Anda di halaman 1dari 28

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM ANGKUTAN UMUM

MASSAL ( SAUM ) DI DKI JAKARTA


Mata Kuliah Perencaan dan kebijakan Transport
Dosen Pengampu Bapak Nugroho Suadi, M.T.

DISUSUN OLEH:
DESY KURNIA SYAFITRI
NOTAR: 21.01.090

POLITEKNIK TRANSPORTASI DARAT INDONESIA – STTD


PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TRANSPORTASI DARAT
BEKASI
2024
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-
Nya yang telah diberikan kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Makalah dengan judul “IMPLEMENTASI PENERAPAN KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN SISTEM ANGKUTAN UMUM MASSAL DI DKI JAKARTA”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini masih
banyak terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu kritikan dan saran yang membangun akan
penulis terima.
Akhir kata, harapan penulis semoga Proposal Skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi pembaca.

Bekasi, 23 April 2024


Penulis

Desy Kurnia Syafitri


21.01.090
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke
tempat lainnya dalam waktu tertentu dengan menggunakan sebuah kendaraan yang
digerakkan oleh manusia, hewan, maupun mesin. Transportasi adalah suatu kegiatan
memindahkan atau mengangkut sesuatu dari suatu tempat ketempat lain, dan ke
tempat- tempat yang terpisah secara geografis, baik dengan atau tanpa sarana.
(Morlok (1978); Bowersox (1981); Steenbrink (1974)). Menurut UU no.14 tahun
1992 menyebutkan bahwa angkutan adalah pemindahan orang atau barang dari suatu
tempat ke tempat yang lain menggunakan kendaraan. Sistem Angkutan Umum Massal
(SAUM) perkotaan (Urban Mass Transit) adalah sistem pelayanan angkutan umum
dalam kota yang beroprasi dalam rute tertentu, terjadwal, tarif tertentu dan tempat
berhenti tertentu, kapasitas besar, baik kapasitas angkut maupun kapasitas
operasionalnya. (Subagio,1995)
Saat ini, Jakarta menghadapi berbagai macam permasalahan khususnya
pergerakan perkotaan yang dapat terlihat dari tingginya tingkat kemacetan, layanan
angkutan umum yang masih relatif rendah, serta diperburuk dengan peningkatan
jumlah kepemilikan kendaraan bermotor. Tercatat dengan jumlah penduduk mencapai
10,5 juta jiwa, Jakarta merupakan kota dengan tingkat pergerakan yang sangat tinggi,
yaitu sebesar 26,4 juta perjalanan orang setiap harinya (ITDP, 2020). Wilayah DKI
Jakarta sendiri telah beraglomerasi wilayah pinggiran membentuk kawasan
aglomerasi yang kini dikenal sebagai Jabodetabek. Tuntutan terhadap pelayanan
transportasi yang semakin baik tentunya menjadi satu hal yang tak dapat diabaikan,
terutama mengingat Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian. Baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terus mencoba untuk mengembangkan
sistem transportasi untuk dapat menyelesaikan permasalahan kemacetan yang ada di
area perkotaan Jabodetabek. Salah satu strategi yang telah dilakukan oleh pemerintah
daerah DKI Jakarta untuk menyediakan angkutan umum yang dapat dimanfaatkan
masyarakat adalah dengan mengembangkan sistem Bus Rapid Transit (BRT).
Angkutan umum massal tidak hanya untuk peningkatan mobilitas masyarakat dalam
menjangkau tujuan aktivitasnya, namun juga dimaksudkan untuk memberikan
kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat. Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan, muncul adanya isu pentingnya peran kebijakan baik pada skala
regional hingga nasional dalam membentuk sistem transportasi DKI Jakarta saat ini.
TransJakarta sendiri disebut sebagai tulang punggung transportasi utama bagi
masyarakat Jakarta dan sekitarnya (ITDP, 2019). Khususnya dengan peningkatan
performa hingga capaian performa pada awal tahun 2020 dengan jumlah penumpang
harian mencapai hampir 1 juta penumpang (TransJakarta, 2020), ditambah lagi, pada
awal tahun 2021, DKI Jakarta juga menerima penghargaan dalam ajang Sustainable
Transport Award (STA) 2021.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi peran kebijakan
pemerintah daerah maupun kebijakan pada tingkat pusat dalam mendukung
peningkatan performa pada sistem operasional TransJakarta ini. Hasil dari penelitian
ini dapat menjadi suatu konseptualisasi kebijakan transportasi yang dapat diterapkan
di kota lain untuk mendukung penyelenggaraan sistem angkutan massal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, berikut merupakan rumusan masalah :
1. Bagaimanakah Sejarah BRT TransJakarta ?
2. Bagaimanakah perkembangan BRT TransJakarta ?
3. Bagaimana peran kebijakan transportasi pada performa BRT transjakarta?
4. Bagaimanakah peran regulator dalam BRT TransJakarta ?
5. Bagaimnakah peran operator dalam BRT TransJakarta ?
6. Bagaimanakah hubungan regulator dan operator dalam BRT TransJakarta ?
7. Bagaimanakah permasalahan atau tantangan BRT TransJakarta ?
8. Bagaimanakah sistem perkembangan BRT TransJakarta ?

C. Maksud dan Tujuan


Berdasarkan rumusan masalah diatas, berikut merupakan maksud dan tujuan :
1. Untuk mengetahui Sejarah BRT TransJakarta
2. Untuk mengetahui perkembangan BRT TransJakarta
3. Untuk mengetahui peran kebijakan transportasi pada performa BRT transjakarta
4. Untuk mengetahui peran regulator dalam BRT TransJakarta
5. Untuk mengetahui peran operator dalam BRT TransJakarta
6. Untuk mengetahui hubungan regulator dan operator dalam BRT TransJakarta
7. Untuk mengetahui permasalahan atau tantangan BRT TransJakarta
8. Untuk mengetahui sistem perkembangan BRT TransJakarta
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah BRT TransJakarta


Bus Rapid Transit (BRT) adalah sistem transit berbasis bus berkapasitas tinggi
yang memberikan layanan cepat, andal, berkualitas tinggi, aman, dan hemat biaya
dengan biaya yang relatif rendah, kapasitas tingkat metro. Transjakarta adalah sebuah
sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara dan Selatan
yang beroperasi sejak tahun 2004 di Jakarta, Indonesia. TransJakarta dirancang
sebagai moda transportasi massal pendukung aktivitas ibukota yang sangat padat.
Dengan jalur lintasan terpanjang di dunia (251.2 km), serta memiliki 287 halte yang
tersebar dalam 13 koridor, Transjakarta yang awalnya beroperasi mulai Pkl. 05.00 –
Pkl. 22.00 WIB, kini beroperasi 24 jam.
Pada awal kemunculannya, bus Transjakarta dikelola oleh Badan Pengelola
Transjakarta Busway. BP Transjakarta Busway merupakan badan non-struktural yang
dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 110 Tahun 2003. Pengelolaan bus
Transjakarta berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta sejak 4 Mei
2006. UPT ini bernaung di bawah Dinas Perhubungan DKI Jakarta sesuai Peraturan
Gubernur DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006. Pengelolaan bus Transjakarta
kemudian diserahkan ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bernama PT
Transportasi Jakarta (Transjakarta) pada 27 Maret 2014. Transjakarta juga bekerja
sama dengan operator bus reguler mulai tahun 2011. PT Transjakarta terus berupaya
memperbaiki layanannya dengan mengganti bus-bus reyot dengan armada baru.
Dalam pengoperasiannya, TransJakarta didukung beberapa perusahaan
operator yang mengelola armada. Adapun, operator bus tersebut adalah PT Jakarta
Trans Metropolitan (JTM), PT Primajasa Perdanaraya Utama (PP), PT Jakarta Mega
Trans (JMT), PT Eka Sari Lorena (LRN), PT Bianglala Metropolitan (BMP), PT
Trans Mayapada Busway (TMB), Perum DAMRI (DMR/DAMRI), Kopaja, Mayasari
Bakti, dan Perum PPD. TransJakarta memiliki sekurang-kurangnya 7 jenis bus yang
dioperasikan. Jenis bus yang dapat ditemui di jalan antara lain adalah articulate bus,
low entry bus, double decker bus, maxi bus, single bus, medium bus, dan mikrotrans.
Sampai tahun 2020, TransJakarta diketahui mengoperasikan total sebanyak 4.079 bus.
Adapun, sebanyak 3.203 bus merupakan milik operator dan sebanyak 876 bus
merupakan swakelola. TransJakarta diketahui memiliki 13 koridor yang beroperasi
hingga saat ini. Total, TransJakarta memiliki sekitar 200 jumlah halte. Berdasarkan
infografis dari TransJakarta terdapat 3 koridor terpadat layanan TransJakarta yakni
koridor 1 (Blok M, Kota), koridor (Pinang Ranti - Pluit), dan koridor 8 (Lebak Bulus -
Harmoni).
Sebelum resmi beroperasi dan mencatatkan rekor sebagai Bus Rapid Transit
(BRT) pertama di Asia Tenggara, Transjakarta mengalami beberapa transformasi
secara kelembagaan hingga penambahan koridor, panjang jalur dan pelayanan. Secara
singkat mulanya dibentuklah Badan Pengelola (BP) Transjakarta berdasarkan
Keputusan Gubernur No.110/2003. Per tanggal 15 Januari 2004, Transjakarta resmi
beroperasi di Jakarta dengan keunggulan BRT. Kemudian pada tahun 2006, BP
Transjakarta dirubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) sesuai Peraturan
gubernur DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006. Kini Transjakarta adalah BUMD
(Badan Usaha Milik Daerah) PT Transportasi Jakarta (Perseroda). Seiringan dengan
berjalannya waktu, Transjakarta menambah beberapa armada sesuai dengan arah
bisnis serta kebutuhuan publik akan fasilitas transportasi BRT yang terpadu.
Beirikut merupakan contoh gambar BRT TransJakarta yang telah beroperasi :
2004 – 2012 2012 – 2014 2014 – sekarang
Logo Transjakarta dari masa ke masa

Peta BRT TransJakarta


B. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN TRANSPORTASI DI JAKARTA
Pemerintah Indonesia dan Jepang melalui Japan International Cooperation
Agency (JICA) secara berkelanjutan telah melakukan kesepakatan kerjasama dalam
sektor transportasi melalui berbagai skema kegiatan. Pada tahun 2001 hingga 2004,
pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan dan Bappenas menginisiasi
kajian integrasi transportasi di wilayah metropolitan Jakarta dengan melakukan
penyusunan dokumen Study on Integrated Transportation Master Plan for
Jabodetabek (SITRAMP). Dokumen master plan inilah yang kemudian
merekomendasikan adanya sistem BRT untuk melayani transportasi di wilayah
Jabodetabek serta sistem transportasi cepat berbasis kereta (rapid transit) yaitu Mass
Rapid Transit (MRT). Secara garis besar, dokumen SITRAMP merupakan dokumen
kebijakan fundamental untuk perencanaan transportasi masa depan di wilayah Jakarta.
Selanjutnya, karena dinamika perubahan yang terjadi di wilayah metropolitan Jakarta
selama 5 tahun terakhir, pemerintah pusat dengan bekerjasama bersama JICA,
melakukan pembaharuan dokumen SITRAMP melalui proyek Jabodetabek Urban
Transportation Policy Integration (JUTPI) fase 1 pada tahun 2009 hingga 2011. Hasil
dari JUTPI 1 ini merekomendasikan ragam kebijakan untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan transportasi yang ada di wilayah megapolitan Jakarta. Beberapa
rekomendasi yang diusulkan tidak hanya pada aspek pembangunan fasilitas
transportasi saja namun juga rekomendasi perbaikan pada aspek kerangka kebijakan
transportasi. Oleh karena itulah muncul inisiasi untuk membentuk suatu badan yang
secara khusus bertanggungjawab dalam pengelolaan transportasi di wilayah
Jabodetabek, yaitu Jabodetabek Transportation Authority (JTA). Selain itu,
Kementerian Perhubungan juga memulai kajian Jabodetabek Public Transportation
Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS) yang memiliki fungsi dalam penetapan
strategi prioritas perbaikan angkutan umum. Pada tahun 2018, melalui Peraturan
Menteri Perhubungan No. 110 Tahun 2018 yang merupakan tindak lanjut dari
munculnya Peraturan Presiden No. 103 Tahun 2015, maka muncul Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek (BPTJ) yang bertugas untuk mengembangkan, mengelola,
serta meningkatkan pelayanan transportasi secara terintegrasi di wilayah Jabodetabek.
Berdirinya BPTJ inilah yang kemudian diikuti oleh diresmikannya dokumen Rencana
Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ). JUTPI fase 2 dimaksudkan untuk
mengembangkan fungsi administrasi pada institusi yang menangani sistem
transportasi perkotaan dengan meningkatkan pengembangan kapasitas dan kerjasama
antar organisasi di bidang transportasi perkotaan yang ada di wilayah Jabodetabek.
Secara spesifik, proyek JUTPI fase 2 ini berkontribusi dalam pengembangan sistem
transportasi publik dengan:
a. Mendetailkan dokumen Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ);
b. Meningkatkan kapasitas institusi yang menangani transportasi perkotaan untuk
melaksanakan proyek transportasi di Jabodetabek melalui pelaksanaan pilot
projects;
c. Meningkatkan kapasitas institusi transportasi perkotaan untuk
mengimplementasikan proyek model Transit Oriented Development (TOD) di
Jabodetabek.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa dokumen masterplan


JAPTraPIS berisi prioritas perbaikan angkutan umum. Pada dokumen tersebut, secara
rinci telah menjabarkan komponen komponen peningkatan yang perlu dilakukan
untuk memperbaiki layanan transportasi khususnya TransJakarta sebagai satu-satunya
sistem BRT yang ada di wilayah Jabodetabek. Adapun komponen yang menjadi fokus
pada masterplan adalah pelayanan dan jaringan transportasi publik terintegrasi,
pembangunan infrastruktur, pembentukan TransJabodetabek, dan reformasi sistem
manajemen bus. Rincian rekomendasi pada aspek penyelenggaraan angkutan umum
tersebut, dijelaskan pada Tabel 1 berikut :
Dalam dokumen JAPTraPIS, dikemukakan beberapa masalah kelembagaan dalam
pelayanan angkutan umum. Salah satunya muncul karena ketidakmampuan dan
ketidakefektifan lembaga penegak hukum pemerintah dalam mengawasi operasional bus
swasta, serta mekanisme penentuan rute dan jenis angkutan tidak sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Selain itu, kurangnya koordinasi antar stakeholder yang terkait dalam
perencanaan transportasi juga menjadi masalah utama lain pada aspek kelembagaan. Pada
masa itu, belum adanya payung regulasi yang mengatur standar pelayanan minimal bagi
penyelenggaraan angkutan, juga menjadi salah satu alasan lemahnya sistem kelembagaan
dalam pengaturan sistem transportasi di wilayah Jabodetabek.
b)
C. PERKEMBANGAN BRT TRANSJAKARTA
1. Struktur Kelembagaan BRT TransJakarta
TransJakarta pertama kali dirintis pada tahun 2004, yang kemudian resmi
beroperasi sejak Februari 2004. Merupakan sistem BRT pertama di Asia Tenggara
yang memiliki sistem transportasi berbasis angkutan cepat dengan jaringan
terpanjang di dunia (sekitar 208 km). TransJakarta BRT dirancang untuk
mengadaptasi sistem yang dioperasikan oleh TransMilenio, Bogota, Kolombia.
Selama tahun 2004-2006, berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 110
Tahun 2003, TransJakarta berada di bawah Badan Penyelenggara (BP)
TransJakarta berbentuk TransJakarta yang dikelola secara non struktural. Pada
tahun 2006, TransJakarta diubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU)
TransJakarta yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Dinas
Perhubungan DKI Jakarta sebagaimana tertuang dalam dokumen Keputusan
Gubernur DKI Jakarta No. 48 Tahun 2006. BLU bertanggung jawab atas
operasional termasuk perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan. Pada tahun
2013, Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) mengusulkan
konsep direct service pada sistem TransJakarta untuk mengatasi masalah
rendahnya jumlah penumpang serta fleksibilitas rute, sehingga dapat
meningkatkan layanan rute secara signifikan tanpa perlu adanya pembangunan
infrastruktur tambahan di luar koridor busway. Setahun kemudian, TransJakarta
menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan resmi berganti nama menjadi
PT. Transportasi Jakarta.
2. Infrastruktur BRT TransJakarta
Selain perubahan struktur kelembagaan dari pengelolaan TransJakarta,
peningkatan pada layanan TransJakarta, khususnya pada pengembangan
infrastruktur untuk layanan operasional dan layanan teknis juga terus dilakukan
selama tahun operasionalnya. TransJakarta telah memperluas jaringan dengan
membuka Koridor 9 (Pluit - Pinang Ranti) dan Koridor 10 (PGC Cililitan -
Tanjung Priok) pada tahun 2010. Selanjutnya, pada tahun 2011, TransJakarta
menerapkan sistem manajemen armada terpadu yang memungkinkan mereka
terintegrasi dengan operator bus reguler dalam penyediaan layanan busway feeder
untuk penumpangnya. Pada tahun ini, juga telah disiapkan pembukaan layanan
Koridor 11 dan Koridor 12. Sementara itu, pada tahun 2013 sistem e-ticketing
dengan busway feeder dan moda angkutan umum lainnya juga diterapkan.
Peningkatan ini berdampak pada peningkatan kenyamanan penumpang dalam
melakukan transaksi pembelian tiket. Peningkatan pelayanan baik teknis maupun
operasional selalu dilakukan setiap tahun. Bahkan pada April 2016, TransJakarta
resmi mengoperasikan bus wanita di beberapa koridornya untuk mendukung
pemerataan layanan angkutan umum. Lebih lanjut, TransJakarta meluncurkan bus
baru dengan desain low entry untuk memudahkan penumpang saat boarding.
Pendapatan dari jasa angkutan umum merupakan pendapatan dari penjualan tiket
sesuai dengan tarif angkutan penumpang yang tercantum dalam dokumen
Keputusan Gubernur Nomor 1912 Tahun 2005 tentang Penetapan Tarif Angkutan
Bus Umum dan Busway TransJakarta di DKI Jakarta. Berdasarkan dokumen
tersebut, tarif TransJakarta adalah Rp 2.000 untuk operasional dari pukul 05.00
sampai 19.00 dan Rp 3.500 untuk operasional setelah pukul 19.00. Untuk
mendukung integrasi layanan, sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta
Nomor 97 Tahun 2018 tentang Tarif Angkutan Umum Terpadu Penumpang dalam
Sistem Bus Rapid Transit, untuk penggunaan dua atau lebih layanan angkutan
umum dalam sistem BRT diberlakukan tarif terintegrasi. Di mana jumlahnya
maksimal Rp 5.000 per periode perjalanan selama 3 jam, yang dimulai dari
pembacaan kartu kendaraan pertama hingga pembacaan kartu kendaraan terakhir.
Tarif terintegrasi ini berlaku untuk kartu uang elektronik OK Trip / JakLingko.
Pengoperasian TransJakarta didanai dari penjualan tiket dan subsidi pemerintah.
Pendapatan dari penjualan tiket dikelola oleh operator PT. TransJakarta. Namun
pendapatan tersebut masih belum mencukupi untuk menutupi biaya operasional
dan biaya lainnya. Pemerintah DKI Jakarta memberikan subsidi layanan angkutan
umum melalui perusahaan penyedia. Tata cara penghitungan subsidi tahun 2019
mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 62 Tahun 2016 tentang
Kewajiban Pelayanan Publik dan Pemberian Sumber Subsidi dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah kepada Perseroan Terbatas Transportasi Jakarta.
Berdasarkan regulasi tersebut, perseroan telah menandatangani kesepakatan
dengan pemerintah DKI Jakarta terkait penerapan Public Service Obligation
(PSO) untuk layanan TransJakarta. Pada aspek perluasan jangkauan layanan,
perseroan telah melakukan perluasan rute, peningkatan integrasi fisik, dan
integrasi pembayaran. Untuk mendukung integrasi tersebut, pada tahun 2019,
TransJakarta mengembangkan tiga titik integrasi yaitu stasiun Bundaran HI yang
secara fisik terintegrasi dengan moda MRT, stasiun Pemuda Rawamangun yang
secara fisik terintegrasi dengan stasiun LRT Velodrome, dan stasiun Tosari yang
terintegrasi dengan kawasan transit Dukuh Atas. Perluasan jangkauan berdampak
pada keterjangkauan layanan Transjakarta bagi masyarakat Jakarta. Hingga akhir
tahun 2019, tercatat sebanyak 8,3 dari 10 warga DKI Jakarta memiliki akses
menggunakan Transjakarta. Berdasarkan kriteria dimana titik transit berjarak 500
meter dari pemukiman melalui layanan Bus Kecil, layanan Transjakarta telah
menjangkau wilayah Jabodetabek seluas 584,8 km2 dan dapat melayani kurang
lebih 83% dari total penduduk DKI Jakarta. Selanjutnya, tahun 2019 merupakan
tahun integrasi angkutan umum di DKI Jakarta. Dengan dirilisnya dua moda baru
yaitu MRT dan LRT, semua sektor mengharapkan peningkatan kualitas angkutan
umum yang signifikan yang kemudian berdampak pada peningkatan penumpang.
Pada awal masa operasionalnya, muncul isu ketidakefektifan pelayanan
khususnya antara Transjakarta Koridor 1 dan MRT Jakarta. Dengan komunikasi
yang baik antara kedua pihak baik di tingkat manajemen maupun tim kerja,
Perseroan dan MRT Jakarta menjadikan masalah ini sebagai peluang untuk
integrasi angkutan umum. Saat itu, Perusahaan Stasiun Kereta Api Indonesia (PT.
KAI), PT. MRT Jakarta, dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta menandatangani
kesepakatan pendirian stasiun terintegrasi dalam rangka menambah jumlah
penumpang sekaligus mendongkrak tingkat mobilitas di Kawasan Metropolitan
Jakarta dengan mengoptimalkan jalur komuter, MRT, dan TransJakarta. Hasilnya,
setelah upaya integrasi melalui lebih dari 15 rute, integrasi fisik di halte dan
stasiun serta pedestrianisasi, mereka berhasil meningkatkan jumlah penumpang.
Layanan yang mendukung integrasi transportasi di DKI Jakarta yaitu Mikrotrans
yang melayani lebih dari 250 ribu penumpang/hari dengan 70 rute. Mikrotrans
menjadi angkutan penghubung gerak warga dari rumah menuju stasiun
transportasi massal terdekat dan layanan Transjakarta. Dengan sistem JakLingko,
penumpang menjadi lebih mudah berpindah dan mengakses transportasi publik
baru Jakarta: MRT dan LRT. Diiringi peningkatan fasilitas pejalan kaki dengan
pedestrianisasi hub-stasiun yang dilewati 5,000 orang/hari, serta pembangunan
masif trotoar yang mencapai 205 km dan implementasi 63 km jalur sepeda.
Menurut PT. Transportasi Jakartajaptr, TransJakarta melayani 247 rute dengan
peningkatan 91 rute dari tahun sebelumnya (58,22%). Jumlah armada hingga akhir
tahun 2019 sebanyak 3.435 unit, mengalami peningkatan 71,41% dari tahun
sebelumnya. Perbaikan aspek operasional serta perluasan jangkauan berdampak
positif terhadap pertumbuhan penumpang TransJakarta. Dibandingkan 2018
dengan 188,9 juta penumpang, jumlah penumpang sepanjang 2019 meningkat
40,04%. Laju pertumbuhan ini lebih tinggi dari peningkatan tahun sebelumnya
yang hanya sebesar 30,45%. Pada penyelenggaraan angkutan umum perkotaan,
sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2019 dinyatakan
bahwa besaran load factor ideal adalah sebesar 70%. Sesuai dengan regulasi yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2020, angkutan
perkotaan dapat diberikan subsidi angkutan penumpang umum perkotaan untuk
pembelian layanan dengan tujuan untuk menstimulus pengembangan angkutan
penumpang umum perkotaan dengan jangka waktu yang ditentukan berdasarkan
hasil evaluasi, meningkatkan minat penggunaan angkutan umum, serta
kemudahan mobilitas masyarakat di kawasan perkotaan. Bagi angkutan perkotaan
yang memiliki layanan melampaui batas wilayah kabupaten/kota dalam satu
provinsi maka subsidi diberikan oleh Gubernur. Dalam pembelian layanan
tersebut, pemerintah provinsi memiliki kewenangan dalam penetapan trayek,
penetapan tarif angkutan, serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang
mekanismenya dilakukan berdasarkan pemenuhan terhadap Standar Pelayanan
Minimal (SPM). Secara garis besar, peningkatan performa dari TransJakarta
dirangkum dalam Tabel 2 berikut.
D. PERAN KEBIJAKAN TRANSPORTASI PADA PERFORMA
TRANSJAKARTA
Berdasarkan hasil pembahasan dari temuan perkembangan kebijakan yang ada
di wilayah studi serta perkembangan layanan dari TransJakarta, maka dapat
dibandingkan bagaimana kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan angkutan umum di DKI Jakarta dapat berkontribusi dalam
meningkatkan performa layanan TransJakarta. Pada analisis perkembangan
kebijakan transportasi, terlihat bahwa dokumen kebijakan yang mengatur sistem
transportasi di wilayah DKI Jakarta dan kawasan aglomerasinya, menitikberatkan
pada aspek pelayanan dan jaringan transportasi publik terintegrasi, pembangunan
infrastruktur, pembentukan TransJabodetabek, dan reformasi sistem manajemen
bus. Hal ini tentu merupakan salah satu pendekatan untuk mendorong
terwujudnya sistem angkutan umum yang handal, mengingat DKI Jakarta
merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian dengan pergerakan harian
masyarakat yang terus meningkat. Pada Tabel 3 berikut ini menggambarkan
perbandingan aspek komponen rekomendasi serta bentuk implementasi yang telah
dilakukan sebagai variabel peningkatan layanan TransJakarta
maka peningkatan performa layanan yang telah dilakukan pada penyelenggaraan
TransJakarta memang berlandaskan pada komponen rekomendasi yang sudah
tercantum dalam kebijakan transportasi di DKI Jakarta. Perubahan struktur
kelembagaan pengelolaan TransJakarta menjadi BUMD di bawah pengelolaan PT.
Transportasi Jakarta juga menjadi suatu reformasi manajemen pengelolaan angkutan.
Kedudukan PT. TransJakarta sendiri sebagai operator layanan juga tetap di bawah
pengawasan pemerintah daerah DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan, dimana
ukuran kinerja layanan dinilai berdasarkan ketercapaian indikator-indikator layanan
sesuai SPM yang telah diatur dalam Pergub Nomor 13 Tahun 2019. Secara signifikan,
TransJakarta.
E. PERAN REGULATOR BUSWAY DKI JAKARTA

Ada
pun tugas dari tim koordinasi Busway ini ada 2 yaitu:
1) Memebentuk Citra Anggkutan umum/massal di DKI Jakarta dan
2) Melaksanakan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan serta pengendalian
program Busway.
Tata kerja tim koordinasi Busway ini ada 4 hal yakni
1) Penanggung Jawab melaporkan segala kegiatannya Tim koordinasi Busway
kepada pengarah,
2) Ketua dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada
penanggung jawab
3) Tim Koordinasi Busway dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh konsultan
dibidangnya.
4) Untuk pelaksanaan kegiatan sehari-hari, tim koordinasi dibantu oleh secretariat
tim koordinasi Busway.

F. PERAN OPERATOR (BLU TRANSJAKARTA) DKI JAKARTA

Adapun fungsi BLU adalah sebagai berikut:


1) Menyusun rencana dan program kerja Badan Layanan Umum (BLU) TransJakarta
Busway.
2) Pengoperasian angkutan umum busway yang terdiri dari jaringan utama (trunk
line) dan jaringan pengumpan (feeder service).
3) Pemilihan dan penetapan operator dalam operasional angkutan umum busway.
4) Penyusunan dan pengendalian standar pelayanan operasional/ standar pelayanan
minimal angkutan umum busway
5) Pengawasan dan pengendalian seluruh sistem pengopersian angkutan umum
busway.
6) Pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana yang menjadi kewenangannya.
7) Pengelolaan dan pengendalian sistem tiket.
8) Pengelolaan keuangan
9) Penyusunan perhitungan biaya rupiah per kilometer operator angkutan umum
busway.
10) Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan satuan kerja perangkat daerah/unit
kerja satuan kerja perangkat daerah, instansi pemerintahan dan pihak terkait.
11) penyiapan rencana strategis bisnis 12. pelaksanaan kegiatan ketatausahaan.
Adapun implementasi kebijakan pada tingkat operator, berdasarkan fungsi dari
BLU, maka kita iventarisir menjadi 4 faktor yaitu, aspek koridor, aspek Prasarana,
aspek sarana, aspek operasional Busway
G. HUBUNGAN REGULATOR DAN OPERATOR PADA BRT
TRANSJAKARTA

Dalam menangani sistem BRT TransJakarta, Pemda DKI Jakarta melalui


Dinas Perhubungan berkoordinasi dengan PT. TransJakarta sebagai BUMD
memberikan anggaran tiap tahunnya untuk pengelolaan sistem BRT Trans Jakarta
agar tetap profesional, khususnya dalam penambahan armada bus, pemberdayaan
SDM, dan kerjasama dengan mitra PT. Trans Jakarta dalam membangun infrastruktur
sistem BRT TransJakarta yang berkesinambungan. Mengenai alokasi anggaran yang
diberikan Pemda DKI, Dishub memberikan informasinya bahwa anggaran yang
diberikan terkait khususnya untuk penambahan armada untuk eksiting.
Dalam rangka mensterilkan dan mengkonektifitaskan jalur sistem BRT
TransJakarta diperlukan satuan gabungan khusus yang merupakan perangkat
pelaksana implementasi kebijakan transportasi publik Transjakarta. Satuan Gabungan
Khusus atau Satgas merupakan gabungan dari Kepolisian, Dishub DKI Jakarta,
Garnisun, Propam Jakarta, Satpol PP, dan BLU Transjakarta. Karakteristik badan-
badan pelaksana ini untuk memperlancar implementasi kebijakan transportasi publik
sistem BRT TransJakarta perlu adanya koordinasi diantara para anggota satgas.
Komunikasi yang tidak baik didalam koordinasi diantara satgas menyebabkan
terhambatnya pencapaian tujuan kebijakan tersebut. Jalinan komunikasi harus
dilaksanakan secara efektif agar pesan yang disampaikan dapat diterima dan
dipahami.
Didalam menjalankan komunikasi antar organisasi badan-badan pelaksana,
terdapat pembagian tugas. Untuk melakukan strerilisasi jalur busway, pengamanan
halte busway, dan penertiban parkir liar, dilakukan oleh Kepolisian, Dishub DKI
Jakarta, Garnisun, Propam Jakarta dan Satpol PP. Sementara untuk pengoperasian
busway dilakukan oleh Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta. Permasalahan
yang terjadi antara badan-badan pelaksana dalam sistem BRT TransJakarta adalah
komunikasi yang masih kurang lancar,
Pada dasarnya kinerja implementasi kebijakan publik dalam sistem BRT
TransJakarta sangat dipengaruhi oleh para agen pelaksananya, dalam hal ini agen
pelaksana kebijakan publik meliputi Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta,
Organda, koperasi angkutan umum, dan juga PT TransJakarta sebagai operator. Hal
ini senada dengan teori Van Meter dan Van Horn yang menjelaskan bahwa dalam
implementasi suatu program, perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain,
dalam hal ini diperlukan komunikasi yang baik dan berkesinambungan. Perlu
komunikasi yang baik supaya tujuan kebijakan bisa disampaikan dan dimengerti
dengan baik.
H. PERMASALAHAN ATAU TANTANGAN YANG DIHADAPI BRT
1) Analisis Gap Untuk Aspek Operasional

2) Analisis Implementasi Kebijakan Pada Tingkat Operator


3) Analisis Implementasi Kebijakan Pada Tingkat Pengguna
I. Pembahasan Sistem Transportasi Umum Massal BRT TransJakarta
1) Konektivitas Antar Moda Transportasi Umum Massal Berkembangnya alat
transportasi umum yang semakin modern akan lebih baik apabila disistemkan
secara berkesinambungan dengan baik. Dalam perencanaan penataan angkutan
umum massal harus jelas trunk dan feeder nya sehingga rute antar moda
transportasi tidak saling berbenturan namun bisa saling mendukung. Selama ini
konektivitas antar moda transportasi umum massal di Indonesia belum terlihat.
Untuk mencapai suatu tujuan tertentu terdapat banyak pilihan moda transportasi
umum yang artinya beberapa moda memiliki trayek yang sama. Akan lebih baik
lagi apabila moda transportasi umum dimaksimalkan untuk saling mendukung
dalam menjangkau rute-rute baru yang belum ada sebelumnya. Dampak dari
masalah konektivitas ini lebih dirasakan oleh pendatang baru di suatu kota.
Mereka kerepotan mencari rangkaian kendaraan umum apa saja yang bisa
mengantar sampai pada suatu tujuan.
2) Sistem Pembayaran Sistem pembayaran transportasi umum di Indonesia saat ini
mulai mengalami kemajuan. Sebelumnya masyarakat yang ingin menggunakan
jasa transportasi umum harus membayar dengan uang tunai dimana pembayaran
dengan sistem tersebut kurang efisien tetapi sistem pembayaran seperti ini masih
digunakan pada moda transportasi seperti, mikrolet, bemo, dll., hal ini merupakan
salah satu keengganan dan kesulitan menggunakan jasa transportasi umum. Kini
seiring dengan berkembangnya teknologi masyarakat dapat membayar jasa
transportasi umum menggunakan sistem e-ticketing pada moda transportasi
angkutan umum tertentu seperti, BRT dan KRL yang lebih efisien namun sitem
ini mengharuskan masyarakat untuk mengantre sehingga membuat waktu menjadi
terbuang.
3) Penggunaan Aplikasi Transportasi Umum Berbasis Daring (Online) Pada era
digital saat ini, mulai banyak bermunculan aplikasi daring (online) dalam berbagai
aspek yang memudahkan manusia untuk menjalankan aktivitas sehari-hari
termasuk dalam transportasi. Beberapa tahun terakhir telah muncul berbagai
aplikasi transportasi online, seperti ojek online dan taksi online yang dapat diakses
dengan mudah via smartphone. Aplikasi-aplikasi tersebut menawarkan banyak
kemudahan seperti kepastian waktu, kepastian harga dan keamanan pengguna
aplikasi tersebut. Penggunaan Aplikasi Mobile pada moda transportasi umum
sudah banyak diterapkan di Indonesia, Contohnya di Jakarta. ada banyak Aplikasi
Mobile yang bisa digunakan warga Jakarta sebagai asisten transportasi sehari-
harinya. Namun aplikasi tersebut tidak dapat mengakses seluruh moda transportasi
yang ada di Jakarta dan aplikasi tersebut hanya bisa mengakses jadwal, estimasi
waktu tempuh saja namun tidak dapat dijadikan sebagai alat pembayaran.
Sehingga diperlukan inovasi aplikasi yang dapat mengakses jadwal kedatangan
dan keberangkatan semua moda transportasi sekaligus pengguna aplikasi dapat
melakukan pembayaran menggunakan aplikasi tersebut dengan sistem memindai
barcode saat memasuki suatu moda transportasi.

Bagan Akses Rencana Aplikasi Online TransportasUmum Massal


BAB III
KESMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. TransJakarta adalah sistem transportasi massal berbasis bus yang beroperasi di
Jakarta, Indonesia. Singkatnya, sejarah TransJakarta dimulai pada tahun 2004
ketika proyek ini pertama kali diluncurkan sebagai upaya untuk mengatasi
masalah kemacetan lalu lintas yang parah di ibu kota Indonesia
2. Perkembangan kebijakan terkait Bus Rapid Transit (BRT) TransJakarta adalah
pengembangan jalur, peningkatan infrastruktur, kualitas layanan, system
pembayaran, tarif dan peningkatan armada.
3. Peran regulator sangat penting dalam operasional Bus Rapid Transit (BRT)
TransJakarta. Regulator, yang dalam konteks ini adalah pemerintah kota atau
otoritas transportasi setempat, memiliki tanggung jawab untuk mengatur,
mengawasi, dan mengelola berbagai aspek terkait dengan BRT
4. Operator bertanggung jawab untuk menjalankan layanan BRT sehari-hari,
termasuk mengatur jadwal bus, mengelola armada, dan memastikan bahwa
layanan berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
5. Operator BRT TransJakarta dan regulator bekerja sama dalam menjalankan
operasional sehari-hari sistem transportasi tersebut. Hal ini meliputi
penjadwalan layanan, pemeliharaan armada, pengaturan tarif, dan kepatuhan
terhadap peraturan yang ditetapkan.
6. Permasalahan BRT TransJakarta antara lain kemacetan dan kepadatan,
kekurangan infrastruktur, kualitas layanan yang variative, keselamatan dan
kenyamanan.
7. Dari segi system, TransJakarta memiliki aplikasi seluler dan situs web yang
memungkinkan pengguna untuk mendapatkan informasi tentang jadwal bus,
rute, dan halte terdekat. Ini juga dapat digunakan untuk pembelian tiket dan
pembayaran tarif secara online.
B. Saran
Dalam upaya penerapan sistem baru transportasi umum massal diperlukan
upaya pendukung lainnya agar penerapan sistem yang baru dapat berjalan sesuai
dengan rencana dan dapat diterima oleh masyarakat. Untuk mengontrol penerapan
sistem tersebut diperlukan hal-hal seperti :
1) Harus dibentuk tim perencana sistem transportasi, khusus melaksanakan
perencanaan sistem berdasarkan data-data survey yang mereka rancang
sehingga terencana sistem transportasi yang efektif dan efisien.
2) Harus dibentuk tim khusus pelaksana/ operator sistem yang memonitor
kegiatan sistem secara menyeluruh, sehingga semua kendala dan
permasalahan yang terjadi setiap saat dapat dipantau dan sekaligus
diselesaikan, sehingga aman, nyaman, lancar dan murah dapat diraihnya.
3) Harus dibentuk satgas yang membantu mengawasi dan menertibkan
apabila ada gangguan dari luar maupun dari dalam sistem itu sendiri,
sehingga sistem terus berjalan secara terus menerus tanpa mengalami
kendala atau hambatan-hambatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai