Anda di halaman 1dari 14

10 Kriteria Pemimpin Menurut Islam ::

Setiap manusia yang terlahir dibumi dari yang pertama hingga yang terakhir adalah seorang pemimpin,
setidaknya ia adalah seorang pemimpin bagi dirinya sendiri. Bagus tidaknya seorang pemimpin pasti
berimbas kepada apa yang dipimpin olehnya. Karena itu menjadi pemimpin adalah amanah yang harus
dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut,karena kelak Allah akan meminta
pertanggung jawaban atas kepemimpinannya itu. Dalam Islam sudah ada aturan-aturan yang berkaitan
tentang pemimpin yang baik diantaranya :
1. Beriman dan Beramal Shaleh
Ini sudah pasti tentunya. Kita harus memilih pemimpin orang yang beriman, bertaqwa, selalu
menjalankan perintah Allah dan rasulnya. Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa kepada
kehidupan yang damai, tentram, dan bahagia dunia maupun akherat. Disamping itu juga harus yang
mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk amal soleh.
2. Niat yang Lurus
Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan
dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya
atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya
tersebut
Karena itu hendaklah menjadi seorang pemimpin hanya karena mencari keridhoan ALLAH saja dan
sesungguhnya kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan
kemuliaan.
3. Laki-Laki
Dalam Al-qur'an surat An nisaa' (4) :34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah pemimpin dari kaum
wanita.
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian
mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta
suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang
wanita.(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya).
4. Tidak Meminta Jabatan
Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahuanhu,
Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya
jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung
jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka
kamu akan dibantu untuk menanggungnya. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
5. Berpegang pada Hukum Allah
Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin.
Allah berfirman,
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (al-Maaidah:49).
6. Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah bersabda,
Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat

dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh
kezhalimannya. (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
7. Menasehati rakyat
Rasulullah bersabda,
Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh
dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka
(rakyatnya).
8. Tidak Menerima Hadiah
Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud
tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati.Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin
menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda,
Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan. (Riwayat Thabrani).
9. Tegas
ini merupakan sikap seorang pemimpin yang selalu di idam-idamkan oleh rakyatnya. Tegas bukan berarti
otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah serta
melaksanakan aturan hukum yang sesuai dengan Allah, SWT dan rasulnya.
10. Lemah Lembut
Doa Rasullullah :
"Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan
barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka
berlemah lembutlah kepadanya"
Selain poin- poin yang ada di atas seorang pemimpin dapat dikatakan baik bila ia memiliki STAF. STAF
disini bukanlah staf dari pemimpin, melainkan sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tersebut. STAF
yang dimaksud di sini adalah Sidiq(jujur), Tablig(menyampaikan), amanah(dapat dipercaya),
fatonah(cerdas)
Sidiq itu berarti jujur.
Bila seorang pemimpin itu jujur maka tidak adalagi KPK karena tidak adalagi korupsi yang terjadi dan
jujur itu membawa ketenangan, kitapun diperintahkan jujur walaupun itu menyakitkan.Tablig adalah
menyampaikan, menyampaikan disini dapat berupa informasi juga yang lain. Selain menyampaikan
seorang pemimpin juga tidak boleh menutup diri saat diperlukan rakyatnya karena Rasulullah bersabda,
Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan
kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan
kemiskinannya. (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
Amanah berarti dapat dipercaya. Rasulullah bersabda,
Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka. (Riwayat
Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).
Karena itu seorang pemimpin harus ahli sehingga dapat dipercaya.Fatonah ialah cerdas. Seorang
pemimpin tidak hanya perlu jujur, dapat dipercaya, dan dapat menyampaikan tetapi juga cerdas. Karena
jika seorang pemimpin tidak cerdas maka ia tidak dapat menyelesaikan masalah rakyatnya dan ia tidak
dapat memajukan apa yang dipimpinnya.
Setelah kita mengetahui sebagian ciri- ciri pemimpin menurut islam. Marilah kita memilih dan membuat
diri kita mendekati bahkan jika bisa menjadi seperti ciri- ciri pemimpin diatas karena kita merupakan
Mahasiswa dan sebagai penerus bangsa.

Kepemimpinan dalam Islam : Cermin Pribadi Rasulullah

Pemimpin adalah seseorang yang diberi kedudukan tertentu dan dan bertindak sesuai dengan
kedudukannya tersebut. Pemimpin juga adalah seorang ahli dalam organisasi / masyarakat yang
diharapkan menggunakan pengaruh dalam melaksana dan mencapai visi dan misi institusi / lembaga
yang dipimpinnya. Dia adalah memimpin dan bukan menggunakan kedudukan untuk memimpin.
Sedangkan kepemimpinan adalah suatu peranan dan proses mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan
Menurut Islam Kepemimpinan dalam Islam merupakan usaha menyeru manusia kepada amar makruf
nahi mungkar, menyeru berbuat kebaikan dan melarang manusia berbuat keburukan. Kepemimpinan
Islam adalah perwujudan dari keimanan dan amal saleh. Oleh karena itu seorang pemimpin yang
mementingkan diri, kelompok, keluarga, kedudukannya dan hanya bertujuan untuk kebendaan,
penumpukan harta, bukanlah kepemimpinan Islam yang sebenarnya meskipun si pemimpin tersebut
beragama Islam, berlabelkan Islam. Sebagaimana dipahami, bahwa tidak semua orang layak, mampu
atau berhak memimpin. Kepemimpinan adalah bagi dia atau mereka yang layak dan berhak saja.
Sejumlah pendapat mengatakan bahwa dianggap telah melakukan satu pengkhianatan terhadap
agama apabila diangkat seorang pemimpin yang tidak layak. Di dalam Islam, pemimpin kadangkala
disebut imam tapi juga khalifah. Dalam shalat berjamaah, imam berarti orang yang didepan. Secara
harfiyah, imam berasal dari kata amma, yaummu yang artinya menuju, menumpu dan meneladani.
Ini berarti seorang imam atau pemimpin harus selalu didepan guna memberi keteladanan atau
kepeloporan dalam segala bentuk kebaikan. Disamping itu, pemimpin disebut juga dengan khalifah
yang berasal dari kata khalafa yang berarti di belakang, karenanya khalifah dinyatakan sebagai
pengganti karena memang pengganti itu dibelakang atau datang sesudah yang digantikan. Kalau
pemimpin itu disebut khalifah, itu artinya ia harus bisa berada di belakang untuk menjadi pendorong
diri dan orang yang dipimpinnya untuk maju dalam menjalani kehidupan yang baik dan benar
sekaligus mengikuti kehendak dan arah yang dituju oleh orang yang dipimpinnya kearah kebenaran
Kepemimpinan Rasulullah Kepemimpinan Rasulullah s.a.w. merupakan contoh terbaik dalam
menghayati nilai-nilai kepemimpinan . Baginda telah meletakkan kepentingan umat Islam mengatasi
segala kepentingan diri dan keluarga. Sifat-sifat kepemimpinan yang dihayati dan ditonjolkan baginda
telah menjadi rujukan para pengikut beliau di sepanjang zaman dan setiap generasi. Rasulullah SAW
telah memberikan gambaran yang sangat rinci bagaimana beliau bersikap sebagai seorang pemimpin;
tidak pamer kemewahan dan tidak pula angkuh dengan jabatan yang beliau sandang. Sebaliknya
Rasulullah SAW senantiasa menampilkan sikap keramahannya kepada umatnya, menyebarkan salam,
menyantuni yang kecil, menghormati yang tua, peduli pada sesama dan selalu tunduk dan takut
kepada Allah SWT. Dzat yang telah memberikan tugas dan tanggung jawab ke pundaknya. Meskipun
Beliau telah wafat ribuan tahun yang lalu, tetapi pengaruhnya tetap abadi hingga sekarang, tidak
lapuk dimakan zaman dan tidak lekang dimakan usia. Kepemimpinan adalah pengaruh. Makin kuat
kepemimpinan seseorang, akan makin kuat pula pengaruhnya. Begitu pula dengan Rasulullah. Lalu,
pemimpin seperti apakah Rasulullah saw. sehingga pengaruhnya bisa menembus relung hati kita?
Siang malam kita merindukan berjumpa dengan Beliau sehingga rela berdesak-desakan di raudhah
(sebuah ruang dekat mimbar Masjid Nabawi di Madinah) sekalipun. Jawaban dari semua itu ternyata,
pertama, sebelum memimpin orang lain, Rasulullah saw. selalu mengawali dengan memimpin dirinya
sendiri. Beliau pimpin matanya sehingga tidak melihat apa pun yang akan membusukkan hatinya.
Rasulullah memimpin tutur katanya sehingga tidak pernah berbicara kecuali kata-kata benar, indah,
dan padat akan makna. Rasulullah pun memimpin nafsunya, keinginannya, dan memimpin
keluarganya dengan cara terbaik sehingga Beliau mampu memimpin umat dengan cara dan hasil yang
terbaik pula. Sayang, kita sangat banyak menginginkan kedudukan, jabatan, dan kepemimpinan.
Padahal, untuk memimpin diri sendiri saja kita sudah tidak sanggup. Itulah yang menyebabkan
seorang pemimpin tersungkur menjadi hina. Tidak pernah ada seorang pemimpin jatuh karena orang
lain. Seseorang hanya jatuh karena dirinya sendiri. Kedua, Rasulullah saw. memperlihatkan
kepemimpinannya tidak dengan banyak menyuruh atau melarang. Beliau memimpin dengan suri
teladan yang baik. Pantaslah kalau keteladannya diabadikan dalam Alquran, Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.S. Alahzab: 21). Dalam
kehidupannya, Rasulullah saw. senantiasa melakukan terlebih dahulu apa yang ia perintahkan kepada
orang lain. Keteladanan ini sangat penting karena sehebat apa pun yang kita katakan tidak akan
berharga kecuali kalau perbuatan kita seimbang dengan kata-kata. Rasulullah tidak menyuruh orang
lain sebelum menyuruh dirinya sendiri. Rasulullah tidak melarang sebelum melarang dirinya. Kata dan
perbuatannya amat serasi sehingga setiap kata-kata diyakini kebenarannya. Efeknya, dakwah Beliau
punya kekuatan ruhiah yang sangat dahsyat. Dalam Alquran Allah Azza wa Jalla berfirman, Amat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan (QS
Ashshaf: 3). Ketiga, kepemimpinan Rasulullah tidak hanya menggunakan akal dan fisik, tetapi Beliau

memimpin dengan kalbunya. Hati tidak akan pernah bisa disentuh kecuali dengan hati lagi. Dengan
demikian, yang paling dibutuhkan oleh manusia adalah hati nurani, karena itulah yang tidak dimiliki
oleh makhluk lain. Rasulullah menabur cinta kepada sahabatnya sehingga setiap orang bisa
merasakan tatapannya dengan penuh kasih sayang, tutur katanya yang rahmatan lil alaamiin, dan
perilakunya yang amat menawan. Seorang pemimpin yang hatinya hidup akan selalu merindukan
kebaikan, keselamatan, kebahagiaan bagi yang dipimpinnya. Sabda Rasulullah saw. Sebaik-baik
pemimpin kalian ialah yang kalian mencintainya dan dia mencintai kalian. Dia mendoakan kebaikan
kalian dan kalian mendoakannya kebaikan. Sejelek-jelek pemimpin kalian ialah yang kalian
membencinya dan ia membenci kalian. Kalian mengutuknya dan ia mengutuk kalian. Pemimpin yang
baik adalah pemimpin yang bisa berkhidmat dengan tulus dan menafkahkan jiwa raganya untuk
kemaslahatan umat. Ia berkorban dengan mudah dan ringan karena merasa itulah kehormatan
menjadi pemimpin, bukan mengorbankan orang lain. pemimpin memiliki kedudukan yang sangat
penting, karenanya siapa saja yang menjadi pemimpin tidak boleh dan jangan sampai
menyalahgunakan kepemimpinannya untuk hal-hall yang tidak benar. Karena itu, para pemimpin dan
orang-orang yang dipimpin harus memahamii hakikat kepemimpinan dalam pandangan Islam yang
secara garis besar dalam lima lingkup. 1. Tanggung Jawab, Bukan Keistimewaan. Ketika seseorang
diangkat atau ditunjuk untuk memimpin suatu lembaga atau institusi, maka ia sebenarnya
mengemban tanggung jawab yang besar sebagai seorang pemimpin yang harus mampu
mempertanggungjawabkannya,. Bukan hanya dihadapan manusia tapi juga dihadapan Allah Swt. Oleh
karena itu, jabatan dalam semua level atau tingkatan bukanlah suatu keistimewaan sehingga seorang
pemimpin atau pejabat tidak boleh merasa menjadi manusia yang istimewa sehingga ia merasa harus
diistimewakan dan ia sangat marah bila orang lain tidak mengistimewakan dirinya. Contoh lain, ketika
Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang cemerlang datang ke sebuah pasar untuk mengetahui
langsung keadaan pasar, maka ia datang sendirian dengan penampilan biasa, bahkan sangat
sederhana sehingga ada yang menduga kalau ia seorang kuli panggul lalu orang itupun menyuruhnya
untuk membawakan barang yang tak mampu dibawanya. Umar membawakan barang orang itu
dengan maksud menolongnya, bukan untuk mendapatkan upah. Namun ditengah jalan, ada orang
memanggilnya dengan panggilan yang mulia sehingga pemilik barang yang tidak begitu
memperhatikannya menjadi memperhatikan siapa orang yang telah disuruhnya membawa barangnya.
Setelah ia tahu bahwa Umar sang khalifah yang disuruhnya, iapun meminta maaf, namun Umar
merasa hal itu bukanlah suatu kesalahan. Karena kepemimpinan itu tanggung jawab atau amanah
yang tiodak boleh disalahgunakan, maka pertanggungjawaban menjadi suatu kepastian, Rasulullah
Saw bersabda: Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban
tentang kepemimpinan kamu (HR. Bukhari dan Muslim) 2. Pengorbanan, Bukan Fasilitas Menjadi
pemimpin atau pejabat bukanlah untuk menikmati kemewahan atau kesenangan hidup dengan
berbagai fasilitas duniawi yang menyenangkan, tapi justru ia harus mau berkorban dan menunjukkan
pengorbanan, apalagi ketika masyarakat yang dipimpinnya berada dalam kondisi sulit dan sangat
sulit. Karenanya dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz sebelum menjadi
khalifah menghabiskan dana untuk membeli pakaian yang harganya 400 dirham, tapi ketika ia
menjadi khalifah ia hanya membeli pakaian yang harganya 10 dirham, hal ini ia lakukan karena
kehidupan yang sederhana tidak hanya harus dihimbau, tapi harus dicontohkan langsung kepada
masyarakatnya. Karena itu menjadi terasa aneh bila dalam anggaran belanja negara atau propinsi dan
tingkatan yang dibawahnya terdapat anggaran dalam puluhan bahkan ratusan juta untuk membeli
pakaian bagi para pejabat, padahal ia sudah mampu membeli pakaian dengan harga yang mahal
sekalipun dengan uangnya sendiri sebelum ia menjadi pemimpin atau pejabat. 3. Kerja Keras, Bukan
Santai. Para pemimpin mendapat tanggung jawab yang besar untuk menghadapi dan mengatasi
berbagai persoalan yang menghantui masyarakat yang dipimpinnya untuk Selanjutnya mengarahkan
kehidupan masyarakat untuk bisa menjalani kehidupan yang baik dan benar serta mencapai kemajuan
dan kesejahteraan. Untuk itu, para pemimpin dituntut bekerja keras dengan penuh kesungguhan dan
optimisme. Saat menghadapi krisis ekonomi, Khalifah Umar bin Khattab membagikan sembako (bahan
pangan) kepada rakyatnya. Meskipun sore hari ia sudah menerima laporan tentang pembagian yang
merata, pada malam hari, saat masyarakat sudah mulai tidur, Umar mengecek langsung dengan
mendatangi lorong-lorong kampung, Umar mendapati masih ada rakyatnya yang masuk batu sekedar
untuk memberi harapan kepada anaknya yang menangis karena lapar akan kemungkinan
mendapatkan makanan. Meskipun malam sudah semakin larut, Umar pulang ke rumahnya dan
ternyata ia memanggul sendiri satu karung bahan makanan untuk diberikan kepada rakyatnya yang
belum memperolehnya. 4. Kewenangan Melayani, Bukan Sewenang-Wenang. Pemimpin adalah
pelayan bagi orang yang dipimpinnya, karena itu menjadi pemimpin atau pejabat berarti
mendapatkan kewenangan yang besar untuk bisa melayani masyarakat dengan pelayanan yang lebih

baik dari pemimpin sebelumnya, Rasulullah Saw bersabda: Pemimpin suatu kaum adalah pelayan
mereka (HR. Abu Naim) Oleh karena itu, setiap pemimpin harus memiliki visi dan misi pelayanan
terhadap orang-orang yang dipimpinnya guna meningkatkan kesejahteraan hidup, ini berarti tidak ada
keinginan sedikitpun untuk menzalimi rakyatnya apalagi menjual rakyat, berbicara atas nama rakyat
atau kepentingan rakyat padahal sebenarnya untuk kepentingan diri, keluarga atau golongannya. Bila
pemimpin seperti ini terdapat dalam kehidupan kita, maka ini adalah pengkhianat yang paling besar,
Rasulullah Saw bersabda: Khianat yang paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan
rakyatnya (HR. Thabrani). 5. Keteladanan dan Kepeloporan, Bukan Pengekor. Dalam segala bentuk
kebaikan, seorang pemimpin seharusnya menjadi teladan dan pelopor, bukan malah menjadi
pengekor yang tidak memiliki sikap terhadap nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Ketika seorang
pemimpin menyerukan kejujuran kepada rakyat yang dipimpinnya, maka ia telah menunjukkan
kejujuran itu. Ketika ia menyerukan hidup sederhana dalam soal materi, maka ia tunjukkan
kesederhanaan bukan malah kemewahan. Masyarakat sangat menuntut adanya pemimpin yang bisa
menjadi pelopor dan teladan dalam kebaikan dan kebenaran. Sebagai seorang pemimpin, Rasulullah
Saw tunjukkan keteladanan dan kepeloporan dalam banyak peristiwa. Ketika Rasulullah Saw
membangun masjid Nabawi di Madinah bersama para sahabatnya, beliau tidak hanya menyuruh dan
mengatur atau tunjuk sana tunjuk sini, tapi beliau turun langsung mengerjakan hal-hal yang bersifat
teknis sekalipun. Beliau membawa batu bata dari tempatnya ke lokasi pembangunan sehingga ketika
para sahabat yang lebih muda dari beliau sudah mulai lelah dan beristirahat, Rasul masih terus saja
membawanya meskipun ia juga nampak lelah. Karena itu seorang sahabat bermaksud mengambil
batu yang dibawa oleh nabi agar ia yang membawanya, tapi nabi justeru menyatakan: kalau kamu
mau membawa batu bata, disana masih banyak batu yang bisa engkau bawa, yang ini biar tetap aku
yang membawanya. Karenanya para sahabat tetap dan terus bersemangat dalam proses
penyelesaian pembangunan masjid Nabawi. selanjutnya kriteria apa saja yang dapat kita gunakan
untuk menguji sudah sejauh mana kita mampu meniru gaya kepemimpinan Rasulullah SAW tersebut?
Setiap masa kita selalu mendambakan seseorang yang menjadi panutan yang paling ideal bagi kita.
Kita masih perlu belajar untuk mengevaluasi sudah sejauh mana kita mampu mengikuti jejak
Rasulullah itu. Disini, penulis ingin mengetengahkan beberapa prinsip kepemimpinan dalam Islam
sekaligus menyertakan beberapa kriteria sebagai bahan evaluasi bagi para pemimpin. Penulis hanya
akan membatasi pada lima prinsip saja mengingat keterbatasan waktu dan ruang. Tentunya, yang
menjadi sandaran penulis dalam mengangkat prinsip-prinsip kepemimpin ini dengan mengacu kepada
kepemimpinan Muhammad Rasulullah SAW. Prinsip kepemimpinan Rasulullah SAW tersebut antara
lain: Pertama, bertanggung jawab. Rasulullah SAW senantiasa berpegang kepada aturan yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT. Segala sesuatu yang beliau lakukan hanyalah karena Allah SWT semata.
Tugas, pangkat dan jabatan tersebut datangnya jua dari Allah SWT, maka kepada Allah SWT pulalah
kita mempertanggungjawabkannya. Tatkala suatu perintah dari Allah datang kepada Muhammad
SAW, maka beliaupun segera menjalankan perintah tersebut sekaligus menyampaikannya kepada
seluruh umat manusia. Inilah yang disebut dengan bentuk pengabdian seorang hamba yang paling
tinggi. Beliau tak pernah menunda-nunda dalam urusan mengerjakan perintah Allah SWT. Sudah
tentu pula bahwa tingkat kepatuhan seorang hamba yang paling rendah itu adalah dengan menundanunda pekerjaan yang diberikan kepadanya. Tingkatan kedua adalah mengerjakan perintah Allah SWT
tersebut, tapi masih diikuti oleh rasa ragu-ragu. Dan Rasulullah SAW terhindar dari dua sikap yang
terakhir ini. Sekali lagi, tingkat kepatuhan seorang hamba itu akan terlihat manakala ia mengerjakan
perintah Allah SWT tersebut dengan hati yang gembira, dan kegembiraan itu muncul dari dalam
hatinya sendiri. Kita harus bercita-cita dan berusaha untuk meraih tingkat kepatuhan kepada Allah
SWT dengan tingkat kapatuhan yang paling tinggi sebagaimana yang telah diraih oleh Rasulullah
SAW. Kedua, rendah hati. Para pemimpin saat ini cenderung memperlihatkan perhatiannya terhadap
kekuasaan dan kakayaan dari pada memperhatikan etika dan moral, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai
kemanusiaan, tak terkecuali pemimpin Muslim, semuanya sama saja. Pada kenyataannya, banyak
diantara pemimpin Muslim itu yang angkuh, sombong dan tak tahu diri. Sungguh sangat naif sekali
bagi para pemimpin yang berfikir semacam ini. Rasulullah SAW membuat standar kepemimpinan
tersebut berdasarkan kebutuhan, bukan berdasarkan pada hasrat atau keinginan untuk meraih
sebuah status, pangkat atau jabatan. Dari beberapa contoh diatas tadi, kita dapat mengevaluasi gaya
kepemimpinan kita. Baik sebagai pemimpin di masyarakat sekitar atau pemimpin suatu bangsa.
Adakah kepemimpinan kita tersebut seimbang antara kemauan yang kita miliki dan kemampuan yang
ada pada diri kita? Bila kita merasa tak mampu, maka berikanlah kesempatan kepada mereka yang
lebih mampu untuk menjadi pemimpin itu. Ketiga, senantiasa mencari dan berbagi ilmu. Rasulullah
SAW tidak pernah berhenti dan menyerah dalam mencari dan menuntut ilmu. Rasulullah SAW
mengajarkan kepada kita bahwa ilmu tersebut harus senantiasa dikejar dan dicari. Bagaimana kita

bisa mengaplikasikan kriteria ini dalam kepemimpinan modern sekarang? Salah satu bentuk ilmu
pengetahuan yang sangat berkembang dengan pesatnya saat ini adalah teknologi dan informasi.
Sebagai seorang Muslim, kita harus menyadari adanya revolusi teknologi ini. Masyarakat Muslim saat
ini boleh dibilang masyarat yang gagap teknologi. Dalam menyikapi persoalan masyarakat Muslim
yang dinilai gagap teknologi ini, muncul beberapa perbedaan pandangan di tengah masyarakat baik
secara individu, kelompok, organisasi atau institusi. Disini perlu dialog yang membangun untuk bisa
saling bertukar ilmu pengetahuan, menumbuhkan sikap saling menghargai dari berbagai sudut
pandang yang bervarisi, menentukan agenda kerja yang jelas serta bekerja sama secara sehat dalam
rangka memahami risalah yang telah diembankan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Sungguh
sangat jarang sekali diantara kita yang mengklaim memiliki ilmu pengetahuan tentang Islam secara
mendalam. Karena itu alangkah indahnya bila kita mau berbagi ilmu dalam area yang lebih spesifik
lagi, misalnya dalam perkara yang berkaitan langsung sesama manusia, seperti, bagaimana
pendekatan seorang Muslim dalam masalah transaski keuangan. Kriteria lain yang akan muncul
adalah bagaimana kita mendemonstrasikan Islam ketika kita berhubungan dengan orang lain. Entah
itu dengan bawahan atau atasan kita, klien kita, tetangga dan sebagainya. Barangkali salah satu cara
yang paling baik untuk berbagi ilmu tersebut adalah dengan mengekspresikannya melalui profesi kita
masing-masing, baik sebagai seorang dokter di rumah sakit atau seorang peneliti di laboratorium dan
lain sebagainya. Keempat, mau mendengarkan dan tanggap situasi. Kita lihat bagaimana Rasulullah
SAW bersikap dalam mengambil sebuah keputusan. Banyak orang yang datang kepada Rasulullah
SAW untuk mengadu. Namun sebelum beliau mengeluarkan suatu keputusan, terlebih dahulu beliau
mencari informasi yang lebih banyak lagi. Keputusan dari Rasulullah SAW baru akan keluar setelah
beliau merasa cukup dan memahami persoalan dan situasi yang dihadapinya. Keinginan untuk mau
mendengarkan orang lain, dan memahami apa yang didengar serta mengeluarkan keputusan tersebut
sesuai dengan ketetapan Alquran dan syariah, merupakan kriteria yang telah diterapkan oleh
Rasulullah SAW dalam kehidupannya. Dan tanggap situasi tidak selamanya berati memberikan solusi
terhadap suatu persoalan pada saat itu juga. Akan tetapi, memberikan solusi atau mengeluarkan
keputusan setelah mengumpulkan beberapa informasi yang cukup terlebih dahulu. Kelima,
membangkitkan semangat orang lain. Salah satu kualitas Rasulullah SAW yang paling indah adalah
sikap lemah lembut dan kehalusan budi pekertinya serta komitmennya untuk mengangkat harkat dan
martabat manusia. Pokok ajaran Islam itu universal dan diakui bahkan oleh kalangan non-Muslim
sekalipun. Dalam Islam, untuk menjadi seorang yang mampu mengendalikan roda kehidupan
masyarakat, haruslah berasal dari perasaan cinta dan kerinduan. Kita akan tahu bahwa kita adalah
pemimpin yang efektif bilamana masyarakat sudah percaya dengan diri mereka sendiri. Yang
membuat kita berdecak kagum dengan kepemimpinan Rasulullah SAW tersebut adalah dimana saat ini
tidak ada pemimpin yang mampu meniru gaya kepemimpinan Rasulullah SAW itu. Pada saat yang
sama, Rasul itu adalah seorang pakar sosiologi, pemimpin perang, pemimpin bertaraf internasional,
seorang menejer, kepala negara, ahli fisafat dan seorang visioner, hanya untuk menyebutkan
beberapa keahlian yang dimiliki Rasulullah SAW, dan masih banyak lagi yang tak dapat penulis
sebutkan satu per satu. Melalui Rasulullah ini jualah, kita bisa melihat bahwa Islam adalah agama
yang komprehensif. Dalam al-Qurn surah al-Ahzab ayat 21 , Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah
itu ada suri teladan yang baik bagi orang yang mengharapkan(rahmat / keridaan) Allah, dan
(kedatangan) Hari Akhirat dan dia banyak menyebut / mengingat Allah. Setiap orang memiliki
tanggung jawab kepemimpinan, seperti seorang ayah, guru, menejer di sebuah perusahaan, pimpinan
organisasi, buruh atau karyawan bahkan dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Islam adalah A
way of life yang tidak hanya terfokus pada persoalan ibadah semata, tapi Islam juga berkaitan
dengan semua urusan kehidupan manusia. Menjadi seorang pemimpin tak hanya mengerti terhadap
tugas dan tanggung jawab saja, namun lebih dari itu, sebagai seorang pemimpin kita juga dituntut
untuk memiliki adab dan memberikan contoh kehidupan seorang pemimpin yang layak dan patut
untuk ditiru oleh masyarakatnya.

Di dalam konsep (manhaj) Islam, pemimpin merupakan hal yang sangat final dan
fundamental. Ia menempati posisi tertinggi dalam bangunan masyarakat Islam. Dalam
kehidupan berjama'ah, pemimpin ibarat kepala dari seluruh anggota tubuhnya. Ia memiliki

peranan yang strategis dalam pengaturan pola (minhaj) dan gerakan (harakah).
Kecakapannya dalam memimpin akan mengarahkan ummatnya kepada tujuan yang ingin
dicapai, yaitu kejayaan dan kesejahteraan ummat dengan iringan ridho Allah (Qs. 2 : 207).
Dalam bangunan masyarakat Islami, pemimpin berada pada posisi yang menentukan
terhadap perjalanan ummatnya. Apabila sebuah jama'ah memiliki seorang pemimpin yang
prima, produktif dan cakap dalam pengembangan dan pembangkitan daya juang dan
kreativitas amaliyah, maka dapat dipastikan perjalanan ummatnya akan mencapai titik
keberhasilan. Dan sebaliknya, manakala suatu jama'ah dipimpin oleh orang yang memiliki
banyak kelemahan, baik dalam hal keilmuan, manajerial, maupun dalam hal pemahaman
dan nilai tanggung jawab, serta lebih mengutamakan hawa nafsunya dalam pengambilan
keputusan dan tindakan, maka dapat dipastikan, bangunan jama'ah akan mengalami
kemunduran, dan bahkan mengalami kehancuran (Qs. 17 : 16)
"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah (kaum elit dan konglomerat) di negeri itu (untuk menaati
Allah), akan tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah
sepantasnyalah berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami
hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." (Qs. 17 : 16)
Oleh karena itulah, Islam memandang bahwa kepemimpinan memiliki posisi yang sangat
strategis dalam terwujudnya masyarakat yang berada dalam Baldatun Thoyyibatun Wa
Robbun Ghofur (Qs. 34 : 15), yaitu masyarakat Islami yang dalam sistem kehidupannya
menerapkan prinsip-prinsip Islam. Begitu pentingnya kepemimpinan atau imam dalam
sebuah jama'ah atau kelompok, sampai-sampai Rasulullah bersabda yang maksudnya:
"Apabila kamu mengadakan perjalanan secara berkelompok, maka tunjuklah salah satunya
sebagai imam (pemimpin perjalanan)."
Demikian juga jika kita lihat dalam sejarah Islam (Tarikh Islam) mengenai pentingnya
kedudukan pemimpin dalam kehidupan ummat muslim. Kita lihat dalam sejarah, ketika
Rasulullah saw. wafat, maka para shahabat segera mengadakan musyawarah untuk
menentukan seorang khalifah. Hingga jenazah Rasulullah pun harus tertunda
penguburanya selama tiga hari. Para shahabat ketika itu lebih mementingkan terpilihnya
pemimpin pengganti Rasulullah, karena kekhawatiran akan terjadinya ikhlilaf (perpecahan)
di kalangan ummat muslim kala itu. Hingga akhirnya terpilihlah Abu Bakar sebagai
khalifah yang pertama setelah Rasulullah saw. wafat.
Dalam perspektif Islam, ada beberapa komponen yang menjadi persyaratan
terwujudnya masyarakat Islami, yaitu :
Adanya
Adanya
Adanya

wilayah

teritorial

syari'at

yang
ummat
atau

kondusif
aturan

(al-bi'ah,

al-quro)
(al-ummah)
(asy-syari'ah)

Adanya
pemimpin
(al-imamah,
amirul
ummah)
Pemimpin pun menjadi salah satu pilar penting dalam upaya kebangkitan ummat. Islam
yang telah dikenal memiliki minhajul hayat (konsep hidup) paling teratur dan sempurna
dibandingkan konsep-konsep buatan dan olahan hasil rekayasa dan imajinasi otak manusia,
telah menunjukkan nilainya yang universal dan dinamis dalam penyatuan seluruh
komponen ummat (Qs. 21 : 92).
Ada empat pilar kebangkitan ummat, yang kesemuanya saling menopang dan
melengkapi, yaitu :
Keadilan
Ilmunya
Kedermawanan
Do'anya
Definisi Pemimpin
Ada beberapa
diantaranya :

para

pemimpin

para
orang-orang

istilah

yang

para
aghniya

mengarah

Umaro
atau
ulil
amri
yang
bermakna
Amirul
ummah
yang
bermakna
Al-Qiyadah
yang
bermakna
ketua
Al-Mas'uliyah
yang
bermakna
Khadimul ummah yang bermakna pelayan ummat

(orang
faqir

kepada

pengertian

(umaro)
ulama
kaya)
(miskin)

pemimpin,

pemimpin
negara
(pemerintah)
pemimpin
(amir)
ummat
atau
pimpinan
kelompok
penanggung
jawab

Dari beberapa istilah tadi, dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah orang yang ditugasi
atau diberi amanah untuk mengurusi permasalahan ummat, baik dalam lingkup jama'ah
(kelompok) maupun sampai kepada urusan pemerintahan, serta memposisikan dirinya
sebagai pelayan masyarakat dengan memberikan perhatian yang lebih dalam upaya
mensejahterakan ummatnya, bukan sebaliknya, mempergunakan kekuasaan dan jabatan
untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada, baik SDM maupun SDA, hanya untuk
pemuasan kepentingan pribadi (ananiyah) dan kaum kerabatnya atau kelompoknya
(ashobiyah).
Kriteria dalam Menentukan Pemimpin
Jika kita menyimak terhadap perjalanan siroh nabawiyah (sejarah nabi-nabi) dan
berdasarkan petunjuk Al-Qur'an (Qs. 39 : 23) dan Al-Hadits (Qs. 49 : 7), maka kita dapat
menyimpulkan secara garis besar beberapa kriteria dalam menentukan pemimpin.
Beberapa faktor yang menjadi kriteria yang bersifat general dan spesifik dalam menentukan
pemimpin tersebut adalah antara lain :
a. Faktor Keulamaan

- Dalam Qs. 35 : 28, Allah menerangkan bahwa diantara hamba-hamba Allah, yang paling
takut adalah al-ulama. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pemimpin tersebut memiliki
kriteria keulamaan, maka dia akan selalu menyandarkan segala sikap dan keputusannya
berdasarkan wahyu (Al-Qur'an). Dia takut untuk melakukan kesalahan dan berbuat maksiat
kepada Allah.
- Berdasarkan Qs. 49 : 1, maka ia tidak akan gegabah dan membantah atau mendahului
ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Dalam pengambilan keputusan, ia
selalu merujuk kepada petunjuk Al-Qur'an dan Al-Hadits.
- Berdasarkan Qs. 29 : 49, maka seorang pemimpin yang berkriteria ulama, haruslah
memiliki keilmuan yang dalam di dalam dadanya (fii shudur). Ia selalu menampilkan
ucapan, perbuatan, dan perangainya berdasarkan sandaran ilmu.
- Berdasarkan Qs. 16 : 43, maka seorang pemimpin haruslah ahlu adz-dzikri (ahli dzikir)
yaitu orang yang dapat dijadikan rujukan dalam menjawab berbagai macam problema
ummat.
b. Faktor Intelektual (Kecerdasan)
- Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara emosional (EQ),
spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ).
- Dalam hadits Rasulullah melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda :
"Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai dirinya dan beramal
untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang bodoh (al-ajiz) adalah orang yang
memperturutkan hawa nafsunya dan pandai berangan-angan atas Allah dengan segala
angan-angan." (HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqy)
Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin haruslah orang yang mampu
menguasai dirinya dan emosinya. Bersikap lembut, pemaaf, dan tidak mudah amarah.
Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih mengutamakan hujjah Al-Qur'an dan AlHadits, daripada hanya sekedar nafsu dan keinginan-nya. Ia akan menganalisa semua aspek
dan faktor yang mempengaruhi penilaian dan pengambilan keputusan.
- Berdasarkan Qs. 10 : 55, mengandung arti bahwa dalam mengambil dan mengajukan diri
untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas
(kafa'ah) yang dimiliki (Qs. 4 : 58).
- Rasulullah berpesan : "Barangsiapa menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan
ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."
c. Faktor Kepeloporan

- Berdasarkan Qs. 39 : 12, maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan.
Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam.
- Berdasarkan Qs. 35 : 32, maka seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hambahamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah)
- Berdasarkan Qs. 6 : 135, maka seorang pemimpin tidak hanya ahli di bidang penyusunan
konsep dan strategi (konseptor), tetapi haruslah juga orang yang memiliki karakter sebagai
pekerja (operator). Orang yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga pandai bekerja.
- Berdasarkan Qs. 6 : 162 - 163, maka seorang pemimpin haruslah orang yang tawajjuh
kepada Allah. Menyadari bahwa semua yang berkaitan dengan dirinya, adalah milik dan
untuk Allah. Sehingga ia tidak akan menyekutukan Allah, dan selalu berupaya untuk
mencari ridho Allah (Qs. 2 : 207)
- Berdasarkan Qs. 3 : 110, sebagai khoiru ummah (manusia subjek) maka seorang pemimpin
haruslah orang yang selalu menyeru kepada yang ma'ruf, mencegah dari perbuatan yang
mungkar, dan senantiasa beriman kepada Allah.
d. Faktor Keteladanan
- Seorang calon pemimpin haruslah orang yang memiliki figur keteladanan dalam dirinya,
baik dalam hal ibadah, akhlaq, dsb.
- Berdasarkan Qs. 33 : 21, maka seorang pemimpin haruslah menjadikan Rasulullah sebagai
teladan bagi dirinya. Sehingga, meskipun tidak akan mencapai titik kesempurnaan, paling
tidak ia mampu menampilkan akhlaq yang baik layaknya Rasulullah.
- Berdasarkan Qs. 68 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memiliki akhlaq yang mulia
(akhlaqul karimah), sehingga dengannya mampu membawa perubahan dan perbaikan
dalam kehidupan sosial masyarakat.
- Faktor akhlaq adalah masalah paling mendasar dalam kepemimpinan. Walaupun seorang
pemimpin memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa, tetapi apabila tidak dikontrol
melalui akhlaq yang baik, maka ia justru akan membawa kerusakan (fasada) dan
kehancuran.
e. Faktor Manajerial (Management)
- Berdasarkan Qs. 61 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memahami ilmu manajerial
(meskipun pada standar yang minim). Memahami manajemen kepemimpinan,
perencanaan, administrasi, distribusi keanggotaan, dsb.

- Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keserasian, keselarasan, dan kerapian


manajerial lembaganya (tandhim), baik aturan-aturan yang bersifat mengikat, kemampuan
anggota, pencapaian hasil, serta parameter-parameter lainnya.
- Dengan kemampuan ini, maka akan tercipta tanasuq (keteraturan), tawazun
(keseimbangan), yang kesemuanya bermuara pada takamul (komprehensif) secara
keseluruhan.
Oleh karena itu, mari kita lebih berhati-hati dalam menentukan imam atau pemimpin kita.
Karena apapun akibat yang dilakukannya, maka kita pun akan turut bertanggung jawab
terhadapnya. Jika kepemimpinannya baik, maka kita akan merasakan nikmatnya.
Sebaliknya, apabila kepemimpinannya buruk, maka kita pun akan merasakan kerusakan
dan kehancurannya. Wallahu a'lam bish-showwab
(Sumber : Al Qur'an Al Karim)
"Al Haqqu min robbika, fala takuu nanna minal mumtariin"
(Qs. Al Baqarah (2) : Pemimpin dan kepemimpinan merupakan persoalan keseharian dalam
kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, berusaha, berbangsa dan bernegara. Kemajuan dan
kemunduran masyarakat, organisasi, usaha, bangsa dan megara antara lain dipengaruhi oleh para
pemimpinnya. Oleh karena itu sejumlah teori tentang pemimpin dan kepemimpinanpun bermunculan dan
kian berkembang.

Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, telah meletakkan persoalan pemimpin dan kepemimpinan
sebagai salah satu persoalan pokok dalam ajarannya.
Beberapa pedoman atau panduan telah digariskan untuk melahirkan kepemimpinan yang diridai Allah
SWT, yang membawa kemaslahatan, menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat kelak.
Sejarah Islam telah membuktikan pentingnya masalah kepemimpinan ini setelah wafatnya Baginda
Rasul. Para sahabat telah memberi penekanan dan keutamaan dalam melantik pengganti beliau dalam
memimpin umat Islam. Umat Islam tidak seharusnya dibiarkan tanpa pemimpin. Sayyidina Umar R.A
pernah berkata, Tiada Islam tanpa jamaah, tiada jamaah tanpa kepemimpinan dan tiada kepemimpinan
tanpa taat.
Pentingnya pemimpin dan kepemimpinan ini perlu dipahami dan dihayati oleh setiap umat Islam di negeri
yang mayoritas warganya beragama Islam ini, meskipun Indonesia bukanlah negara Islam.
Allah SWT telah memberi tahu kepada manusia, tentang pentingnya kepemimpinan dalam islam,
sebagaimana dalam Al-Quran kita menemukan banyak ayat yang berkaitan dengan masalah
kepemimpinan.

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa

bertasbih

dengan

memuji

Engkau

dan

mensucikan

Engkau?

Tuhan

berfirman:

Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (Al Baqarah: 30)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa khalifah (pemimpin) adalah pemegang mandat Allah SWT untuk
mengemban amanah dan kepemimpinana langit di muka bumi. Ingat komunitas malaikat pernah
memprotes terhadap kekhalifahan manusia dimuka bumi.
Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah SWT dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
SWT (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah SWT dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisa: 59)
Ayat ini menunjukan ketaatan kepada ulil amri (pemimpin) harus dalam rangka ketaatan kepada Allah
SWT dan rasulnya.
Tugas Pemimpin
Pada prinsipnya menurut Islam setiap orang adalah pemimpin. Ini sejalan dengan fungsi dan peran
manusia di muka bumi sebagai khalifahtullah, yang diberi tugas untuk senantiasa mengabdi dan
beribadah kepada-Nya
"Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah
Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah". (Al-Anbiya: 73)
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah
Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami". (As-Sajdah: 24)
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi
saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau bapak ibu dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau
miskin, Allah lebih mengetahui kemaslahatan keduanya. (Qs. An-Nisa; 4: 135)
Hai orang-orang yang beriman! Tegakkanlah keadilan sebagai saksi karena Allah. Dan janganlah rasa
benci mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat dengan taqwa (Q.s.
Al-Maidah 5: 8)
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (An-Nisa : 58)

Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah
keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah
SWT akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (Qs Shad: 26)
Dalam sebuah kesempatan, ketika seorang perempuan dari suku Makhzun dipotong tangannya lantaran
mencuri, kemudian keluarga perempuan itu meminta Usama bin Zaid supaya memohon kepada
Rasulullah untuk membebaskannya, Rasulullah pun marah. Beliau bahkan mengingatkan bahwa,
kehancuran masyarakat sebelum kita disebabkan oleh ketidakadilan dalam supremasi hukum seperti itu.
Dari Aisyah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: adakah patut engkau memintakan kebebasan
dari satu hukuman dari beberapa hukuman (yang diwajibkan) oleh Allah? Kemudian ia berdiri lalu
berkhutbah, dan berkata: Hai para manusia! Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu itu rusak/binasa
dikarenakan apabila orang-orang yang mulia diantara mereka mencuri, mereka bebaskan. Tetapi, apabila
orang yang lemah mencuri, mereka berikan kepadanya hukum. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasai,
Abu Daud, Ahmad, Dariini, dan Ibnu Majah)
Memilih Pemimpin
Pemimpin negara adalah faktor penting dalam kehidupan bernegara. Jika pemimpin negara itu jujur, baik,
cerdas dan amanah, niscaya rakyatnya akan makmur. Sebaliknya jika pemimpinnya tidak jujur, korup,
serta menzalimi rakyatnya, niscaya rakyatnya akan sengsara.
Oleh karena itulah Islam memberikan pedoman dalam memilih pemimpin yang baik. Dalam Al Quran,
Allah SWT memerintahkan ummat Islam untuk memilih pemimpin yang baik dan beriman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi temanteman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang;
padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka
mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benarbenar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian).
Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih
sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan
barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah TERSESAT dari jalan
yang lurus.(QS. 60. Al-Mumtahanah : 1)
Hai orang2 yang beriman! Janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi
pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan. Dan siapa di antara
kamu menjadikan mereka menjadi pemimpin, maka mereka itulah orang2 yang zalim (At Taubah:23)
Hai orang2 yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang2 kafir menjadi wali (teman atau
pelindung) (An Nisaa:144)

Janganlah orang2 mukmin mengambil orang2 kafir jadi pemimpin, bukan orang mukmin. Barang siapa
berbuat demikian, bukanlah dia dari (agama) Allah sedikitpun (Ali Imran:28)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang
membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi
Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika
kamu betul-betul orang-orang yang beriman". (Al-Maidah: 57)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimmpin(mu): sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada oarng-orang yang
zalim (QS. Al-Maidah: 51)
Akibat
"Dan mereka berkata: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan
pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)". (al-Ahzab: 67)
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu MENTAATI orang-orang yang KAFIR itu, niscaya mereka
mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi. Tetapi
(ikutilah Allah), Allah lah Pelindungmu, dan Dialah sebaik-baik Penolong.(QS.Ali Imraan :149-150)
Kabarkanlah kepada orang-orang MUNAFIQ bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (yaitu)
orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan
orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu ? Maka sesungguhnya
semua kekuatan kepunyaan Allah.(QS. An-Nisaa : 138-139)
Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik).
Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah
kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah,
kepada Nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil
orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang
yang FASIQ.(QS.Al-Maa-idah : 80-81)

147)

Anda mungkin juga menyukai