 2 minggu pertama di alveolus paru
dengan kecepatan 1 basil menjadi 2 basil setiap 9 20 jam, sehingga pada infeksi oleh satu
basil saja, setelah 2 minggu akan menjadi 100.000 basil. TBC sekunder adalah penyakit
TBC yang baru timbul setelah lewat 5 tahun sejak terjadinya infeksi primer.
Kemungkinan suatu TBC primes yang telah sembuh akan berkelanjutan menjadi TBC
sekunder tidaklah besar, diperkirakan hanya sekitar 10%. Sebaliknya juga suati reinfeksi
endogen dan eksogen, walaupun semula berhasil menyebabkan seseorang menderita
penyakit TBC sekunder, tidak selalu penyakitnya akan berkelanjutan terus secara
progresif dan berakhir dengan kematian.hal ini terutama ditentukan oleh efektivitas
sistem imunitas seluler di satu pihak dan jumlah serta virulensi basil TBC di pihak lain.
Walaupun sudah sampai timbul TBC selama masih minimal, masih ada kemungkinan
bagi tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri bila sistem imunitas seluler masih
berfungsi dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa TBC pada anak-anak umumnya
adalah TBC primer sedangkan TBC pada orang dewasa adalah TBC sekunder
(Danusantoso, 2013)

4. Penularan tuberkulosis

Menurut Dikjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2014) cara


penularan penyakit Tuberkulosis adalah :

a. Sumber penularan adalah pasien TBC BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TBC dengan hasil pemeriksaanBTA
negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadioleh
karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/ccdahak
sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung. 10

b. Pasien TBC dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkanpenyakit
TBC. Tingkat penularan pasien TBC BTA positif adalah 65%, pasien TBC BTA negatif
dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TBC dengan hasilkultur negatif
dan foto toraks positif adalah 17%.

c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik
renikdahak yang infeksius tersebut.

d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentukpercikan
dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar3000
percikan dahak.

Kuman TBC menyebar melalui udara saat si penderita batuk, bersin, berbicara, atau
bernyanyi. Yang hebat, kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Perlu diingat
bahwa TBC tidak menular melalui berjabat tangan dengan penderita TBC, berbagi
makanan/minuman, menyentuh seprai atau dudukan toilet, berbagi sikat gigi, bahkan
berciuman (Anindyajati, 2017). Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di
wilayah perkotaan yang kurang memenuhi persyaratan kemungkinan besar telah
mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TBC.
Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei,
khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung basil tahan asam (BTA) (Sudoyo dkk, 2010).

5. Gejala tuberkulosis

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik (Werdhani, 2009)

a. Gejala sistemik atau umum:

1) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

2) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai
keringat malam. Terkadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul

3) Penurunan nafsu makan dan berat badan

4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah

b. Gejala khusus:

1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatansebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanankelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,suara nafas melemah yang disertai sesak.

2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertaidengan keluhan
sakit dada.

3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.

4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dandisebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demamtinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang. Keluhan-keluhan seorang penderita TBC sangat bervariasi,
mulai dari sama sekali tak ada keluhan sampai dengan adanya keluhan-keluhan yang serba
12 lengkap. Keluhan umum yang sering terjadi adalah malaise (lemas), anorexia, mengurus
dan cepat lelah. Keluhan karena infeksi kronik adalah panas badan yang tak tinggi
(subfebril) dan keringat malam (keringat yang muncul pada jam-jam 02.30-05.00).
Keluhan karena ada proses patologik di parudan/atau pleura adalah batuk dengan atau
tanpa dahak, batuk darah, sesak, dan nyeri dada. Makin banyak keluhan-keluhan ini
dirasakan, makin besar kemungkinan TBC. Departemen Kesehatan dalam pemberantasan
TBC di Indonesia menentukan anamnesis resmi lima keluhan utama yaitu batuk-batuk
lama (lebih dari 2 minggu), batuk darah, sesak, panas badan, dan nyeri dada (Danusantoso,
2013)

6. Pengobatan tuberkulosis

Terdapat enam macam obat esensial yang telah dipakai sebagai berikut : Isoniazid (H),
para amino salisilik asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol (E), Rifampisin (R) dan
Pirazinamid (P). Faktor-faktor risiko yang sudah diketahui menyebabkan tingginya prevalensi
TBC di Indonesia antara lain : kurangnya gizi, kemiskinan dan sanitasi yang buruk (Sudoyo,
2010).

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukanpengawasan langsung (DOT =


Directly Observed Treatment) olehseorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

c. Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif danlanjutan.

1) Tahap awal (intensif)

a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

b) Pengobatan tahap intensif tersebut apabila diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

c) Sebagian besar pasien TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. 2)
Tahap lanjutan a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2014)

7. Pencegahan tuberkulosis

Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderitaan, masayarakat dan petugas


kesehatan.

a Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan

1) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang
dahak tidak disembarangan tempat.

2) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus
diberikan vaksinasi BCG (Bacillus Calmete Guerin).

3) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC yang
antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.

4) Isolasi, pemeriksaan kepada orang–orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TBC.


Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang
memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan – alasan sosial
ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.

5) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga keberhasilan yang ketat, perlu perhatian
khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, tempat tidur, pakaian) ventilasi rumah dan
sinar matahari yang cukup.

6) Imunisasi orang–orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang–orang sangat dekat


(keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasinya dengan
vaksi BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.

7) Penyelidikan orang–orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota keluarga dengan


foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara–cara ini negatif, perlu diulang pemeriksaan
tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif.

8) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat obat–obat
kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter di minum dengan tekun dan teratur, waktu
yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan
pemeriksaaan penyelidikan oleh dokter.

b. Tindakan pencegahan.
1) Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti kepadatan
hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.

2) Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau suspect gambas,


sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect,
perawatan.

3) Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif


dengan pemberian pengobatan INH (Isoniazid) sebagai pencegahan.

4) BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan
keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat
pencegahan.

5) Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi dan
pasteurisasi air susu sapi

6) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar
debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.

7) Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru.

8) Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko tinggi, seperti para
emigrant, orang–orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru
disekolah, petugas foto rontgen.

9) Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari hasil pemeriksaan tuberculin
tes (Hiswani, 2004).

C. Rumah Sehat .

Pengertian rumah sehat Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Penyehatan rumah adalah upaya untuk
meningkatkan kualitas udara dalam ruang rumah dan pencegahan terhadap penurunan
kualitas udara dalam ruang rumah (Permenkes No 1077 Tahun 2011). Menurut WHO dalam
Sanropie dkk (2005) rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung/bernaung dan
tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik,
rokhani maupun sosial.

Rumah sehat sudah dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok (fundamental needs)


manusia, tetapi mungkin belum dapat memenuhi keinginan (demand) seseorang. Gedung
atau perumahan yang dapat memenuhi kebutuhan akan kondisi tempat tinggal yang sehat
(healthy) dan menyenangkan (comfortable), yang dikenal oleh masyarakat umum sebagai
rumah sehat. Rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan antara lain :

a. Memenuhi kebutuhhan physiologis.

b. Memenuhi kebutuhan phsycologis.

c. Mencegah penularan penyakit.

d. Mencegah terjadinya kecelakaan. (Gunawan, 2009)

1. Persyaratan kualitas fisik rumah


Kualitas Fisik Udara dalam Ruang Rumah adalah nilai parameter yang
mengindikasikan kondisi fisik udara dalam rumah seperti kelembaban, 17 pencahayaan,
suhu,, ventilasi dan kondisi dinding dan lantai (Permenkes No 1077 Tahun 2011).

a. Pencahayaan
Menurut Kepmenkes Nomor 829 Tahun 1999 pencahayaan dalam ruang rumah
diusahakan agar sesuai dengan kebutuhan untuk melihat benda sekitar dan membaca
berdasarkan persyaratan minimal 60 Lux. Cahaya yang cukup untuk penerangan
ruang di dalam rumah merupakan kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan ini dapat
diperoleh dengan pengaturan cahaya buatan dan cahaya alami.
Pencahayaan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam
ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian-bagian bangunan yang terbuka. Sinar
ini sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon maupun tembok pagar
yang tinggi. Cahaya matahari ini berguna selain untuk penerangan juga dapat
mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh kumankuman
penyebab penyakit tertentu seperti TBC, influenza, penyakit mata dan lainlain.
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan cahaya untuk penerangan alami sangat ditentukan
oleh letak dan lebar jendela. Pencahayaan buatan yang baik dan memenuhi standar
dapat dipengaruhi oleh:

1) Cara pemasangan sumber cahaya pada dinding atau langit-langit.


2) Konstruksi sumber cahaya dalam ornament yang dipergunakan.
3) Luas dan bentuk ruangan
4) Penyebaran sinar dari sumber cahaya (Sanropie dkk, 2005)
Nilai pencahayaan (Lux) yang terlalu rendah akan berpengaruh terhadap proses
akomodasi mata yang terlalu tinggi, sehingga akan berakibat terhadap kerusakan
retina pada mata. Cahaya yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kenaikan suhu pada
ruangan. Faktor resiko pencahayaan yang tidak memenuhi persyaratan adalah
intensitas cahaya yang terlalu rendah, baik cahaya yang bersumber dari alamiah
maupun buatan (Permenkes No 1077 Tahun 2011)

b. Ventilasi
Menurut Kepmenkes RI No 829 tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan
perumahan, luas penghawaan atau ventilasi alamiah dari rumah yang permanen
minimal 10% dari luas lantai rumah. Ventilasi merupakan lubang yang berfungsi
mengatur pertukaran udara pada sebuah rumah. Pertukaran udara yang tidak memenuhi
syarat dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme, yang
mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan manusia.
Hawa segar diperlukan dalam rumah untuk mengganti udara ruangan yang sudah
terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara
dalam ruangan. Untuk memperoleh kenyamanan udara seperti dimaksud diatas
diperlukan adanya ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik dalam ruangan harus
memenuhi syarat diantaranya adalah :

1) Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai rumangan. Sedangkan
luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% luas lantai.
Jumlah keduanya menjadi 10% kali luas lantai ruangan. Ukuran luas ini diatur
sedemikian rupa sehingga udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu
sedikit
2) Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap dari sampah atau
dari pabrik, dan knalpot kendaraan, debu dan lain-lain
3) Aliran udara jangan menyebabkan orang masuk angin. Untuk ini jangan
menempatkan tempat tidur atau tempat duduk persis pada aliran udara, misalnya di
depan jendela pintu
4) Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang hawa
berhadapan antara 2 dinding ruangan. Aliran udara ini jangan sampai terhalang
oleh barang-barang besar misalnya lemari, dinding sekat dan lainlain
5) Kelembaban udara dijaga jangan sampai terlalu tinggi (menyebabkan orang
berkeringat) dan jangan terlalu rendah (menyebabkan kulit kering, bibir pecah-
pecah dan hidung berdarah) Lubang ventilasi sebaiknya tidak terlalu rendah,
maksimal 80cm dari langitlangit. Tinggi jendela yang dapat dibuka (ditutup) dari
lantai minimal 80cm. Jarak dari langit-langit terhadap jendela minimal 30cm.
Untuk mencegah gangguan binatang sebaiknya dipasang kasa nyamuk (insect
proof). (Sanropie dkk, 2005).

c. Kelembaban
Kelembaban yang terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan suburnya
pertumbuhan mikroorganisme. Konstruksi rumah yang tidak baik seperti atap yang
bocor, lantai, dan dinding rumah yang tidak kedap air, serta kurangnya pencahayaan
baik buatan maupun alami dapat mempengaruhi kelembaban rumah. Persyaratan
kelembaban rumah adalah berkisar 40% – 60%. Bila kelembaban
udara tidak sesuai persyaratan yang ada, maka dapat dilakukanupaya penyehatan
antara lain :

1) Menggunakan alat untuk meningkatkan kelembaban seperti humidifier (alat


pengatur kelembaban udara)
2) Membuka jendela rumah
3) Memasang genteng kaca
4) Menambah jumlah dan luas jendela rumah
5) Memodifikasi fisik bangunan (meningkatkan pencahayaan, sirkulasi udara)
(Permenkes No 1077 Tahun 2011).

d. Suhu
Suhu dalam ruang rumah yang terlalu rendah dapat menyebabkangangguan
kesehatan hingga hypotermia, sedangkan suhu yang terlalutinggi dapat menyebabkan
dehidrasi sampai dengan heat stroke. Perubahan suhu udara dalam rumah dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain:
1) Penggunaan bahan bakar biomassa
2) Ventilasi yang tidak memenuhi syarat
3) Kepadatan hunian
4) Bahan dan struktur bangunan
5) Kondisi geografis
6) Kondisi topografi
7) Upaya Penyehatan (Permenkes No 1077 Tahun 2011)
Kadar persyaratan suhu dalam rumah adalah berkisar 18oC – 30oC. Bila
suhu udara di atas 30ºC diturunkan dengan cara meningkatkan sirkulasi udara
dengan menambahkan ventilasi mekanik/buatan. Bila suhu kurang dari 18ºC, maka
perlu menggunakan pemanas ruangan dengan menggunakan sumber energi yang
aman bagi lingkungan dan kesehatan (Kepmenkes No 829 Tahun 1999). Sebaiknya
temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4°C dari
temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 22°C33°C
sudah cukup segar (Sanropie dkk, 2005)
e. Kepadatan Penghuni
Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan
jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian
untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m2 per orang. Menurut Kepmenkes
No 829 Tahun 1999 luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan
lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.
Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang kecuali untuk suami istri dan
anak dibawah lima tahun. Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita
tuberkulosis sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga lainnya.
f. Kondisi dinding dan lantai
Penghawaan alam mengandalkan pergerakan udara bebas (angin),
temperatur udara luar dan kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan
lubang hawa, maka perhawaan alam pun dapat diperoleh dari pergerakan udara
sebagai hasil sifat poreus dinding ruangan, atap dan lantai. Banyaknya udara yang
masuk dan keluar melalui dinding sebanding dengan luasnya dinding, perbedaan
tekanan antara kedua sisi dinding dan tergantung dari keofisien bahannya, dan
berbanding terbalik dengan tebal dinding. Keluar masuknya udara dalam ruangan
dan lantai tergantung dari derajat kelembaban dari bahan apa yang melapisi
dinding atau lantai. Dinding atau lantai yang diplester mengurangi masuknya udara
sampai 25%, cat mengurangi masuknya udara sampai 30%, permadani mengurangi
masuknya udara sampai 30% dan cat minyak mengurangi masuknya udara sampai
100% (Sanropie dkk, 2005)
Umumnya di daerah tropis lebih banyak angin, terutama di daerah pantai.
Biasanya udara di dalam rumah lebih sejuk dari pada di luar rumah (bagi yang
pengaturan ventilasinya baik), dan juga tergantung dari jenis bahan dinding atau
atapnya (bahan dari seng akan memanaskan pada siang hari dan dingin pada
malam hari). Membuka jendela lebar-lebar dan memasang korden separuh akan
menambahkan udara segar juga dapat dilakukan dengan menambah teritis rumah.
Menurut Kepmenkes No 829 Tahun 1999 lantai rumah harus kedap air dan mudah
dibersihkan.Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci
kedap air dan mudah dibersihkan.
2. Hubungan Kualitas Fisik Rumah dengan Kejadian TBC Paru
Perumahan yang tidak sehat (poor housing) adalah penyebab rendahnya taraf
kesehatan jasmani dan rohani. Hal ini memudahkan terjangkitnya penyakit dan
mengurangi daya kerja atau daya produksi seseorang (Gunawan, 2009).
Rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan antara lain memenuhi kebutuhhan
physiologis, memenuhi kebutuhan phsycologis, mencegah penularan penyakit dan mencegah
terjadinya kecelakaan (Sanropie dkk, 2005).
Cahaya matahari, ventilasi, suhu, kelembaban dan kondisi dinding dan lantai merupakan
kebutuhan physiologis rumah yang harus memenuhi persyaratan. Karena basil TBC tidak
tahan cahaya matahari, kemungkinan penularan di bawah
terik matahari sangat kecil. Juga mudah dimengerti bahwa ventilasi yang baik, dengan
adanya pertukaran udara dari dalam rumah dengan udara segar dari luar, akan dapet juga
mengurangi bahaya penularan bagi penghuni-penghuni lain yang serumah. Selain itu kondisi
dinding dan lantai yang tidak kedap air dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban rumah
sehingga bakteri penyebab TBC dapat tumbuh. Dengan demikian, bahaya penularan terbesar
terdapat di perumahan-perumahan yang berpenghuni padat dengan ventilasi jelek serta cahaya
matahari kurang/tidak dapat masuk (Danusantoso, 2013).
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan
besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah
kasus TBC paru. Proses terjadinya infeksi oleh Mycrobacterium tuberculosis biasanya secara
inhalasi, sehingga TBC paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ
lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung
droplet nuclei, khususnya yang di dapat dari pasien TBC paru dengan batuk berdarah atau
berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA) (Sudoyo, 2010).
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
1. DATA TB

No Tahun Pasien
Suspeck (terduga) Penderita (positif TB)
1. 2024 (4bln terakhir) 36 11
2. 2023 47 25
Data primer.

2. DATA RUMAH SEHAT

No kecamatan kelurahan Jumlah


rumah sehat
1. Palu barat Lere 2.570
2. ulujadi Kabonena 1.529
silae 1.849
Data primer

B. PEMBAHASAN
Berdasarkan data TB 2023 dengan jumlah pasien sebanyak 27 yang terduga
penyakit tb (suspek) dan 25 jumlah pasien yang positif penyakit tb. Sedangkan 2024
dalam 4bln terakhir jumlah penderita yang positif tb 11 pasien dan 36 yang terduga
penyakit tb (suspek).
Dengan data diatas ada peningkatan dari tahun lalu dan tahun sekarang dalam
4bln terakhir, peningkatan penderita tb setiap tahunnya.

Berdasarkan data rumah sehat di puskesmas lere kecamatan palu barat


kelurahan lere sebanyak 2.570. sedangkan kecamatan ulujadi, kelurahan kabonena
seabnyak 1.529 dan kelurahan silae 1.849
DAFTAR PUSTAKA
Migliori, G. B. (2022). Tuberculosis and COVID-19 co-infection: description of the
global cohort. The European Respiratory Journal, 59(3).
https://doi.org/10.1183/13993003.02538-2021
Puspitasari, I. M., Sinuraya, R. K., Aminudin, A. N., & Kamilah, R. R. (2022).
Knowledge, Attitudes, and Preventative Behavior Toward Tuberculosis in
University Students in Indonesia. Infection and Drug Resistance, 15, 4721–4733.
https://doi.org/10.2147/IDR.S365852
Rebeiro, P. F., Cohen, M. J., Ewing, H. M., Figueiredo, M. C., Peetluk, L. S., Andrade, K.
B., Eakin, M., Zechmeister, E. J., & Sterling, T. R. (2020). Knowledge and stigma of
latent tuberculosis infection in Brazil: implications for tuberculosis prevention
strategies. BMC Public Health, 20(1), 897. https://doi.org/10.1186/s12889-020-
09053-1
Smeltzer, Fb. &. (2016). Textbook of Medical-surgical Nursing. Lippincott Williams &
Wilkins Pty, Limited. https://books.google.co.id/books?id=FobljwEACAAJ
Wulandari, S. (2021). Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pencegahan
Covid-19 pada Penderita Tuberkulosis di Rumah Sakit Paru Jember. Universitas
Muhammadiyah Jember.

Anda mungkin juga menyukai