DED Pilot Projek Pengolahan Emas Bebas Merkuri - Kulon Progo, DIY-2018
DED Pilot Projek Pengolahan Emas Bebas Merkuri - Kulon Progo, DIY-2018
i
BAB 5. DESKRIPSI PROSES .............................................................................................. 52
5.1 Kriteria Desain............................................................................................................. 52
5.2 Diagram Alir Proses .................................................................................................... 54
5.3 Langkah Proses .......................................................................................................... 55
5.4 Neraca Massa ............................................................................................................. 58
5.5 Kebutuhan Bahan Baku, Air dan Energi ...................................................................... 63
5.5.1 Kebutuhan Bahan Baku ...................................................................................... 63
5.5.2 Kebutuhan Air ..................................................................................................... 63
5.5.3 Kebutuhan Energi ............................................................................................... 64
5.6 Kebutuhan Peralatan, instrument, Safety beserta spesifikasinya ................................. 65
5.6.1 Kebutuhan Peralatan .......................................................................................... 65
5.6.2 Kebutuhan Instrumen.......................................................................................... 70
5.6.3 Kebutuhan Peralatan Safety ............................................................................... 71
5.6.4 Kebutuhan Commissioning……………………………………………………………72
BAB 6. RENCANA ANGGARAN DAN BIAYA ..................................................................... 73
LAMPIRAN 1. LAYOUT PILOT PROJEK ............................................................................. A
LAMPIRAN 2. GAMBAR TEKNIS PERALATAN .................................................................. B
LAMPIRAN 3. WIRING DIAGRAM ........................................................................................ C
LAMPIRAN 4. GAMBAR SIPIL ............................................................................................. D
LAMPIRAN 5. SOP PENGELOLAAN NaCN ......................................................................... E
LAMPIRAN 6. SOP PENGELOLAAN SMBs ......................................................................... F
LAMPIRAN 7. SOP PENGELOLAAN H2SO4 ........................................................................ G
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penguatan promotif dan preventif Gerakan Masyarakat Hidup Sehat .................. 11
Tabel 2. Hasil analisa XRF ................................................................................................ 22
Tabel 3. Hasil analisis fire assay terhadap unsur-unsur tertentu ........................................ 22
Tabel 4 Hasil analisis kimia bijih emas Pacitan …………………………………………… 31
Tabel 5. Parameter proses jar test skala laboratorium....................................................... 33
Tabel 6. Hasil pengukuran pH slurry selama jar test.......................................................... 34
Tabel 7. Analisa Au dan Ag hasil jar test ........................................................................... 34
Tabel 8. Nilai keekonomian metode sianida, thiosulfate dan thiourea................................ 35
Tabel 9. Baku mutu air limbah bagi usaha pertambangan emas ....................................... 40
Tabel 10. Kriteria desain proses pengolahan emas di WPR Desa Kalirejo .......................... 54
Tabel 11. Kebutuhan bahan baku ....................................................................................... 63
Tabel 12. Kebutuhan air ...................................................................................................... 64
Tabel 13. Kebutuhan energi ................................................................................................ 64
Tabel 14. Kebutuhan peralatan dan spesifikasi ................................................................... 65
Tabel 15. Kebutuhan instrument dan spesifikasi ................................................................. 70
Tabel 16. Kebutuhan peralatan safety dan spesifikasinya ................................................... 71
Tabel 17 Kebutuhan untuk commissioning dan pelatihan……………………………………72
Tabel 18 Rencana Anggaran dan Biaya Pilot Projek Kulon Progo……………………… .73
iv
BAB 1. PENDAHULUAN
Kegiatan PESK di Indonesia semakin marak terjadi dan menyebar di berbagai wilayah
terutama pasca terjadinya reformasi politik pada Tahun 1998. Kegiatan PESK umumnya
beroperasi secara informal dan mengekploitasi cadangan-cadangan emas marginal yang
terletak di daerah terpencil dengan akses yang sulit dijangkau seperti di hutan lindung
bahkan di kawasan konservasi. Di beberapa tempat, kegiatan pengolahan emas PESK
dilakukan di tengah-tengah pemukiman penduduk. Saat ini, diperkirakan terdapat sekitar
1.000 lokasi PESK yang beroperasi secara aktif yang tersebar di hampir seluruh wilayah
Indonesia (Yayasan Tambuhak Sinta, 2015). Gambar 1 memperlihatkan penyebaran
lokasi-lokasi PESK di Indonesia.
Menurut World Bank, PESK memiliki potensi yang besar dalam memberikan dampak
positif terhadap pembangunan ekonomi khususnya bagi masyarakat kurang mampu yang
tinggal di daerah-daerah pinggiran. PESK dianggap sebagai sebuah mekanisme ekonomi
yang dapat menyediakan lapangan kerja dan mengurangi tingkat pengangguran. Bagi
beberapa komunitas penduduk, kegiatan usaha ini menjadi mata pencaharian utama yang
menopang kehidupan sehari-hari mereka. Sedangkan untuk kelompok yang lain, PESK
1
sering dijadikan sebagai sumber penghasilan tambahan. Dampak positif ekonomi PESK
tidak hanya dirasakan oleh orang-orang yang terlibat langsung dalam penambangan
tetapi juga bagi mereka yang terlibat dalam bisnis-bisnis pendukungnya seperti
penyediaan kebutuhan logistik, bengkel-bengkel peralatan, dan lain-lain.
Di samping sumbangan positif terhadap ekonomi, PESK dianggap juga sebagai kegiatan
usaha yang menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius. Metode penambangan dan
pengolahan yang tidak didasarkan pada kaidah-kaidah good mining practice adalah faktor
utama penyebab degradasi lingkungan. Mereka biasanya menggunakan bahan-bahan
kimia berbahaya untuk mengekstrak emas. Para penambang juga membuang limbah atau
tailing yang mengandung bahan berbahaya tersebut tanpa adaya proses tailing treatment
terlebih dahulu.
Merkuri adalah bahan kimia berbahaya yang umumnya ditemukan di lokasi PESK yang
digunakan oleh para penambang untuk mengolah bijih emas. Teknik ekstraksi bijih emas
dengan cara mencampurkan merkuri ke dalam bijih emas ini disebut amalgamasi. Pada
teknik ini, para penambang menambahkan merkuri ke dalam slurry yaitu campuran antara
bijih emas yang sudah digerus dengan air dalam komposisi tertentu. Penambahan dan
pemakaian merkuri selama proses pengolahan emas tersebut sering kali tidak terkontrol
sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan akibat terlepasnya merkuri yang sangat
halus ke lingkungan darat ataupun perairan.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh UNEP pada tahun 2013 menunjukan bahwa
merkuri yang dilepaskan dari kegiatan PESK mencapai 727 ton atau sekitar 37% dari
emisi global. Angka ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan emisi-emisi
2
merkuri yang dilepaskan oleh industri lain seperti pembakaran batubara dan produksi
semen (UNEP, 2013). Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Mercury Watch,
pelepasan merkuri ke lingkungan yang terjadi di Indonesia sebagai dampak kegiatan
PESK diperkirakan mencapai 200 ton pada tahun 2010. Gambar 2 menunjukan distribusi
emisi merkuri di seluruh dunia pada tahun 2010 (Mercurywatch, 2014).
Gambar 2. Gambaran penggunaan merkuri pada artisanal small scale gold mining atau pertambangan emas
skala kecil pada tahun 2010 (MercuryWatch, 2014).
Melihat permasalahan merkuri di sektor PESK tersebut, maka Pemerintah Indonesia telah
berupaya mencari solusi dengan cara melakukan koordinasi lintas institusi dan merangkul
berbagai macam stakeholder seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), asosiasi
penambang rakyat, perguruan tinggi dan industri baik di tingkat nasional maupun
internasional. Beraneka ragam pendekatan telah dilakukan meliputi pendekatan sosial,
kelembagaan, regulasi dan teknologi.
Aspek teknologi merupakan salah satu faktor kunci yang memiliki potensi untuk
mengatasi masalah-masalah lingkungan, terutama merkuri, yang sering ditemukan di
PESK. Hal ini dikarenakan banyaknya para penambang yang tidak mempunyai
3
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan teknis dalam mengolah emas. Akibatnya
mereka tetap menggunakan teknik amalgamasi dan beranggapan bahwa amalgamasi
merupakan metode yang paling efisien dalam mengekstrak emas. Meskipun ada teknik-
teknik lain, yang lebih efektif dan memberikan hasil recovery emas yang jauh lebih tinggi.
Oleh karena itu, diperlukan transfer teknologi pengolahan emas bebas merkuri kepada
para penambang.
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan di atas, maka pada tahun 2018 BPPT bermaksud
membangun pilot projek pengolahan emas bebas merkuri untuk PESK di Kabupaten
Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pembangunan pilot projek ini diharapkan
mampu menjadi jembatan dan katalis untuk transfer pengetahuan dan teknologi sehingga
dapat menjadi titik tolak penghapusan merkuri dan perbaikan kondisi PESK di Indonesia,
khususnya di Kabupaten Kulon Progo, DIY
.
1.2 Dasar Hukum dan Kebijakan
Dasar hukum dan kebijakan yang melandasi rencana pembangunan pilot projek
pengolahan emas bebas merkuri dan pengelolaan limbahnya pada Pertambangan Emas
Skala Kecil dibahas pada sub bab di bawah ini.
Konvensi Minamata adalah pakta internasional yang dibuat untuk melindungi kesehatan
manusia dan lingkungan dari emisi dan pelepasan merkuri antropogenik. Merkuri atau
yang biasa disebut dengan raksa adalah unsur kimia dengan simbol Hg. Merkuri dan
senyawa merkuri merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi
kesehatan dan lingkungan hidup oleh karena bersifat toksik, persisten, bioakumulasi dan
dapat berpindah dalam jarak jauh di atmosfir. Dengan bantuan bakteri di sedimen dan
4
perairan, merkuri berubah menjadi metil merkuri yang lebih berbahaya bagi kesehatan
karena masuk dalam rantai makanan.
Pada tahun 2001, United Nations Environment Programme (UNEP) melakukan kajian
global tentang merkuri dan senyawa merkuri terkait dengan aspek dampak kesehatan,
sumber, transportasi dan peredaran serta perdagangan merkuri, juga teknologi
pencegahan dan pengendalian merkuri.
Berdasarkan hasil kajian tersebut UNEP menyimpulkan bahwa diperlukan tindakan/upaya
internasional guna menurunkan risiko dampak merkuri terhadap kesehatan manusia dan
keselamatan lingkungan hidup dari lepasan merkuri dan senyawa merkuri.
Dalam rangka mengendalikan merkuri secara internasional, UNEP menyelenggarakan
Governing Council (GC) pada tahun 2009 yang menghasilkan Resolusi 25/5 tentang
Pembentukan Intergovernmental Negotiating Committee (INC) on Legally Binding
Instrument of Mercury yang bertujuan untuk membentuk aturan internasional yang
mengikat tentang pengaturan merkuri secara global.
Dalam proses penyusunannya, Indonesia turut berperan aktif dalam INC, mulai dari INC-1
pada tahun 2010 di Stockholm hingga INC-S pada tahun 2013 di Jenewa yang menyetujui
substansi Konvensi dan menyepakati nama Konvensi adalah "Minamata Convention on
Mercury” atau Konvensi Minamata mengenai Merkuri.
5
memberikan rasa aman dan menjaga kesehatan serta melindungi sumber daya
manusia generasi yang akan datang akibat dampak negatif merkuri;
memperkuat pengendalian pengadaan, distribusi, peredaran, perdagangan
merkuri dan senyawa merkuri;
menjamin kepastian berusaha di sektor industri, kesehatan, pertambangan emas
skala kecil dan energi;
mendorong sektor industri untuk tidak menggunakan merkuri sebagai bahan baku
dan bahan penolong dalam proses produksi;
membatasi penggunaan merkuri sebagai bahan tambahan pada produk serta
mengendalikan emisi merkuri;
mendorong sektor kesehatan untuk tidak menggunakan lagi merkuri di peralatan
kesehatan dan produk untuk kesehatan;
meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan untuk membantu atau menolong
masyarakat yang terkena dampak akibat merkuri;
mendorong PESK tidak menggunakan merkuri dalam kegiatannya;
mendorong sektor energi untuk mengurangi lepasan merkuri ke udara, air dan
tanah;
memperkuat pengaturan dan pengawasan pengelolaan limbah yang mengandung
merkuri;
mengurangi risiko tanah, air dan udara yang terkontaminasi merkuri;
memberikan peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan bantuan internasional,
antara lain bantuan teknis, alih teknologi dan pendanaan dalam upaya
pengendalian emisi merkuri dan penghapusan merkuri pada kegiatan sektor
industri dan kegiatan PESK di Indonesia;
meningkatkan kerja sama global untuk pertukaran informasi dalam penelitian dan
pengembangan, terutama pengganti merkuri pada proses industri dan PESK guna
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,
pertambangan rakyat telah diakomodasi melalui pembentukan Wilayah Pertambangan
Rakyat (WPR) dan penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
6
Kriteria Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dalam UU No 4 Tahun 2009 dijelaskan
dalam pasal 20 - 26.Beberapa hal penting terkait WPR adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan Pertambangan Rakyat dilaksanakan dalam suatu WPR yang ditetapkan
oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/ Kota.
2. Kriteria untuk menetapkan WPR adalah sebagai berikut:
a. Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di
antara tepi dan di tepi sungai;
b. Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman
maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c. Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima)
hektar;
e. Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau merupakan
wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-
kurangnya 15 (lima belas) tahun.
3. Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum
ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR.
Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dalam UU No. 4 Tahun 2009 dijelaskan di pasal 66 s.d.
pasal 73. Beberapa hal penting terkait IPR adalah sebagai berikut :
7
5. Pemegang IPR berhak mendapat pembinaan dan pengawasan di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, dan
manajemen dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; dan mendapat bantuan
modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Pemegang IPR wajib :
a. Melakukan kegiatan penambangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah IPR
diterbitkan;
b. Mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan, dan memenuhi
standar yang berlaku;
c. Mengelola lingkungan hidup bersama pemerintah daerah;
d. Membayar iuran tetap dan iuran produksi; dan
e. Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan rakyat
secara berkala kepada pemberi IPR.
Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat dan Izin Pertambangan Rakyat lebih lanjut
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Minerba, dan telah mengalami revisi ketiga menjadi Peraturan
Pemerintah No. 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 23 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pada tahun 2014, telah diterbitkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang tersebut mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah dalam
mengelola sektor pertambangan, dimana sejak terbitnya UU itu maka kewenangan
penerbitan IPR berada di tangan pemerintah tingkat I atau provinsi.
8
dan tidak beracun, serta secara bersamaan menangani permasalahan sosial,
kelembagaan, keuangan dan regulasi yang ada.
Dalam RPJMN Buku I Bab 6 Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa :
Sasaran dalam butir 2. Meningkatnya role model sikap dan perilaku hidup masyarakat
yang peduli terhadap alam dan lingkungan, dengan arah kebijakan dan strategi yang
tercantum dalam butir (2). Peningkatan kualitas air, udara dan lahan melalui
pengendalian dan pemulihan tutupan lahan/hutan, kawasan bekas tambang dan kawasan
terkontaminasi B3.
Dalam RPJMN Buku II Bab 10 Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan
Hidup dengan permasalahan dan isu strategis pada Peningkatan Nilai Tambah Industri
Mineral dan Pertambangan Berkelanjutan, dengan arah kebijakan dan strategi pada butir
(3) Kurangnya pengawasan dan pengendalian aspek lingkungan hidup pada proses
penambangan, banyak menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian fungsi
lingkungan hidup fisik meliputi air,udara, tanah, dan bentang alam, ataupun nonfisik
seperti sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Persyaratan lingkungan yang semakin
ketat di tingkat nasional dan internasional memerlukan perhatian yang semakin besar
9
terhadap aspek lingkungan hidup dalam kegiatan pertambangan. Tanggung jawab
reklamasi lahan dan rehabilitasi kawasan pasca-tambang merupakan upaya untuk
mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam proses penambangan. Saat
ini, pengelolaan dan pemantauan pelaksanaan tanggung jawab ini masih memerlukan
penyempurnaan. Pertambangan rakyat telah diatur dalam UU No. 4/2009 dan PP No.
23/2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Namun dalam implementasinya kegiatan pertambangan seringkali masih mengabaikan
kelestarian lingkungan dan keselamatan kerja. Selain itu, lambatnya proses penetapan
WP beserta WIUP juga menumbuhkan potensi penambangan liar tanpa ijin (PETI) atau
illegal mining. Kurangnya pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup pada proses
penambangan diakibatkan belum optimalnya kapasitas pemerintah daerah, baik dari sisi
kelembagaan maupun sumber daya manusianya.
1.2.5 PP No. 79 Tahun 2017 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018.
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018 bertema “Memacu Investasi dan
Infrastruktur untuk Pertumbuhan dan Pemerataan”. Dalam Bab 4 Prioritas Pembangunan
Nasional, pada butir 4.2 program prioritas Kesehatan, dimana pada butir (3) adalah
kegiatan prioritas pada penguatan promotif dan preventif “gerakan masyarakat hidup
sehat”, yang salah satu kegiatannya adalah “Peningkatan Lingkungan Sehat” dengan
salah satu sasarannya meliputi penghapusan penggunaan merkuri di 4 lokasi (gambar 3
dan tabel 1).
10
Gambar 3. Program Prioritas Penguatan Preventif Promotif Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
Implementasi RKP 2018 pada program kegiatan Inovasi Teknologi Pengolahan Emas
Bebas Merkuri dan Pengelolaan Dampaknya Pada PESK akan difokuskan pada :
a) Pembuatan Detailed Engineering Design (DED) pembangunan Pilot Projek
Teknologi Pengolahan Emas Bebas Merkuri dan Pengelolaan Dampaknya Pada
11
PESK dengan skala 1,5 ton per batch di Kabupaten Kulon Progo, Daerah
Istimewa Yogyakarta
b) Pembangunan Pilot Projek Teknologi Pengolahan Emas Bebas Merkuri dan
Pengelolaan Dampaknya Pada PESK dengan skala 1,5 ton per batch di
Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta
c) Inventarisasi penggunaan merkuri pada aktivitas PESK di Kabupaten Lebak,
Banten
d) Disseminasi teknologi pengolahan emas bebas merkuri dan pengelolaan
dampaknya pada media cetak dan elektronik
e) Pelatihan teknologi pengolahan emas bebas merkuri dan pengelolaan dampaknya
pada perseorang atau kelompok PESK yang membutuhkan
f) Monitoring dan koordinasi implementasi pengelolaan dampak pengolahan
g) Dukungan teknis pada Kementerian/Lembaga terkait dalam implementasi
teknologi pengolahan emas bebas merkuri
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyusun DED (Detailed Engineering Design) pilot
projek pengolahan emas bebas merkuri untuk pertambangan emas skala kecil di
Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sedangkan sasaran pekerjaan ini adalah tersedianya sebuah dokumen DED (Detailed
Engineering Design) yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembangunan pilot
projek pengolahan emas bebas merkuri dan pengelolaan limbahnya untuk PESK di
Kabupaten Kulon Progo, DIY..
1.4 Lokasi
Lokasi utama pelaksanaan kegiatan ini adalah di Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap,
Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4 adalah peta lokasi
kegiatan.
12
Gambar 4. Lokasi Desa Kalirejo, Kulon Progo
13
1.5 Jadwal Pelaksanaan
Pekerjaan penyusunan DED pilot projek pengolahan emas beserta data-data pendukung
yang dibutuhkan dilakukan selama 6 bulan, mulai dari Januari sampai dengan Juni 2018
berdasarkan pada diagram alir di bawah ini.
Waktu
Karakterisasi Fisik, Kimia, Mineralogi dan Mikroskopis Bijih emas (sampel) Feb, Maret
14
BAB 2. MERKURI
2.1 Merkuri
Hydrargyricum (Hg) atau sering juga disebut merkuri berasal dari bahasa Yunani, yang
berarti cairan perak. Merkuri merupakan logam yang mempunyai nomor atom 80,
mempunyai masa atom relatif 200,59 dan pada temperatur kamar berbentuk cairan
berwarna perak. Unsur ini mempunyai sifat konduktifitas listrik yang baik dan dapat
berikatan dengan unsur-unsur logam membentuk amalgam. Karena sifatnya ini, merkuri
sering digunakan untuk pengolahan emas oleh para penambang rakyat.
Merkuri termasuk logam berat yang pada konsentrasi tertentu dapat bersifat racun dan
berbahaya, sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan pada manusia karena dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh.
Proses terakumulasinya merkuri di dalam jaringan suatu organisme disebut
bioaccumulation, sedangkan terkonsentrasinya dan meningkatnya merkuri di jaringan
tubuh melalui rantai makanan disebut biomagnification. Toksisitas merkuri berbeda sesuai
spesiesnya, misalnya merkuri anorganik bersifat toksik pada ginjal, sedangkan merkuri
organik seperti metil merkuri bersifat toksik pada sistim syaraf pusat.
Proses pengolahan emas dengan menggunakan merkuri sering dilakukan oleh para
penambang emas skala kecil. Batuan dihancurkan secara manual hingga berukuran
sekitar 1 cm lalu dimasukkan ke dalam gelondongan (tromol) bersama-sama dengan
merkuri untuk dilakukan proses amalgamasi. Setelah beberapa jam, terbentuk amalgam
yaitu campuran antara emas dan merkuri. Kemudian amalgam ini mengalami proses
pemerasan dengan menggunakan kain untuk memisahkan merkuri yang bebas dari
amalgam. Bola amalgam yang sudah diperas ini kemudian dibakar dan dilebur dengan
penambahan boraks sehingga menghasilkan logam emas.
15
2.3 Bahaya Merkuri Terhadap Manusia
Sebagian kecil merkuri elemental yang tidak sengaja tertelan, serta sebagian merkuri
elemental yang terhirup, akan terserap oleh tubuh, yang dalam konsentrasi tertentu akan
mengakibatkan kerusakan mulut, saluran pernapasan dan paru-paru, bahkan dapat
mengakibatkan kematian karena kegagalan pernapasan. Sedangkan paparan dalam
jangka panjang dan dalam konsentrasi kecil pun akan mengakibatkan gejala yang serupa
dengan keracunan metil merkuri (Kementerian Kesehatan Kanada, 2008).
1
Stopford, W., 1979. Industrial Exposure to Mercury. Dalam: The Biogeochemistry of Mercury in
the Environment. Elsevier/ North-Holland Biomedical Press: Amsterdam.
2
Levin, M., J. Jacobs, P.G. Polos. 1998. Acute Mercury Poisoning and Mercurial Pneumonitis from
Gol Ore Purification. Chest, 94., pp. 554 - 556.
3
Jones, H.R., 1971. Mercury Pollution Control. Noyes Data Co.: New Jersey.
4
WHO. 2003. [Concise International Chemical Assessment Document 50] Elemental Mercury and
Inorganic Mercury Compounds: Human Health Aspect. WHO: Geneva.
16
BAB 3. PENGOLAHAN EMAS BEBAS MERKURI
Terdapat berbagai macam teknik pengolahan yang diterapkan untuk mengolah emas
tanpa merkuri seperti konsentrasi gravitasi, flotasi, pelindian, dll. Konsentrasi gravitasi
adalah teknik pengolahan emas yang didasarkan pada perbedaan berat jenis antara
emas dengan mineral-mineral pengotornya. Proses pemisahan ini umumnya dilakukan
dalam media air, dimana emas yang mempunyai densitas yang tinggi akan terkonsentrasi
di lapisan bawah sedangkan mineral-mineral pengotor yang berat jenisnya lebih ringan
akan berada di lapisan atas. Pengolahan emas dengan menggunakan metode ini
biasanya tidak menggunakan bahan kimia dan cocok untuk mengolah bijih yang ukuran
partikel emasnya lebih dari 100 µm. Beberapa contoh peralatan pengolahan emas
dengan metode konsentrasi gravitasi adalah meja goyang, sluice box, Knelson
ConcentratorTM, dll.
Pelindian (leaching) adalah metode ekstraksi emas dengan cara melarutkan emas
dengan menggunakan bahan kimia. Terdapat berbagai macam bahan kimia yang dapat
melarutkan emas seperti sianida, thiosulfate, thiourea, dll. Di antara bahan-bahan pelarut
itu, sianida merupakan pelarut utama yang banyak diaplikasikan di indutri pertambangan
emas. Kemampuannya yang baik dalam melarutkan emas serta kestabilan senyawa
kompleks emas-sianida yang terbentuk, menjadikan teknik ini telah dioperasikan selama
lebih dari satu dekade. Selain sianida, terdapat juga pelarut-pelarut lain seperti thiosulfate
dan thiourea, namun hingga saat ini aplikasi pelarut-pelarut tersebut masih dalam tahap
pengembangan karena kompleksitas prosesnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan teknologi pengolahan emas ini.
Salah satunya adalah karakteristik bijih. Oleh karena itu, studi karakterisasi bijih
merupakan langkah fundamental dalam proses penentuan teknologi pengolahan emas
yang akan diaplikasikan. Studi ini akan memberikan gambaran mengenai jenis bijih, kadar
emas, komposisi mineral, bagaimana emas terikat dalam matriks batuan, derajat liberasi,
ukuran partikel, dll.
17
Hasil kajian karakterisasi ini akan menjadi informasi awal dalam pemilihan teknologi
pengolahan emas. Sebagai contoh, jenis bijih emas alluvial biasanya efektif dan efisien
jika diolah dengan metode pemisahan gravitasi karena partikel emas dalam bijih tersebut
relatif sudah terliberasi dan memililki ukuran partikel yang cukup besar. Dengan demikian,
butiran emas mudah mengendap dan dapat dipisahkan secara fisik dari mineral-mineral
pengotornya. Di sisi lain, tipe endapan emas primer akan efisien apabila diolah dengan
teknik pelindian (leaching) karena umumnya endapan primer ini dicirikan dengan ukuran
partikel emas yang sangat halus dan terikat pada matriks batuan. Oleh karena itu,
diperlukan tahap kominusi (penghancuran batuan) untuk meliberasi partikel emas
sebelum proses leaching dilakukan.
Tentu saja, apa yang dijelaskan di atas merupakan ilustrasi sederhana mengenai proses
seleksi teknologi pengolahan emas. Pada kenyataanya, proses seleksi ini seringkali rumit
dan membutuhkan tahapan yang panjang akibat kompleksitas karakter bijih. Mungkin saja
suatu jenis bijih memerlukan metode pengolahan yang kompleks dan melibatkan
gabungan dari berbagai macam teknik. Sebagai contoh, bijih refraktori biasanya
menghendaki proses pengolahan yang panjang mencakup pre-treatment seperti ultrafine
grinding, flotasi, roasting, dsb untuk mengkondisikan agar bijih tersebut dapat diolah di
proses selanjutnya, yaitu leaching. Karena komplesitas tersebut, terdapat langkah-
langkah lain yang perlu dilaksanakan selain studi karakterisasi bijih.
Langkah berikutnya yang sangat mendasar dalam proses pemilihan teknologi ini adalah
uji metalurgi (metallurgical testing) yang meliputi Bond Ball Mill Work Index Test (BBMWI),
Gravity Recoverable Gold Test (GRG), uji flotasi, uji pelindian (leaching test), dll.
Pengujian-pengujian tersebut dapat menjelaskan bagaimana tingkah laku emas selama
proses pengolahan berlangsung. Sebagai contoh, BBMWI test diperlukan untuk
mengetahui tingkat kekerasan batuan dan jumlah energi yang dibutuhkan untuk
menghancurkan batuan. GRG test akan menunjukan tingkat perolehan emas jika bijih
tersebut diolah dengan menggunakan metode pemisahan gravitasi. Uji flotasi dilakukan
untuk mendapat gambaran mengenai efisiensi perolehan emas bila menggunakan teknik
flotasi. Sedangkan uji pelindian bermanfaat untuk mengetahui kinetika reaksi pelarutan
dan menentukan parameter-parameter optimum agar diperoleh tingkat recovery emas
yang tinggi.
18
3.3 Kriteria Teknologi Pengolahan Emas untuk PESK
Kriteria pemilihan teknologi pengolahan emas bebas merkuri untuk PESK bersifat
kompleks karena uniknya sifat kegiatan PESK. Secara umum, PESK dioperasikan oleh
para penambang yang mempunyai kemampuan teknis yang relatif rendah dan
kemampuan finansial yang terbatas. Namun di suatu sisi, mereka menginginkan tingkat
perolehan emas yang tinggi. Oleh karena itu, agar alternatif teknologi pengolahan emas
bebas merkuri ini menarik bagi para penambang, maka perlu didesain suatu teknologi
yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
19
BAB 4. DASAR-DASAR PERENCANAAN PILOT PROJEK
Sebagai langkah awal dalam proses pemilihan teknologi pengolahan emas untuk PESK di
Kabupaten Kulon Progo, DIY, maka telah dilakukan survey lapangan di Desa Kalirejo,
Kokap, Kulon Progo pada awal Februari Tahun 2018 untuk mengetahui karakteristik bijih
emas yang ada. Selama kegiatan tersebut, dilakukan survey geologi dan pengambilan
conto batuan/bijih emas untuk kemudian dianalisa di laboratorium.
Berdasarkan hasil analisa mineralogi pada sayatan tipis terhadap 2 jenis bijih emas yaitu
PS 01 yang merupakan urat bawah yang diambil pada lokasi Pak Suseno, sedangkan PS
02 yang merupakan urat atas lokasi Pak Jen. Secara umum terlihat, bahwa butir emas
ditemukan sangat jarang, 3 butir pada sayatan PS 01 dan satu butir pada sayatan PS 02
dengan ukuran 5-50 mikron, umumnya terinklusi dalam mineral sulfida, terutama sfalerit
(ZnS) bersama-sama kalkopirit (CuFeS2), galena (PbS), dan pirit (FeS2)
Gambar 6, yang merupakan gambaran mineragrafi bijih emas Kulon Progo, menunjukan
kompleksitas keberadaan partikel emas yang selalu berdampingan dan atau terinklusi
dalam mineral sulfida. Gambar 6A. (PS 01) menunjukkan dua butir emas (Au 1 dan Au 2)
berukuran sangat halus teridentifikasi, terinklusi di dalam mineral sfalerit (sph) bersama-
sama kalkopirit (ccp) dan galena (gn). Warna abu-abu merupakan sfalerit. Gambar 6B
(PS 01) menunjukkan butir emas 3 (Au 3) yang terinklusi dalam cluster mineral sulfida
seperti sfalerit (sph), pirit (py), kalkopirit (ccp), dan galena (gn). Ukuran butir emas
diperkirakan 5-10 μm. Pada gambar 6C (PS 02) memperlihatkan butir emas yang
terinklusi dalam sfalerit (sph) bersama kalkopirit (ccp), pirit (py) dan galena (gn). Sfalerit
memperlihatkan tekstur inklusi kalkopirit halus yang terdiseminasi (chalcopyrite disease).
Ukuran butir emas diperkirakan 5-10 μm.
20
6A (PS 01) 6B (PS 01) 6C (PS 02)
Gambar 6. Mineragrafi bijih emas Kulon Progo
Hasil analisa kimiawi dengan X-Ray Fluoresence (XRF) pada bijih emas Kulonprogo
dapat dilihat pada Tabel 2. Analisa XRF dilakukan pada lima sampel bijih emas Kulon
Progo, Yogyakarta. Dari hasil analisa XRF kelima titik sampling, dapat dilihat bahwa unsur
yang terbanyak yaitu unsur Silika antara 48 hingga 50%, kemudian diikuti ole Na, Al, ca,
Fe, Zn, K, S. Kandungan emas (Au) pada sampel ini tidak terdeteksi, karena
kemungkinan kadar Au pada sampel ini terlalu kecil sehingga dibawah limit deteksi pada
alat XRF ini. Kandungan Sulfur pada bijih ini relatif besar sekitar ±2%.
Kandungan sulfur dalam batuan emas sulfida tinggi juga menyebabkan sulitnya bijih emas
di ekstraksi menggunakan sianida. Faktor kesulitan disebabkan kemungkinan
terbentuknya banyak senyawa larut Na2S dan H2S selama berlangsungnya proses
sianidasi. Na2S dan H2S bereaksi dan merusak permukaan bijih emas, khususnya bijih
emas berkadar rendah, yang memiliki kandungan perak tinggi. Perak sulfida yang
terbentuk akibat bijih emas bereaksi dengan larutan Na2S atau H2S akan menyebabkan
terbentuknya bijih emas pasif, yang pada akhirnya sulit dilarutkan oleh pelarut sianida.
Sianida bebas juga mengalami kerusakan akibat pengaruh larutan Na2S dalam proses
sianidasi. Dalam proses sianidasi, ion sulfida yang terbentuk dari belerang akan bereaksi
dengan ion CN-, membentuk senyawa larut thiocyanate, yang memiliki kemampuan
pelarutan emas yang sangat rendah. Rusaknya sebagian besar ion sianida bebas
mengakibatkan naiknya konsumsi sianida selama berlangsungnya proses leaching.
21
Tabel 2. Hasil analisa XRF
UNSUR
Kode Sampel Mg Al Si (mass S K Ti Cr Mn Fe Na Ca
(ppm) (ppm) %) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm)
Kulonprogo A 16500 107000 49.4 21600 23600 2170 50.9 1450 35600 215000 49000
Kulonprogo B 17800 99000 50 23100 22800 2200 16.5 1500 35800 214000 48400
Kulonprogo C 14300 99000 49.1 25400 28400 2860 24 1890 47800 180000 61200
Kulonprogo D 16700 110000 48.7 22900 22200 2120 53.6 1450 35500 222000 47600
Kulonprogo E 16400 97800 49.7 23000 22800 2060 55.4 1420 35500 223000 47800
UNSUR
Kode Sampel As Rb Sr Y Sn Hf Ta Ir Pt Hg Pb
(ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm)
Kulonprogo A 135 73 33.9 26.5 57.1 56.1 101 143 49.4 25.8 7450
Kulonprogo B 142 73.9 34.1 25.4 77.8 ND ND 141 33.2 26.9 7860
Kulonprogo C 170 99.3 46.2 41.4 149 83.6 122 111 63.3 43.3 11300
Kulonprogo D 135 70.7 30.8 28.5 ND 54.6 90.4 103 43 31.4 7300
Kulonprogo E 131 68.7 33.4 30.8 66.2 ND 94.4 140 39.7 25.8 7340
UNSUR
Kode Sampel
Co (ppm) Ni (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Ga (ppm) P (ppm) Au (ppm) Sb (ppm) Th (ppm)
Kulonprogo A 188 24.5 907 23400 19.3 - ND - 48
Kulonprogo B 273 ND 923 24000 24.1 402 ND ND 47
Kulonprogo C 385 ND 1300 32200 38.9 459 ND 44.4 82
Kulonprogo D 182 28.9 888 22800 28.6 ND ND ND 45.9
Kulonprogo E 190 28.6 910 23200 21.8 397 ND ND 54.3
Sedangkan hasil karakterisasi kimiawi dengan metode analisis fire assay untuk unsur-
unsur tertentu adalah seperti tabel 3 di bawah ini.
Unsur
Sampel Total
Sulfur (S) Besi (Fe) Tembaga Emas (Au) Perak (Ag)
Organic
(%) (%) (Cu) (ppm) (ppm) (ppm)
Carbon (%)
Kulon
2,19 5,36 2,0 1130 17,4 47,9
Progo
4.1.2 Uji Coba Penentuan Reagen Pelarutan Skala Laboratorium (Jar Test)
Penelitian laboratorium dengan metode jar test pada proses pelindian bijih emas kadar
rendah bertujuan untuk menentukan pilihan terhadap bahan pelindi (pelarut) pengganti
merkuri yang akan diterapkan pada proses ekstraksi bijih emas di pilot projek pengolahan
emas dan pengelolaan limbahnya di Pacitan, Banyumas dan Lebak. Pada jar test ini akan
dibahas dan dianalisis hasil masing-masing proses pelindian dari masing-masing reagen
pelindi dalam hal persentase emas terlarut dalam proses pelindian dan recovery
22
(perolehan) emas yang teradsorp oleh karbon aktif serta keekonomian dari proses
pelindian dan pengelolaan limbahnya.
3 (tiga) jenis reagen yang akan diujikan, yaitu garam sianida (NaCN / KCN), garam (Na /
NH4) tiosulfat (S2O32-) dan tiourea (SC(NH2)2). Pemilihan pengujian terhadap ketiga
reagen ini didasarkan pada banyaknya penelitian-penelitian ekstraksi bijih emas yang
telah dilakukan terhadap reagen ini, selain itu dikarenakan reagen pelindi emas yang
sudah diaplikasikan dalam industri (sianida) serta reagen pelindi yang relatif tidak
berakibat fatal terhadap manusia (thiosulfate dan thiourea).
Sianidasi bijih emas merupakan proses pelarutan emas dari bijihnya menggunakan bahan
kimia yang mengandung sianida seperti NaCN dan KCN. Menurut Senanayake, (2005),
reaksi kimia proses sianidasi bijih emas secara mendasar dapat dituliskan sebagai berikut
:
4Au + 8CN- + O2 + 2H2O 4Au(CN)2- + 4OH- (A.1)
Reaksi pelarutan emas dalam larutan sianida merupakan reaksi reduksi-oksidasi. Pada
kutub anoda terjadi reaksi oksidasi emas dan pembentukan kompleks logam emas-
sianida sementara pada kutub katoda terjadi proses reduksi oksigen menjadi hidrogen
peroksida (lihat Gambar 7). Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :
Reaksi di anoda :
2Au 2Au+ + 2e- (A.2)
Reaksi di katoda :
O2 + 2H2O + 2e- H2O2 + 2OH- (A.4)
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses sianidasi bijih emas antara lain adalah :
23
Waktu pelindian;
pH slurry;
Konsentrasi mineral / unsur pengotor.
Gambar 7. Skema mekanisme reaksi pelarutan emas dalam proses sianidasi (Srihammavut, 2008)
Diagram alir proses sianidasi bijih emas sangat tergantung pada mineralogi dari bijih
emas yang akan diolah. Mineralogi bijih yang berbeda akan berimplikasi terhadap proses
pengolahan awal yang berbeda. Proses karakterisasi bijih emas sebelum proses pelindian
dengan sianida menjadi hal yang sangat diperlukan sebagai dasar pertimbangan dalam
menentukan alur proses pengolahan dan penentuan parameter operasi pengolahan.
Secara umum alur proses utama pengolahan emas dengan sianidasi disajikan pada
Gambar 8.
Proses akhir dari ekstraksi bijih emas dengan metode sianidasi (lihat blok merah pada
Gambar 8) adalah proses recovery emas yang teradsorpsi pada karbon aktif. Terdapat 2
(dua) cara dalam recovery emas ini yaitu dengan elektro metalurgi (lihat Gambar 8) dan
yang lainnya adalah dengan cara pembakaran dan peleburan (lihat Gambar 9).
24
Gambar 8. Diagram alir proses ekstraksi emas dengan metode sianidasi
Proses elektro metalurgi relatif lebih kompleks dibandingkan dengan proses pembakaran
dan peleburan, namun proses ini menghasilkan kemurnian emas yang maksimal,
sedangkan dalam proses pembakaran dan peleburan produk emas yang dihasilkan masih
bercampur dengan perak dan logam-logam lain yang ikut terlarut dalam proses sianidasi.
Untuk pemurnian emas tetap harus dilakukan dengan pelarutan dan elektro metalurgi.
Gambar 9 adalah diagram alir proses pembakaran dan peleburan.
25
Karbon aktif hasil
adsorpsi
Pembakaran
/Pengabuan
Grinding
Wet magnetik
separator
Magnetik
Non Magnetik
Boraks (Flux)
Toksisitas sianida yang tinggi dan fatal, menyebabkan thiosulfate yang tidak beracun
(S2O32-) menjadi salah satu alternatif lain sebagai pelindi yang secara intensif
dikembangkan (Aylmore and Muir, 2001). Sodium (Na) dan ammonium (NH4) thiosulfate
adalah dua garam komersil utama yang dapat dijadikan sumber thiosulfate. Kedua garam
thiosulfate ini sudah umum digunakan dalam penelitian pelindian emas dengan metode
thiosulfate (Oraby, 2009).
Pembentukan senyawa komplek emas dengan thiosulfate dalam larutan dapat dilihat
seperti persamaan berikut :
Au + 2 S2O32- Au(S2O3)23- + e- (B.1)
Dalam larutan alkali thiosulfate, oksigen bertindak sebagai oksidator, reaksi redoks
kompleksnya adalah :
4 Au + 8 S2O32- + O2 + 2 H2O 4 Au(S2O3)23- + 4 OH- (B.2)
Pelindian emas dengan thiosulfate dalam larutan beroksigen membutuhkan katalis yang
cocok, karena jika tidak pelindian sangat lambat. Tembaga (II) merupakan katalis yang
sangat efisien yang digunakan bersama dengan ammonia untuk menstabilkan ion
tembaga (II) dalam larutan sebagai kompleks tembaga (II) tetra-amin, seperti persamaan
B.3.
26
Cu2+ + 4 NH3 → Cu(NH3)42+ (B.3)
Pembentukan senyawa kompleks emas dengan pelindi tidak hanya dengan thiosulfate
saja, tetapi juga ammonia. Oleh karena itu dalam larutan ammonium-thiosulfate, baik
ammonia dan thiosulfate dapat membentuk kompleks dengan emas, seperti persamaan
bolak-balik berikut :
Au(S2O3)23- + 2 NH3 ↔ Au(NH3)2+ + 2 S2O32- (B.4)
Sistem kimiawi tembaga-thiosulfate berammonia merupakan sistem yang kompleks dan
mekanisme pasti kelarutan emas dan aksi katalis Cu(II) belum dipahami secara
menyeluruh. Reaksi pelarutan emas dalam larutan tembaga-thiosulfate berammonia
secara keseluruhan adalah:
Au + 5 S2O32- + Cu(NH3)42+ → Au(S2O3)23- + 4 NH3 + Cu(S2O3)35- (B.4)
Selain itu, bornit, kalkosit dan kalkopirit juga memberi pengaruh buruk pada proses
ekstraksi emas dan meningkatkan konsumsi thiosulfate. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja pelindian thiosulfate diantaranya adalah :
27
Diagram alir proses pelindian dengan thiosulfate dapat dilihat pada Gambar 10.
Elusi
Electrowinning
Filtrasi
Peleburan
Hal lain yang menjadi kelemahan pelindian metoda thiosulfate adalah proses adsorpsi
senyawa kompleks emas-thiosulfate tidak dapat dilakukan pada media karbon aktif, tetapi
harus menggunakan resin penukar anion.
28
C. Pelindian dengan Thiourea (SC(NH2)2)
Pelarutan emas dengan larutan thiourea pertama kali dilaporkan pada tahun 1941, dan
kemudian studi tentang teori dan proses pelindian dalam larutan thiourea berkembang di
dunia terutama disebabkan karena thiourea lebih rendah dampaknya terhadap
lingkungan, tidak beracun terhadap manusia, dan pelarutan emas dalam larutan thiourea
lebih cepat serta lebih selektif dalam melarutkan emas dan perak dibandingkan dengan
larutan sianida terutama untuk jenis bijih yang banyak mengandung sulfida (bijih
refractory).
Meskipun demikian, penerapan pelindian emas dengan larutan thiourea belum banyak
dilakukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah sebagai berikut :
Konsumsi thiourea yang tinggi hingga mencapai konsentrasi 10% dari massa bijih;
Harga thiourea jauh lebih mahal dibandingkan dengan sianida;
Masih kurangnya dan terbatasnya penyelidikan mengenai pelindian emas dalam
larutan thiourea.
Faktor-faktor tersebut menyebabkan pelindian emas dalam larutan thiourea masih dalam
tahap pengembangan, sepanjang laporan studi mekanismenya masih terbatas.
Pemahaman yang lebih baik dan mendalam dari hal yang mendasar akan memegang
peranan penting dalam mengarahkan metoda ini untuk dapat diaplikasikan dalam skala
industri. Bahkan, penelitian skala pilot di China menunjukkan masih terdapat beberapa
kendala terkait pemakaian thiourea yang belum didapatkan solusinya. Oleh karena itulah
belum ada industri yang mengaplikasikan metode thiourea hingga saat ini.
Reaksi thiourea dalam larutan asam dengan emas membentuk kompleks kation kuat
:
Au + 2 SC(NH2)2 ↔ Au[SC(NH2)2+ + e- (C.1)
Untuk laju reaksi pelarutan yang lebih baik, maka thiourea membutuhkan oksidator
ion ferri atau hidrogen peroksida dengan konsentrasi yang tinggi. Dalam lingkungan
thiourea yang asam, oksidator selain membantu pelarutan emas juga mengoksidasi
thiourea membentuk formamidin disulfide (lihat reaksi C.2).
2 SC(NH2)2 ↔ NH2C(NH)SSC(NH)NH2 + 2 H+ + 2 e- (C.2)
29
Reaksi pembentukan formamidin disulfide akan diikuti reaksi pembentukan sulfur
dan produk lainnya yang tidak dapat berubah.
Recovery emas hasil adsorpsi senyawa kompleks emas-thiourea pada penelitian
dilakukan dengan menggunakan electrowinning.
Elusi
Electrowinning
Filtrasi
Peleburan
Pengujian proses pelindian terhadap bijih emas dengan menggunakan 3 jenis reagen
pelarut, yaitu natrium sianida (NaCN), ammonium thiosulfate ((NH4)2S2O3) dan thiourea
(SC(NH2)2) dilakukan pada skala laboratorium dengan menggunakan reaktor gelas kimia
5 L (lihat Gambar 12). Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama antara BPPT dengan
KLHK. Jumlah pengujian yang dilakukan disesuaikan dengan waktu dan sumberdaya
yang ada. Oleh karena itu, parameter-parameter operasional pelindian disesuaikan
dengan parameter optimum literatur penelitian yang ada.
Bijih emas yang diujikan adalah bijih emas yang berasal dari Gunung Pandan, Pacitan,
Jawa Timur dengan karakteristik kimia seperti Tabel 4.
30
Gambar 12. Uji coba penentuan reagen pelarutan skala laboratorium
Parameter Zn Ag Au Cu Ni Co Fe Mn
Konsentrasi 34.4 213.5 49991.5 108.1
9.58 6.90 979.13 77.90
(ppm) 7 0 9 1
Parameter Cr Ti Ca K Hg S Ba Cs
Konsentrasi 30.0 870.6 449.4 2880.1 968.7
8.88 109.39 18.63
(ppm) 2 2 7 0 5
Berdasarkan pada hasil analisis kimiawi bijih asli menunjukkan bahwa diperkirakan dalam
proses pelindian yang akan dilakukan Fe, S akan mempengaruhi kinerja proses pelindian
dari ketiga reagen pelarut, sedangkan Cu akan mempengaruhi kinerja pelindian dengan
sianida.
31
penambahan sulfit : 0 – 2 %. Berdasarkan data-data di atas, maka pemakaian bahan-
bahan kimia adalah : konsentrasi thiosulfate : 0,2 M; ammonia : 0,9 M; CuSO4 : 0,03; pH
9,67; waktu pelindian : 48 jam dan parameter yang lainnya disamakan dengan parameter
proses sianidasi. Foto kegiatan pengujian dengan thiosulfate dapat dilihat pada
Gambar 13.
Gambar 13. Proses uji coba penentuan reagen pelarutan dengan thiosulfate (jar 1) dan NaCN (jar 2)
32
Gambar 14. Proses uji coba penentuan reagen pelarutan dengan thiourea (jar 3)
Diagram alir pelaksanaan jar test masing-masing sama seperti diagram alir yang telah
dibahas pada masing-masing metode. Hasil pengamatan masing-masing proses
menunjukkan bahwa terjadi perubahan pH yang cukup signifikan pada masing-masing
proses setelah 24 dan 48 jam pelindian seperti Tabel 6.
33
Tabel 6. Hasil pengukuran pH slurry selama jar test
Penurunan pH pada proses sianidasi diperkirakan karena bereaksi serta larutnya unsur-
unsur yang bersifat asam seperi sulfur, besi dan tembaga. Turunnya pH slurry akan
mengakibatkan lepasnya sianida bebas dalam slurry, sehingga kemampuan sistem untuk
melarutkan emas menjadi berkurang. Sedangkan penurunan pH pada proses thiosulfate
diperkirakan disebabkan oleh dekomposisi thiosulfate menjadi SO2, sehingga konsentrasi
thiosulfate menurun dan mengurangi kemampuan sistem dalam melarutkan emas.
Naiknya pH pada sistem pelindian thiourea dan akibat yang ditimbulkan dari kenaikan ini,
kami belum mendapatkan literatur yang dapat menjelaskannya. Sistem pelindian thiourea
mengharuskan dalam pH asam (pH 1-2) dan dengan naiknya pH mendekati normal,
diperkirakan sistem thiourea ini akan terhambat dalam sistem pelarutan emas.
Hasil jar test dari ketiga reagen pelindi terhadap bijih emas kadar rendah yang berasal
dari Pacitan, Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 7.
34
Adsorpsi emas terlarut dengan karbon aktif pada sistem thiosulfate juga hanya
sebesar 38%
Pelindian dengan thiourea melarutkan emas hampir sama dengan proses thiosulfat,
yaitu sekitar 45,7%. Dan dari 45,7% emas terlarut ini sekitar 68% teradsorp oleh
karbon aktif.
Perbandingan keekonomian dari ketiga proses ini didasarkan pada bahan-bahan kimia
yang digunakan untuk melakukan pelindian bijih emas berkadar rendah sebanyak 1000
kg seperti yang terlihat pada Tabel 8.
35
4.2 Aspek Regulasi
Di dalam penetapan lokasi pilot projek, aspek legalitas menjadi syarat yang paling utama.
Pilot projek harus dibangun di dalam WPR sesuai dengan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku. Pembangunan pilot projek di dalam lokasi WPR akan menjadi
sebuah insentif bagi para penambang yang sudah menaati peraturan. Diharapkan
kebijakan ini akan mendorong para penambang liar yang saat ini beraktivitas di luar WPR
untuk melaksanakan kegiatan mereka di dalam kawasan WPR sehingga kegiatannya
lebih mudah dikendalikan terutama yang berkaitan dengan faktor kesehatan, keselamatan
kerja serta pengelolaan lingkungan.
Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dipilih menjadi salah satu
area rencana implementasi pilot project pengolahan bebas merkuri dengan didasarkan
pada telah tersedianya aspek legalitas dari area penambangan emas skala kecil berupa
wilayah penambangan rakyat.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian ESDM, terdapat 4 (empat) Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR) komoditi emas yang telah diterbitkan di Kecamatan Kokap,
Kabupaten Kulon Progo, DIY, yangmana sebaran dari WPR-WPR tersebut dapat dilihat
pada gambar 15 dan terdiri dari : lokasi WPR 1 terletak di Desa Kalirejo, Kecamatan
Kokap, Kabupaten Kulon Progo, DIY, dengan luas area 25,13 Ha. Lokasi WPR 2 terletak
di Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, DIY, dengan luas area
24,66 Ha. Lokasi WPR 3 terletak di Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon
Progo, DIY, dengan luas area 25,52 Ha. Lokasi WPR 4 terletak di Desa Hargorejo,
Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, DIY, dengan luas area 25,13 Ha.
Hasil tinjauan terhadap keempat WPR adalah ditentukannya 3 calon lokasi pilot projek,
yaitu :
Calon Lokasi 1
36
Akses transportasi Akses transportasi terkendala sungai,
namun bisa diusahakan dengan membuat
jalur baru, lokasi tidak terlalu jauh dari jalan
aspal desa
Akses sumber air Sumber air dekat karena di samping sungai
dengan lebar sungai
Stabilitas lahan Stabilitas lahan kurang baik karena ada di
sekitar bantaran sungai.
Akses listrik Akses listrik dekat, yaitu sekitar 100 m
perumahan sekitar 100 m)
Calon Lokasi 2
Nama lokasi Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap
Desa/Kecamatan Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap
Status lahan Milik pribadi (Pak Suseno)
Luas lahan Sekitar 2500 m2
Jarak dari WPR Berada di dalam WPR
Status IPR Belum ada
Kontur lahan Lahan berbukit curam dengan kemiringan sekitar
75 derajat
Akses transportasi Akses transportasi dekat karena di bagian bawah
lahan adalah jalan
Akses sumber air Sumber air sulit diperoleh
Stabilitas lahan Stabilitas lahan sangat tidak baik karena terkait
dengan kemiringan lahan yang sangat curam, di
bagian bawah jalan sudah ada longsoran
37
Akses listrik Akses listrik relatif dekat, yaitu sekitar 500 m (perkiraan
karena jarak dari perumahan sekitar 500 m)
Calon Lokasi 3
Nama lokasi Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap
Desa/Kecamatan Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap
Status lahan Milik kas Desa Kalirejo
Luas lahan Sekitar 2500 m2
Jarak dari WPR Berada di luar WPR
Status IPR Belum ada
Kontur lahan Lahan relatif datar, perlu sedikit pengkondisian lahan
Akses transportasi Akses transportasi terkendala sungai, namun bisa
diusahakan dengan membuat jalur baru, lokasi tidak
terlalu jauh dari jalan aspal desa.
38
Akses sumber air Sumber air dekat karena dekat sungai intermiten
dengan lebar sungai sekitar 8 – 10 m
Stabilitas lahan : Stabilitas lahan cukup baik walaupun ada di sekitar
bantaran sungai.
Akses listrik : Akses listrik dekat, yaitu sekitar 20 m (perkiraan jarak
dari jalan raya)
Mengacu pada kepemilikan lahan dalam blok-blok WPR yang ada merupakan milik
personil penduduk setempat. Selain itu dalam WPR yang ada hamparan lahan yang luas
dan relatif datar hampir tidak ditemukan. Topografi dari WPR-WPR yang ada umumnya
merupakan topografi dengan kelerengan yang agak terjal hingga terjal dan berada pada
daerah limpasan run off, sehingga rawan terjadi longsor, maka Pemerintah Kabupaten
Kulon Progo dan Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Mineral, BPPT sepakat
menetapkan calon lokasi 3 yang merupakan tanah Kas Desa Kalirejo, terbentuk akibat
sedimentasi sungai sebagai lahan untuk didirikannya pilot projek Inovasi teknologi
pengolahan emas bebas merkuri dan pengelolaan dampaknya pada PESK Kulon Progo,
DIY.
Selain aspek legalitas, wilayah dan izin pertambangan rakyat, regulasi lingkungan
menjadi faktor penting yang menjadi dasar perencanaan pembangunan pilot projek.
Berdasarkan Kepmen LH No. 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Pertambangan Emas dan/atau Tembaga, setiap limbah cair yang
dilepas ke lingkungan dari kegiatan ini harus memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan
(lihat Tabel 9).
39
Dengan mempertimbangkan aspek tersebut, maka perlu dibuat desain pengolahan
tailing/limbah yang handal sehingga mampu mengontrol kualitas air limbah agar selalu
sesuai dengan baku mutu.
Lokasi rencana pilot projek pengolahan emas bebas merkuri dan pengelolaan dampaknya
pada PESK Kulon Progo telah disepakati antara Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi adalah pada lahan milik Pemerintah Desa
Kalirejo yang terletak di Dusun Papak, Kalirejo, dengan luas sekitar 2.500 m2,
Lokasi pilot projek (gambar 18 dan gambar 19) merupakan bantaran sungai yang
terbentuk akibat sedimentasi dan perubahan arah arus aliran sungai, dengan kelerengan
yang relatif datar, memanjang hampir utara-selatan searah dengan arah aliran sungai ke
selatan. Bagian timur lahan merupakan tebing sedang setinggi sekitar 20 m dengan
kelerengan sekitar 30 – 40o.
40
Gambar 19. Peta rencana lokasi Pilot Projek Kulon Progo
Berdasarkan hasil observasi, kondisi lahan termasuk aman dari bahaya longsor, bahaya
banjir akibat curah hujan dan aliran air sungai dalam siklus tahunan menurut data yang
ada adalah aman, sedangkan dalam siklus 5 tahunan atau 25 tahunan dapat diatasi
dengan pembangunan tanggul sepanjang kira-kira 60 m di kedua sisi tebing sungai. Jarak
rencana lokasi pilot projek ke pemukiman penduduk relatif dekat (sekitar 50 m) sehingga
perlu dipikirkan teknologi peredaman potensi gangguan kebisingan dan kenyamanan
hidup masyarakat yang ditimbulkan oleh kegiatan operasi pilot projek.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para penambang dan penduduk Desa Kalirejo
dalam acara sosialisasi oleh PTPSM-BPPT, masyarakat menyambut baik rencana
pemerintah untuk membangun pilot projek di lokasi ini karena tujuannya untuk
kemaslahatan masyarakat Desa secara keseluruhan. Situasi keamanan di wilayah ini
secara umum tergolong relatif baik. Di tempat ini tersedia sumber air yang dapat
dimanfaatkan untuk proses pengolahan emas yang berasal dari air permukaan yaitu dari
aliran sungai yang ada dan Lokasi ini juga tidak jauh (sekitar 40 m) dari jalan desa yang
ada jaringan listrik PLN.
41
4.3.2 Aksesibilitas
Lokasi pilot projek (gambar 19) berdasarkan pada plotting lokasi berada pada koordinat-
koordinat seperti tabel berikut ini :
Akses menuju lokasi pilot projek dapat ditempuh melalui 2 cara yaitu melalui jalan utama
Desa Kalirejo yang berjarak sekitar 150 m sebelah barat lokasi dengan jalan yang relatif
datar dan lebar (dapat dilalui kendaraan roda 4) dan menyeberangi sungai (belum ada
akses jalan). Sedangkan cara lain adalah masuk melalui jalan Dusun Papak yang berada
sekitar 50 m di timur lokasi melalui jalan setapak menuruni tebing.
Gambar 20. Akses Jalan ke lokasi dari jalan utama Desa menyeberangi sungai
4.3.3 Fisiografi
42
Menurut topografi, hamparan wilayah Kabupaten Kulon Progo mencakup dataran tinggi,
perbukitan, serta dataran rendah. Daerah ini pada bagian utara merupakan dataran
tinggi/perbukitan Menoreh dengan ketinggian 500-1.000 mdpl yang meliputi kecamatan
Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang, dan Samigaluh. Bagian tengah masih berupa daerah
perbukitan dengan ketinggian 100-500 mdpl yang meliputi kecamatan Sentolo, Pengasih,
dan Kokap. Bagian selatan merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0-100 mdpl
yang meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur, dan Lendah (BPS Kabupaten
Kulon Progo, 2017a).
Daerah Penambangan Emas Skala Kecil (PESK) terletak di Desa Kalirejo dan Hargorejo,
Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lokasi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dapat dicapai menggunakan kendaraan
roda empat maupun roda dua dengan rute dari Yogyakarta dengan waktu tempuh ± 2
jam. Terdapat empat WPR emas di Kabupaten Kulon Progo. Lokasi WPR 1 terletak di
Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, DIY, dengan luas area 25,13
Ha. Lokasi WPR 2 terletak di Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo,
DIY, dengan luas area 24,66 Ha. Lokasi WPR 3 terletak di Desa Kalirejo, Kecamatan
Kokap, Kabupaten Kulon Progo, DIY, dengan luas area 25,52 Ha. Lokasi WPR 4 terletak
di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, DIY, dengan luas area
25,13 Ha.
Berdasarkan letaknya, Kulon Progo merupakan bagian dari zona Jawa Tengah bagian
selatan maka Daerah Kulon Progo merupakan salah satu plato yang sangat luas yang
terkenal dengan nama Plato Jonggrangan (Van Bemellen, 1948). Daerah ini merupakan
daerah uplift yang membentuk dome yang luas. Dome tersebut relatif berbentuk persegi
panjang dengan panjanag sekitar 32 km yang melintang dari arah utara – selatan,
sedangkan lebarnya sekitar 20 km pada arah barat – timur. Oleh Van Bemellen Dome
tersebut dibeir nama Oblong Dome.
Inti dari Oblong Dome adalah 3 gunungapi purba Tersier yang tererosi dalam, sehingga
tersingkap bagian dari dapur magmanya, yaitu Gunung Gajah, Gunung Ijo, dan Gunung
Menoreh. Kompleks pegunungan ini dikenal umum dengan nama Pegunungan Kulon
Progo. Gunung Gajah merupakan gunungapi tertua dengan produk andesit basaltik
hipersten-augit, Gunungapi Ijo yang terbentuk setelahnya memiliki produk andesit basaltik
piroksen, andesit augit-hornblenda, serta intrusi dasit, Gunung Menoreh sebagai
gunungapi terakhir memiliki produk andesit augit-hornblenda, dasit, dan andesit (Rahardjo
dkk., 1995).
43
Secara regional Daerah Kokap dan sekitarnya merupakan bagian dari Perbukitan Terjal
dan Dataran Rendah. Hampir seluruh daerah penelitian terdiri dari perbukitan terjal,
sedangkan dataran rendah berada di sebelah Selatan dan Tenggara. Perbukitan terjal
diakibatkan oleh adanya struktur sesar dan lipatan, sedangkan Dataran Rendah berisikan
material lepas yang terdiri dari pasir sampai bongkah, dengan arah sungai relating ke
arah selatan dan membentuk pola aliran parallel, yaitu pola aliran yang tersusun oleh
litologi yang relatif tidak sama dan dipengaruhi oleh struktur geologi serta memperlihatkan
arah aliran sungai mengalir ke sungai utama dimana arah alirannya sama dengan arah
aliran sungai utama. Daerah penelitian dibagi menjadi 3 Satuan Geomorfologi, yaitu :
1. Satuan Perbukitan Bergelombang Lemah.
2. Satuan Perbukitan Bergelombang Kuat.
3. Satuan Perbukitan Terjal.
44
urutan gunungapi purba dari yang tertua adalah Gunung Ijo, Gunung Jonggrangan
(Gunung Gajah), dan diikuti Gunungapi Sigabug (Gunung Menoreh). Selanjutnya, secara
tidak selaras diendapkan endapan laut dangkal Formasi Jonggrangan dan Formasi
Sentolo yang berumur sama namun berbeda fasies. Endapan gunung Merapi mengisi
Cekungan Jogjakarta di timur Pegunungan Kulon Progo sebagai produk geologi yang
berumur paling muda.
Z End
M
a apan
a Batuan Batuan
m Kala Per
s Gunungapi Terobosan
a muk
a
n aan
Kuarter Qa Qc Qmi
Pl
io
e
n
s
Tmps
Mesozoikum
Mio
sen
Tersier
Tmj
da
a di
en
os
Ol
ig
Tmok
en
os
E
Teon
Gambar 22. Stratigrafi daerah Kulon Progo dan sekitarnya (Rahardjo, dkk., 1995)
45
d. Formasi Jonggrangan (Tmj): Memiliki tebal sekitar 250-400 m, bagian bawah terdiri
atas konglomerat, napal tufan, batupasir gampingan dengan moluska, dan
batulempung sisipan lignit, sedangkan bagian atas terdiri dari batugamping berlapis
dan batugamping koral. Formasi ini berumur Miosen Bawah-Miosen Tengah dan
memiliki hubungan menjari dengan Formasi Sentolo di bagian bawah.
e. Formasi Sentolo (Tmps): Memiliki tebal sekitar 950 m, terdiri atas konglomerat dan
napal tufan dengan sisipan tuf pada bagian bawah, kemudian secara berangsur
berubah menjadi batugamping berlapis kaya foraminifera. Formasi ini berumur sama
dengan Formasi Jonggrangan.
f. Endapan vulkanik Gunung Merapi muda (Qmi): terdiri atas tuf, abu, breksi,
aglomerat, dan leleran lava tak terpisahkan yang berumur Kuarter.
g. Koluvium (Qc): terdiri atas rombakan tak terpisahkan dari Formasi Kebobutak.
h. Aluvium (Qa): Kerakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang sungai besar dan
dataran pantai.
Dalam penelitian terbaru oleh Widagdo dkk. (2016), ditemukan fragmen batugamping
Formasi Jonggrangan dalam endapan lahar Gunung Menoreh yang membawa pada
pemikiran bahwa batuan gunungapi Oligo-Miosen Gajah dan Ijo menjadi alas batuan
karbonat Formasi Jonggrangan, sedangkan batuan gunungapi Oligo-Miosen Gajah, Ijo,
dan karbonat Jonggrangan menjadi alas bagi gunungapi Miosen Akhir Menoreh.
Menurut Sudrajat dkk. (2010), Morfologi daerah Kulon Progo memiliki kecenderungan
untuk mengikuti pola umum struktur di Pulau Jawa, yaitu pola Meratus berarah timurlaut-
baratdaya saat Eosen, pola Sunda yang berarah utara baratlaut-selatan tenggara saat
Miosen Atas, dan pola Jawa berarah barat-timur saat Pliosen.
46
Gambar 23. Peta Geologi Regional Kulon Progo dan sekitarnya, dengan garis hijau daerah Kokap (Rahardjo
dkk., 1995)
Menurut peta geologi Yogyakarta (gambar 23), di daerah Kulon Progo terdapat struktur
lipatan dan sesar, dengan lipatan memiliki arah sumbu timurlaut-baratdaya, sedangkan
sesar banyak dijumpai di kaki Pegunungan Kulon Progo dengan pola radial. Menurut
Widagdo dkk. (2016), sebaran batuan di Pegunungan Kulon Progo dikontrol oleh struktur
tubuh gunungapi dan struktur sekunder, dengan struktur tubuh gunungapi mengontrol
sebaran batuan volkanik menjadi batuan gunungapi Gajah, Ijo, dan Menoreh, sedangkan
struktur sekunder terdiri atas sesar naik berarah timurlaut-baratdaya, sesar geser berarah
utara timurlaut-selatan baratdaya, dan sesar normal berarah baratlaut-tenggara.
Sebaran batuan berumur Eosen di daerah Kulon Progo dikontrol oleh sesar naik berarah
timurlaut-baratdaya (gaya berarah baratlaut-tenggara), sedangkan kehadiran tiga
47
gunungapi purba berumur Oligosen-Miosen dikontrol oleh kelurusan sesar geser sinistral
berarah utara timurlaut-selatan baratdaya (gaya berarah utara-selatan) (Widagdo dkk.,
2016). Selanjutnya, sesar normal baratlaut-tenggara (arah gaya baratlaut-tenggara)
memotong Formasi Kebobutak & Jonggrangan (Widagdo dkk., 2016).
Ubahan dan mineralisasi di daerah Kulon Progo tidak lepas dari proses magmatisme
yang menghasilkan tipe endapan mineral asosiasi busur magmatik. Pola struktur yang
mengontrol ubahan dan mineralisasi terjadi akibat gaya berarah utara-selatan dan
timurlaut-baratdaya akibat subduksi orthogonal ke arah utara saat Miosen Awal-Miosen
Akhir (Harjanto, 2008).
48
meteorik, sehingga diperkirakan kuarsa pembawa fluida tumbuh dalam zona epitermal
dan umur mineralisasi adalah Miosen Akhir.
Menurut Harjanto (2008), terdapat hubungan antara urat kuarsa dengan pola struktur,
namun pola struktur tidak semuanya dipengaruhi tektonik regional, tetapi lebih
dipengaruhi gaya kompresi setempat yang juga merupakan vektor gaya kompresi
regional. Sesar utama yang mengontrol jalan keluarnya larutan sisa magma yang
menyebabkan ubahan hidrotermal adalah sesar mendatar berarah timurlaut-baratdaya di
samping rakahan-rekahan berarah utara-selatan dan baratlaut-tenggara. Mineralisasi
banyak dijumpai pada urat kuarsa berarah timurlaut-baratdaya dan utara-selatan dan juga
pada batuan samping di sekitar sesar.
Menurut studi terdahulu, di daerah Kulon Progo cukup banyak ditemukan lokasi terjadinya
mineralisasi, seperti di daerah Kokap dan sekitarnya (Purnamawati dan Tapilatu, 2012
dalam Widagdo, 2016), mineralisasi emas dalam urat kuarsa dan sulfida, serta urat
stockwork asosiasi ubahan filik-argilik di Sangon (Setiabudi, 2005), mineralisasi di daerah
Gunung Gupit (Idrus dkk., 2013 dalam Widagdo, 2016), dan di Kalisat Magelang (Idrus
dkk., 2013 dalam Widagdo, 2016). Harjanto (2008) menyebutkan bahwa daerah Bagelen,
Sangon, dan Plampang merupakan daerah prospek mineralisasi emas di selatan Gunung
Ijo.
Ubahan di daerah Kokap bervariasi, berkembang pada litologi diorit halus dan andesit,
pada umumnya terdiri aras zona argilik (silika-lempung) dan zona propilitik (klorit-smektit-
kaolinit), dengan zona argilik mengandung banyak urat kuarsa dan mineralisasi dengan
memiliki ketebalan urat bervariasi antara 10-120 cm, mineral sulfida yang ditemukan
antara lain pirit, galena, dan sfalerit,barit ditemukan di tempat tertentu, zona mineralisasi
oksidasi hematit-goetit juga berkembang di beberapa tempat, dengan potensi kandungan
logam Au, Ag, Cu, dan Pb (CV. Sakalike, 2017).
CV. Sakalike (2017) telah melakukan estimasi cadangan emas di daerah Kokap. Estimasi
cadangan didekati dengan penelitian geolistrik induksi polarisasi. Hasil dengan nilai
tahanan jenis >= 1000 ohm diinterpretasikan sebagai batuan andesit yang merupakan
zona keberadaan mineral logam emas sulfida, sedangkan tonnase emas didekati dari nilai
rata-rata hasil pengukuran parameter Au. Estimasi cadangan emas total dari empat WPR
menurut metode ini mencapai 49.262 Ton (CV Sakalike, 2017).
49
4.4 Kondisi Pertambangan Saat ini
Kegiatan pertambangan emas skala kecil di daerah Kulon Progo sudah mulai ada sejak
tahun 1993-an dan berlangsung semarak sampai dengan tahun 2013 - 2014. Pada tahun
2013 dan 2014 ini Pemerintah Kabupaten Kulon Progo melakukan penataan wilayah
pertambangan emas rakyat yang didukung oleh Sub Dinas ESDM Provinsi DIY hingga
diterbitkannya peta Wilayah Pertambangan Rakyat pada tahun 2017. Kondisi
pertambangan hingga diterbitkannya UU No. 11 Tahun 2017 tentang Konvensi Minamata,
relative sudah sepi (hanya segelintir penambangan yang masih melakukan aktivitasnya,
dan umumnya penambang-penambang ini berasal dari luar daerah Kulon Progo.
Keterlibatan langsung warga Desa Kalirejo dalam aktivitas penambangan relatif kecil,
yangmana warga desa Kalirejo hanya terlibat sebatas kepada kepemilikan lahan saja dan
menyewakan lokasi penambangan kepada para penambang dari luar daerah. Besarnya
modal yang harus dikeluarkan, serta penghasilan yang tidak pasti, menjadi alasan warga
desa setempat, enggan terlibat langsung dalam penambangan emas. Warga cenderung
memilih menyewakan tanah, atau sekedar menjadi kuli penambang harian, karena
hasilnya lebih pasti, meski nilainya jauh lebih kecil. Satu lahan biasa disewakan untuk
lokasi penambangan Rp 2 juta hingga Rp 5 juta per bulan, atau Rp 30 juta per tahun.
Sedangkan untuk sistim royalti, pembagiannya biasanya 40 persen hasil untuk pemilik
tanah, dan 60 untuk pemilik modal.
Berdasarkan pada uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa keberadaan potensi emas di
daerah Kulon Progo tidak banyak meningkatkan perekonomian masyarakat desa Kalirejo,
sementara proses pengolahan dilakukan di desa Kalirejo dengan menggunakan merkuri
yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat
seperti pencemaran lingkungan, rawan longsor dan konflik social dengan pendatang
sehingga lebih besar mudharatnya daripada manfaat bagi warga desa Kalirejo.
Keterdapatan emas di daerah ini tidak lepas dari endapan emas yang ada di daerah
perbukitan Menoreh dan sekitarnya. Para penambang emas di daerah Kulon Progo saat
marak-maraknya berasal dari berbagai daerah seperti Tasikmalaya, Sukabumi dan
Purworejo, serta sedikit yang berasal dari daerah Kalirejo sendiri. Kegiatan pertambangan
emas di daerah ini masih tergolong sederhana, karena metode penambangan dan
pengolahan emas yang sederhana. Penambangan dilakukan dengan membuat lubang
gua yang mengikuti arah urat baik secara vertikal maupun horizontal (lihat lubang gua
horizontal pada Gambar 24 ) dan pengolahan emas dilakukan dengan menggunakan
merkuri untuk menangkap logam emas.
50
Gambar 24. Metode penambangan emas di Kulon Progo
51
BAB 5. DESKRIPSI PROSES
Setelah melewati kajian karakterisasi bijih, uji metalurgi (metallurgical testing) dan uji
pelindian (leaching test), maka diketahui bahwa teknik sianidasi merupakan metode yang
cocok diterapkan untuk mengolah bijih emas di wilayah pertambangan rakyat (WPR) yang
terletak di Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten LebaKulon Progo. Bijih emas
yang terdapat di wilayah itu tergolong ke dalam jenis bijih primer sulfida rendah dengan
ukuran partikel emas yang sangat halus yaitu 10 mikron. Hasil leaching test skala
laboratorium menunjukan bahwa pada kondisi optimum pengolahan emas dengan
sianidasi menghasilkan perolehan (recovery Au) sebesar 60 %.
Secara umum, desain proses yang diterapkan untuk mengolah bijih tipe ini melibatkan
berbagai macam tahapan pengolahan mineral, yaitu:
Selain desain pengolahan emas, pilot projek ini mengintergrasikan pula desain
pengolahan tailing/limbah sebagai upaya untuk mewujudkan pertambangan rakyat yang
berwawasan lingkungan. Secara prinsip, desain pengolahan tailing ini terdiri dari 2 tahap
utama, yaitu:
Destruksi sianida;
Sedimentasi/pengendapan.
52
Tahap pertama proses pengolahan emas ini adalah proses peremukan (crushing).
Terdapat dua jenis alat yang dipakai untuk tujuan ini, yaitu primary jaw crusher yang
berperan sebagai primary crushing, dan secondary jaw crusher yang bertindak sebagai
secondary crushing. Primary Jaw crusher didesain untuk mengecilkan ukuran bijih atau
batuan dari max. 10 cm menjadi kurang dari 2 cm. Sedangkan secondary jaw crusher
didesain untuk penghancuran lebih lanjut yaitu dari max 1 cm menjadi di bawah 5 mm.
Kedua tahap crushing ini dilakukan dengan metode kering yaitu tanpa menggunakan air.
Material hasil penggilingan ball mill ini mempunyai rentang ukuran yang bervariasi. Oleh
karena itu, setelah melewati penghalusan dengan menggunakan ball mill, material
tersebut perlu menjalani tahap klasifikasi. Terdapat berbagai macam tipe alat klasifikasi
seperti spiral classifier, hydrocyclone, dll. Namun di pilot projek ini, alat klasifikasi yang
digunakan adalah screen manual dengan tujuan untuk pemisahan ukuran partikel dimana
material yang masih kasar (+200 mesh) akan tertahan pada screen dan dikembalikan ke
ball mill, sedangkan material halus (-200 mesh) siap diolah dengan proses leaching.
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis classifier ini adalah
karena screen manual tidak memerlukan energi listrik, murah dan prosesnya sederhana.
Material yang sudah berukuran -200 mesh kemudian masuk ke sump pit yang selanjutnya
akan dipompakan ke tangki leaching untuk menjalani proses pelindian emas yang
berlangsung selama 60 jam. Selama proses leaching, beberapa parameter kunci perlu
dijaga agar selalu berada pada level optimum. Parameter-parameter tersebut adalah pH,
persen solid, konsentrasi CN- dan konsentrasi oksigen terlarut (DO).
Setelah proses leaching berlangsung selama 1 hari atau 24 jam, ditambahkan karbon
aktif yang berperan sebagai pengadsorpsi emas yang telah terlarut. Kemudian proses
adsorpsi dilanjutkan hingga proses leaching selesai. Dengan demikian tahap adsorpsi
berlangsung selama 36 jam. Setelah proses leaching dan adsorpsi selesai, maka karbon
53
aktif yang mengandung emas diambil untuk kemudian dibakar hingga menjadi abu. Lalu
abu ini dilebur bersama-sama dengan boraks menggunakan torch berbahan bakar gas
LPG sehingga terbentuk 2 fasa cair, yaitu emas dan slag. Fasa cair emas mengendap di
bagian bawah, sedangkan slag berada di lapisan atas.
Tabel 10. Kriteria desain proses pengolahan emas di WPR Desa Kalirejo
Gambar 26 merupakan diagram alir proses pengolahan emas yang terpadu dengan
pengolahan tailingnya.
54
Gambar 26. Dagram alir proses
Langkah-langkah proses pengolahan emas bebas merkuri yang diterapkan di pilot projek
yang berlokasi di Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo dapat
dijelaskan dalam sub bab ini.
A. PROSES KOMINUSI
dipisahkan menjadi 3 produk yaitu > 20 mm, 20 mm > > 2 mm dan < 2 mm.
Produk > 20 mm akan dikembalikan secara manual ke primary jaw crusher untuk di
crushing; produk 20 mm > > 2 mm akan dialirkan secara manual ke secondary
jaw crusher; sedangkan produk yang < 2 mm akan ditampung sebagai umpan ball
mill.
Produk dari secondary jaw crusher secara otomatis akan masuk ke dalam double
deck vibrating screen dan akan terpisah menjadi 2 produk yaitu 20 mm > > 2 mm
dan < 2 mm
55
produk 20 mm > > 2 mm akan dialirkan secara manual kembali ke secondary jaw
crusher; sedangkan produk yang < 2 mm akan ditampung sebagai umpan ball mill.
Proses crushing dan sizing (screening) akan dilakukan terus menerus dan berulang
hingga seluruh bijih lolos ukuran 2 mm yang merupakan syarat ukuran butir
maksimum partikel untuk digrinding dengan ball mill.
Berbeda dengan proses penghancuran batuan pada primary jaw crusher dan
secondary jaw crusher yang dilakukan secara kering, proses penggilingan (grinding)
batuan di dalam ball mill dilakukan secara basah atau memanfaatkan air. Komposisi
material dan air (slurry) untuk proses penggilingan ini adalah sebesar 65% solid.
Untuk memperoleh slurry dengan kekentalan itu, maka ke dalam ball mill
ditambahkan air dengan laju 135 liter/jam.
Proses penggilingan (grinding) di dalam ball mill berlangsung secara batch dengan
waktu tinggal material di dalam ball mill sekitar 3 jam. Material dikeluarkan secara
batch melalui pintu pengeluaran ball mill yang dialirkan melalui paritan yang
berujung pada sebuah screen 200 # manual. Untuk membantu proses penyaringan,
maka disemprotkan air (water spraying) dengan laju tertentu.
Material yang masih kasar akan diumpankan kembali secara manual ke dalam ball
mill untuk dihaluskan kembali pada batch berikutnya.
Sedangkan material yang sudah halus akan ditampung ke dalam sump box. Fungsi
sump box adalah untuk mengatur kekentalan slurry dan memastikan persen solid
slurry sebesar 40% sebelum masuk ke proses pelindian.
B. PROSES PELINDIAN
Kemudian slurry di dalam sump box yang sudah mempunyai kekentalan 40% solid
dimasukan ke dalam tangki pelindian (leaching tank) melalui selang spiral dengan
menggunakan pompa lumpur (slurry pump).
Setelah tangki pelindian terisi slurry pada level tertentu (sekitar 2.850 liter), maka
ditambahkan kapur untuk menaikan pH menjadi 10,5. Setelah pH slurry dipastikan
berada pada level tersebut, maka sodium sianida (NaCN) padat seberat 2,6 kg di
masukan ke dalam tangki pelindian. Selama proses penambahan kapur dan sianida,
agitator selalu berada dalam kondisi hidup agar kapur dan NaCN tercampur secara
sempurna.
56
Reaksi pelindian (leaching) emas terjadi apabila terdapat cukup oksigen terlarut di
dalam slurry. Oleh karena itu, udara diinjeksikan ke dalam slurry melalui pipa yang
terhubung ke kompresor udara. Laju pengaliran udara diatur sedemikian rupa
sehingga kadar oksigen terlarut (DO) berkisar 8,5 mg/L.
Proses leaching berlangsung selama 60 jam di dalam tangki. Selama proses
leaching ini, kondisi slurry harus dikontrol secara rutin untuk memastikan bahwa pH
dan konsentrasi DO selalu berada pada level yang telah ditentukan. Selain itu
kontrol untuk mendeteksi terbentuknya gas HCN juga wajib dilakukan secara
reguler. Peralatan/instrument yang dipakai untuk kontrol proses leaching meliputi:
pH meter, DO meter dan HCN Detector.
57
Setelah dingin, material tersebut dihancurkan untuk memperoleh emas yang
terperangkap di dalamnya.
58
Output (diumpankan ke vibrating screen):
Laju produk bijih : 1,5 ton/batch
Laju produk emas : 1,5 ton/batch x 17 ppm = 25,5 g/batch
B. VIBRATING SCREEN
Kondisi Operasi:
Waktu operasi : 1,5 jam/batch
Asumsi : Tidak ada kehilangan material selama proses di vibrating screen.
Input (dari primary and secondary jaw crusher):
Laju pengumpanan bijih : 1,5 ton/batch
Laju pengumpanan emas : 1,5 ton/batch x 17 ppm = 25,5 g/batch
Output (ditampung ke dalam karung-karung):
Laju produk bijih : 1,5 ton/batch
Laju produk emas : 1,5 ton/batch x 17 ppm = 25,5 g/batch
C. BALL MILL
Kondisi Operasi:
Waktu operasi : 4 jam/batch.
Kapasitas : 0,5 ton/batch. Sehingga waktu total operasi adalah 12 jam
Sistem operasi (feeding & discarding) : manual atau batch
Persen solid : 65%
Asumsi : Tidak ada kehilangan material selama proses di ball mill.
Input (dari karung bijih):
Laju pengumpanan bijih : 0,5 ton/batch
Laju penambahan air : [0,5 x (100%-65%)] : 65% = 0,270 m3/batch atau 270
liter/batch
Laju pengumpanan emas : 0,5 ton/batch x 17 ppm = 8,5 g/batch
Output (diumpankan ke sump pit):
Laju produk bijih : 0,5 ton/batch
Laju air : [0,5 x (100%-65%)] : 65% = 0,270 m3/batch atau 270 liter/batch
Laju produk emas : 0,5 ton/batch x 17 ppm = 8,5 g/batch
59
D. SUMP PIT
Kondisi operasi :
Persen solid : 65%
Asumsi : Tidak ada kehilangan material selama proses screening.
Input (dari ball mill sebanyak 3 kali batch) :
Berat bijih kering : 3 x 0,5 ton = 1,5 ton
Volume air (dari ball mill) : 3 x 270 = 810 liter
Berat pengumpanan emas : 3 x 8,5 = 25,5 g
Output (dipompakan ke dalam tangki leaching):
Berat bijih kering : 3 x 0,5 ton = 1,5 ton
Volume air : 3 x 270 = 810 liter
Berat pengumpanan emas : 3 x 8,5 = 25,5 g
E. LEACHING TANK
Kondisi Operasi:
Waktu operasi : 60 jam
Persen solid : 40%
Recovery emas : 60%
Input (dari sump pit):
Berat bijih kering : 3 x 0,5 ton = 1,5 ton
Volume air (dari ball mill) : 3 x 270 = 810 liter
Penambahan air : 2.250 - 810 = 1.440 liter
Berat pengumpanan emas : 3 x 8,5 = 25,5 g
NaCN: 2,6 kg
Ca(OH)2: 2,25 kg
Output:
Larutan kaya (pregnant solution) : 2,25 m3 atau 2.500 liter
Berat emas dalam larutan kaya : 60% x 25,5 = 15,3 g
Tailing padat : 1,5 ton
Berat emas dalam tailing padat : 25,5 – 15,3 = 10,2 g
Kadar emas dalam tailing padat = 10,2 : 1,5 = 6,8 ppm
60
F. ADSORPSI KARBON AKTIF
Kondisi Operasi:
Waktu operasi : 36 jam
Recovery emas : 95%
Input (dari proses leaching):
Larutan kaya (pregnant solution) : 2,25 m3 atau 2.500 liter
Berat emas dalam larutan kaya : 60% x 25,5 = 15,3 g
Karbon aktif: 18,75 kg
Output (karbon yang mengandung emas):
Berat emas dalam karbon aktif : 95% x 15,3 = 14,54 g
G. PEMBAKARAN
Kondisi Operasi:
Recovery emas : 95%
Input (dari proses adsorpsi):
Berat emas dalam karbon aktif : 14,54 g
Output (Abu karbon aktif):
Berat emas dalam abu karbon aktif : 95% x 14,54 = 13,81 g
H. PELEBURAN
Kondisi Operasi:
Recovery emas : 95%
Asumsi: produk berupa bullion dengan kadar emas 80%
Input (abu karbon aktif):
Berat emas dalam abu karbon aktif : 13,81 g
Boraks: 0,45 kg
Output (bullion emas):
Berat emas dalam bullion : 95% x 13,81 = 13,12 g
Berat bullion : 100/80 x 13,12 = 16,4 gram.
Berdasarkan perhitugan neraca massa tersebut maka logam emas yang diperoleh dari
proses pengolahan 1,5 ton bijih berkadar 17 ppm selama 3 hari adalah 16,4 gram bullion
dengan kadar 80%. Artinya recovery keseluruhan proses (leaching, adsorpsi,
pembakaran dan peleburan) adalah sebesar 51,4 %.
61
I. TANGKI DESTRUKSI SIANIDA
Kondisi operasi :
Waktu operasi : 5 jam
Persen penurunan sianida bebas : 98%
Input (slurry setelah adsorpsi emas oleh Karbon aktif)
Volume slurry : 950 liter
Kodar sianida bebas dalam slurry : 125 mg/L
SMBS yang ditambahkan : 0,93 kg
CuSO4 yang ditambahkan : 10 gram
Output (slurry hasil destruksi sianida)
Kadar CN- dalam slurry : 125 mg/L – {25 mg/L x 98/100} = 2,5 mg/L
Konsentrasi sianida tersebut diturunkan lagi hingga level yang lebih rendah, yaitu pada
tailing pond dengan waktu tinggal 90 hari. Berdasarkan perhitungan neraca massa
tersebut disusun diagram neraca massa seperti yang dapat dilihat pada Gambar 27.
Gambar 27. Diagram Neraca Massa Pilot projek Pengolahan Bijih Emas Bebas Merkuri Kab. Kulonprogo
62
5.5 Kebutuhan Bahan Baku, Air dan Energi
Kebutuhan bahan baku yang tercantum pada Tabel 11 adalah berdasarkan jumlah hari
operasi selama 27 hari/bulan. Proses dilakukan secara batch, dimana satu batch
membutukan waktu selama 3 hari, dengan demikian terdapat 9 batch/bulan. Jumlah bijih
emas yang diolah dalam setiap batch adalah 1,5 ton.
Kebutuhan Kebutuhan
No Bahan Baku Keterangan
per batch per bulan
1 Bijih (ton) 1.5 13.5
2 NaCN (kg) 2,6 23.4 1.73 kg NaCN / ton bijih
3 Ca(OH)2 (kg) 2.25 20.25 1.5 kg kapur / ton bijih
4 Karbon aktif (kg) 18.75 168.75 12.5 kg karbon / ton bijih
5 Boraks (kg) 0.45 4.05 0.3 kg boraks / ton bijih
6 SMBS (kg) 2.79 25.11 1.86 kg SMBS / ton bijih
7 CuSO4 (g) 30 270 20 g CuSO4 / ton bijih
Tabel 12 menunjukan kebutuhan air baik untuk proses dan kebutuhan lain-lain. Dari
tabel tersebut terlihat bahwa jumlah air yang diperlukan adalah sebanyak 3.750 liter/batch
atau 33.750 liter/bulan. Untuk penghematan air, sebagian kebutuhan air tersebut dapat
dipenuhi dari air sirkulasi tertutup. Jika diasumsikan 50% air dapat disirkulasikan atau
dimanfaatkan kembali, maka hanya dibutuhkan air baru (freshwater) sebanyak 1.875
liter/batch atau 16.875 liter/bulan.
63
Tabel 12. Kebutuhan air
Karena proses pengolahan emas dijalankan secara batch maka tidak semua peralatan-
peralatan tersebut beroperasi secara serentak. Sebagai contoh proses crushing (jaw
crusher dan double roll crusher) dijalankan selama 1,5 jam. Kemudian proses grinding
(hopper, feeder dan ball mill) beroperasi selama 6 jam, lalu diikuti oleh proses pelindian
yang membutuhkan waktu sekitar 60 jam. Dan terakhir adalah proses destruksi sianida
yang memerlukan waktu operasi selama 5 jam. Tabel 13 menunjukan kebutuhan energi
untuk mengoperasikan peralatan-peralatan pilot projek.
64
5.6 Kebutuhan Peralatan, instrument, Safety beserta spesifikasinya
65
Motor YUEMA/TECO 3 phase, 3 HP / 2,2 KW.
Ukuran lubang screen : 20 mm dan 5 mm, berbahan kawat
baja.
Kemiringan screen 15 derajat.
Box penampung produk (6 unit)
6 buah Box besi untuk menampung produk. p x l x t :
600x400x350 mm. Kaki box dilengkapi roda.
4 Ball Mill Type Batch dan peralatan pendukungnya 1 Paket
Terdiri dari :
Ball mill type batch (1 unit)
Ukuran diameter x panjang : 900 x 1800 mm
Liner manganese steel.
Motor YUEMA/TECO 3 phase, 15 HP / 11 KW
Grinding media : bola baja 1,5 ton. Ukuran 3 in, 2 in, dan 1
in.
Slurry pump (1 unit)
EBARA type 50 SQPB, in/out : 2 inchi.
Motor YUEMA/TECO, 3 phase, 2 HP / 1,5 KW.
Submersible pump (1 unit)
Tsurumi HS2.4S-53, 200 liter/min.
Selang fleksibel 10 meter, ukuran 2 inchi.
Pemipaan
instalasi pemipaan RUCIKA AW 2 inchi dari sump box ball
mill ke 2 buah tangki secara bercabang. (sehingga
dibutuhkan 2 valve dilengkapi flange). Dilengkapi dengan
elbow, tee, dll.
5 Tangki Leaching dan Destruksi serta peralatan pendukungnya 1 Paket
Terdiri dari :
Tangki Leaching (1 unit)
Ukuran diameter x tinggi : 1,6 x 3,2 m
Bahan plat besi, tebal 3 mm.
Sabuk tanki roll UNP 60.
1 buah pipa pengaduk 2 inchi, bahan besi, tebal 6 mm,
dilengkapi baling-baling 2 tingkat (@ 4 blade) bahan besi,
tebal 6 mm.
1 buah Motor pengaduk YUEMA/TECO 3 phase, 4 HP / 3
KW.
3 buah plat buffle bahan besi, tebal 3 mm.
3 buah valve dan flange 4 inchi.
2 buah valve dan flange 2 inchi.
Pipa aerator 2 inch, bahan besi.
Kaki 66tangki bahan WF 100.
Pipa PVC Rucika AW 4 inchi, 40 m (10 batang).
2 buah ring blower SHOWFOU BS-532, motor 5 HP / 3,7
KW.
Tangki Destruksi (1 unit)
Ukuran diameter x tinggi : 1,6 x 3,2 m
Bahan plat besi, tebal 3 mm.
Sabuk tanki roll UNP 60.
1 buah pipa pengaduk 2 inchi, bahan besi, tebal 6 mm,
dilengkapi baling-baling 2 tingkat (@ 4 blade) bahan besi,
66
tebal 6 mm.
1 buah Motor pengaduk YUEMA/TECO 3 phase, 4 HP / 3
KW.
3 buah plat buffle bahan besi, tebal 3 mm.
3 buah valve dan flange 4 inchi.
2 buah valve dan flange 2 inchi.
Pipa aerator 2 inch, bahan besi.
Kaki tangki bahan WF 100.
Pipa PVC Rucika AW 4 inchi, 40 m (10 batang).
2 buah ring blower SHOWFOU BS-532, motor 5 HP / 3,7
KW.
Saringan karbon aktif (2 unit)
Dimensi p x l x t : 1100 x 600 x 400 mm.
Rangka : besi siku, bahan besi.
Ukuran lubang screen 20 mesh. Bahan screen stainless
steel.
Platform dan Tangga (1 unit)
Rangka platform bahan WF100.
Lantai platform bahan bordes, tebal 3 mm.
Lantai tangga bahan bordes, tebal 3 mm.
Railing tangga bahan besi pipa diameter 30 mm.
Pemipaan
Instalasi pemipaan Rucika AW 4 inchi (10 batang),
dilengkapi dengan elbow, Tee, dll.
6 Tangki Air, Menara Air dan peralatan pendukungnya 1 Paket
Terdiri dari :
Tangki/toren air (2 unit)
1 buah toren Penguin TB-160, kapasitas 1550 liter,
dilengkapi automatic sensor level/radar.
1 buah toren Penguin TB-110, kapasitas 1050 liter,
dilengkapi automatic sensor level/radar.
Menara air (1 unit)
1 buah Menara air tinggi 4 m, untuk menopang 2 buah
toren.
Pembuatan Pondasi
Pembuatan pondasi untuk menara air.
Pompa air (2 unit)
2 buah Pompa air shimizu PS-128 BIT.
Pemipaan
Instalasi pemipaan Rucika AW 1 inchi, (30 batang),
dilengkapi elbow, socket, tee, reducer, dll.
Keran ONDA type K-406 ukuran 3 4 inchi (4 buah).
Ball valve bahan PVC ukuran 1 inchi (8 buah) .
Selang air benang (reinforce hose) 5 8 inchi (1 roll/ 100
m).
7 Rotary Screen Manual 1 Paket
Bahan plat besi
Dimensi keseluruhan p x l x t : 1300 x 800 x 1200 mm.
Dimensi Tabung screen d x p: 400 x 800 mm.
Rangka kaki : besi siku.
Ukuran lubang screen 20 mesh.
67
1 buah bangku besi ukuran p x l x t : 1500 x 400 x 450 mm.
Bahan besi siku.
8 Tungku Pembakaran Karbon 1 Paket
Terdiri dari :
Tabung dalam (1 unit)
Bahan plat besi
Ukuran diameter x tinggi : 500 x 950 mm.
Tabung luar (1 unit)
Bahan plat besi
Ukuran diameter x tinggi : 520 x 1000 mm.
Blower (2 unit)
2 buah Electric blower NANKAI 2 inchi 150 Watt.
9 Peralatan peleburan : 1 Paket
1 buah tabung gas LPG 12 kg beserta isi
1 buah regulator gas LPG TANAKA Venus-BS5
1 buah tabung gas oksigen (tinggi 143 cm, diameter 22 cm)
beserta isi
1 buah regulator oksigen YAMATO
Selang double untuk LPG dan Oksigen (warna hijau-merah)
: 5 meter
1 buah Gas torch burner HADES
10 Genset Silent Diesel, 30 Kva dan instalasi pipa pembuangan emisi 2 Paket
Spesifikasi :
MODEL : 30 KVA (PRIME POWER)
ENGINE : FAW
CONTROLLER : SMARTGEN
FUEL CAPACITY : 140 LITER
TERMS OF PAYMENT : 50% DP , BALANCE 50% SEBELUM
PENGIRIMAN BARANG
WARRANTY : 6 BULAN ATAU 1000 JAM PEMAKAIAN
11 Gerobak dorong ARTCO HS-500, kapasitas 4 CF 1 Unit
12 Gerobak dorong ARTCO HS-600, kapasitas 6 CF 1 Unit
13 Tekiro mechanic tool set 60 Pcs, SC-MT0626B 1 unit
14 Box panel listrik 40 x 60 x 25 cm, dilengkapi dengan MCB, 2 Paket
contactor, thermal load, push button, dll
15 Box panel listrik 40 x 70 x 30 cm, dilengkapi dengan MCB, 2 Paket
contactor, thermal load, push button, dll
16 Inverter untuk agitator tangki leaching/destruksi, LS 3 HP 2 Unit
17 Instalasi listrik dari genset ke box panel dan antar box panel : kabel 1 Paket
NYYHY 4x10 SNI, cable tray SNI hot deep galvanis tipe U100 x 50
beserta tutup. Instalasi melalui jalur atas.
18 Instalasi listrik dari box panel ke peralatan melalui jalur bawah 1 Paket
tanah :
Jaw Crusher dan vibrating screen menggunakan kabel
NYYHY 4x4 SNI.
Ball mill menggunakan kabel NYYHY 4x10 SNI.
Slurry pump, motor tangki leaching, ring blower
menggunakan kabel NYYHY 4x2,5 SNI.
Instalasi kabel bawah tanah dilindungi dengan pipa Rucika JIS 1
inchi.
68
19 Portable Vaccum cleaner BLACK & DECKER tipe NV 6020-B1 1 Unit
20 Electric hand blower SELLERY tipe 07-471 1 Unit
21 Paket kamera CCTV dan instalasi: 1 Paket
- 4 buah Kamera BULLET 2 MP HIK
- 1 buah DVR 4 CH HD HIK
- 1 buah HDD 1 TB
- 2 buah BNC SILVER COMPRESSION - BNC-SILVER-COMP
22 Meja meeting persegi ukuran 180 x 90 x 75 cm, UNO 1 pcs
23 Kursi lipat Chitose Tipe Yamato HAA 6 pcs
24 Lemari besi arsip DATASCRIP swing door top NS, ukuran 900 x 400 1 pcs
x 1850 mm
25 Tangga lipat LIVEO LV-604, ukuran 4,4 meter 1 pcs
26 Frame poster bahan double acrylic 3 mm, dilengkapi dengan 4 5 pcs
pin/baud, ukuran 70 x 50 cm (poster A2)
69
5.6.2 Kebutuhan Instrumen
70
5.6.3 Kebutuhan Peralatan Safety
71
5.6.4 Kebutuhan Commissioning
72
BAB 6. RENCANA ANGGARAN DAN BIAYA
Tabel 18. Rencana Anggaran dan Biaya (RAB) Pilot Projek Kulon Progo
Harga
No Total
Uraian Pekerjaan Satuan Volume Satuan
(Rp) (Rp)
Bangunan Fisik + Peralatan 1,999,425,000
73
Harga
No Total
Uraian Pekerjaan Satuan Volume Satuan
(Rp) (Rp)
- PINTU MULTIPLEK FINISH HPL + AKSESORI, bh 6 800,565 4,803,392
jumlah 6 buah
- PINTU PVC TOILET & JANITOR, jumlah 3 bh 3 640,452 1,921,357
buah
- JENDELA DAN JALUSI + AKSESORI, jumlah 10 bh 10 576,407 5,764,071
buah
- TERALIS BESI Ø 8mm 20x20 cm (p x l : 200 x bh 1 1,024,724 1,024,724
60 cm), jumlah 1 buah
- TERALIS BESI Ø 8mm 10x10 cm (p x l : 80 x bh 2 512,362 1,024,724
80 cm), jumlah 2 buah
- ROSTER BATA (p x l : 160 x 40 cm), jumlah 1 bh 1 640,452 640,452
buah
2
PLAFON GIPSUM R. KANTOR dan R. TOILET, m 48 108,877 5,226,091
2
cat putih, luas 32 m
5 Pekerjaan Lantai 76,546,219
2 2
PERATAAN TANAH, luas 308 m m 307.7 12,809 3,941,344
2 2
LANTAI KERJA t=5cm, luas 308 m m 307.7 32,023 9,853,359
2 2
LANTAI BETON PERALATAN, luas 142 m m 141.55 326,631 46,234,572
- WIREMESH M-6
- COR BETON K-225 t=10 CM FINISH GOSOK
2
LANTAI SCREED KANTOR, TERAS, TOILET, DLL m 140.35 57,641 8,089,873
(5 cm), luas 141 m2
2
RAMP BETON, luas 26 m2 m 25.8 326,631 8,427,071
- WIREMESH M-6
- COR BETON K-225 t=10 CM FINISH GOSOK
6 Pekerjaan Elektrikal, Plumbing & 24,468,480
Drainase
PASANG LISTRIK PLN 2200 VA ls 1 1,985,402 1,985,402
INSTALASI TITIK LAMPU, jumlah 24 titik ttk 24 249,776 5,994,634
INSTALASI STOP KONTAK, jumlah 10 titik ttk 10 301,013 3,010,126
SAKLAR TUNGGAL, jumlah 5 titik ttk 5 83,259 416,294
SAKLAR DOUBLE, jumlah 3 titik ttk 3 96,068 288,204
PANEL BOX + MCB, jumlah 1 titik ttk 1 1,152,814 1,152,814
PIPA AIR BERSIH 1/2" & 3/4", panjang 28 m m' 28 25,618 717,307
PIPA WC 4", panjang 6 m m' 6 89,663 537,980
PIPA AIR KOTOR 2" & 3", panjang 11 m m' 11 64,045 704,498
INSTALASI SEPTIC TANK ls 1 1,537,086 1,537,086
- SEPTIC TANK, beton diameter 1 m,
kedalaman 1 m
- LUBANG RESAPAN, beton diameter 0,8 m,
kedalaman 1 m
SALURAN AIR KELILING, PLESTERAN 30 X 30 m' 116.5 57,641 6,715,142
cm, panjang 117 m
BAK KONTROL, PLESTERAN 40 X 40 cm, ttk 10 140,900 1,408,995
jumlah 10 titik
7 Kolam Pengendapan 51,463,545
PEKERJAAN DINDING KOLAM ENDAPAN, luas m2 116.5 326,631 38,052,474
116,5 m2
- WIREMESH M-6
- COR BETON K-225 t=10 CM FINISH GOSOK
PEKERJAAN LANTAI KOLAM ENDAPAN, luas m2 105 64,045 6,724,749
74
Harga
No Total
Uraian Pekerjaan Satuan Volume Satuan
(Rp) (Rp)
105 m2
- BETON SCREED 5cm
- PASIR t=10 cm
2
PEKERJAAN SUMP PIT, acian halus, jumlah 4 m 16 185,731 2,971,699
buah
RAILING besi pipa 1,5 inchi, tinggi 1 m, m' 20 185,731 3,714,623
finishing cat kuning, panjang 20 m
8 Pagar 8,112,737
2
PAGAR KELILING & AKSESORI, tinggi 1,6 m, m 243.6 33,304 8,112,737
panjang 153 m
- KAWAT HARMONIKA 45X45 mm, luas 244
m2
- RANGKA BESI SIKU 40mm, finishing cat
warna silver
9 Sumur Gali Beserta Konstruksinya 1,280,905
SUMUR GALI BESERTA KONSTRUKSINYA, ls 1 1,280,905 1,280,905
diameter 0,8 m, kedalaman 7 m.
75
Harga
No Total
Uraian Pekerjaan Satuan Volume Satuan
(Rp) (Rp)
Peket kamera CCTV dan instalasi : Paket 1 10,000,000 10,000,000
4 buah kamera, 1 DVR, 1 HDD dan 2 BNC
Furniture : 1 meja meeting : 180x90x75 cm, 6 Paket 1 10,000,000 10,000,000
kursi lipat, 1 lemari arsip swing door
900x400x1850 mm dan 5 pc frame poster
70x50 cm
76
LAMPIRAN 1. LAYOUT PILOT PROJEK
A
CATATAN
£ £ £ £ £ O
APPROVAL
PEMBER1 TUGAS
KONSULTAN
NAMAPROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
DENAH PERALATAN
DAN SUPPLAYAIR
SKALA 1:125
TANGGAL 04/07/2018
DIGAMBAR
EMPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VU01/18
NO. GAMSAR
A. 104
LAYOUT PERALATAN UTAMA PADA PILOT PROJEK
LAMPIRAN 2. GAMBAR TEKNIS PERALATAN
B
PILOT PLANT
PENGOLAHAN EMAS TANPA MERKURI
KULON PROGO
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
APPROVAL
INDEX
A.000 COVER □ E
A.004 INDEX □ E
A.005 3D PERSPEKTIF - 1 □ E RevID ChID Revisi Tgl.
A.006 3D PERSPEKTIF - 2 □ E
A.105 SITE PLAN □ E
A.106 DENAH ALAT □ E
A.107 DENAH ELEKTRIKAL ALAT □ E
01 DETIL JAW CRUSHER □ E PEMBERI TUGAS
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D PERSPEKTIF - 1
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D PERSPEKTIF - 1
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D PERSPEKTIF - 2
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D PERSPEKTIF - 2
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
SITE PLAN
SKALA 1:123,57
TANGGAL 03/08/2018
1 SITE PLAN DIGAMBAR
- DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
A.105
CATATAN
A.202
A.301
A.301
A B C D E F
3
1
1
1 1
APPROVAL
2 2
1
2
3
4
5
6
3 7
3
A.202
8
TANGGA
2
9
10 PEMBERI TUGAS
PRIMARY
11
NAMA PROYEK
A B C
PILOT PLANT
A.301
KULON PROGO
1
1
A.201
JUDUL GAMBAR
E F
A.301
3
DENAH ALAT
SKALA 1:125
A.202
A.301
A.301
A B C D E F
3
1
1
1 1
APPROVAL
2 2
2 2
A.301 A.301
A.201
2
3 3
A.202
2
STOCK
PILE
PEMBERI TUGAS
4 4
-
-
-
-
KONSULTAN
A B C
A.301
1
1
A.201
NAMA PROYEK
E
c> F
A.301
PILOT PLANT
3
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
DENAH ELECTRICAL
ALAT
- TANGGAL
DIGAMBAR
03/08/2018
DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
A.107
CATATAN
#- / /
\
V V vvvvvvvvvvv
! \LS i-V- V|
V V V V
-V-V V V-V V V-V-V • V-S Z-V ' ’ V-A
vvvvvvvvvvv —
V-A V -V ' -v-v v v-y- v- V-V-V -v -v-v v v-v-v- v-v-v -v v-v v v-v-v- v;
V V V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv V V
V \ 'VVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVV V \,
V 'v
V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvv V V V V VVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVV V V
’ V \ 'VVVVVVVVVVV' V v ’ V V vvvvvvvvvvv ’ V ’ V 'VVVVVVVVVVV ’ V ’ V ' 'VVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVV V 'v
V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv V V
' V N ’VVVVVVVVVVV' V v V V ’VVVVVVVVVVV ’ V ’ V 'VVVVVVVVVVV' V ’ V ’VVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVV\ V \
■
V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvv V V
'
V V VVVVVVVVVVV V V V V vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv V V
V \ vvvvvvvvvvv' V v V v vvvvvvvvvvv ’ V ’ V ’VVVVVVVVVVV' V ' V ' ’VVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVV\ V \
■ ■
1 200
600
'
1
'
V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv V V
\
V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvv V V
'
V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv V V
V 'vvvvvvvvvvv;’ V V ' V v vvvvvvvvvvv ’ V ' V 'VVVVVVVVVVV ’ V ’ V 'VVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVV V \
V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv V V
’ V \ 'VVVVVVVVVVV;’ V V ’ V V ’VVVVVVVVVVV ’ V ’ V 'VVVVVVVVVVV ’ V ’ V ' ’VVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVV V
V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvv V V V V vvvvvvvvvvv V V V V VVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVV V V
—
L-V-S V V-y-V- V-V-V -V v-v 7 y_s V - v ’_V_y y y_y y V-V-V-V-Sz-V
1
—
' v-v - v v-y-v -v-v-v v v-v-v '• v-v 7- -V •' ’ -V-V V V-V- V- V-AZ-V -V -V-V V V-V-V- V— V— V -V V-V V v-v-v- V
300
NAMA PROYEK
PULLEY GUARD
JAW CRUSHER
UNP 100.50.5
400
CHUTE
CHUTE
SEMUA FRAME =
600
600
UNP 100.50.5
SEMUA FRAME =
UNP 100.50.5
250
ANAK TANGGA
PLAT BORDES
1 500
1 500
250
600
600
APPROVAL
SEMUA FRAME =
UNP 100.50.5
SIKU 50.50.5
250
300
UNP 100.50.5
300
250
±0
0 LT. DASAR
700 1500 600
PEMBERI TUGAS
KONSULTAN
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
SKALA 1:25
TANGGAL
DIGAMBAR
DIPERIKSA
- NO. GAMBAR
02
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D JAW CRUSHER
800
1 200
SCREEN -1
150
APPROVAL
SCREEN -2
150
300
150
200
500
RevID ChID Revisi Tgl.
BESI PLAT
TAMPAK ATAS
-
100
PIPA Ø 8" `
WF-100.100.6.8
500
PEMBERI TUGAS
POTONGAN - 1 KONSULTAN
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
c z
DETAIL VIBRATING
SCREEN
SKALA 1:20
TANGGAL
DIGAMBAR
TAMPAK DEPAN DIPERIKSA
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-----
-
-
-
KONSULTAN
VIEW -1
-
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D VIBRATING
SCREEN
SKALA 1:142.86
TANGGAL
DIGAMBAR
VIEW -2 DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
- NO. GAMBAR
02
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
JAW CRUSHER
APPROVAL
VIBRATING SCREEN
PEMBERI TUGAS
-----
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
DENAH VS + JC
LEACHING PLANT
- KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
DENAH VS + JC
SKALA 1:20
TANGGAL
DIGAMBAR
DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
03
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-----
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
KONFIGURASI JAW CRUSHER & VIBRATING SCREEN
JUDUL GAMBAR
3D VS + JC
SKALA 1:100
TANGGAL
DIGAMBAR
DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
04
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
1 900
900
1 850
E-02
01
APPROVAL
2400
RevID ChID Revisi Tgl.
E-01
01
DENAH
-
PEMBERI TUGAS
1 900
-----
SILINDER Ø 900mm -
-
INPUT -
KONSULTAN
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
900
900
OUTPUT
SKALA 1:20
TANGGAL
1 850
2400 DIGAMBAR
DIPERIKSA
E-01 TAMPAK -1 E-02 TAMPAK -2 NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
- - NO. GAMBAR
01
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
APPROVAL
1 VIEW -1 VIEW -2
- -
PEMBERI TUGAS
-----
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D BALL MILL
SKALA 1:200
TANGGAL
DIGAMBAR
DIPERIKSA
VIEW -3 NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
- NO. GAMBAR
02
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
MOTOR
LISTRIK
DUDUKAN MOTOR
PIPA AERASI Ø 2" S.S WF-100
100
DUDUKAN MOTOR WF-200.100
200
APPROVAL
200
OVERFLOW BOX
PIPA AERASI TEGAK
Ø 2" S.S
730
2 000
PIPA TEGAK AERASI OVERFLOW
00
Ø 2" S.S R8 PIPE Ø 4" PVC
575
VALVE -----
PIPA AERASI Ø 2" OVERFLOW BOX -
NOZZLE VALVE -
INLET DARI -
BLOWER
95
KONSULTAN
PIPA Ø 4"
OUTLET KE
1 000
SUMP BOX
KAKI-KAKI WF100.50.5.7
M.01 DENAH
- 1:25 NAMA PROYEK
±0 LEACHING PLANT
DENAH
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
APPROVAL
LUBANG Ø 20mm
20
20 RevID ChID Revisi Tgl.
LUBANG Ø 20mm
20
20
PEMBERI TUGAS
-----
50
-
-
-
KONSULTAN
LUBANG Ø 20mm
DETAIL NOZZLE
- 1:2 NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
BUFFLE + STEP
KERAN UDARA
APPROVAL
VIEW -1
-
PEMBERI TUGAS
OVERFLOW BOX
-----
-
TANKI Ø 1600mm -
-
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-----
-
-
-
1 VIEW 1 KONSULTAN
-
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D PLATFORM
SKALA 1:142.86
TANGGAL
DIGAMBAR
DIPERIKSA
1 VIEW 2 NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
- NO. GAMBAR
02
GSPublisherVersion 0.0.100.100
980 CATATAN
800
ENGSEL
200 200
400
800
E-02
01
ENGKOL TANGAN
DENAH
-
500
RevID ChID Revisi Tgl.
SCREEN Ø 400mm
POSISI TERBUKA
PEMBERI TUGAS
ENGSEL
-----
ENGKOL TANGAN -
-
-
KONSULTAN
PENUTUP SAMPING
PELAT S.S
SCREEN Ø 400mm
1000
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
DETAIL ROTARY
SCREEN
SKALA 1:10
TANGGAL
DIGAMBAR
DIPERIKSA
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-----
-
-
-
KONSULTAN
1 VIEW -01
-
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D ROTARY SCREEN
SKALA 1:133.33
TANGGAL
DIGAMBAR
DIPERIKSA
VIEW -02 NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
- NO. GAMBAR
02
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-----
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D ROTARY SCREEN
SKALA 1:100
TANGGAL
DIGAMBAR
DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
VIEW -03 NO. GAMBAR
03
GSPublisherVersion 0.0.100.100
-
CATATAN
KAKI-KAKI 6 X LUBANG BAUT NO.12 6 X LUBANG BAUT NO.12 6 X LUBANG BAUT NO.12
BESI PIPA Ø 1"
60
R2
20 20 20
R
25
0
PIPA Ø 2"
TAMPAK ATAS
-
RevID ChID Revisi Tgl.
PEMBERI TUGAS
-----
-
-
-
750
KONSULTAN
900
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
PIPA Ø 2"
KULON PROGO
200
DETAIL PEMBAKARAN
KARBON
100
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-----
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D - PEMBAKARAN
3D PEMBAKARAN
- KARBON
SKALA 1:125
TANGGAL
DIGAMBAR
DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
02
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
t
1 100
t -
t f
1080
600
580
183 183 LUBANG BAUT NO.12 LUBANG BAUT NO.12 LUBANG BAUT NO.12
APPROVAL
RANGKA LUAR RANGKA DALAM SARINGAN
SARINGAN SARINGAN
SARINGAN
-
RevID ChID Revisi Tgl.
PEMBERI TUGAS
-----
-
BESI SIKU 40X4X4
BESI PLAT
-
BESI PLAT
BESI SIKU 40X40X4 -
100
HANDLE KONSULTAN
200
1 100
NAMA PROYEK
SARINGAN
RANGKA LUAR LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
POTONGAN - SARINGAN
- DETAIL SARINGAN
SKALA 1:12.50
TANGGAL
DIGAMBAR
DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
03
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-----
-
-
-
KONSULTAN
3D - SARINGAN
- NAMA PROYEK
LEACHING PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D SARINGAN
SKALA 1:142.86
TANGGAL
DIGAMBAR
DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
04
GSPublisherVersion 0.0.100.100
LAMPIRAN 3. WIRING DIAGRAM
C
LAMPIRAN 4. GAMBAR SIPIL
D
PILOT PLANT
PENGOLAHAN EMAS TANPA MERKURI
KULON PROGO
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
APPROVAL
INDEX
A.000 COVER □
A.001 INDEX □
A.002 3D PERSPEKTIF - 1 □ RevID ChID Revisi Tgl.
A.003 3D PERSPEKTIF - 2 □
A.100 SITE PLAN □ E
A.101 DENAH □
A.102 RENCANA PONDASI □
A.103 DENAH ELEKTRIKAL □ PEMBERI TUGAS
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
INDEX
SKALA 1:1
TANGGAL 04/07/2018
DIGAMBAR
DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
A.001
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D PERSPEKTIF - 1
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D PERSPEKTIF - 1
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D PERSPEKTIF - 2
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
3D PERSPEKTIF - 2
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
-
-
-
-
KONSULTAN
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
SITE PLAN
SKALA 1:125
TANGGAL 04/07/2018
DIGAMBAR
1 SITE PLAN DIPERIKSA
LANTAI BETON
SCREED
FINISH GOSOK
MEJA BETON
A.202
A.301
FINISH KERAMIK
A.301
A B C D E F
3
1
1
6 000 6 000 6 000 6 000 8 000
3 000 3 000 3 000 2 000 1 000 4 000 2 000 360 7 640 360
SALURAN AIR
GARIS ATAP
8 000
1 000
1 1
-50
1 000
JANITOR
-50 APPROVAL
TOILET SALURAN AIR
1 500
GUDANG GENSET &
4 000
4 000
PELEBURAN R. KANTOR KIMIA SOLAR SLUMP CONTROL
-1 450
±0
±0
+100
RAILING T= 1 m
1 500
+100 +100 TOILET
-50
2 2
1 000
±0
±0
RevID ChID Revisi Tgl.
2 ±0 RAILING -1 450 2
4 000
A.301 T=1m A.301
4 500
3 000
CONTROL CHANNEL
3 3
A.202
PEMBERI TUGAS
2
KERAMIK STRIP SUMP
100 X 100 mm d = 1m
4 000
-1 450
SUMP -
4 000
STOCK D=1M
PILE -
-
-
RAILING T= 1M
4 4 KONSULTAN
MONITORING POND
2
A.401 -1 000
±0
SALURAN
BUANG
NAMA PROYEK
A B C
PILOT PLANT
A.301
KULON PROGO
1
1
A.201
SALURAN AIR 360 7 640
JUDUL GAMBAR
E F
A.301
DENAH
3
SKALA 1:125
TANGGAL 04/07/2018
1 LT. DASAR DIGAMBAR
- 1:125 DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
A.101
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
A.202
A.301
A.301
A B C D E F
3
1
1
6 000 6 000 6 000 6 000 8 000
D-01
A.401
1 1
SLOOF SL-1
APPROVAL
4 000
4 000
4 000
DINDING KOLAM T=120 mm
BETON K-225 WIREMESH M-6
2 2
SLOOF SL-1
SLOOF SL-1
RevID ChID Revisi Tgl.
2 2
4 000
4 000
A.301 A.301
4 000
RAMP
A.201
SUMP
1 000
D = 1m
3 3
SLOOF SL-1
A.202
PEMBERI TUGAS
2
SLOOF SL-1
SLOOF SL-1
SLOOF SL-1
SLOOF SL-1
4 000
4 000
4 000
SUMP
1 000 1 000 -
2 000
D = 1m
DINDING KOLAM T=120 mm -
BTON K-225 WIREMESH M-6 -
1 000
SUMP
D = 1m -
1 000
2 000 2 000
800
KONSULTAN
900
4 4
SLOOF SL-1
1 800
TURAP BATU KALI
NAMA PROYEK
A B C
PILOT PLANT
KULON PROGO
A.301
1
1
A.201
JUDUL GAMBAR
E F
RENCANA PONDASI
A.301
3
SKALA 1:125
TANGGAL 04/07/2018
1 PONDASI DIGAMBAR
- DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
A.102
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
1
SAKLAR SINGLE
SAKLAR DOUBLE
BOX MCB
1 1
2 1 1 2
4 000
1 2
APPROVAL
2 2
4 500
12G(263 mm)
12R(183 mm)
3 3
PEMBERI TUGAS
4 000
-
-
-
4 4
-
KONSULTAN
A B C
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
E F
JUDUL GAMBAR
DENAH ELEKTRIKAL
1 DENAH ELEKTRIKAL
- SKALA 1:125
TANGGAL 04/07/2018
DIGAMBAR
DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
A.103
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
A B C D E F
6 000 6 000 6 000 6 000 8 000
1 1
FD APPROVAL
4 000
FD
2 2
1
2
3
4
5
6
3 7
3
8
9 PEMBERI TUGAS
10
11
12
-
4 000
-
-
-
4 4 KONSULTAN
SUMUR
FWT RWT
POMPA NAMA PROYEK
A B C
PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
E F
KE SUNGAI
DENAH PLUMBING
SKALA 1:125
A B C D E F
+4.000
1 T.O.C
±0.000 APPROVAL
0 LT. DASAR
-0.600
-1 TANAH ASLI
-1.600
-2 PONDASI
A B C D E F
1 TAMPAK SELATAN
- 1:125
PEMBERI TUGAS
1 2 3 4
-
-
-
-
KONSULTAN
+4.000
1 T.O.C
NAMA PROYEK
PILOT PLANT
±0.000
0 LT. DASAR
KULON PROGO
-0.600
-1 TANAH ASLI JUDUL GAMBAR
-1.600
-2 PONDASI
TAMPAK
1 2 3 4 SKALA 1:125
TANGGAL 04/07/2018
DIGAMBAR
DIPERIKSA
2 TAMPAK BARAT NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
- 1:125 NO. GAMBAR
A.201
GSPublisherVersion 0.0.100.100
CATATAN
F E D C B A
+4,000
1 T.O.C
±0,000
0 LT. DASAR
-0,600
-1 TANAH ASLI
-1,600
-2 PONDASI
F E D C B A
- 1:100
+4,000
1 T.O.C
PEMBERI TUGAS
-
-
-
±0,000 -
0 LT. DASAR
-0,600
-1 TANAH ASLI KONSULTAN
-1,600
-2 PONDASI
4 3 2 1 NAMA PROYEK
PILOT PLANT
KULON PROGO
2 TAMPAK TIMUR JUDUL GAMBAR
- 1:100
TAMPAK
SKALA 1:100
TANGGAL 30 July 2018
DIGAMBAR
DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
A.202
1 00
0 CATATAN
ATAP ZYNCALUM
RANGKA CNP100.50
20°
2 392
RAFTER
1 350 WF150.75
TALANG +4 000
800 300
T.O.C
2 900
+100 ±0 ±0
-100 -100 ±0
SALURAN AIR
RAMP LT. DASAR
600
TANAH URUG 300 X 300mm -600
TANAH ASLI
1 000
-1 600
PONDASI
1 2 3 4
1 POTONGAN - A APPROVAL
- 1:125
ATAP ZYNCALUM
RANGKA CNP100
+4 000
T.O.C
KOLOM WF150
PEMBERI TUGAS
-
±0 -
LT. DASAR -
TANAH URUG -600
TANAH ASLI -
-1 450
-1 600 KONSULTAN
PONDASI
A B C D E F
2 POTONGAN - B
- 1:125
NAMA PROYEK
SEMUA PERMUKAAN DINDING & LANTAI KOLAM
HARUS WATERPROOF
PILOT PLANT
KULON PROGO
DINDING BETON K-250
DINDING BETON K-250
MUKA AIR WIREMESH M-6 JUDUL GAMBAR
WIREMESH M-6
-100 ±0
LT. DASAR
600
-600
-1 000 TANAH ASLI POTONGAN
1 000
FOOTING
150 BETON K-275
6 x Ø13mm
PEDESTAL SENGKANG
500
BETON K-275 Ø8 - 100mm
Ø 6mm - 100mm
300
250
900
TANAH ASLI
SENGKANG BETON K-275
Ø8 - 100mm
150
TULANGAN UTAMA
150
8 X Ø16mm
APPROVAL
SLOOF 150 X 250 mm
Ø16 mm
DETAIL
150
SLOOF SL-1
750
600
300
50
PEMBERI TUGAS
- 1:10 KONSULTAN
KOLOM
WF150.75
DETAIL PONDASI &
ANGKUR
PLAT
25
D-04
JANITOR
1.600 by 400
W-11
GUDANG GENSET & TOILET
KIMIA SOLAR
PELEBURAN R. KANTOR
D-04
D-04
TOILET
D-02
D-03
D-01
APPROVAL
PEMBERI TUGAS
PINTU - JENDELA
-
Tipe D-01 D-02 D-03 D-04 W-01 W-02 W-03 W-04 W-09 W-11 W-12
-
-
Ukuran -
2.000×2.500 1.000×2.500 1.000×2.100 750×1.800 1.880×1.600 1.880×440 2.000×600 800×800 800×800 960×1.600 960×440 450×450 1.600×400 1.200×400
(L x T)
KONSULTAN
400
400
400
200
EXHAUST
2.500
2.100
1.800
440
800
800
440
450
320 FAN
Tampak
2.100
1.200
1.200
400
400
1.880 2.000 960 450 1.600 1.200
800 800
NAMA PROYEK
750 1.880 960
2.000 1.000
1.000
PINTU PVC PILOT PLANT
KULON PROGO
JUDUL GAMBAR
Tinggi
0,00 0,10 0,10 0,00 1,00 2,22 2,16 0,46 0,46 1,06 2,22 2,21 2,20 2,21
dari 0.00 DETAIL PINTU -
Jumlah 1 3 1 3 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 JENDELA
SKALA 1:75, 1:1,38
TANGGAL 30/07/2018
DIGAMBAR
DIPERIKSA
NO. PROYEK BPPT-VI/01/18
NO. GAMBAR
A.402
LAMPIRAN 5. SOP PENGELOLAAN NaCN
E
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/01/00
Pemegang Kebijakan
Change Control
Prepared by: Widi Brotokusumo Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/01/00
1.0 Tujuan
Prosedur ini sebaiknya diterapkan dalam semua pekerjaan yang berhubungan dengan penanganan dan
penggunaan NaCN.
4.1 Pengelola laboratorium/ area kegiatan bertanggung jawab untuk mengawasi dan memeriksa pekerjaan.
4.2 Seluruh pelaksana kegiatan/pegawai bertanggung jawab untuk mematuhi prosedur pengelolaan NaCN
dan peraturan keselamatan yang ada.
5.1
Prepared by: Widi Brotokusumo Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/01/00
Prepared by: Widi Brotokusumo Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/01/00
6.5.3 Jika mengalami kerusakan kulit yang serius, segera lakukan tindakan berikut:
6.5.3.1 Cuci dengan sabun berdesinfektan.
6.5.3.2 Tutupi bagian kulit yang iritasi dengan krim anti-bakteri.
6.5.3.3 Segera periksakan diri ke dokter
Prepared by: Widi Brotokusumo Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/01/00
6.5.6.3 Longgarkan pakaian yang ketat seperti kerah baju, dasi, ikat pinggang, kerudung.
6.5.6.4 Segera periksakan ke dokter.
6.6 Tindakan penanggulangan kebakaran
6.6.1 Api kecil: gunakan bubuk pemadam kimia kering.
6.6.2 Api besar: gunakan semprotan air atau busa. JANGAN GUNAKAN AIR DENGAN
TEKANAN TINGGI.
6.6.3 Kebakaran dengan kehadiran asam, dalam bentuk gas, cairan, atau aliran, akan
menimbulkan uap CN-H yang mudah terbakar dan beracun
6.6.4 Jika dipanaskan akan menghasilkan gas HCN dan nitrogen oksida(x).
6.6.5 Campuran sianida-logam dengan logam-klorat, -perklorat, atau -nitrat akan
mengakibatkan ledakan besar.
6.7 Tindakan proteksi terhadap kesehatan manusia dan lingkungan yang dapat dilakukan adalah:
Prepared by: Widi Brotokusumo Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/01/00
2. Korosif terhadap mata. Kerusakan kornea atau kebutaan dapat terjadi jika terkena mata.
Kerusakan awal ditandai dengan mata merah, mata berair, dan gatal.
3. Debu NaCN yang terhirup akan mengakibatkan iritasi pada gastro-ingestinal atau saluran
pernapasan yang ditandai dengan rasa terbakar, bersin dan batuk. Paparan jangka panjang
(terus-menerus) akan mengakibatkan kerusakan paru-paru, tersedak, tidak sadarkan diri atau
kematian.
NaCN tidak mengakibatkan memiliki potensi dampak kesehatan kronis seperti efek karsinogenik,
mutagenic, teratogenik, dan developmental toxicity, namun teridentifikasi berdampak kronis pada mata,
kulit, saluran pernapasan dan sistem saraf sentral (Central Nervous System - CNS) apabila terpapar
NaCN berkonsentrasi rendah dalam jangka panjang dan berulang, sebagai berikut:
1. Iritasi mata.
2. Kerusakan kulit setempat/lokal atau dermatitis.
3. Kerusakan saluran pernapasan hingga kerusakan paru-paru.
8.0 Lampiran
Prepared by: Widi Brotokusumo Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/01/00
Prepared by: Widi Brotokusumo Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
LAMPIRAN 6. SOP PENGELOLAAN SMBs
F
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/02/00
Pemegang Kebijakan
Change Control
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/02/00
1.0 Tujuan
Prosedur ini sebaiknya diterapkan dalam semua pekerjaan yang berhubungan dengan penanganan dan
penggunaan SMBs.
4.1 Pengelola laboratorium/ area kegiatan bertanggung jawab untuk mengawasi dan memeriksa pekerjaan.
4.2 Seluruh pelaksana kegiatan/ pegawai bertanggung jawab untuk mematuhi prosedur pengelolaan SMBs
dan peraturan keselamatan kerja yang berlaku.
5.1
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/02/00
6.1.10 Jauhkan dari bahan-bahan yang tidak kompatibel, seperti bahan oksiator, asam, dan
udara lembab.
6.2 Penerimaan barang
6.2.1 Penerima barang bertanggung jawab untuk memeriksa kesesuaian barang yang dipesan
dengan spesifikasi barang dalam bukti pemesanan.
6.2.2 Penerima barang bertanggung jawab untuk memeriksa dokumen yang disertakan dalam
barang, seperti bukti pemesanan, bukti pengiriman, MSDS, packing list (khusus barang
impor), sertifikat, dan spesifikasi.
6.2.3 Apabila barang tidak sesuai dengan pemesanan dan/atau tidak dilengkapi dengan
dokumen resmi, barang harus dikembalikan ke pengirim.
6.2.4 Barang yang telah sesuai dengan spesifikasi dan memiliki dokumen resmi, dicatat, dan
seluruh dokumen barang resmi disimpan dalam dokumen penerimaan barang.
6.2.5 Barang yang telah dicatat, disimpan dalam gudang penyimpanan.
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/02/00
6.5.3 Jika mengalami kerusakan kulit yang serius, segera lakukan tindakan berikut:
6.5.3.1 Cuci dengan sabun berdesinfektan.
6.5.3.2 Tutupi bagian kulit yang iritasi dengan krim anti-bakteri.
6.5.3.3 Segera periksakan diri ke dokter.
6.6 Tindakan proteksi terhadap kesehatan manusia dan lingkungan yang dapat dilakukan adalah:
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/02/00
SMBs memiliki potensi dampak kesehatan kronis, yaitu agak berbahaya jika terkena kulit (bagi yang
sensitif), tertelan, terhirup (iritasi ke paru-paru), seperti infeksi saluran pernapasan atas, kerusakan kulit,
dan iritasi mata. Paparan jangka panjang dan berulang akan mengakibatkan kerusakan organ yang
terpapar. Sifat mutagenik hanya terjadi pada bakteria dan/atau jamur. Tidak ada efek teratogenik atau
developmental toxicity jika terpapar SMBs.
8.0 Lampiran
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/02/00
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
LAMPIRAN 7. SOP PENGELOLAAN H2SO4
G
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/03/00
Pemegang Kebijakan
Change Control
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/03/00
1.0 Tujuan
Prosedur ini sebaiknya diterapkan dalam semua pekerjaan yang berhubungan dengan penanganan dan
penggunaan H2SO4.
4.1 Pengelola laboratorium/ area kegiatan bertanggung jawab untuk mengawasi dan memeriksa pekerjaan.
4.2 Seluruh pelaksana kegiatan dan pegawai bertanggung jawab untuk mematuhi prosedur penanganan
H2SO4 dan peraturan keselamatan kerja yang berlaku.
5.1
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/03/00
6.5.1 Pertolongan pertama yang dapat dilakukan jika terkena mata adalah:
6.5.1.1 Basuh dengan air dingin yang mengalir dalam jumlah banyak selama + 20 menit.
Pastikan kelopak mata terbuka saat membasuh mata, dan angkat kelopak mata bagian
atas dan bagian bawah sesekali agar permukaan mata terbasuh seluruhnya.
6.5.1.2 Segera periksakan ke dokter.
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/03/00
6.6.1 Gunakan alat pelindung diri seperti pada poin 6.1.2 dan alat bantu pernapasan.
6.6.2 JANGAN gunakan air pada H2SO4. Gunakan bubuk bahan kimia pemadam api.
6.6.3 Jauhkan dari benda logam dan organik.
6.7 Tindakan proteksi terhadap kesehatan manusia dan lingkungan yang dapat dilakukan adalah:
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/03/00
7.0 Referensi
Uap H2SO4 sangat korosif dan dapat mengakibatkan iritasi serius dan kerusakan pada mulut, hidung,
paru-paru, dan tenggorokan. Gejala keracunan yang terlihat adalah batuk, bersin, sensasi tergelitik di
hidung dan tenggorokan hingga larngealaedma, bronkitis, dan pulmonary edema. Paparan dalam jangka
waktu yang lama dapat mengakibatkan erosi dan perubahan warna pada gigi, iritasi kronis hidung, mata,
tenggorokan dan saluran pernapasan.
Kulit yang terkena H2SO4 akan mengalami luka bakar serius, ulceration, atau dermatitis. Larutan H2SO4
yang terlarutkan akan mengakibatkan iritasi ringan hingga sedang. Tingkat kerusakan kulit bergantung
pada sensitifitas kulit korban.
Cedera serius bahkan kematian dapat terjadi jika H2SO4 masuk ke dalam sistem pencernaan. Paparan
jangka panjang dapat mengakibatkan erosi dan perubahan warna gigi, iritasi kronis hidung, mata,
tenggorokan dan saluran pernapasan.
(Sumber: http://www.cleartech.ca/msds/sulphuricacid.pdf, 2009)
8.0 Lampiran
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/03/00
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00
Standard Operating Procedures No Dokumen: SA.01/SOP/MT/02/2017/03/00
Prepared by: Anindita Hardianti Approved by: Ir. Dadan M. Nurjaman, MT Effective date: Rev. No: 00