Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN INDUKSI PERSALINAN

A. DEFINISI
Induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proses kelahiran (dari
tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai
upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.
Induksi persalinan adalah tindakan terhadap ibu hamil untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim agar terjadi perssalinan. (Arif Mansjoer, kapita selekta kedokteran ed.3, 2000)
Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah
kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his (Israr, 2009).

B. ETIOLOGI
Induksi persalinan dilakukan karena:
1. Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan
(kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu, belum juga terjadi
persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan
nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian
dalam rahim. Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
a. Pertumbuhan janin makin melambat.
b. Terjadi perubahan metabolisme janin.
c. Air ketuban berkurang dan makin kental.
d. Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
2. Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan
kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi
oksiput posterior, distosia bahu dan pendarahan postpartum. Pada kehamilan lewat waktu perlu
mendapatkan perhatian dalam penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan well
health mother dapat tercapai.
3. Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena infeksi serius, atau
menderita diabetes.
4. Wanita diabetik yang hamil memiliki resiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara
langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan dan
dipengaruhi oleh komplikasi diabetik sebelumnya. Meliputi:
a. Aborsi spontan(berhubungan dengan kontrol glikemia yang buruk pada saat konsepsi dan pada
minggu-minggu awal kehamilan).
b. Hipertensi akibat kehamilan, mengkibatkan terjadinya preeklamsi dan eklamsi.
Hidramnion.
c. Infeksi, terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius; infeksi ini bersifat serius karena dapat
menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan ketoasidosis.
d. Ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni saat efek diabetogenik pada kehamilan
yang paling besar karena resistansi insulin meningkat.
e. Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian bayi, mengakibatkan cacat bawaan.
5. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan
beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.
6. Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan (ketuban pecah dini).
Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong
amnion. Temperatur ibu dan lendir vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk
penemuan dini infeksi setelah ketuban ruptur. Mempunyai riwayat hipertensi.
7. Gangguan hipertensi pada awal kehamilan mengacu berbagai keadaan, dimana terjadi
peningkatan tekanan darah maternal disertai resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan
janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam
kehamilan, sering disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis
berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil.
a. Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah
minggu ke-20 pada wanita yang memiliki tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan suatu
penyakit vasospastik, yang ditandai dengan hemokosentrasi, hipertensi, dan proteinuria. Tanda
dan gejala dari preeklamsi ini timbul saat masa kehamilan dan hilang dengan cepat setelah janin
dan plasenta lahir. Kira-kira 85% preeklamsia ini terjadi pada kehamilan yang pertama.
Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, gangguan pembuluh darah otak, gangguan penglihatan
(skotoma), perubahan kesadaran mental dan tingkat kesadaran.
b. Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala
preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat terjadi tanpa didahului ganguan neurologis.
c. Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa hamil atau 24 jam pertama
nifas tanpa tanda preeklamsia atau hipertensi kronis lainnya.
d. Hipertensi kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau
didiagnosis sebelum kehamilan mencapai 20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam
minggu pascapartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis.

C. PATOFISIOLOGI
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit
penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah
dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan
reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada
kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena
ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan
lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta
mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42
minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.

D. INDIKASI
1. Indikasi Janin
a. Kehamilan lewat waktu
b. Ketuban pecah dini
c. Janin mati
2. Indikasi ibu
a. Kehamilan lewat waktu
b. Kehamilan dengan hipertensi
3. Indikasi kontra drip induksi
a. Disproporsi sefalopelvik
b. Insufisiensi plasenta
c. Malposisi dan malpresentasi
d. Plasenta previa
e. Gemelli
f. Distensi rahim yang berlebihan
g. Grande multipara
h. Cacat rahim

Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah kondisi ekstrauterin
akan lebih baik daripada intrauterin, atau kondisi intrauterin tidak lebih baik atau mungkin
membahayakan.
Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi rasa sakit atau
masalah-masalah lain yang membahayakan nyawa ibu.Indikasi janin, misalnya: kehamilan lewat
waktu (postmaturitas), inkompatibilitas Rh. Pada saat usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari
lebih dari saat perkiraan partus, terjadi penurunan fungsi plasenta yang bermakna, yang dapat
membahayakan kehidupan janin (gangguan sirkulasi uteroplasenta, gangguan oksigenasi janin).
Indikasi ibu, misalnya: kematian janin intrauterin. Indikasi ibu dan janin, misalnya, preeklamsia
berat.

E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi mungkin
terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan nyeri. Adanya
kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat
dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan,
biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi caesar.
F. KOMPLIKASI
Induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena jika perlu
memecahkan ketuban, cukup aman bagi ibu apabila syarat – syarat di penuhi. Kematian perinatal
agak lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal ini mungkin dipengaruhi pula oleh
keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa
induksi persalinan gagal dan perlu dilakukan seksio sesarea, harus selalu diperhitungkan.
G. PENATALAKSANAAN INDUKSI PERSALINAN
Induksi persalinan terbagi atas:
1. Secara Medis
a. Infus oksitosin
Syarat – syarat pemberian infuse oksitosin :
Agar infuse oksitosin berhasil dalm menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik
pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat – syarat sebagai berikut :
1) Kehamilan aterm
2) Ukuran panggul normal
3) Tidak ada CPD
4) Janin dalam presentasi kepala
5) Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka)
Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai score Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8,
induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
SKOR PELVIK MENURUT BISHOP

SKOR 0 1 2 3
Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran serviks 0-30 % 40-50 % 60-70 % 80 %
Penurunan kepala -3 -2 -1,0 +1, +2
diukur dari Hodge
III (cm)
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Posisi serviks Ke belakang Searah sumbu jalan Ke arah depan
lahir

Teknik itehnik infus oksitosin berencana:


1) Semalam sebelum drip oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur pulas
2) Pagi harinya penderita diberi pencahar
3) Infus oksitosin hendaknya dilakukan pagi hari dengan observasi yang baik
4) Disiapkan cairan RL 500 cc yang diisi dengan sintosinon 5 IU
5) Cairan yang sudah mengandung 5 IU sintosinon dialirkan secara intravena melalui aliran infuse.
6) Jarum abocath dipasang pada vena dibagian volar bawah
7) Tetesan dimulai dengan 8 mU permenit dinaikan 4 mU setiap 30 menit. Tetesan maksimal
diperbolehkan sampai kadar oksitosin 30-40 mU. Bila sudah mencapai kadar ini kontraksi rahim
tidak muncul juga, maka berapapun kadar oksitosin yang diberikan tidak akan menimbulkan
kekuatan kontraksi. Sebaiknya infus oksitosin dihentikan.
8) Pederita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk kemungkinan timbulnya
tetania uteri, tanda – tanda ruptur uteri membakat, maupun tanda – tanda gawat janin
9) bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat maka kadar tetesan oksitosin
dipertahankan. Sebaiknya bila terjadi kontraksi rahim yang sangat kuat, jumlah tetesan dapat
dikurangi atau sementara dihentikan.
10) Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai yaitu sampai 1 jam
sesudah lahirnya plasenta.
11) Evaluasi kemajuan pembukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam bila his telah kuat
dan adekuat.
b. Prostaglandin
Pemberian Prostaladin
Prostagladin dapat merangsang otok – otot polos termsuk juga otot-otot rahim. Prostagladin yang
spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha. Untuk induksi persalinan
dapat diberikan secara intravena, oral. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan
prostagladin cukup efektif.
c. Cairan hipertonik intra uteri
Pemberian cairan hipertonik intrauterine
Pemberian cairan hipertonik intramnnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada
kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam
hipertonik 20, urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan prostagladin
untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim.
Cara ini dapat menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi
dan gangguan pembekuan darah.
2. Secara manipulative
a. Amniotomi
Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian
bawah depan ( fore water ) maupun dibagian belakang ( hind water ) dengan suatu alat khusus
( drewsmith catheter ). Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh
amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim.
Beberapa teori mengemukakan bahwa :
1) Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi rahim dapat
lebih kuat untuk membuka serviks
2) Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah didalam rahim kira – kira 40 menit setelah
amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnnya oksigenesi otot – otot rahim dan keadaan ini
meningkatkan kepekaan otot rahim.
3) Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks dimana didalamnya
terdapat banyak syaraf – syaraf yang merangsang kontraksi rahim
Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda – tanda permulaan
persalinan, maka harus diikuti dengan cara – cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya
dengan inpus oksitosin
Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit – penyulit sebagai berikut :
1) Infeksi
2) Prolapsus funikuli
3) Gawat janin
4) Tanda – tanda solusio palsenta ( bila ketuban sangat banyak dan dikeluarkan secara tepat ).

Tehnik amniotomi
Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai sedalam
kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka posisi jari diubah
sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap kearah atas. Tangan kiri kemudian
memasukan pengait khusus kedalam jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang telah ada
didalam. Ujung pengait diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang didalam.
Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat menusuk dan
merobek selaput ketuban. Selain itu menusukkan pengait ini dapat juga dilakukan dengan satu
tangan, yaitu pengait dijepit diantara jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian
dimasukkan kedalam jalan lahir sedalam kanalis servikalis. Pada waktu tindakan ini dikerjakan,
seorang asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas panggul. Setelah air ketuban mengalir
keluar, pengait dikeluarkan oleh tangan kiri, sedangkan jari tangan yang didalam melebar
robekan selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk menjaga kemungkinan
terjadinya prolaps tali pusat, bagian – bagian kecil janin, gawat janin dan solusio plasenta.
Setelah selesai tangan penolong ditarik keluar dari jalan lahir
b. Melepas selaput ketuban dan bagian bawah rahim ( stripping of the membrane)
1) Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskan ketuban dari dinding
segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini dianggap
cukup efektif dalam merangsang timbulnya his.
2) Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini, ialah :
a) Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari.
b) Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah, tidak boleh dilakukan.
c) Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul.
c. Pemakaian rangsangan listrik
Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam servik, sedangkan yang lain ditempelkan pada
dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan pada serviks untuk
menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam – macam, bahkan ada yang ukurannya
cukup kecil sehingga dapat dibawa – bawa dan ibu tidak perlu tinggal di rumah sakit. Pemakaian
alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien.
d. Rangsangan pada puting susu (breast stimulation )
1) Sebagaimana diketahui rangsangan putting susu dapat mempengaruhi hipofisis posterior untuk
mengeluarkan oksitosis sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan pengertian ini maka telah
dicoba dilakukan induksi persalinan dengan merangsang putting susu.
2) Pada salah satu putting susu, atau daerah areola mammae dilakukan masase ringan dengan jari si
ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut, maka sebaiknya pada daerah putting dan
aerola mammae di beri minyak pelicin. Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapat ½ jam – 1
jam, kemudian istirahat beberapa jam dan kemudian dilakukan lagi, sehingga dalam 1hari
maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan ini pada kedua
payudaraan bersamaan, karena ditakutkan terjadi perangsangan berlebihan. Menurut penelitian di
luar negri cara induksi ini memberi hasil yang baik. Cara – cara ini baik sekali untuk melakukan
pematangan serviks pada kasus – kasus kehamilan lewat waktu.
e. Aktivitas Sexual
Aktivitas sexual dapat menghasilkan prostaglandin pada cairan sperma, sehingga dapat
merangsang terjadinya kontraksi.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dilakukan:
1. X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
2. Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
3. Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
4. Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
5. Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap
hiperbilirubinemia)
6. Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan
lain sebagainya.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas atau istirahat
Insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas ego
Peka rangsang, takut/menangis (post partum blues sering terlihat kira-kira 3 hari setelah
melahirkan).
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari ke 2 dan ke 5.
e. Makan dan cairan
f. Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ke 3.
g. Nyeri/ketidaknyaman
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke 3 sampai ke 5 pascapartum.
h. Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam saat kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap
harinya. Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2-3, berlanjut menjadi lochea serosa dengan
aliran tergantung pada posisi (misal rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misal
menyusui).
Payudara: produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke
3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
(Doenges, 2001: 387)

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post partum normal adalah sebagai berikut:
1. Nyeri (akut) b.d trauma mekanik, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek
hormonal.
2. Menyusui in efektif b.d tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat
dukungan, struktur atau karakteristik fisik payudara ibu.
3. Resiko tinggi terhadap cidera b.d biokimia, fungsi regilator, efek-efek anesthesia;
tromboembolisme; profil darah abnormal.
4. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan dan atau kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur
invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur keluban lama, mal nutrisi.
5. Perubahan eliminasi urine b.d efek-efek hormonal, trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek
anesthesia.
6. Kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan atau pergantian tidak adekuat, kehilangan
cairan belebihan.
7. Kelebihan volume cairan b.d perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan
pergantian cairan, efek-efek infus oksitosis, adanya HKK.
8. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, efek-efek progesterone, dehidrasi, kelebihan analgesia,
kurang masukan, nyeri perineal.
9. Perubahan menjadi orang tua b.d kurang dukungan diantara atau dari orang terdekat, kurang
pengetahuan, adanya stressor.
10. Gangguan pola tidur b.d respon hormonal dan psikologis, nyeri atau ketidaknyamanan, proses
persalinan dan kelahiran melelahkan.
11. Kurang pengetahuan b.d kurang pemajanan atau mengingat, kesalahan interpretasi, tidak
mengenal sumber-sumber.
12. Resiko tinggi terhadap koping individual inefektif b.d krisis maturasional dari
kehamilan/mengasuh anak dan melakukan ibu menjadi orang tua, kerentanan personal,
ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realitis.
13. Koping keluarga: potensial terhadap pertumbuhan b.d kecukupan pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, kemungkinan tujuan aktualisasi diri muncul ke
permukaan. (Doenges, 2001: 388)

K. INTERVENSI
Pengertian rencana keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan yang meliputi tujuan keperawatan, penetapan pemecahan masalah, dan menentukan
tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah pasien. (Hidayat, 2002: 30)
Rencana keperawatan yang dapat disusun untuk pasien dengan post partum normal adalah:
1. Nyeri (akut) b.d trauma mekanik, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek
hormonal.
Hasil yang diharapkan:
 Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri atau ketidaknyamanan
dengan tepat.
 Mengungkapkan berkurangnya nyeri.
 Tampak rileks, rasa nyeri ditoleransi dan dapat beristirahat.
Intervensi Rasional:
a. Tentukan adanya, lokasi dan ketidaknyamanan. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus
dan intervensi yang tepat.
b. Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi. Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada
jaringan perineal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi atau intervensi lanjut.
c. Beri kompres es pada perineum, selama 24 jam pertama setelah melahirkan. Memberi anesthesia
lokal dan mengurangi edema.
d. Beri kompres panas lembab selama 20 menit, 3 – 4 x sehari, setelah 24 jam pertama.
Meningkatkan sirkulasi pada perineum, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
e. Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi di atas perbaikan episiotomi. Penggunaan
pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres.
f. Inspeksi hemoroid pada perenium. Membantu untuk mengurangi hemoroid.
g. Kaji nyeri tekan uterus. Selama 12 jam pertama pascapartum. kontraksi uterus kuat. Ini berlanjut
selama 2-3 hari selanjutnya, meskipun frekuensi dan intesitasnya berkurang.
h. Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan bantal di bawah abdomen. Meningkatkan
kenyamanan.
i. Inspeksi payudara dan jaringan putting. Pada 24 jam pasca partum, payudara harus lunak dan
tidak perih, dan putting harus bebas dari pecah-pecah.
j. Anjurkan penggunaan bra penyokong. Mengangkat payudara ke dalam dan ke depan.
k. Beri informasi mengenai peningkatan frekuensi temuan dan mengeluarkan susu secara manual.
Tindakan ini dapat membantu klien menyusui merangsang aliran susu.
l. Anjurkan klien memulai menyusui pada putting yang tidak nyeri. Respon menghisap awal kuat
dan mungkin menimbulkan nyeri dengan memulai memberi susu pada payudara yang tidak sakit.
m. Berikan kompres es pada area aksila payudara. Kompres es mencegah laktasi.
n. Mengkaji klien kepenuhan kandung kemih. Kembalinya fungsi kandung kemih normal
memerlukan waktu 4 – 7 hari.
o. Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya setelah anastesia subaraknoid. Kebocoran cairan
cerebrospinal (CSS) melalui dura kedalam ruang ekstra dural menurunkan volume yang
diturunkan untuk mendukung jaringan otak.
p. Kolaborasi berikan bromokriptin mesilat (parlodel) 2 x sehari dengan makan selama 2 – 3
minggu. Berkerja untuk menekan sekresi prolaktin.
q. Berikan analgesik 30 – 60 menit sebelum menyusui. Memberikan kenyamanan, khususnya
selama laktasit.
r. Beri sprei anastetik, saleb topical dan kompres pres witc hazel untuk perenium bila dibutuhkan.
Meningkatkan kenyamanan local.
s. Bantu sesuai kebutuhan injeksi salin atau pemberian “blood patch” pada sisi fungsi dural. Efektif
untuk menghilangkan sakit kepala spinal berat.
(Doenges, 2001: 388)
2. Menyusui inefektif b.d tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat
dukungan, struktur atau karakteristik fisik payudara ibu.
Hasil yang diharapkan:
 Mengungkapkan pemahaman tentang proses menyusui.
 Mendemontrasikan teknik-teknik efektif dari menyusui.
 Menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi dipuaskan setelah
menyusui.
Intervensi Rasional
a. Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya. Membantu dalam
mengidentifikasi kebutuhan saat ini.
b. Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien dan sikap pasangan atau keluarga.
Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui
dengan berhasil.
c. Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui, perawatan
putting dan payudara. Membantu menjamin suplai susu adekuat, dan mencegah putih pecah.
d. Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui. Posisi yang tepat mencegah luka
putting.
e. Kaji putting klien. Identifikasi dan intervensi dini dapat mencegah terjadinya luka.
f. Anjurkan klien mengeringkan putting dengan udara selama 20 – 30 menit setelah menyusui.
Pemajanan pada udara membantu mengencangkan putting.
g. Instruksikan klien menghindari penggunaan pelindung putting. Ini telah diketahui menambah
kegagalan laktasi.
h. Membantu membuat putting lebih relaksasi.
i. Rujuk klien pada kelompok pendukung.s Memberikan bantuan terus menerus untuk
meningkatkan kesuksesan hasil.
j. Identifiksi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi. Pelayanan ini
mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien.
(Doenges, 2001: 390)
3. Resiko tinggi cedera b.d biokimia, fungsi regulator, efek-efek anestesia, tromboembolisme,
profil darah abnormal.
Hasil yang diharapkan :
 Mendemonstrasikan perilaku untuk menurukan factor-faktor resiko/melindungi diri.

 Bebas dari komplikasi.


Intervensi Rasional:
a. Tinjau ulang kadar hemoglobin (Hb) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan. Catat
tanda-tanda anemia. Anemia atau kehilangan darah mempredisposisikan pada sinkope klien
karena ketidakadekuatan pengiriman oksigen ke otak.
b. Anjurkan ambulasi dan latihan dini kecuali pada klien yang mendapatkan anesthesia
subaraknoid, yang mungkin tetap berbaring selama 6-8 jam, tanpa penggunaan bantal atau
meninggikan kepala, sesuai indikasi protokol dari kembalinya sensasi/kontrol otot. Meningktkan
sirkulasi dan aliran balik vena ke ekstremitas bawah, menurunkan resiko pembentukan thrombus
yang dihubungkan dengan statis. Meskipun posisi rekumben setelah anestesia subaraknoid
controversial, ini dapat membantu mencegah kebocoran CSS dan sakit kepala lanjut.
c. Bantu klien dengan ambulasi awal. Berikan supervisi yang adekuat pada mandi shower atau
rendam duduk. Berikan bel pemanggil dalam jangkauan klien. Hipotensi ortostastik mungkin
terjadi pada waktu berubah posisi dari terlentang ke berdiri diawal ambulasi, atau
mungkinkarena vasodilatasi yang disebabkan oleh panas paa waktu mandi shower atau rendam
duduk.
d. Biarkan klien duduk di lantai atau kursi dengan kepala diantara dua kaki, atau berbaring pada
posisi datar, bila ia merasa pusing. Membantu mempetahankan atau meningkatkan sirkulasi dan
pengiriman oksigen ke otak.
e. Kaji klien terhadap hiperrefleksia, nyeri kuadran kanan atas (KkaA), sakit kepala, atau gangguan
penglihatan. Pertahankan kewaspadaan kejang, dan berikan lingkungan tenang sesuai indikasi.
Bahaya eklampsia, karena HKK ada diatas 72 jam pascapartum, meskipun literatur menunjukan
kondisi konvulsi mental terjadi selambat-lambatnya hari kelima pascapartum.
f. Catat efek-efek magnesium sulfat (MgSO4), bila diberikan. Kaji respons patela, dan pantau
status pernapasan. Tidak adanya refleks patela dan frekuensi pernapasan di bawah 12 x/ menit
menandakan toksisitas dan perlunya penurunan atau penghentian obat.
g. Inspeksi ekstremitas bahwa terhadap tanda-tanda tromboflebitis. Peningkatan produk split fibrin,
penurunan mobilitas, trauma, sepsis, dan ektivasi berlebihan dari pembekuan darahh setelah
kelahiran memberi kecenderungan terjadinya tromboembolisme pada klien.
h. Berikan kompres panas lokal; tingkatkan tirahh baring dengan meninggikan tungkai. Merangsan
g sirkulasi dan menurunkan penumpukan pada vena di ekstremitas bawah, menurunkan edema
dan meningkatkan penyembuhan.
i. Evaluasi rubella pada grafik prenatal. Kaji klien terhadap alergi pada telur atau bulu; bila ada
tunda vaksin. Berikan informasi tertulis dan verbal dan daptakan informed concent untuk
vaksinasi setelah meninjau ulang efek samping, resiko-resiko, dan perlunya untuk mencegah
konsepsi selama 2-3 bulan setelah vaksinasi. Membantu mencegah efek-efek teratogenik pada
kehamilan selanjutnya. Pemberian vaksin pada periode segera pascapartum dapat menyebabkan
efek samping sementara dari atralgia, ruam,dan gejala-gajala pilek selamaperiode inkubasi 14-21
hari. Anafilaktik alergi atau respons hipersensitivitas dapat terjadi, memerlukan pemberian
epinefrin.
j. Berikan MgS04 melalui pompa infuse, sesuai indikasi. Membantu menurunkan kepekaan
serebral pada adanya HKK atau eklampsia.
k. Berikan kaos kaki penyokong atau balutan elastic untuk kaki bila resiko-resiko atau gejala-gejala
flebitis terjadi. Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena.
l. Berikan antikoagulan; evaluasi factor-faktor koagulasi, dan perhatikan tanda-tanda kegagalan
pembekuan. Meskipun biasanya tidak diperluka, antikoagulan dapat membantu mencegah
terjadinya thrombus lebih lanjut.
m. Berikan Rh0 (D) imun globulin (RhIgG) I.M dalam 72 jam pascapartum, sesuai indikasi, untuk
ibu Rh negative yang sebelumnya tidak sensitive dan yang melahirkan bayi Rh positif yang tes
Coombs langsung pada darah tali pusatnya negatif. Dapatkan Betke-Kleihauersmear bila
transfuse janin ibu bermakna dicuriagai pada kelahiran. Dosis 300 µg biasanya cukup untuk
meningkatkan lisis sel-sel darah merah (SDM) dari janin Rh positif yang dapat memasui
sirkulasi ibu selama kelahiran, yang mungkin potensial menyebabkan sensitisasi dan masalah-
masalah inkompabilitas Rh pada kehamilan selanjutnya. Adanya 20 ml atau lebih Rh positif dari
darah janinpaa sirkulasi ibu memerlukan dosis RhIgG lebih besar.
(Dongoes, 2002; 392 – 394)
4. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan dan atau kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur
invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, mal nutrisi.
Hasil yang diharapkan:
 Bebas dari infeksi, tidak demam, urine jernih tidak pucat.
 Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko dan meningkatkan penyembuhan.

 Menunjukkan luka bebas dari drainage purulen.

Intervensi Rasional:
a. Kaji catatan prenatal dan intrapartal. Membantu mengidentifikasi faktor-faktor psiko yang dapat
menganggu penyembuhan.
b. Pantau suhu dan nadi dengan rutin sesuai indikasi. Peningkatan suhu sampai 1010 F (38,80C)
dalam 24 jam pertama sangat menandakan inspeksi.
c. Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus. Fundus yang pada awalnya 2 cm di bawah umbilikus,
meningkat 1 – 2 cm/hari.
d. Catat jumlah dan bau lokeal. Lokeal secara normal mempunyai bau amis.
e. Evaluasi kondisi putting. Terjadi pecah-pecah pada putting menimbulkan potensial resiko
mastitis.
f. Inspeksi sisi perbaikan episiotomi setiap 8 jam. Diagnosis dini dari inspeksi lokal dapat
mencegah penyebaran pada jaringan uterus.
g. Perhatikan frekuensi atau jumlah berkemih. Stasis urinarius meningkat resiko terhadap infeksi.
h. Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih. Gejala ISK dapat tampak pada hari ke 2 – 3 pasca
partum karena naiknya infeksi.
i. Frekuensi, dorongan atau disuria. Traktus dari uretra ke kandung kemih dan kemungkinan ke
ginjal.
j. Anjurkan perawatan perineal dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 – 4 x sehari atau
setelah berkemih atau defekasi. Pembersihan sering dari depan ke belakang membantu mencegah
kontaminasi rectal memasuki vagina.
k. Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan cermat. Membantu mencegah atau menghalangi
penyebaran infeksi.
l. Kaji status nutrisi klien. Klien yang berat badannya 20% dibawah berat badan normal, lebih
rentan pada infeksi pasca partum.
m. Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, vitamin C dan zat besi. Protein
membantu meningkatkan proses penyembuhan.
n. Tingkatkan tidur dan istirahat. Menurunkan laju metabolisme dan memungkinkan nutrisi dan
oksigen untuk proses pemulihan.
o. Kaji jumlah sel darah putih. Peningkatan jumlah SDP pada 10 – 12 hari pertama paska partum
adalah normal sebagai mekanisme perlindungan dan dihubungkan dengan peningkatan neutrofil
dan pergeseran ke kiri, yang mana mungkin pada awalnya mengganggu pengidentifikasian
infeksi.
p. Catat HB dan HT. Menentukan apakah ada status anemia.
q. Berikan metilergonovin maleat setiap 3 – 4 jam sesuai kebutuhan. Membantu mengembangkan
kontraksi miometrium dan involusi uterus.
r. Bantu dengan atau dapatkan kultur dari vagina. Untuk mengidentifikasi organisme penyebab
dan menentukan antibiotic yang tepat.
s. Anjurkan klien menggunakan krim antibiotic pada perineum. Memberantas organisme infeksius
local.
t. Dapatkan spesimen urine bersih untuk analisis rutin. Retensi urine, bakteri yang masuk melalui
kateterisasi atau trauma kandung kemih selama kelahiran.
u. Berikan antipiretik setelah kultur didapatkan. Bila diberikan sebelum identifikasi proses infeksi,
antipiretik dapat menutupi tanda-tanda dan gejala-gejala yang perlu untuk membedakan
diagnosa.
v. Berikan antibiotic spectrum luas sampai laporang kultur dikembalikan, kemudian ubah terapi
sesuai indikasi. Mencegah infeksi dari penyebaran ke aliran darah.
w. Hubungi agensi-agensi komunitas yang tepat seperti pelayanan perawat yang berkunjung, untuk
evaluasi diet, program antibiotic, kemungkinan komplikasi dan kembali untuk pemeriksaan
medis. Adanya infeksi pasca partum membuat klien lemah sehingga membutuhkan banyak
istirahat, pantauan yang ketat, dan bantuan perawatan diri. (Doenges, 2001: 396)

5. Perubahan eliminasi urine b.d efek-efek hormonal, trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek
anesthesia.
Hasil yang diharapkan:
 Mendemontrasikan kedekatan perilaku dan ikatan yang tepat.
 Mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir.
Intervensi Rasional:
a. Kaji masukan cairan dan urine terakhari. Pada periode paska partal awal, kira-kra 4 kg cairan
hilang melalui urine.
b. Palpasi kandung kemih. Aliran plasma ginjal, meningkatkan 25-50 % selama periode prenatal
c. Perhatikan adanya edema atau episiotomi. Trauma kandung kemih atau edema dapat
mengganggu berkemih.
d. Tes urine terhadap albumin dan aseton. Proses katalitik dihubungkan dengan involusi uterus.
e. Anjurkan berkemih dalam 6-8 jam pasca partum. Untuk merangsang dan memudahkan
berkemih.
f. Instruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah efek-efek anastesia
berkurang. Latihan kegel 100 x/hari meningkatkan sirkulasi perineum.
g. Anjurkan minum 6-8 gelas cairan/hari. Membantu mencegah stasis atau dehidrasi.
h. Kaji tanda-tanda ISK. Masuknya bakteri dapat memberi kecederungan klien terkena ISK.
i. Kateterisasi. Untuk mengurangi distensi kandung kemih.
j. Dapatkan spesimen urine. Adanya bakteri dan sensitivitas positif adalah diagnosis untuk ISK.
k. Pantau hasil tes laboratorium. Klien yang telah mengalami HKK gangguan ginjal dapat menetap.
(Doenges, 2001: 397)
6. Kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan atau pergantian tidak adekuat, kehilangan
cairan berlebihan.
Hasil yang diharapkan:
 Tetap normotensif dengan masukan cairan dan haluaran urine seimbang
 Hb atau Ht dalam kadar normal.
Intervensi Rasional:
a. Catat kehilangan cairan pada waktu kelahiran. Kehilangan darah berlebihan pada waktu
kelahiran yang berlanjut pada periode pasca partum dapat diakibatkan dari persalinan lama,
stimulasi oksitosin, tertahannya jaringan, uterus over distensi, atau anastesi umum.
b. Evaluasi lokasi dan kontraktilitas fundus uterus. Diagnosa yang berbeda mungkin diperlukan
untuk menentukan penyebab kekurangan cairan dan protokol asuhan.
c. Dengan perlahan masase fundus bila uterus menonjol. Merangsang kontraksi uterus.
d. Perhatikan adanya rasa haus. Rasa haus mungkin cara homeostatis dari pergantian cairan melalui
peningkatan rasa haus.
e. Evaluasi status kandung kemih. Kandung kemih penuh mengganggu.kontraktilitas uterus.
f. Pantau suhu. Peningkatan suhu memperberat dehidrasi
g. Pantau nadi. Taki kardi dapat terjadi.
h. Kaji tekanan darah. Peningkatan tekanan darah mungkin karena efek-efek obat vasopresor
oksitosis
i. Evaluasi masukan cairan. Membantu analisa keseimbangan cairan.
j. Evaluasi kadar Hb atau Ht. Hb atau Ht kembali normal dalam 3 hari.
k. Pantau pengisian payudara dan suplai ASI bila menyusui. Klien dehidrasi tidak mampu
menghasilkan ASI adekuat
l. Ganti cairan yang hilang dengan infus IV. Membantu menciptakan volume darah sirkulasi.
m. Berikan produk ergot seperti ergonovine maleate. Untuk meningkatkan kontraksi.
n. Lakukan kecepatan cairan IV. Untuk menstimulasi miometrium bila perdarahan berlebihan
menetap dan uterus gagal untuk kontraksi.
(Doenges, 2001: 399)
7. Kelebihan volume cairan b.d perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan
pergantian cairan, efek-efek infus oksitosis, adanya HKK.
Hasil yang diharapkan:
 Menunjukkan TD dan nadi dalam batas normal.
 Bebas dari edema dan gangguan penglihatan.
 Bunyi napas bersih
Intervensi Rasional
a. Tinjau ulang riwayat HKK, prenatal dan intrapartal. Membantu menentukan kemungkinan
komplikasi serupa yang menetap.
b. Pantau tekanan darah dan nadi. Kelebihan beban sirkulasi dimanifestasikan dengan peningkatan
tekanan darah dan nadi.
c. Pantau masukan cairan. Menandakan kebutuhan cairan.
d. Kaji adanya lokasi dan adanya edema. Bahaya eklampsia atau kejang ada selama 7 jam tetapi
dapat terjadi secara actual.
e. Tes terhadap adanya proteinuria. Proteinuria pasca partum 1+ adalah normal.
f. Evaluasi keadaan neurologis klien Intoksikasi serebral.
g. Biarkan klien memantau berat badan setiap hari. Klien kehilangan 5 kg saat melahirkan.
h. Catat hasil tes asam urat. Hasil normal, seperti peningkatan asam urat.
i. Pasang kateter indwelling sesuai indikasi. Untuk memantau urin setiap jam.
j. Evaluasi terhadap sindrom. Sindrom HELLP adalah akibat pasca partum potensial dari HKK
dengan keterlibatan hepar atau hemoragi pembuluh darah hepatik.
k. Berikan manitol pada adanya HKK pada penurunan urine. Untuk klien dengan HKK, ancaman
gagal ginjal. (Doenges, 2001: 401)
8. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, efek-efek progesterone, dehidrasi, kelebihan analgesia,
kurang masukan, nyeri perineal.
Hasil yang diharapkan:
 Melakukan kembali kebiasaan defekasi yang biasanya atau optimal dalam 4 hari setelah
melahirkan.
Intervensi Rasional
a. Auskultasi adanya bising usus Mengevalusi fungsi usus
b. Kaji adanya hemoroid Menurunkan ukuran hemoroid, menghilangkan gatal dan
ketidaknyamanan, dan meningkatkan fasokontriksi lokal.
c. Berikan informasi diit yang tepat Merangsang eliminasi
d. Anjurkan peningkatan tingkat aktivitas dan ambulasi Membantu peningkatan peristaltik
e. Kaji episiotomi Edema berlebihan atau trauma perineal dengan laserasi derajat tiga dan keempat
dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan mencegah klien dari merelaksasi perineum, selama
pengosongan karena takut untuk terjadi cidera selanjutnya.
f. Berikan laksatif, pelunak feses, enema Untuk kembali ke kebiasaan defekasi normal dan
mencegah mengejan selama pengosongan (Doenges, 2001: 403)
9. Perubahan menjadi orang tua b.d kurang dukungan diantara atau dari orang terdekat, kurang
pengetahuan, adanya stressor.
Hasil yang diharapkan:
 Mengungkapkan masalah dan pertanyaan menjadi orang tua.
 Mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realities.
 Cara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat.
 Mengidentifikasi ketersediaan sumber-sumber.
Intervensi Rasionalk
a. Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan. Mengidentifikasi faktor-faktor resiko
potensial.
b. Perhatikan respon klien atau pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua.
Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua mungkin
dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.
c. Mulai asuhan keperawatan primer untuk ibu dan bayi saat di unit. Meningkatkan keperawatan
berpusat kepada keluarga.
d. Evaluasi sifat dari menjadi orang tua secara emosional. Peran menjadi orang tua dipelajari, dan
individu memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model peran.
e. Kaji keterampilan komunikasi interpersonal pasangan. Hubungan yang kuat dicirikan dengan
komunikasi.
f. Tinjau ulang catatan intrapartum. Persalinan lama dan sulit dapat secara sementara menurunkan
energi fisik dan emosional yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara
negatif mempengaruhi menyusui.
g. Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini. Adanya komplikasi ibu mempengaruhi kondisi
psikologi klien.
h. Evaluasi kondisi bayi. Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak seperti
bayi yang diharapkan.
i. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Banyak faktor mempengaruhi belajar individu.
j. Berikan kesempatan pendidkan formal. Membantu orang belajar dasar-dasar perawatan bayi.
k. Rujuk pada kelompok pendukung komunitas. Membantu meningkatkan peran menjadi orang
tua.
(Doenges, 2001: 404)
10. Gangguan pola tidur b.d respon hormonal dan psikologis, nyeri atau ketidaknyamanan, proses
persalinan dan kelahiran melelahkan
Hasil yang diharapkan:
 Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan
kebutuhan terhadap anggota baru
 Melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat
Intervensi Rasional
a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Persalinan yang lama dan sulit, khususnya
bila terjadi malam, meningkatkan tingkat kelelahan.
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat. Membantu meningkatkan istirahat dan
menurunkan rangsangan.
c. Berikan informasi tentang kebutuhan istirahat. Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk
tidur dengan bayi lebih awal serta tidur siang.
d. Beri informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI. Kelelahan dapat
mempengaruhi suplai ASI.
e. Kaji lingkungan rumah. Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak.
f. Berikan obat-obatan. Memungkinkan diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan tidur sesuai
kebutuhan.
(Doenges, 2001: 410)

11. Kurang pengetahuan b.d kurang pemajanan atau mengingat, kesalahan interpretasi, tidak
mengenal sumber-sumber.
Hasil yang diharapkan:
 Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan belajar individu.
 Melaporkan aktivitas atau prosedur yang perlu dengan benar dan menjelaskan alasan tersebut.
Intervensi Rasional
a. Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan
klien. Terdapat hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan tanggung
jawab, tugas dan aktifitas-aktifitas perawatan diri.
b. Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar. Periode paska natal merupakan pengalaman
positif bila penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan
ibu, maturasi dan kompetensi.
c. Mulai merencanakan penyuluhan tertulis dengan menggunakan format yang distandarisasi atau
ceklis. Membantu menstadarisasi informasi yang diterima orang tua dari anggota staf
d. Berikan informasi tentang peran program latihan paska partum progresif. Latihan membantu
tonus otot dan meningkatkan sirkulasi.
e. Berikan informasi tentang perawatan diri. Membantu mencegah infeksi.
f. Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi. Pasangan mungkin
memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan metode kontrasepsi.
g. Ketersediaan metode, termasuk keuntungan dan kerugian. Kenyataan bahwa kehamilan dapat
terjadi bahkan sebelum kunjungan minggu keenam.
h. Beri penguatan pemeriksaan paska partum minggu keenam dengan pemberian perawatan
kesehatan. Kunjungan tindak lanjut perlu untuk mengevaluasi pemulihan organ produktif.
i. Identifikasi masalah-masalah potensial yang memerlukan evaluasi dokter sebelum jadwal
kunjungan minggu keenam. Intervensi lanjut diperlukan sebelum kunjungan minggu keenam
untuk mencegah atau meminimalkan potensial komplikasi.
j. Diskusikan perubahan fisik dan psikologi yang normal. Status emosional klien mungkin kadang-
kadang labil pada saat ini dan sering dipengaruhi oleh kesejahteraan fisik.
k. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia. Meningkatkan kemandirian dan memberikan
dukungan untuk adapatasi pada perubahan multiple. (Doenges, 2001: 410)

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arief. et. al. 2001.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke - 2. Jilid I. Media
Aeusculapius. Jakarta.
Yayan A.Israr, Tengku A., Lestari., Apriani D. Perdarahan postpartum (Post Partum
Hemorrhagic); 2009
Doengoes, Marilyn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC.
David,T.Y Liu, 2008 . Muanual Plasenta Edisi 3.Egc: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai