Anda di halaman 1dari 9

HADIST TENTANG

TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK VIII

YESTIN ARMAYANI

2020010101030

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI

2023
A. Hadist Tentang Tanggung Jawab Pemimpin

1. H.R Al-Bukhari

‫َح َّد َثَنا ِإْس َم اِع يُل َح َّد َثِني َم اِلٌك َعْن َعْبِد ِهَّللا ْبِن ِد يَن اٍر َعْن َعْب ِد ِهَّللا ْبِن ُع َم َر‬
‫َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُهَم ا َأَّن َر ُس وَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َق اَل َأاَل ُك ُّلُك ْم َر اٍع‬
‫َو ُك ُّلُك ْم َم ْس ُئوٌل َعْن َر ِعَّيِتِه َفاِإْلَم اُم اَّلِذ ي َع َلى الَّناِس َر اٍع َو ُهَو َم ْس ُئوٌل َعْن‬
‫َر ِعَّيِت ِه َو الَّرُج ُل َر اٍع َع َلى َأْه ِل َبْيِت ِه َو ُه َو َم ْس ُئوٌل َعْن َر ِعَّيِت ِه َو اْلَم ْر َأُة‬

‫َر اِعَيٌة َع َلى َأْه ِل َبْيِت َز ْو ِج َها َوَو َلِدِه َو ِهَي َم ْس ُئوَلٌة َع ْنُهْم َو َعْبُد الَّرُج ِل َر اٍع‬
‫َع َلى َم اِل َسِّيِدِه َو ُهَو َم ْس ُئوٌل َع ْنُه َأاَل َفُك ُّلُك ْم َر اٍع َو ُك ُّلُك ْم َم ْس ُئوٌل َعْن َر ِعَّيِتِه‬
Telah menceritakan kepada kami [Ismail] Telah menceritakan kepadaku [Malik]
dari [Abdullah bin Dinar] dari [Abdullah bin Umar] radliallahu 'anhuma,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "ketahuilah Setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di
pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai
pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah
pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang
dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga
anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka,
dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai
pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung
jawab atas yang dipimpinnya." [Bukhari]

2. H.R Ahmad

‫َأُّيَم ا َر اٍع َغ َّش َرِع َّيَتُه َفُهَو ِفي الَّناِر‬


“Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka.” (HR.
Ahmad)

3. Q.s al-maidah [5] : 8


‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ُك ْو ُنْو ا َقَّو اِم ْيَن ِهّٰلِل ُش َهَد ۤا َء ِباْلِقْس ِۖط َو اَل َيْج ِر َم َّنُك ْم َشَنٰا ُن َقْو ٍم‬

‫َع ٰٓلى َااَّل َتْع ِد ُلْو اۗ ِاْع ِد ُلْو ۗا ُهَو َاْقَر ُب ِللَّتْقٰو ۖى َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َخ ِبْيٌۢر ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن‬

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena


Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil
karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

B. Pandangan Ulama Mengenai :


1. Hadist Bukhari No 6605

Hadis di atas berbicara tentang etika kepemimpinan dalam islam. Dalam


hadis ini dijelaskan bahwa etika paling pokok dalam kepemimpinan adalah
tanggun jawab. Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai
pemimpin. Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul
tanggung jawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri. Seorang
suami bertanggung jawab atas istrinya, seorang bapak bertangung jawab
kepada anak-anaknya, seorang majikan betanggung jawab kepada
pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab kepada bawahannya, dan
seorang presiden, bupati, gubernur bertanggung jawab kepada rakyat yang
dipimpinnya, dst.

Akan tetapi, tanggung jawab di sini bukan semata-mata bermakna


melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan dampak
(atsar) bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud
tanggung jawab di sini adalah lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin. Karena kata ra ‘a
sendiri secara bahasa bermakna gembala dan kata ra-‘in berarti
pengembala. Ibarat pengembala, ia harus merawat, memberi makan dan
mencarikan tempat berteduh binatang gembalanya. Singkatnya, seorang
penggembala bertanggung jawab untuk mensejahterakan binatang
gembalanya.

Tapi cerita gembala hanyalah sebuah tamsil, dan manusia tentu


berbeda dengan binatang, sehingga menggembala manusia tidak sama
dengan menggembala binatang. Anugerah akal budi yang diberikan allah
kepada manusia merupakan kelebihan tersendiri bagi manusia untuk
mengembalakan dirinya sendiri, tanpa harus mengantungkan hidupnya
kepada penggembala lain. Karenanya, pertama-tama yang disampaikan
oleh hadis di atas adalah bahwa setiap manusia adalah pemimpin yang
bertanggung jawab atas kesejahteraan dirinya sendiri. Atau denga kata
lain, seseorang mesti bertanggung jawab untuk mencari makan atau
menghidupi dirinya sendiri, tanpa mengantungkan hidupnya kepada orang
lain.

Pada dasarnya semua hal yang Allah ciptakan tidak tanpa alasan.
Apa saja yang Allah ciptakan memiliki maksud dan tujuan tertentu, salah
satunya ialah penciptaan manusia. Manusia adalah ciptaan Allah yang
paling sempurna. Memiliki akal pikiran dan hawa nafsu, selalu berbuat
baik meski terkadang terpengaruh berbuat hal-hal yang terlarang. Itu
merupakan bentuk kesempurnaan manusia. Tidak terlepas dari itu semua,
menjadi seorang pemimpin juga merupakan tujuan dari penciptaan
manusia.

Pemimpin adalah seseorang yang diberi amanah untuk memimpin


sekelompok orang yang lebih besar jumlahnya demi pencapaian satu atau
beberapa tujuan. Tak hanya sekedar masalah memimpin, lebih dari itu
pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan agar mampu mewujudkan
tujuannya menciptakan kehidupan bermasyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera lahir batin.

Taggung jawab seorang pemimpin memiliki keterkaitan yang erat


dengan kewajiban yang diembannya. Makin tinggi kedudukannya di
masyarakat, makin tinggi pula tanggung jawabnya. Setiap manusia yang
menyadari dan memahami betapa urgennya tanggung jawab seorang
pemimpin, tidak akan semena-mena terhadap apa yang dipimpinnya dan
tidak ada seorangpun mampu melepaskan diri dari tanggungjawabnya. Dia
harus benar-benar waspada dan hati-hati, bersikap adil, bijaksana dalam
melaksanakan amanahnya karena kelak setiap pemimpin akan dimintai
pertanggungjawabannya, oleh Allah. Setiap manusia adalah pemimpin
yang akan ditanya dan harus mempertanggungjawabkan nanti di akhirat
setiap hal atas kepemimpinannya. Kelak semua manusia oleh Allah akan
dimintai pertanggungjawaban terhadap apa saja yang mereka pimpin.
Seorang pemimpin rakyat akan dimintai pertanggungjawaban terhadap
rakyatnya. Seorang suami akan dimintai pertanggungjawaban terhadap
anak istrinya. Sebaliknya istri akan ditanya tentang rumah suami dan anak-
anaknya. Budak yang juga ditanya mengenai harta para tuannya.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadist-hadist di bawah ini tentang
bagaimana setiap pemimpin akan dimintai
pertanggungjawabannya, oleh Allah SWT.

Dengan demikian, karena hakekat kepemimpinan adalah tanggung


jawab dan wujud tanggung jawab adalah kesejahteraan, maka bila orang
tua hanya sekedar memberi makan anak-anaknya tetapi tidak memenuhi
standar gizi serta kebutuhan pendidikannya tidak dipenuhi, maka hal itu
masih jauh dari makna tanggung jawab yang sebenarnya. Demikian pula
bila seorang majikan memberikan gaji prt (pekerja rumah tangga) di
bawah standar ump (upah minimu provinsi), maka majikan tersebut belum
bisa dikatakan bertanggung jawab.

Begitu pula bila seorang pemimpin, katakanlah presiden, dalam


memimpin negerinya hanya sebatas menjadi “pemerintah” saja, namun
tidak ada upaya serius untuk mengangkat rakyatnya dari jurang
kemiskinan menuju kesejahteraan, maka presiden tersebut belum bisa
dikatakan telah bertanggung jawab. Karena tanggung jawab seorang
presiden harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang berpihak pada
rakyat kecil dan kaum miskin, bukannya berpihak pada konglomerat dan
teman-teman dekat. Oleh sebab itu, bila keadaan sebuah bangsa masih
jauh dari standar kesejahteraan, maka tanggung jawab pemimpinnya masih
perlu dipertanyakan.

2. Pandangan Ulama Hadist Ahmad

Kejujuran adalah modal yang paling mendasar dalam sebuah


kepemimpinan. Tanpa kejujuran, kepemimpinan ibarat bangunan tanpa
fondasi, dari luar nampak megah namun di dalamnya rapuh dan tak bisa
bertahan lama. Begitu pula dengan kepemimpinan, bila tidak didasarkan
atas kejujuran orang-orang yang terlibat di dalamnya, maka jangan harap
kepemimpinan itu akan berjalan dengan baik. Namun kejujuran di sini
tidak bisa hanya mengandalakan pada satu orang saja, kepada pemimpin
saja misalkan. Akan tetapi semua komponen yang terlibat di dalamnya,
baik itu pemimpinnya, pembantunya, staf-stafnya, hingga struktur yang
paling bawah dalam kepemimpnan ini, semisal tukang sapunya, harus
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Hal itu karena tidak sedikit dalam
sebuah kepemimpinan, atau sebuah organisasi, terdapat pihak yang jujur
namun juga terdapat pihak yang tidak jujur. Bila pemimpinnya jujur
namun staf-stafnya tidak jujur, maka kepemimpinan itu juga akan rapuh.
Begitu pula sebaliknya.

Namun secara garis besar, yang sangat ditekankan dalam hadis ini
adalah seorang pemimpin harus memberikan suri tauladan yang baik
kepada pihak-pihak yang dipimpinnya. Suri tauladan ini tentunya harus
diwujudkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan
pemimpin yang tidak menipu dan melukai hati rakyatnya. Pemimpin yang
menipu dan melukai hati rakyat, dalam hadis ini disebutkan, diharamkan
oleh allah untuk mengninjakkan kaki si sorga. Meski hukuman ini nampak
kurang kejam, karena hanya hukuman di akhirat dan tidak menyertakan
hukuman di dunia, namun sebenarnya hukuman “haram masuk sorga” ini
mencerminkan betapa murkanya allah terhadap pemimpin yang tidak jujur
dan suka menipu rakyat.

3. Pandangan Ulama Surah Al- Maidah[5] : 8

Dalam buku Tafsir Imam Syafii (Almahira: 2008), Syeikh Ahmad Mustofa
menuliskan bahwa ayat ini berkaitan tentang kesaksian yang adil untuk semua
pihak. Pelajaran yang bisa dipetik dari ayat 8 surat Al Maidah adalah jika
seseorang sudah ditetapkan menjadi saksi, maka ia wajib menyatakan kebenaran
dengan sebaik-baiknya.

Dirinya tak boleh memberikan kesaksian palsu, meskipun terdapat


kesalahan dari pihak keluarga atau kerabatnya. Seseoang yang sudah menjadi
saksi harus bisa jujur mengutarakan kebenaran tanpa ada yang ditutupi.

Maka sebagai pemimpin dalam status dan kedudukan kita masing-


masing, wajib bagi kita untuk berlaku adil. Janganlah karena dorongan cinta
dan kasih s ayang, lantas kita berlaku zalim. Jangan juga karena rasa tidak
suka, rasa benci yang tidak beralasan, kemudian kita berlaku tidak adil.

Suami yang tidak adil akan membuat istrinya durhaka. Orang tua yang
tidak adil akan membuat anak-anaknya celaka. Pemuda yang tidak adil akan
membuat dirinya sengsara. Pemimpin yang tidak adil, akan membuat
rakyatnya murka. Dan hukum yang tidak adil akan membuat negeri jadi neraka.

Pertikaian dan permusuhan yang kita rasakan, sesungguhnya berawal


dari rasa keadilan yang ternoda. Kalau istri polisi tidak pakai helm, tidak
punya SIM, dibebaskan begitu saja. Jika anak didiknya yang tampil pada
sebuah festival, walaupun biasa-biasa saja, akan dimenangkan menjadi juara.
Demikian pula, apabila anaknya salah, selalu dibenarkan. Apabila calonnya
kalah, dituduh kecurangan. Apabila kawan mendapat promosi, dibilang ambil
muka. Begitulah seterusnya.
Kita perlu kembali kepada amalan Qur’an. Marilah kita mulai keadilan
ini dari diri pribadi kita. Tanamkan kepada anak-cucu dan kemenakan kita.
Jika dalam lingkungan kecil sebuah kepemimpinan kita telah terlatih untuk
berbuat adil, menerima perlakuan yang adil, insya Allah, kita akan menjadi
orang yang bahagia. Baik di dunia ini, lebih-lebih diakhirat kelak.

Dan menjadi pemimpin kita harus bercermin dan mengambil cara strategi
Rasulullah dalam memimpin dan mengemban amanah. Yaitu selalu
mengutamakan kepentingan rakyat dan mengutamakan akhlakulkarimah dalam
memimpin. Seperti ini pemimpin yang sesuai dengan konsep Al-Qur`an dan
dinanti nantikan oleh masnyarakat. Aamiin ya Rabbal Alamin.

Nilai-nilai yang terkandung dalam hadist dan ayat :

1. 1. Keadilan: Seorang pemimpin diharapkan adil dalam mengambil


keputusan dan memperlakukan semua orang dengan adil, tanpa memihak
atau mendiskriminasi. Keadilan adalah salah satu nilai utama dalam
kepemimpinan Islam. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim,
Rasulullah Muhammad saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah akan
menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya."
Pemimpin yang adil mendapatkan dukungan dan pertolongan dari Allah.
2. Amanah: Pemimpin diharapkan bertanggung jawab atas posisinya dan
memegang amanah dengan baik. Mereka harus mengelola sumber daya
dan kekuasaan yang diberikan kepada mereka dengan penuh integritas dan
menjaga kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat. Rasulullah
Muhammad saw. bersabda dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan
Muslim: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung
jawab atas kepemimpinannya."
3. Kepedulian terhadap rakyat: Pemimpin yang baik harus memperhatikan
kebutuhan dan kesejahteraan rakyatnya. Mereka harus bekerja untuk
kepentingan umum dan menjaga kesejahteraan masyarakat di bawah
kepemimpinannya. Dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 83, Allah
SWT mengingatkan pemimpin untuk berbuat kebajikan dan saling
berkasih sayang: "Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji darimu
(wahai Bani Israil): janganlah kamu menumpahkan darahmu sendiri, dan
janganlah kamu mengusir sebagian sebagianmu dari kampung halamanmu
sendiri. Kemudian kamu membenarkan (perbuatan itu) padahal dalam hal
itu kamu memberi persaksian. Lalu kamu adalah mereka yang membunuh
diri sendiri dan mengusir sebagian sebagianmu dari kampung halamanmu
sendiri, dan kamu saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan di
muka bumi. Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: Hai
kaumku, sesungguhnya Allah mengutus seorang Nabi kepada kamu dan
barangsiapa yang menjumpainya, maka sesungguhnya ia sudah datang
kepada kamu dengan membawa bukti (mukjizat) dari Allah."
4. Kepemimpinan yang bijaksana: Seorang pemimpin harus memiliki
kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan dan tindakan yang
dilakukan. Mereka harus mempertimbangkan nasihat dari berbagai pihak
sebelum mengambil keputusan yang memengaruhi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai