Anda di halaman 1dari 17

PRINSIP-PRINSIP KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM DAN KEPEMIMPINAN

NASIONAL

Disusun Oleh :
Dwi Nofi Prasastyo (1001040002)
GIAN ERMAWAN (1001040040)
KUKUH AJI BAKHTIAR (1001040150)
EKA APRILIANA (1101040024)
WISNU ANTONI BISAT

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2015

A.Pendahuluan
Kalian akan dipimpin oleh pemimpin-pemimpin sesudahku. Orang yang baik akan
memimpin kalian dengan kebaikannya, sedangkan oang jahat akan memimpin kalian dengan
kejahatannya. Dengan mereka, dan patuhilah dalam hal apa yang sesuai dengan
kebenarannya (islam). Kalau mereka berbuat baik maka (keuntungan) bagi kamu dan
(kembali) kepada mereka. Dan jika mereka berbuat jahat, maka (akibatnya akan menimpa)
kamu dan kembali juga atas mereka. (H.R. Hasyim bin Urwah, dalam kitab Al Arkam as
Sultaniyah, dalam Jamaludin Khafie, 1989 :33.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa Nabi Muhammad saw merupakan pemimpin yang
sampai saat ini belum ada tandingannya. Wajar saja , karena Allah SWT yang langsung
memilih Beliau sebagai pemimpin, sehingga mustahil Allah SWT salah dalam menjatuhkan
pilihan. Beliau memenuhi persyaratan kepemimpinan, ciri-ciri, sifat-sifat, sikap dan fungsi,
tipe dan sosok pribadi seorang pemimpin, sehingga kehadirannya di muka bumi meupakan
rahmatan lil alamien.
Berdasarkan hadits di atas, pemimpin yang baik akan memberikan keuntungan dan
kebaikan, dan sebaliknya pemimpin yang jahat. Akan menimbulkan kemudharatan.
Rasulullah SAW juga mengingatkan bahwa kurun masa paling baik adalah pada periode
(masa-masa) kepemimpinannya yaitu 23 tahun lamanya. Kemudian disusul dengan periode
sesudahnya, yakni masa sahabatnya atau Khulafaurasyidin. Periode di belakangnya adalah
zaman tabiien. Dan setelah tiga peiode tersebut akan muncul berbagai type dan pola
kepemimpinan, yang pada garis besarnya dapat dikelompokan ke dalam dua bentuk, yaitu
pemimpin yang baik dan yang jahat.
Pemimpin memiliki tempat yang sangat sentral dan setrategis dalam berbagai urusan.
Oleh karena itu, untuk memilih dan mencari pemimpin hendaknya kita harus hati-hati dan
cermat. Kesalahan dalam memilih pemimpin akan berakibat fatal. Islam melalui Al Quran
dan As Sunnah telah memberikan pedoman dan tuntunan kepada kita bagaimana hendaknya
kita memilih pemimpin.

B. Larangan Menjadikan Orang Kafir sebagai Pemimpin


Allah melarang kita untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, dengan
meninggalkan oang-orang mukmin. Artinya selama masih ada orang mukmin, kita dilarang
mengambil orang kafir sebagai pemimpin, karena orang-orang kafir merupakan musuhmusuh bagi orang yang beriman. Sangat mustahil apabila orang-orang kafir kita jadikan
pemimpin akan memberikan manfaat kepada kita, justu mereka senantiasa berusaha untuk
mencelakakan orang mukmin.
Akibat memilih orang Kafi menjadi Pemimpin menurut Al Quran antara lain :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Lepas dari pertolongan Allah.


Akan mendapatkan siksa Allah.
Akan memperoleh kemudharatan.
Akan membuat orang kekafiran
Merugikan orang-orang yang beriman.
Merugikan orang-orang yang beriman.
Temasuk golongan orang munafik.
Temasuk orang-orang yang zalim.

C. Karakter Pemimpin Islam


Karakter pemimpin islam yang utama adalah sebagaimana sifat-sifat yang dimiliki
Rasullah Saw, yaitu siddiq (benar), amanah (dapat dipercaya),tabligh (menyampaikan), dan
fathonah (cerdas). Di samping itu Al

Quran juga memberikan rambu-rambu tentang

karakter pemimpin islam yang bai, antara lain:


1) .Orang yang dalam kehidupannya selalu menempuh jalan yang ditetapkan
Allah untuk dan para pengikutnya, tidak mau mengikuti selain jalan-jalan
yang telah ditetapkan Allah.
2) .Orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli (termasuk dalam
segala aktivitasnya) dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayar
zakat.
3) .Konsisten, sesuai antara perkataan dan perbuatan, karena Allah sangat murka
kepada orang yang ia katakan, tetapi ia sendiri tidak mengerjakannya.
4) Beriman bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan senantiasa
berpegang teguh pada agama islam, berserah diri kepada Allah hingga akhir
hayatnya.

5) Senantiasa berpegang teguh pada islam, dan menjaga persatuan dan kesatuan.
6) Menggerakan dan memantapkan organisasi, dengan membentuk kelompok
umatnya dakwah amar maruf nahu mungkar.
7) Mampu mempengaruhi dan menggerakan pengikutnya diri mana saja untuk
senantiasa berlomba-lomba dalam hal kebaikan sesuai dengan keterampilan
dan kemampuan yang mereka miliki.
8) Senantiasa menegakan keadilan, menjadi saksi karena Allah.
9) Mampu meninggalkan perbuatan sia-sia, tidak mau menjadikan saksi palsu,
tidak tuli dan buta terhadap peringatan Allah.
10) Ada kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakan mentalis untuk
saling membantu dalam masalah-masalah kebajikan, dan sebaliknya tidak
mau bekerja sama dalam hal kejahatan dan dosa.
11) Memiliki kelebihan ilmu, kesehatan, dan kekuatan jasmani. Memiliki ilmu
pengetahuan sesai dengan bidangnya mutlak diperlukan bagi seorang
pemimpin.
12) Senantiasa mengajak ke jalan Allah, beramal saleh dan berserah diri kepada
13)

Allah.
Bijaksana,

artinya

seorang

pemimpin

hendaknya

memiliki

sikap

kebijaksanaan, apalagi ia sebagai penentu kebijakan.


14) .Adil dan jujur, karena Allah memerintahkan kita untuk berbuat adil dan juga
menyerahkan amanah kepada ahlinya (Qs An-Nisa, 4: 58; dan AlMaidah,5:8).
15) . Memiliki kemampuan menahan diri, sabar menguasai emodi, lemah lembut,
penyentun, rendah diri dan bertawakal kepada Allah (QS Ali Imron, 3: 159
dan surat Al hijr, 15:88).
16) Suka bermusyawarah, bkan seoang yang otoriter. Allah memeintahkan untuk
memusyawarahkan masalah-masalah dunia, seperti masalah politik, ekonomi,
peperangan dan masalah kemasyarakatan lainnya.
17) Memiliki keberanian//pemberani (syajaah), bukan pengecut dan penakut,
berani menghadapi resiko, berani mengahadapi lawan, berani menyatakan
kebenaan meskipun pahit (QS Ali Imron, 3: 172-173).
18) Memiliki sikap istiqomah, artinya seorang pemimpin memiliki sifat
ketekunan dalam memimpin, memiliki ketetapan dalam pendirian dalam hal
tauhid dan tetap beramal soleh (QS Al-Ahqaf, 46: 13).
19) Ikhlas dan Rela berkorban
Seorang pemimpin dituntut untuk ikhlas bekorban dalam segala hal, seperti
waktu, tenaga, pikiran, harta dan bahkan jiwamu, untuk semata-mata mencari
keidloan Allah, bukan ria, bukan untuk popularitas, untuk mendapatkan
pujian dan sejenisnya (QS Al Hajj,22 :37; surat Al-Bayinah, 98:5).

20) Memiliki sifat qonaah, kesederhanaan


Seorang pemimpin jauh dari sikap

rakus,

tamak

terhadap

harta,

kekayaan/kedduniawian.
21) Tawadhu (rendah hati), tidak sombong
Seorang pemimpin yang baik, walaupun ia memiliki banyak kelebihan, ia
tetap merasa rendah hati, menghargai/menghormati bawahan dan orang lain.
22) Faham terhadap Kondisi dan Keadaan Umat
Seorang pemimpin harus tahu benar-benar keadaan dan kondisi rakyat yang
dipimpinnya.
D.

Konsep Kepemimpinan Di Indonesia


Kondisi lingkungan kehidupan bangsa kita pada dekade-dekade awal abad 21
sebagaimana bangsa lain diberbagai belahan dunia, menghadapi gelombang besar berupa
meningkatnya tuntutan Demokratisasi, Desentralisasi, dan Globalisasi.
Demokratisasi memang mengandung makna kebebasan dan optimalitas pelaksanaan
hak-hak asasi manusia tanpa membedakan latar belakang etnik, agama, ideologi, maupun
domisili. Domokrasi didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan dan hukum yang berkeadilan
serta keputusan pada keputusan bersama yang diambil secara obyektif, rasional, dan
kemanusiaan. Namun yang berkembang bukan kerja sama yang rasional dan manusiawi
melainkan konflik atau disintegrasi yang seakan tidak mencerminkan pemahaman akan nilainilai peradaban demokrasiyang luhur.
Desentralisasi sebagai perwujudan nyata pelaksanaan otonomi. Sebab dengan
adanya hak, kewajiban, dan wewenang mengurusi rumah tangga daerah oleh daerah, maka
jarak berbagai pelayanan publik dan partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan
bertambah dekat.
Liberalisasi perekonomian yang menandai gelombang Globalisasi sejak dekade ahir
abad 20, serta krisis dimensi yang melanda kehidupan bangsa Indonesia, bukannya menuntut
peningkatan efisiensi dan mutu pelayanan, tetapi juga kemampuan dalam mengelola
kebijakan publik secara arif dan efektif kearah pemulihan perekonomian, integrasi nasional,
serta peningkatan ketahanan daya saing perekonomian bangsa.
Bangsa kita terasa masih tenggelam dalam permasalahan yang timbul sebagai
akibatkesalahan mendasar yang dibuatnya sendiri, khususnya pada para pemimpin. Oleh
karena itu, dalam menghadapi masalah tersebutdiperlukan suatu dasar pendekatan bersama
dan kualifikasi segenap unsur SDM utamanya unsur pemimpin dalam berbagai lembaga
pemerintahan dan masyarakat.

Pada dasarnya kepemimpinan di Indonesia adalah kepemimpinan yang berlandaskan


nilai-nilai pancasila (Kepemimpinan Pancasila).

E.

Sistem Kepemimpinan Nasional


Menurut Prof. Dr. Mustopadidjaja, bahwa Kepemimpinan Nasional diartikan sebagai
Sistem Kepemimpinan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa,
meliputi berbagai unsur dan srtuktur kelembagaan yang berkembang dalam kehidupan
Pemerintahan negara dan masyarakat, yang berperan mengemban misi perjuangan
mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa sesuai dengan posisi masing-masing dalam
Pemerintahan dan masyarakat, mernurut niali-nilai kebangsaan dan perjuangan yang
diamanatkan konstitusi negara
Secara struktural, Kepemimpinan Nasional terdiri dari pejabat lembaga-lembaga
pemerintahan negara dan pemimpin lembaga-lembaga yang berkembang dalam masyarakat,
yang secara fungsional berperan dan berkewajiban memimpin orang dan lembaga yang
dipimpinnya dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.
Menurut Anwar Ibarahim, bahwa kepemimpinan haruslah peka dan prihatin terhadap
suara dan aspirasi rakyat serta merumuskan cara pendekatan yang melibatkan rakyat. Beliau
menekankan pada konsep Syura (musyawarah) dan demokrasi penyetaraan.
Pemimpin Naisonal adalah sosok yang mampu memahami kebutuhan dan aspirasi
rakyat Indonesia secara keseluruhan dan menghayati nilai-nilai yang berlaku, agar
mempunyai kemampuan memberi inspirasi kepada bangsa Indonesia dan mempunyai visi
yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.

1.

Nilai-Nilai Yang Harus Dijadikan Sumber Pedoman Bagi Seorang Pemimpin


Nilai Moral Pancasila Sebagai Sumber Kepemimpinan :

Sila I : - Iman dan taqwa - Saling menghormati - Kebebasan ibadah

Sila II : - Hak-hak dan kewajiban Azasi - Toleransi dan kemanusiaan - Kerjasama

Sila III : - Patriotisme, Nasionalisme - Persatuan, Kesatuan - Bhinneka Tunggal Ika 4.

Sila IV : - Musyawarah, Mufakat - Melaksanakan Putusan

F.

Sila V : - Gotong royong, familier, damai.


Azas-Azas Kepemimpinan Pancasila
Dalam

kepemimpinan

Pancasila

keterpaduan

pola

pikir

modern

yang

saling

dengan dengan pola pikir Pancasila bertumpu pada azas-azas sebagai berikut:
1.

Azas Kebersamaan;
Menurut azas kebersamaan, dalam Kepemimpinan Pancasila hendaknya:

a.

pemimpin dan yang dipimpin merupakan kesatuan organisasi;

b.

pemimpin tidak terpisah dengan yang dipimpin;

c.

pemimpin dan yang dipimpin saling pengaruh mempengaruhi;

d.

pemimpin

dan

yang

dipimpin

bukan

unsur

b e r t e n t a n g a n sehingga tak terjadi dualisme;


e.

masing-masing unsur yang terlibat dalam kegiatan mempunyai tempat dankewajiban


hidup (dharma) sendiri-sendiri dan merupakan suatu golonganyang paling kuat, tetapi
juga tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat;

f.
2.

tanpa ada yang dipimpin tidak mungkin ada pemimpin;


Azas Kekeluargaan dan Kegotong-royongan
Ciri-ciri kekeluargaan dan Kepemimpinan Pancasila, di antaranya:

a.

timbul kerjasama yang akrab;

b.

kesejahteraan dan kebahagiaan bersama yang menjadi titik tumpu;

c.

berlandaskan kasih sayang dan pengorbanan;

3.

Azas Persatuan dan Kesatuan dalam Kebhinekaan;


Kita semua sadar akan kebhinekaan Bangsa Indonesia, baik dari segi suku, bangsa,
adat istiadat, agama, aliran dan sebagainya. Namun keanekaragaman itu, masing-masing diakui
keberadaannya sendiri-sendiri dan ciri-ciri kepribadiannya dalam persatuan dan kesatuan ibarat
bunga setamandalam satu jambangan, terdiri dari jenis bunga mawar, melati dan
kenangan. Masing-masing tetap dikenal sebagai jenis bunga, tetapi baru akan dinamakan bunga setaman
bila ketiga-ketiganya ada dalam jambangan tersebut, sehingga bunga setaman ini merupakan
suatu kesatuan. Melati tidak mengharapkan agar mawar dan kenanga berubah menjadi
melati semua. Sebaliknya mawar pun tidak akan memaksa melati supaya berubah
menjadi mawar. Bila tidak demikian, maka tidak akan berbentuk bunga setaman.

4.

Azas Selaras, Serasi dan Seimbang;

Semua azas tersebut di atas harus dijiwai dan disemangati oleh azask e s e l a r a s a n ,
keserasian dan keseimbangan, azas yang tidak mencari menangnya
s e n d i r i , a d u k e k u a t a n , a t a u t i m b u l k o n t r a d i k s i , k o n f l i k d a n pertentangan.
Adanya perbedaan keanekaragaman adalah mencerminkan kodrat alam yang masingmasing memiliki tempat. Kedudukan dan kewajiban serta fungsinya sendiri-sendiri. Dengan
adanya berbagai warna seperti biru, hijau, merah, kuning, jingga dan sebagainya akan
memberikan kesan yang i n d a h a p a b i l a t e r s u s u n s e c a r a t e p a t . K o m p o s i s i
w a r n a y a n g t e p a t a k a n menimbulkan suasana indah yang akan menumbuhkan
ketentraman batin. Di negara Indonesia, setiap warga negara diharapkan bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila.
Seorang p e m i m p i n

diharapkan

menjadi

contoh

teladan

serta

panutan

orang-orang yang dipimpinnya, mau tidak mau harus bersikap dan


b e r t i n g k a h l a k u s e s u a i d e n g a n Pancasila. Ia harus melaksanakan butir-butir yang
merupakan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang nyata.
Perbuatannya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.
Dikalangan ABRI telah dirumuskan sebelas asas kepemimpinan, yang telah digali
dari nilai-nilai kepemimpinan di bumi Indonesia. Semua asas itu dapat diterapkan pada tugastugas kepemimpinan pada semua sektor dan eselon, mulai dari guru dan lurah di desa, sampai
pada pejabat-pejabat lokal, regional, dan di pusat pemerintahan. Yang paling penting dari
kesebelas asas tersebut ialah tiga asas pertama, yang sangat ditonjolkan oleh Ki Hajar
Dewantara, dan pada akhirnya dijadikan prinsip utama kepemimpinan Pancasila. Kesebelas
asas tersebut ialah :
1)

Ing Ngarsa sung Tulada (di depan memberikan teladan)


Pemimpin yang baik adalah orang yang berani berjalan di depan, untuk menjadi
ujung tombak dan tameng/perisai di arena perjuangan, untuk menghadapi rintangan dan
bahay-bahaya dalam merintis segala macam usaha. Dengan tekad besar dan keberanian yang
membara dia harus sanggup bekerja paling berat, sambil menegakkan disiplin diri sendiri
maupun disiplin pengikutnya. Di depan dia menjadi teladan yang baik.
Seorang pemimpin harus menngabdikan diri kepada kepentingan umum dan
kepentingan segenap anggota organisasi. Dia bukan hanya pandai memberi perintah saja,
akan tetapi juga bijaksana dalam memberikan petunuju-petunjuk, nasihat-nasihat,

perlindungan dan pertimbangan. Di depan dia harus benar-benar berani menjadi ujung
tombak bagi setiap usaha rintisan dan perjuangan.
2)

Ing Madya Mangun Karsa ( di tengah membangun motivasi dan kemauan)


Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau terjun di tengah-tengah anak
buahnya, merasa senasib sepenanggungan sanggup menggugah dan membangkitkan gairah
serta motivasi kerja, semangat tempur/juang, dan etik kerja yang tinggi. Karena dia ada di
tengah-tengah anak buahnya, maka dia selalu tanggap dan mampu berpikir serta bertindak
dengan cepat serta tepat, sesuai dengan tuntutan kondisi dan situasinya.
Pemimpin yang sedemikian itu selalu memiliki kesentosaan batin. Dia menghayati
kesulitan anak buahnya, dan ikut merasakan peristiwa-peristiwa yang gawat bersama-sama
para pengikutnya.

3)

Tut Wuri Handayani


Pada saat yang tepat pemimpin juga harus sanggup berdiri di belakang anak
buahnya. Hal ini bukan berarti bahwa dengan kecut hati pemimpin bersembunyi di
belakang pengikutnya, dan mengekor di balik kekuatan anak buahnya. Akan tetapi harus
diartikan sebagai mau memberikan dorongan dan kebebasan, agar bawahannya mau
berprakarsa, berani berinisiatif, dan memiliki kepercayaan diri untuk berpartisipasi dan
berkarya dan tidak selalu bergantung pada perintah atasan saja.
Nasihat-nasihat, koreksi, dan petunjuk-petunjuk akan selalu diberikan atas dasar rasa
sayang pada anak buah, dan didorong oleh rasa tanggung jawab besar akan keberhasilan
usaha yang dilakukan bersama-sama. Dengan demikian, walaupun pemimpin berdiri
dibelakang, namun fungsinya memberikan daya kekuatan dan dukungan moril untuk
memperkuat setiap langkah dan tindakan bawahannya. Ringkasnya, dibelakang dia
mendorong dan memberi pengaruh baik yang menguatkan kepada anak buahnya yang
dipimpinnya.

4)

Takwa kepada Tuhan Y.M.E


Pemimpin Indonesia dituntut agar memiliki keyakinan beragama, keimanan, dan
ketakwaan yang teguh terhadap Tuhan yang Maha Esa. Kesadaran sedemikian menimbulkan
pengertian bahwa setiap insan Indonesia mempeunyai kedudukan yang sama tingginya di
hadapan Tuhan. Kesadaran tersebut menginsyafkan seorang pemimpin, bahwa dirinya bukan
seorang yang maha super, bukan pula sumber kewenangan yang mutlak dalam menentukan

permasalahandan kedudukan orang lain, terutama bawahan dan pengikut-pengikutnya.


Kesadaran beragama dan keimanan akan menjadikan orang tidak merasa lebih tinggi dari
orang lain, sehingga dia memiliki perasaan kasih sayang, belas kasih terhadap sesama, dan
semangat persaudaraan terhadap bawahan yang harus dibimbing dan dikembangkan. Karena
itu keimanan kapada Tuhan akan membawa orang untuk selalu berbuat adil, benar, jujur,
sabar, tekun dan rendah hati (tidak sombong).
Kepercayaan kepada Tuhan akan membuat kalbu dan hati menjadi bersih dan suci
lahir batin dan membuat pemimpin menjadi hening, heling, dan awas waspada. Hening
dalam bahasa Indonesianya berarti diam, teduh, tenang. Dalam hal ini pemimpin diharapkan
memiliki batin yang telah mengendap, sehingga dia selalu imbang tenang, tidak pernah
gentar, tidak mudah menjadi gugup, khususnya pada saat-saat yang gawat. Dalam
menghadapi cobaan hidup dan bahaya yang mengancam jiwapun dia harus tetap tenang dan
tidak menjadi panik. Sebab apabila dia menjadi takut dan panik, maka para pengikutnya
menjadi kacau, dan organisasi mendapatkan kerugian. Heneng tenang, namun penuh
ketabahan menghadapi segala tugas-tugas pekerja, serta harus berupaya mencari jalan keluar
dari jalan buntu, dan tidak pernah kehabisan akal menyelesaikan setiap permasalahan yan
harus ditangani.
Hening artinya bening, bersih, suci, sejati, ceria, jernih, murni. Pemimpin itu
harus memiliki keheningan batin, yaitu ketulusan, kelurusan dan keikhlasan. Dia selalu
bersikap jujur terhadap diri sendiri dan terhadap para pengikutnya, tanpa memiliki pamrih
kecuali mengabdi dan melayani sebagai seorang pemimpin. Dalam keheningan rasa dan
ciptanya, dia selalu tekun memikirkan kemajuan organisasi dan kesejahteraan anak buah yang
dibina dan dibimbingnya.
Heling artinya ingat, sadar, dan insyaf. Yaitu menyadari hakikta alam dengan
segala hukum-hukumnya, juga selalu ingat pada perilaku yang luhur, baik dan jujur. Dengan
demikian akan terhindar kesulitan, bahaya, kesdihan, kemelaratan, kesengsaraan dan
penderitaan. Ingat pula bahwa keserakahan hati, kemunafikkan dan kejahatan itu selalu akan
menyebarkan malapetaka dan kesedihan, baik pada diri sendiri maupun bagi rakyat banyak.
Awas artinya dapat melihat. Dapat melihat gejala yang ada di dunia, dengan jalan
menguak tabir penyelubung, sehingga setiap peristiwa tampak jelas tanpa penutup, dan bisa
dipahami benar karena semua sudah terbuka, orang tidak perlu merasa ragu-ragu, takut, dan
cemas. Maka dengan kemampuan menyingkap segala tabir kehidupan, akan tersingkap semua
rahasia. Orang tidak menjadi takut, bahkan justru dapat membuat macam-macam rencana

untuk masa depan. Semua kesulitan dan hambatan bisa diatasi, sehingga perencanaan dan
pelaksanaan kerja bisa diselesaikan menurut jadwal semula.
Awas itu juga mengandung pengertian waspada dan bijaksana. Waspada itu tajam
penglihatan, antisipatoris, bahkan menembuas penglihatan ke depan, tahu sebelum terjadinya
sesuatu.
Bijaksana itu mengandung pengertia pandai, cakap, mahir, bijaksana, mahir, ahli,
berpengalaman, cerdik banyak akal, sehingga pribadi yang bersangkutan memiliki
kewibawaan untuk memimpin.
5)

Waspada purba wisesa (waspada dan berkuasa)


Waspada itu mempunyai ketajaman penglihatan dan juga mampu menembus
penglihatan ke depan, mampu mengadakan forecasting atau meramal bagi masa mendatang,
atau bersifat futuristik. Sedang murba atau purba itu artinya mampu mencipta atau
mampu mengendalikan menguasai.
Wasesa ialah keunggulan, kelebihan, kekuasaan berdasarkan kewibawaan, atau
kewibawaan yang disertai kekuasaan. Jadi purba wasesa ialah mampu menciptakan dan
mengendalikan semua kelebihan/keunggulan dan kekuasaan.

6)

Ambeg paramarta
Ambeg itu artinya mempunyai sifat-sifat. Paramarta (sansekerta : paramartha)
artinya yang benar, yang hakiki. Maka ambeg paramartha itu artinya murah, karim,
dermawan, mulia, murni, baik hati. Biasanya paramartha selalu disertai dengan adil jadi
ambeg adil-paramartha berarti : bersikap adil, mampu membedakan yang penting dan yang
tidak penting, sehingga mendahulukan hal-hal yang perlu dan penting, dan menomorduakan
peristiwa-peristiwa yang remeh dan tidak penting. Jadi, pemimpin itu harus cakap menyusun
satu sistem hierarki, agar selalu dapat memeriksa (haniti priksa), serta menata segala usaha
dan prilaku. Ringkasnya, dia mampu dengan tepat memilih mana yang harus didahulukan,
dan mana yang harus diusulkan kemudian serta selalu bersikap adil.

7)

Ambeg prasaja (bersifat sederhana)


Ambeg prasaja pada diri pemimpin itu berarti dia bersifat sederhana, terus terang, blakblakan, tulus, lurus, ikhlas, benar, dan toleran. Sikapnya bersahaja/tunggal, hidupnya juga
tidak berlebih-lebihan, tetap sederhana, dan tidak tamak.

8)

Ambeg Satya (setia)


Amberg satya itu ialah bersifat setia, menepati janji, dan selalu memenuhi segala
ucapannya. Pemimpin sedemikian ini dapat dipercaya sebab dia jujur-lurus-tulus dan setia,
cermat, tepat, dan loyal terhadap kelompoknya. Dia senantiasa berusaha agar hidupnya
berguna, dan bisa membuat senang serta bahagia orang lain, terutama bawahan atau anak
buahnya.

9)

Gemi Nastiti ( hemat dan teliti-cermat)


Pemimpin yang baik itu sifatnya hemat cermat, dan berhati-hati, tidak boros. Hemat
karena ia mampu melaksanakan semua pekerjaan dengan efektif dan efisien. Hemat pula
dalam mengelola sumber tenaga manusia, material, dan harta per,odalan, dan menyingkiri
semua tingkah laku yang tidak memberi manfaat.
Cermat itu dalam bahasa Jawanya ialah nastiti, yaitu meneliti dengan sangat hati-hati
segala karya, perbuatan, dan peristiwa di sekitarnya. Sedang berhati-hati artinya : pemimpin
itu selalu bernalar, cermat, dan teliti. Selalu menggunakan duga prayoga, yaitu pandai
menduga-duga apakah yang paling prayoga/baik pada suatu saat. Lalu menghindari hal-hal
yang bisa mendatangkan mara bahaya dan kesengsaraan. Dia sadar dan mampu membatasi
penggunaaan dan pengeluaran apa saja untuk keperluan yang benar-benar penting.

10)

Blaka ( terbuka, jujur, lurus)


Pimpinan yang baik harus bersikap terbuka, komunikatif. Dia bersedia memberikan
kesempatan kepada bawahan dan orang lain untuk mengemukakan sugesti usul, pendapat,
kritik yang konstruktif, dan koreksi. Dia tidak merasa terlalu bodoh atau malu hati untuk
belajar dari lingkungan dan bawahannya sendiri sekalipun. Sebab, belajar dari pengalaman
orang lain itu merupakan pemerkayaan pribadinya. Ringkasnya, personnya merupakan satu
sistem yang terbuka.

11)

Legawa (tulus ikhlas)


Legawa artinya rela dan tulus ikhlas, setiap saat dia bersedia untuk memberikan
pengorbanan. Sifat orangnya ialah pemurah (murah hati), karim, dan dermawan. Dia mudah
merasa senang bahagia dengan kesukaan yang kecil-kecil, dan tidak mabuk oleh kesukaan
yang besar-besar. Karena itu sifatnya prasaja/sederhana dan tulus rela. Jika terjadi
kekecewaan dan kegagalan, maka dia bisa mupus atau menghibur diri, dan pasrah
menyerah dengan hati yang murni kemudia bangkit kembali, berusaha membangun dan
berkarya lagi.

2.

Sumber Kepemimpinan Pancasila


Ada tiga sumber pokok Kepemimpinan Pancasila, yaitu:

1.

Pancasila, UUD 1945, dan GBHN

2.

Nilai-nilai kepemimpinan universal

3.

Nilai-nilai spiritual nenek moyang.


Hal-hal yang dapat dianggap sebagai sumber kepemimpinan Pancasila antara lain
berupa :

a.

Nilai-nilai positif dari modernisme

b.

Intisari dari warisan pusaka berupa nilai-nilai dan norma-norma kepemimpinan yang ditulis
oleh para nenek moyang.

c.

Refleksi dan kontemplasi mengenai hakikat hidup dan tujuan hidup bangsa pada era
pembangunan dan zaman modern, sekaligus juga refleksi mengenai pribadi selaku manusia
utuh yang mandiri dan bertanggung jawab dengan misi hidupnya masing-masing.

3.

Landasan Kepemimpinan Pancasila


Selanjutnya, pada tingkat, jenjang serta di bidang apa pun, pemimpin harus
mempunyai landasan pokok berupa nilai-nilai moral kepemimpinan, seperti yang telah
diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Keempat macam landasan pokok
kepemimpinan itu ialah :

1.

Landasan diplomasi (bersumber pada ajaran almarhum Dr. R. Sosrokartono ):

a)

Sugih tanpa banda (kaya tanpa harta benda)

b)

Nglurung tanpa bala (melurug tanpa balatentara)

c)

Menang tanpa ngasorake (menang tanpa mengalahkan)

d)

Weweh tanpa kelangan (memberi tanpa merasa kehilangan)

2.

Landasan Kepemimpinan

a)

Sifat ratu/raja: bijaksana, adil, ambeg paramarta, konsekuen dalam janjinya.

b)

Sifat pandita: membelakangi kemewahan dunia, tidak punya interest-interest, dapat melihat
jauh ke depan/waskita

c)

Sifat petani: jujur, sederhana, tekun, ulet, blaka

d)

Sifat guru : memberikan teladan baik.

3.

Landasan Pengabdian (Sri Mangkunegara 1)

a)

Ruwangsa handarbeni (merasa ikut memiliki negara)

b)

Wajib melu angrungkebi (wajib ikut bela negara)

c)
.

Mulat Sarira hangrasa wani (mawas diri untuk bersikap berani)

4. Pemimipin Yang Berjiwa Pancasila


Bagi suatu organisasi apapun, baik itu Negara, Partai Politik, LSM, Ormawa, OKP,
dll yang ingin memperoleh kemajuan dalam bidang usahanya, maka kepemimpinan yang baik
mutlak dibutuhkan bagi organisasi itu terutama keahlian dalam bidang tersebut, Dalam suatu
organisasi dalam mencapai tujuannya, maka seorang pemimpin harus dapat mengelola dan
mengarahkan elemen-elemen yang ada secara baik dan teratur. Seorang pemimpin harus
dapat menciptakan suatu kerjasama yang harmonis di antara pimpinan dan bawahan. Arti
Kepemimpinan Pancasila adalah Kepemimpinan yang membawa masyarakat dalam
kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD45.
Keyakinan pemimpin pancasila :
1. Semangat Nasionalisme
2. Semangat Kekeluargaan
3. Semangat Gotong Royong
4. Pembangunan Isi Kemerdekaan
5. Pembangunan Falsafah Negara Pancasila
6. Pembangunan Amalan Pancasila
7. Pembangunan Fungsi Manajemen
8. Pembangunan Memadu Budaya Tradisi dan Modernisasi
9. Pembangunan Berazas Persatuan, Kebersamaan, Kesatuan
Melihat perilaku pemimpin bangsa kita sekarang yang bercokol di Jakarta, tentunya
kita masih bersikap bijak dengan tidak menyalahkan rakyat pemilihnya, dan tentunya kita
juga tidak layak mempermasalahkan ungkapan vox populi, vox dei, suara rakyat, suara
Tuhan. Kerena ini menyangkut pesan moral bagi pemimpin yang masih merasa beriman
untuk memperhatikan rakyat, terlepas dari rakyat pemilihnya yang memang juga tidak
bermoral, tapi ini tentunya menjadi tanggung jawab pemimpin yang masih saja mengklaim ia
di pilih rakyat, ia mewakili suara rakyat, suara Tuhan yang tentunya tidak diskriminasi.
Pemimpin kita selalu mengklaim diri seorang Pancasilais sejati, namun selalu
menunjukan ironi, ketika dipertanyakan nilai-nilai Pancasila yang dianutnya, ia lebih
menunjukan diri sebagai perwujudan paham nasionalisme sempit, atau suatu ketidakperdulian
dengan pembenaran di sisi lain. Dia meniadakan sila-sila Pancasila, apa lagi Bhineka Tunggal
Ika yang kita anut. Dia hanya menunjuk diri, kuasa egonya agar diketahui dirinya orang besar

yang mempunyai modal untuk menguasai dunia, dimana Pancasila yang sesungguhnya hanya
sebuah inspirasi untuk dijadikan alatnya agar dapat di pakai dalam masa kepemimpinannya
yang sifatnya sementara ini untuk menindas. Ia hanya menjadikan Pancasila untuk
meningkatkan kapitalnya tanpa perduli terhadap yang lain, rakyat pemilihnya.
Melihat hal ini, rakyat tentunya tahu bahwa pemimpinnya bukan pemimpin
Pancasila, dan senjata untuk melawannya tidaklah kuat jika hanya dengan seeokor Kerbau.
Rakyat tentunya masih berpikir untuk melawan pemimpin yang memperalat mereka, dan
masih terus berharap mempunyai pemimpin yang berpihak pada mereka.
Bila kita sejenak merujuk pada referensi sejarah, Pidato Bung Karno 1 Juni tentang
Lahirnya Pancasila memberi kita pencerahan bahwa kita mendirikan negara semua untuk
semua dimana tidak ada klaim kultural maupun stempel identitas tertentu di atas blanko
republik ini. Dalam UUD 1945, Pasal 1 ayat 3 menyatakan Indonesia adalah negara hukum.
Sedangkan dalam pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, jelas tercantum Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum.
Sementara Bhinneka Tunggal Ika, nilai-nilai luhurnya sudah lama ada di sanubari tiap-tiap
rakyat Indonesia. Kesadaran akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan
menjadi jiwa serta semangat anak-anak bangsa di negeri ini.
Rujukan ideologis, kultural dan konstitusional memberi kita makna bahwa Indonesia
punya cita-cita kolektif dimana semua golongan bisa hidup berdampingan dengan
berlandaskan pada norma-norma hukum dimana sumber rujukanya adalah Pancasila.
Pembangkangan terhadap hukum dengan dalih menjaga ketertiban umum adalah sikap
pengecut. Selama bangsa ini dipimpin oleh orang-orang yang berjiwa kerdil, jangan pernah
berharap bangsa ini bisa besar. Demokrasi yang bersendi Pancasila harus dijalankan dengan
hubungan mayoritas dan minoritas yang berimbang (majority rule, minority rights). Dalam
hal ini berwujud kebijakan publik yang berkeadilan sesuai dengan nilai-nilai kekeluargaan
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Tanpa itu, demokrasi hanya akan jadi pepesan
kosong bagi rakyat yang lapar rasa adil dan haus rasa nyaman.

KESIMPULAN
Khalifah secara bahasa berasal dari bahasa arab dari kata Khaliifahyang memiliki arti
wakil, pengganti atau duta. Dengan demikian arti Khaliifah secara istilah adalah orang yang
bertugas

menegakkan

syariat

Allah

SWT

memimpin

kaum

muslimin

untuk

menyempurnakan penyebaran syariat Islam dan memberlakukan kepada seluruh kaum


muslimin secara wajib, sebagai pengganti kepemimpinan Rasulullah SAW.hal ini
sebagaimana tercantum. Dalam konsep Islam, manusia adalah Khalifah, yakni sebagi wakil,
pengganti atau duta Tuhan di muka bumi. Dengan kedudukannya sebagai khalifah Allah
SWT di muka bumi, manusia akan dimintai tanggung jawab dihadapan-Nya tentang
bagaimana

ia

melaksanakan

tugas

suci

kekhalifahannya.

Berdasarkan ketentuan Al - Quran dan hadist, maka para ulama dan cendikiawan muslim
merumuskan pengertian khalifah dintaranya

Khalifah

adalah

pemimpin

mengenai

agama

dan

dunia.

Khalifah, Imam dan Imarah adalah tiga pernyataan yang satu pengertianya yaitu
pemerintahan keagamaan dan keduniaan.
Jelaslah bahwa seorang pemimpin tidak hanya memikirkan untuk dirinya sendiri
melainkan bertanggungjawab kepada seluruh umat manusia yang dibawah naungannya.
Karena dalam konsep Islam bahwa seluruh manusia pada umumnya umat Islam pada
khususnya, pada hakekatnya adalah bersaudara dan saudara itu adalah keluarga. Dengan
demikian jelaslah bahwa baik buruknya suatu umat adalah tergantung pada pemimpin atau
Khaliifah dari suatu kaum.

Adapun ketidak seimbangan antara konsep kepemimpinan yang telah dipaparkan


dalam makalah ini bukan semata konsepnya yang salah melainkan orang-orang yang berada
dalam sistem itulah yang melanggar serta tidak sejalan dengan konsep dan syariat Islam.

Daftar Pustaka
Prof. Dr. H. Taniredja dkk, (2014) , Pendidikan Kewarganrgaraan di Perguruan Tinggi
Muhammadiyah, Bandung: Alfabeta.
http://bangka.tribunnews.com/2013/02/07/memajukan-peradaban-bangsa-denganpendidikan-karakter.
http://www.pengertiandefinisi.com/2012/04/pengertian-karakter.html.
http://juprimalino.blogspot.com/2012/04/definisi-pengertian-pendidikan-karakter.html.

Anda mungkin juga menyukai