ROHMAH KHAYATI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul
“Dampak Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya Terhadap Modal
Sosial Komunitas” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi dan lembaga mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
pustaka yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Daftar pustaka di bagian akhir Laporan Studi Pustaka. Demikian
pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia
mempertanggungjawabkan pernyataan ini.
Rohmah Khayati
NIM. I34120033
iii
ABSTRAK
ROHMAH KHAYATI, Dampak Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya
Tehadap Modal Sosial Komunitas (Kasus Setu Babakan, Serengseng Sawah,
Jagakarsa, Jakarta Selatan). Dibawah bimbingan SAHARUDDIN
Sektor pariwisata di Indonesia merupakan salah satu sektor yang menjadi andalan
dan prioritas pengembangan perekonomian. Potensi kekayaan dan keindahan alam
yang ada di Indonesia merupakan daya tarik suatu wilayah untuk meningkatkan
sumber pendapatan pemerintah melalui retribusi. salah satu fungsi dari pariwisata
budaya adalah menjaga identitas, nilai serta norma bangsa. Pengelolaan yang
baik dalam pariwisata budaya dapat mengantisipasi dampak negative globalisasi
yakni masuknya budaya asing yang bertolak belakang dengan budaya lokal,
perilaku konsumtif dan kapasitas yang dibawa warga Negara asing yang mulai
ditiru oleh masyarakat lokal sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya
modal sosial (Ningrum 2014).
Pengaruh modal sosial pada komunitas atau masyarakat baik modal sosial
struktural maupun kognitif berpengaruh terhadap pengelolaan pariwisata budaya.
Semakin kuat modal sosial yang dimiliki maka akan mendorong pengelolaan yang
lebih baik.
ABSTRACT
The tourism sector in Indonesia is one sector which is the mainstay and economic
development priorities .Potential of wealth and natural beauty that exist in
Indonesia is the attractiveness of an area to improve the source of government
revenue through levies. One of functions of cultural tourism is keeping the
identity, values, and norms of the nation. Good governance in cultural tourism
can anticipate the negative impacts of globalization which is the entry of foreign
culture that is contrary to the local culture, consumer behavior and capacities
brought foreign nationals are being copied by local communities so scraped local
wisdom and declining social capital (Ningrum 2014).
Oleh
ROHMAH KHAYATI
I34120033
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui oleh
Dr.Saharuddin
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Studi
Pustaka berjudul Dampak Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya Terhadap
Modal Sosial Komunitas ini dengan baik. Laporan Studi Pustaka ini ditujukan
untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Saharuddin sebagai
pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan
hingga penyelesaian laporan Studi Pustaka ini. Penulis juga menyampaikan
hormat dan terimakasih kepada Ibu Sulatin dan Bapak Dwi Hartono, orang tua
tersayang, serta Dewi Suhandary, adik tercinta sebagai sumber motivasi utama
yang telah membantu serta mendukung segala pilihan penulis. Tidak lupa
terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat angkatan 49, teman-teman di UKM Lises Gentra
Kaheman , serta teruntuk Haerani Aslesmana, Yulinda Devianty, Paramita Dwi
Febriani, Nuraini, Fithriyah Sholihah yang selalu mengisi hari-hari dalam
menempuh pendidikan di KPM yang telah memberi semangat dan dukungan
dalam penyusunan laporan Studi Pustaka ini.
Rohmah Khayati
NIM. I34120033
RIWAYAT HIDUP
vii
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 1994 dari Bapak Dwi
Hartono dan Ibu Sulatin.Penulis merupakan putrid pertama dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Depok, yaitu
SD Negeri Gandul 01 lulus tahun 2006, SMP Negeri 13 Depok lulus tahun 2009,
dan SMA Negeri 6 Depok lulus tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis di terima
sebagai salah satu mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tertulis Departement Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Mssyarakat,
Institut Pertanian Bogor. Selain aktif dalam perkuliahan penulis juga aktif sebagai
anggota UKM Lises Gentra Kaheman 2013-2014, kemudian menjadi anggota
Divisi Kominfo UKM Lises Gentra Kaheman 2015-2016. Serta sebagai anggota
Redaksi Online di Majalah Komunitas FEMA Februari-Desember 2014.
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ix
DAFTAR TABEL..............................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................x
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
Latar Belakang...............................................................................................................1
Tujuan tulisan.................................................................................................................4
Metode Penulisan...........................................................................................................4
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA....................................................................5
Penguatan Modal Sosial Untuk Pengembangan Nafkah Berkelanjutan dan Berkeadilan
.......................................................................................................................................5
Peran Modal Sosial (Social Capital) Dalam Perdagangan Hasil Pertanian....................7
Analisis Peran Modal Sosial Terhadap Pemberdayaan Masyarakat dalam Melestarikan
Kebudayaan dan Pengembangan Sektor Pariwisata.......................................................9
Peran Komunitas Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di Situs
Megalitikum Gunung Padang.......................................................................................11
Interaksi Sosial Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata Alam Di Kawasan Gunung
Salak Endah.................................................................................................................13
Membangun Kota Pariwisata Berbasis Komunitas: Suatu Kajian Teoritis...................15
Dampak Sosial Budaya Interaksi Wisatawan dengan Masyarakat Lokal di Kawasan
Sosrowijayan................................................................................................................17
Modal Sosial Dalam Pengelolaan Hutan......................................................................19
Modal Sosial Masyarakat dalam Mengembangkan Ekowisata Bahari di Pulau Pramuka
DKI Jakarta..................................................................................................................21
Strategi Pengelolaan Oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Kepulauan
Sitaro............................................................................................................................22
Kajian Aspek Sosiologi Wisatawan di Objek Agrowisata (Kasus di Kampung Wisata
Cinangneng, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat....................................................24
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN..........................................................................26
Modal Sosial................................................................................................................26
Konsep Modal Sosial...............................................................................................26
Dimensi dan Tipologi Modal Sosial.........................................................................28
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2012…………………………………………………………………….1
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran…………………………………………………4
x
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam suatu pembangunan atau pemberdayaan masyarakat maupun
komunitas di suatu organisasi ataupun non-organisasi, dibutuhkan suatu modal
sosial untuk keberlanjutan suatu kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan.
Modal sosial merupakan modal sumberdaya berupa jaringan kerja yang memiliki
pengetahuan tentang nilai, norma, struktur sosial atau kelembagaan yang memiliki
semangat kerja sama, kejujuran atau kepercayaan, berbuat kebaikan sebagai
pengetahuan sikap bertindak atau berperilaku yang akan memberikan implikasi
positif kepada produktivitas (output) dan hasil (outcome).
Tujuan tulisan
1. Mengidentifikasi konsep-konsep modal sosial komunitas budaya
2. Mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pariwisata
budaya
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini adalah metode
analisis data sekunder atau metode studi literarature yakni dimulai dengan
meringkas dan menganalisis literature. Bahan pustaka yang digunakan dalam
penulisan studi pustaka ini berasala dari hasil penelitian, yakni berupa disertasi,
laporan penelitian, jurnal ilmiah dan buku teks dan sebagainya yang didapatkan
melelui internet maupun pustaka cetak dengan tema yang berkaitan dengan studi
pustaka ini.Bahan pustaka yang didapatkan akan akan dibuat suatu rangkuman
dan pembahasan, yang disimpulkan menjadi sebuah konsep-konsep yang menjadi
fokus pembahasan dalam laporan studi pustaka ini menjadi suatu kerangka
pemikiran serta pertanyaan penelitian yang akan digunakan sebagai acuan dalam
penelitian selanjutnya. Analisis pustaka dilakukan dengan cara membuat
riangkasan pusataka pada masing-masing pustaka serta menganalisis dan
mengkritisi seluruh aspek termasuk berkaitan antara variabel dengan hasil
penelitian pada jurnal. Tulisan yang disusun menggunakan beberapa literatur,
menyintesiskan hasil dari konsep-konsep yang dibahas, yakni modal sosial
komunitas, faktor-faktor yang mempengaruhi, bentuk-bentuk modal sosial dan
pengukuran komunitas. Selanjutnya menyimpulkan konsep-konsep yang menjadi
fokus pembahasan laporan studi pustaka ini dapat memenuhi keseluruhan
substansi yang diperlukan.
4
Ringkasan Pustaka
Rasa percaya antar warga (trust) sangat tinggi, menyebabkan pola hutang
–piutang antar rumah tangga dapat berjalan dengan baik. Hutang menjadi salah
satu bentuk strategi nafkah bagi rumah tangga miskin yang memanfaatkan jejaring
sosial yang ada. Pola relasi yang egaliter menyebabkan rumah tangga miskin
dapat dengan mudah mengakses berbagai bentuk kelembagaaan lokal.
Untuk strategi nafkah di desa Karang Agung yang dijalankan antara lain
dengan pola nafkah ganda, penggunaan tenaga kerja dari dalam rumah tangga dan
melakukan migrasi. Modal sosial masih terbatas digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan jangka pendek (konsumtif), belum mengarah pada pemenuhan
kebutuhan jangka panjang (produktif). Modal sosial masih dalam tahap bounding
(pengikat) , belum sebagai bridging (jembatan) yang menghubungkan potensi
warga. Strategi penguatan modal sosial di Karang Agung dapat dilakukan dengan
memperkuat kapasitas mengembangkan jejaring kerjasama antar kelompok secara
internal maupun eksternal.
Analisis Pustaka :
Kerangka Penelitian
Keterangan : : Mempengaruhi
Namun dalam kasus penelitian ini, penguatan modal sosial di desa Karang
Agung hanya dalam permasalahan hutang-piutang dan dalam kegiatan hajatan,
atau modal sosial yang tergolong konsumtif dan berlaku jangka pendek. Rasa
percaya dan jejaring sosial antar komunitas nelayan tradisonal, mungkin dapat
dimanfaatkan pada kelompok sosial dilingkungan tersebut untuk penguatan
dalam sektor perekonomian, seperti diberikan suatu pelatihan kerajinan untuk ibu-
ibu pengajian di desa tesebut.
Ringkasan Pustaka
Ada dua pendapat tentang dimana posisi modal sosial. Menurut pendapat
pertama, modal sosial melekat pada jaringan hubungan sosial. Hal ini terlihat dari
kepemilikkan informasi, rasa percaya, saling memahami, kesamaan nilai dan
7
saling mendukung. Sementara pendapat lain meyakini bahwa modal sosial dapat
dilihat sebagai karakteristik yang melekat pada individu.
Peran modal sosial yang dijalankan oleh pedagang tersebut dilihat dari
peminjaman kredit antar pedagang, khususnya pedagang kecil kepada pedagang
besar, kemudian pada sistem kontrak jual beli antar kedua belah pihak, jika terjadi
suatu perselisihan, solusi yang digunakan adalah melalui negosiasi karena pada
prinsipnya semua pedagan ingin melanjutkan hubungannya. Hubungan pedagang
dan pemasok dangat penting dalam sistem perdagangan ini karena dapat
menghindarkan pedagang dari kerugian karena kualitas bahan yang buruk.
Analisis Pustaka
Dari tujuan yang digunakan oleh penulis, hasil yang diperoleh terlihat
bagaimana perilaku dalam berdagang dipengaruhi oleh relasi yang dibangun
antara pedagang dengan pihak lain yang mendukung kegiatan perdagangan
tersebut. Dilihat dari hubungan atau jaringan pada pelaku transportasi, pemasok
bahan atau barang dan pedagang lainnya.
Dari konsep yang dipilih oleh penulis dapat dilihat hasilnya (a) jumlah
hubungan sistem pedagangan, pedagang mengambil keuntungan tidak secara
8
Dari kesimpulan yang dibuat oleh penulis, modal sosial terbukti tumbuh
dan terakumulas menurut waktu, dalam penelitiannya belum ditemukan hubungan
modal sosial dengan waktu yang disebutkan didalam kesimpulan. Mungkin
sebaiknya dibuat jangka waktu dalam menumbuhkan hubungan antar pihak.
Ringkasan Pustaka
Analisis Pustaka
bekerja sama, maka peran dari pemerintah dinas pun menjadi hal yang dinantikan
masyarakat.
Ringkasan Pustaka
Analisis Pustaka
Ringkasan Pustaka
Analisis Pustaka
Interaksi yang ada di Kawasan GSE sangat bervariasi, namun dilihat dari
stakeholder yang terlibat interaksi sekunder negatif masih dirasakan dalam
pengembangan wisata ini terkait pentingnya jaringan sosial yang dibentuk.
Kemudian adanya persaingan antar kelompok yang memiliki prinsip yang berbeda
dapat berdampak dalam pengembangan wisata, perlu adanya pertemuan secara
langsung agar dapat berkerjasama dalam menyatukan pemikiran atau persepsi
antar kelompok-kelompok tersebut.
Tidak hanya trust, norma atau nilai yang dianut oleh masyarakat perlu
diperhatikan, agar masyarakat tidak merasa dirugikan, dalam penelitian ini
interaksi yang terjadi antarkelompok lebih pada kepentingan ekonomi jangka
pendek dari kegiatan wisata alam daripada pengembangan jangka panjangnya. Hal
14
ini menyebabkan kurangnya hubungan kerja sama antar stakeholder dan tidak
terbangunnya jaringan sosial untuk mendukung keberhasilan pengembangan
wisata alam. Oleh karena tidak sedikit dampak yang diterima oleh masyarakat.
Ringkasan Pustaka
Pada jurnal ini mencoba untuk menganalisis aspek teori tentang pariwisata
berbasis komunitasdi Jalan Jaksa, Jakarta Pusat. Jalan jaksa merupakan tempat
berinteraksinya pariwisata urban seperti turis asing dari backpackerss. Kegiatan
turis ini di atur oleh Komunitas yang ada di Jalan Jaksa, bukan dari pemerintah
daerah. Komunitas ini juga yang secara mandiri melalui berbagai organisasi
masyarakat yang ada mengelola keberadaan daya tarik wisata Jalan Jaksa. Salah
satu kegiatan yang populer dilakukan oleh komunitas ini adalah Festival Jalan
Jaksa. Untuk mengelola keberadaan objek dan daya tarik wisata di Jalan Jaksa,
komunitas tersebutlah yang merancang dan mengelola secara langsung
keberadaan objek dan daya tarik wisata tersebut.
Dalam jurnal ini terdapat tujuan untuk meneliti 1) apakah ada korelasi
secara teoritik antara pembangunan kota pariwisata dengan pembangunan
komunitas, 2) apakah ada social and economic benefits dari pembangunan kota
pariwisata dalam mengatasi pembangunan perkotaan?
kehidupan manusia yang meliputi tiga aspek penting 1) peningkatan standar hidup
setiap orang (pendapatan, tingkat konsumsi pangan, sandang, papan, pelayanan
kesehatan, pendidikan dan lain-lain) melalui proses-proses pertumbuhan ekonomi
yang relavan 2) penciptaan berbagai kondisi yang memungkinkan tumbuhnya rasa
percaya diri setiap orang melalui pembentukan segenap sistem ekonomi dan
lembaga sosial, politik dan juga ekonomi yang mampu mempromosikan jati diri
dan penghargaan hakekat manusia, dan 3) peningkatan kebebasan setiap orang
melalui perluasan jangkauan pilihan mereka serta peningkatan kualitas maupun
kuantitas aneka barang dan jasa.
Analisis Pustaka
Analisis Pustaka
Ringkasan Pustaka
Modal sosial (social capital) sebagai salah satu konsep yang dapat
digunakan untuk mengukur kapasitas masyarakat (Seragelsin and Grootaert,
2000), memiliki peranan yang cukup penting dalam memelihara dan membangun
integrasi dalam masyarakat dan merupakan factor penting yang mendorong
percepatan.
Konsep modal sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang
dikembangkan oleh Uphoff (2002). Mengacu Uphoff (2000) modal sosial dirinci
menjadi dua kategori, yaitu structural dan kognitif. Pada kategori structural,
unsure yang dikaji ditekankan pada peranan (roles), aturan (rules), dan jaringan
(networks). Sedangkan pada kategoru kognitifm unsure yang dikaju ditekankan
pada kepercayaan (trust) dan solidaritas (Solidarity), kedua unsure tersbut datang
dari norma (norm), nilai (value), sikap (Attitudes), kepercayaan (belief) yang
19
Analisis Pustaka
Dalam konsep yang dipilih oleh penulis yaitu konsep modal sosial yang
diambil dari konsep Uphoff yaitu dalam bentuk struktural dan kognitif serta
konsep dalam pengelolaan hutan rakyat yang mengacu pada lembaga penelitian
IPB (1990).
Ringkasan Pustaka
Analisis Pustaka
Hubungan antara usia dengan modal sosial kepala keluarga. Pertama yang
di analisis adalah mengenai norma, diketahui tingkat pemahaman masyarakat
terhadap norma lebih tinggi pada usia dewasa dibandingkan dengan usia lain.
Pada tingkat kepercayaan usia tidak terlalu terpengaruh.sedangkan hubungan
dengan jumlah orang yang dikenal cenderung lebih tinggi pada usia sedang atau
dewasa, tidak hanya usia yang mempengaruhi namun karakteristik setiap individu
turut mempengaruhi keeratan antar jumlah orang yang dikenal.
Ringkasan Pustaka
sektor terkait, (4) Kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia
pariwisata yang professional dan berkemampuan tinggi, (5) Belum optimalnya
program promosi dan pemasaran yang membeerikan kontribusi positif terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD), (6) Belum optimalnya pengembangan
pengelolaan dan pelestarian obyek dan daya tarik wisata dan kebudayaan daerah,
(7) Belum optimalnya jaringan hubungan kemitraan berbasis kerakyatan.
Strategi pengembangan potensi kepariwisataan meliputi: (1) Aspek
regulasi, (2) Aspek manajemen pembangunan sarana prasarana ODTW yang
menunjang pengembangan infrastruktur kawasan wilayah pariwisata, (3) Aspek
Manajemen Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas
institusi, mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan secara
operasional serta koordinasi agar memiliki efisiensi tinggi, (4) Aspek SDM, (5)
Aspek pemasaran dan promosi, (6) Aspek manajemen pengelolaan yang meliputi
aspek fisik lingkungan dan sosial ekonomi dari ODTW dengan professionalism
dan pola pengelolaan ODTW yang siap mendukung kegiatan usaha pariwisata dan
mampu memanfaatkan potensi ODTW secara lestari.
Judul : Kajian Aspek Sosiologi Wisatawan di Objek
Agrowisata (Kasus di Kampung Wisata
Cinangneng, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa
Barat)
Tahun : 2012
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Online
Nama Penulis : Dina Ratih Dewi, Hepi Hapsari
Nama Editor :
Judul Buku : Jurnal Ilmiah Pariwisata
Kota dan Nama : JAKARTA, PUSLITDIMAS
Penerbit
Nama Jurnal : Jurnal Ilmiah Pariwisata
Volume (Edisi), Hal : Vol 17, No. 2, Juli 2012, Hal 121- 138
Alamat URL/ doi http://www.stptrisakti.ac.id/puslit/jurnal/JI-
Pariwisata-Vol%2017%20No%202-
Juli2012.pdf
Tanggal Unduh : 7 Desember 2015
Ringkasan Pustaka
95.000/ min 20 orang biaya tersebut mendapatkan semua fasilitas yang ada. Harga
ditetapkan berdasarkan pertimbangan karena dalam pengadaan paket wisata ini
KWC bekerja sama dengan masyarakat setempat. 3) Place/ Location, 4)
Promotion, promosi dilakukan hanya melalui web pribadi dan penyebaran brosur
serta promosi dari mulut ke mulut yang berkembang ke Koran, tabloid sampai ke
stasiun televisi. 5) People, hampir semua karyawannya penduduk sekitar. 6)
Physical Evidence, bangunannya seperti rumah dengan desain unik dengan
budaya Indonesia, berbagai tanaman dan pepohonan tumbuh dengan baik dan
tertata rapi. 7) Process, wisatawan yang berkunjung ke KWC bisa mendapatkan
informasi tentang KWC melalui tema, kerabat, internet tentang paket wisata. 8)
Power, KWC sangat mengandalkan kekayaan alam dan kebudyaan. 9) Promise,
Para tamu akan merasa puas dan senang.
Analisis Pustaka
Modal Sosial
Putnam dalam Yularmi (2011) mengatakan bahwa, modal sosial mengacu kepada
ciri organisasi sosial, seperti jaringan, norma dan kepercayaan yang memfasilitasi
koordinasi dan kinerja agar saling menguntungkan. Dia melihat modal sosial
sebagai bentuk barang publik berbeda dengan pengaruhnya terhadap kinerja
ekonomi dan politik pada level kolektif. Dia menekankan bahwa partisipasi orang-
orang dalam kehidupan asosiasional menghasilkan institusi publik lebih efektif
dan layanan lebih baik.
Modal sosial adalah informasi, kepercayaan, dan norma dari timbal balik
yang melekat dalam jaringan sosial (Woolcock, 1998 dalam Yuliarmi, 2011).
Modal sosial mengacu kepada ciri-ciri organisasi sosial seperti jaringan, norma
dan kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama saling
menguntungkan. Modal sosial juga menambahkan elemen-elemen subyektif,
proses budaya seperti kepercayaan dan norma dari timbal balik yang memfasilitasi
aksi sosial. Perbedaan ini menunjukkan hubungan timbal balik di antara modal
sosial, organisasi sosial masyarakat, dan jaringan sosial. Jaringan sosial dan
organisasi sosial masyarakat memberikan sumber daya yang dapat digunakan
untuk memfasilitasi aksi. Modal sosial pada gilirannya menghasilkan sumber daya
lebih lanjut yang memberikan kontribusi kepada organisasi sosial masyarakat dan
sumber daya jaringan sosial (Voydanoff dalam Yuliarmi, 2011).
Menurut Uphoff (2000), modal sosial adalah akumulasi dari beragam tipe
sosial, psikologis, budaya, kognitif, kelembagaan, dan aset-aset yang terkait yang
dapat meningkatkan kemungkinan manfaat bersama dari perilaku kerjasama. Aset
disini diartikan segala sesuatu yang dapat mengalirkan manfaat untuk membuat
proses produktif di masa mendatang lebih efisien, efektif, inovatif dan dapat
diperluas atau disebarkan dengan mudah. Sedangkan perilaku bermakna sama
positifnya antara apa yang dilakukan untuk orang lain dengan perilaku untuk diri
sendiri. Artinya, perilaku tersebut bermanfaat untuk orang lain dan tidak hanya
diri sendiri. Dalam hal ini, Uphoff (2000) menghubungkan konsep modal sosial
dengan proposisi bahwa hasil dari interaksi sosial haruslah dapat mendorong
lahirnya “manfaat bersama” (Mutually Beneficial Collective Action/MBCA).
Uphoff (2000) menjelaskan unsure-unsur modal sosial yang dirinci
menjadi dua kategori yang saling berhubungan, yaitu struktural dan kognitif. Aset
modal sosial struktural bersifat ekstrinsik dan dapat diamati, sementara aspek
kognitif tidak dapat diamati, namun keduanya saling terkait di dalam praktik,
asset struktural datang dari hasil proses kognitif.
Lebih jauh Uphoff (2000), menegaskan bahwa kedua kategori modal
sosial ini memiliki ketergantungan yang sangat kuat, bentuk yang satu
mempengaruhi bentuk yang lain dan keduanya mempengaruhi perilaku individu
hingga mekanisme terbentuknya harapan (ekspektasi). Keduanya terkondisikan
oleh pengalaman dan diperkuat oleh budaya, semangat pada masa tertentu
(zeitgeist), dan pengaruh-pengaruh lainnya.
27
Dalam kajian modal sosial yang dijelaskan oleh beberapa ahli, modal
sosial yang secara garis besat menujukan bahwa modal sosial merupakan peranan
penting dalam suatu organisasi atau pembangunan yang berkelanjutan. Peranan
tersebut mencakup nilai-nilai, norma, aturan, sikap, kepercayaan masyarakat
dalam mengatur hubungan-hubungan sosial dan perilaku secara individu maupun
bersama dalam pemanfaatan sumberdaya secara lestari.
Bounding Bridging
• Terikat/ketat, jaringan yang eksklusif • Terbuka
• Pembedaan yang kuat antara “orang • Memiliki jaringan yang lebih fleksibel
kami” dan “orang luar” • Toleran
• Hanya ada satu alternatif jawaban • Memungkinkan untuk memiliki banyak
• Sulit menerima arus perubahan alternatif jawaban dan penyelesaian
• Kurang akomodatif terhadap pihak luar masalah
• Mengutamakan kepentingan kelompok • Akomodatif untuk menerima perubahan
• Mengutamakan solidaritas kelompok • Cenderung memiliki sikap yang altruistik,
humanitarianistik dan universal
Flassy et al. (2009), menyatakan bahwa unsur utama dan terpenting dari
modal sosial adalah kepercayaan (trust) sebagai syarat keharusan (necessary
condition) terbangunnya modal sosial dari suatu masyarakat.
Modal sosial mempunyai tiga pilar utama, yaitu:
1. Trust (Kepercayaan)
Fukuyama (2002) berpendapat, unsur terpenting dalam modal sosial adalah
kepercayaan (trust) yang merupakan perekat bagi langgengnya kerjasama dalam
kelompok masyarakat. Dengan kepercayaan (trust) orang-orang akan bisa bekerja
sama secara lebih efektif. Modal sosial di negara-negara yang kehidupan sosial
dan ekonominya sudah modern dan kompleks. Elemen modal sosial adalah
kepercayaan (trust) karena menurutnya sangat erat kaitannya antara modal sosial
dengan kepercayaan. Fukuyama (2002: 36) menambahkan kepercayaan (trust)
adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku
normal, jujur dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama,
demi kepentingan anggota yang lain dari komunitas itu. Ada tiga jenis perilaku
dalam komunitas yang mendukung kepercayaan ini, yaitu perilaku normal, jujur
dan kooperatif.
Hal lainnya pun dikemukakan oleh Lawang (2004) kepercayaan adalah rasa
percaya yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk saling berhubungan.
Ada tiga hal yang saling terkait dalam kepercayaan, yaitu:
1) Hubungan antara dua orang atau lebih. Termasuk dalam hubungan tersebut
adalah institusi, yang dalam hal ini diwakili oleh orang. Sesorang percaya
pada institusi tertentu untuk kepentingannya, karena orang-orang dalam
institusi itu bertindak.
2) Harapan yang akan terkandung dalam hubangan itu, yang kalau
direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak.
3) Interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud.
2. Networking (Jaringan)
Menurut Coleman (1998) jaringan sosial merupakan sebuah hubungan sosial
yang terpola atau disebut juga pengorganisasian sosial. Jaringan sosial juga
menggambarkan jaring-jaring hubungan antara sekumpulan orang yang saling
terkait baik langsung maupun tidak langsung. Membahas jaringan sosial, tentu
saja tidak bisa terlepas dari komunikasi yang terjalin antar individu (interpersonal
communication) sebagai unit analisis dan perubahan prilaku yang disebabkannya.
31
Hal ini menunjukkan bahwa jaringan sosial terbangun dari komunikasi antar
individu (interpersonal communication) yang memfokuskan pada pertukaran
informasi sebagai sebuah proses untuk mencapai tindakan bersama, kesepakatan
bersama dan pengertian bersama (Rogers & Kincaid 1980).
Coleman (1998) sebagai salah satu seorang penggagas konsep modal sosial,
melihat bahwa jaringan (networks) dalam modal sosial merupakan konsekuensi
yang telah ada ketika kepercayaan diterapkan secara meluas dan didalamnya
terdapat hubungan timbale balik yang terjalin dalam masyarakat dengan adanya
harapan-harapan dalam masyarakat.
Granovetter dalam Mudiarta (2009) menjelaskan gagasan mengenai pengaruh
struktur sosial terutama yang dibentuk berdasarkan jaringan terhadap manfaat
ekonomis khususnya menyangkut kualitas informasi. Menurutnya terdapat empat
prinsip utama yang melandasi pemikiran mengenai adanya hubungan pengaruh
antara jaringan sosial dengan manfaat ekonomi, yakni: Pertama, norma dan
kepadatan jaringan (network density). Kedua, lemah atau kuatnya ikatan (ties)
yakni manfaat ekonomi yang ternyata cenderung didapat dari jalinan ikatan yang
lemah. Dalam konteks ini ia menjelaskan bahwa pada tataran empiris, informasi
baru misalnya, akan cenderung didapat dari kenalan baru dibandingkan dengan
teman dekat yang umumnya memiliki wawasan yang hampir sama dengan
individu, dan kenalan baru relatif membuka cakrawala dunia luar individu. Ketiga,
peran lubang struktur (structural holes) yang berada di luar ikatan lemah ataupun
ikatan kuat yang ternyata berkontribusi untuk menjembatani relasi individu
dengan pihak luar. Keempat, interpretasi terhadap tindakan ekonomi dan non
ekonomi, yaitu adanya kegiatan-kegiatan non ekonomis yang dilakukan dalam
kehidupan sosial individu yang ternyata mempengaruhi tindakan ekonominya.
Dalam hal ini Granovetter menyebutnya ketertambatan tindakan non ekonomi
dalam kegiatan ekonomi sebagai akibat adanya jaringan sosial.
3. Norm (Norma)
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-
harapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang.
Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-
standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan
berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk
mendukung iklim kerjasama (Putnam 1993 dalam Suharto 2006). Norma-norma
dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.
Sementara Lawang (2004) mengatakan norma tidak dapat dipisahkan dari
jaringan dan kepentingan. Kalau struktur jaringan itu terbentuk karena pertukaran
sosial yang terjadi antara dua orang atau lebih, sifat norma kurang lebih sebagai
berikut:
a) Norma itu muncul dari pertukuran yang saling menguntungkan, artinya
kalau pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak
32
saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu,
norma yang muncul disini, bukan sekali jadi melalui satu pertukaran saja.
Norma muncul karena beberapa kali pertukaran yang saling
menguntungkan dan ini dipegang terus-meneruas menjadi sebuah
kewajiban sosial yang harus dipelihara.
b) Norma bersifat resiprokal, artinya isi norma menyangkut hak dan
kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan yang
diperoleh dari suatu kegiatan tertentu. Orang yang melanggar norma ini
yang berdampak pada berkurangnya keuntungan di kedua belah pihak,
akan diberi sanksi negativ yang sangat keras.
c) Jaringan yang terbina lama dan menjamin keuntungan kedua belah pihak
secara merata, akan memunculkan norma keadilan, dan akan melanggar
prinsip keadilan akan dikenakan sanksi yang keras juga.
Uphoff (2000) menjelaskan unsur-unsur modal sosial dirinci menjadi dua
kategori yang saling berhubungan, yaitu struktural dan kognitif. Kategori
struktural berkaitan dengan beragam bentuk organisasi sosial. Peranan (roles) dan
aturan (rules) mendukung empat fungsi dasar dan kegiatan yang diperlukan untuk
tindakan kolektif, yaitu pembuatan keputusan, mobilisasi dan pengelolaan
sumberdaya, komunikasi dan koordinasi, dan resolusi konflik. Hubungan-
hubungan sosial membangun pertukaran (exchange) dan kerjasama (cooperation)
yang melibatkan barang material maupun non material. Hubungan-hubungan
sosial membentuk jejaring (networks). Peranan, aturan, dan jejaring memfasilitasi
tindakan kolektif yang saling menguntungkan (mutually beneficial collective
action/MBCA).
Kategori kognitif datang dari proses mental yang menghasilkan
gagasan/pemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideologi. Norma, nilai, sikap,
dan kepercayaan memunculkan dan menguatkan saling ketergantungan positif
dari fungsi manfaat dan mendukung MBCA. Terdapat dua orientasi, yaitu
orientasi ke arah pihak/orang lain dan orientasi mewujudkan tindakan. Orientasi
pertama, yaitu norma, nilai, sikap, dan kepercayaan yang diorientasikan kepada
pihak lain, bagaimana seseorang harus berfikir dan bertindak ke arah orang lain.
Kepercayaan (trust) dan pembalasan (reciprocation) merupakan cara membangun
hubungan dengan orang lain. Sedangkan tujuan membangun hubungan sosial
adalah solidaritas. Kepercayaan (trust) dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan
kepercayaan (belief) untuk membuat kerjasama dan kedermawanan efektif.
Solidaritas juga dibangun berdasarkan norma, nilai, sikap, dan kepercayaan untuk
membuat kerjasama dan kedermawanan bergairah.
Orientasi Kedua, yaitu norma, nilai, sikap, dan kepercayaan yang
diorientasikan untuk mewujudkan tindakan (action), bagaimana seseorang harus
berkemauan untuk bertindak. Kerjasama (cooperation) merupakan cara tindakan
bersama dengan yang lain. Sedangkan tujuan dari tindakan adalah kedermawanan
(generosity). Kerjasama dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan kepercayaan
33
Pariwisata
Konsep Pariwisata
Pariwisata menurut UU no. 9/1990 merupakan kegiatan perjalanan yang
dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara, serta perjalanan itu sebagian
atau seluruhnya bertujuan untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Menurut
Yoeti ( 1996:12) seringkali pariwisata dianggap sebagai bingkai ekonomi, padahal
ia merupakan rangkaian dari kekuatan ekonomi, lingkungan, sosial budaya yang
bersifat global. Manfaat daripada pelestarian sektor pariwisata antara lain: (i)
pelestarian budaya dan adat istiadat; (ii) peningkatan kecerdasan masyarakat; (iii)
peningkatan kesehatan dan kesegaran; (iv) terjaganya sumber daya alam dan
lingkungan lestari; (v) terpeliharanya peninggalan kuno dan warisan leluhur; dsb.
Dasar hukum pengembangan pariwisata yang sesuai dengan prinsip
pengembangan adalah Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan tentang Pembangunan Kepariwisataan (Pasal 6: Pembangunan
kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan
34
atau terbangun dari budaya dan mengarah kepada penggunaan masa lalu yang
tangible dan intangible sebagai riset pariwisata. Hal tersebut meliputi budaya
yang ada sekarang, yang diturunkan dari masa lalu, pusaka non-material seperti
musik, tari, bahasa, agama, kuliner tradisi artistik dan festival dan pusaka material
seperti lingkungan budaya terbangun termasuk monumen, katredal, museum,
bangunan bersejarah, kastil, reruntuhan arkeologi dan relik.
Ahimsa-Putra (2004) mendefinisikan wisata budaya yang lestari
(sustainable) adalah wisata budaya yang dapat dipertahankan keberadaannya.
Tumbuhnya model pariwisata budaya yang berkelanjutan atau sustainable cultural
tourism tampak sebagai reaksi terhadap dampak negatif dari pariwisata yang
terlalu menekankan tujuan ekonomi (Suranti, 2005), yang pada dasarnya
bertujuan agar eksistensi kebudayaan yang ada selalu diupayakan untuk tetap
lestari. Untuk mempertahankan keberadaan suatu wisata budaya maka harus
mempertahankan pula budaya menjadi daya tarik utama dari wisata ini. Dengan
kata lain harus ada pengelolaan pusaka budaya yang baik.
Menurut McKercher dan du Cros (2002), pertumbuhan pariwisata budaya
bertepatan dengan timbulnya apresiasi massa dalam kebutuhan untuk menjaga dan
mengkonservasi aset budaya dan pusaka budaya yang mulai berkurang.
Selanjutnya, mereka menyatakan bahwa pariwisata bisa dilihat sebagai pisau
bermata dua bagi komunitas pengelolaan pusaka budaya. Di satu sisi, kebutuhan
wisata memberikan justifikasi politik dan ekonomi yang kuat untuk memperluas
kegiatan konservasi. Akan tetapi di sisi lain, peningkatan kunjungan, pemakaian
yang berlebihan, pemakaian yang tidak pantas dan komodifikasi aset yang sama
tanpa menghargai nilai budaya yang memberikan ancaman bagi integritas aset.
Pengkomodifikasian tersebut seringkali bertentangan dengan prinsip-prinsip
pengelolaan pusaka budaya. MacCannel (1992) dan Greenwood (1989) dalam
Soeriaatmaja, (2005) mempermasalahkan “pengkomoditasan” (commodification)
budaya dimana budaya menjadi pelayan dari konsumerisme sehingga nilai-nilai
mendalam, fungsi-fungsi sosial dan authenticity (keaslian) hilang menjadi sesuatu
yang dangkal. Soeriaatmaja menjelaskan bahwa istilah authenticity bisa
mencerminkan suatu benda, budaya atau lingkungan secara sebenar-benarnya.
(ODTW) yang potensial serta alternatif usaha pariwisata yang kreatif dan
inovatif.
1. Penguatan jati diri dan karakter bangsa yang berbasis pada keragaman
budaya, dengan menungkatkan: (a) pembangunan karakter dan pekerti
bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal; (b) pemahaman
tentang kesejarahan dan kewawasan kebangsaan; (c) pelestarian,
pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalan rangka
memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa; (d)
pemberdayaan masyarakat adat; dan (e) pengembangan promosi
kebudayaan dengan pengiriman misi kesenian, pameran dan
pertukaran budaya.
2. Peningakatan apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas seni dan
budaya, melalui (a) peningkatan perhatian dan kesetaraan pemerintah
dalam program-rogram seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat
dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan
budaya; (b) penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan,
pendalaman dan pagelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota
kabupaten; (c) pengembangan kesenian seperti seni rupa, seni
pertunjukan, seni media, dan berbagai industri kreatif yang berbasis
budaya; (d) pemberian insentif kepada para pelaku seni dalam
pengembangan kualitas seni dan budaya dalam bentuk fasilitasi,
pendukung dan penghargaan.
3. Peningkatan kualitas perlindungan, penyelamatan, pengembangan dan
pemanfaatan warisan budaya, melalui: (a) penetapan dan pembentukan
pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya, revitalisasi
museum dan perpustakan di seluruh Indonesia; (b) perlindungan,
pengembangan,dan pemanfaatan peninggalan purbakala, termasuk
peninggalan bawah air; (c) pengembangan permuseuman nasional
sebagai sarana edukasi, rekreasi, serta pengembangan kesejarahan dan
kebudayaan; dan (d) penelitian dan pengembangan arkeologi nasional.
4. Pengembangan sumber budaya kebudayaan, melalui (a)
pengembangan kapasitas nasional untuk pelaksanaan penelitian,
penciptaan dan inovasi dan memudahkan akses dan penggunaan oleh
masyarakat luas dibidang kebudayaan, (b) peningkatan jumlah,
pendayagunaan, serta kompetensi dan profesionalisme SDM
39
SIMPULAN
5. Penguatan jati diri dan karakter bangsa yang berbasis pada keragaman
budaya, dengan menungkatkan: (a) pembangunan karakter dan pekerti
bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal; (b) pemahaman
tentang kesejarahan dan kewawasan kebangsaan; (c) pelestarian,
pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalan rangka
memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa; (d)
pemberdayaan masyarakat adat; dan (e) pengembangan promosi
kebudayaan dengan pengiriman misi kesenian, pameran dan
pertukaran budaya.
6. Peningakatan apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas seni dan
budaya, melalui (a) peningkatan perhatian dan kesetaraan pemerintah
dalam program-rogram seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat
dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan
budaya; (b) penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan,
42
pendalaman dan pagelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota
kabupaten; (c) pengembangan kesenian seperti seni rupa, seni
pertunjukan, seni media, dan berbagai industri kreatif yang berbasis
budaya; (d) pemberian insentif kepada para pelaku seni dalam
pengembangan kualitas seni dan budaya dalam bentuk fasilitasi,
pendukung dan penghargaan.
7. Peningkatan kualitas perlindungan, penyelamatan, pengembangan dan
pemanfaatan warisan budaya, melalui: (a) penetapan dan pembentukan
pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya, revitalisasi
museum dan perpustakan di seluruh Indonesia; (b) perlindungan,
pengembangan,dan pemanfaatan peninggalan purbakala, termasuk
peninggalan bawah air; (c) pengembangan permuseuman nasional
sebagai sarana edukasi, rekreasi, serta pengembangan kesejarahan dan
kebudayaan; dan (d) penelitian dan pengembangan arkeologi nasional.
8. Pengembangan sumber budaya kebudayaan, melalui (a)
pengembangan kapasitas nasional untuk pelaksanaan penelitian,
penciptaan dan inovasi dan memudahkan akses dan penggunaan oleh
masyarakat luas dibidang kebudayaan, (b) peningkatan jumlah,
pendayagunaan, serta kompetensi dan profesionalisme SDM
kebudayaan; (c) peningkatan pendukung sarana dan prasarana dan
pengembangan seni dan budaya masyarakat; (d) peningkatan penelitian
dan pengembangan kebudayaan; (e) peningkatan kualitas informasi
dan basis data kebudayaan; dan (f) pengembangan kemitraan antara
pemerintahan pusat dan daerah, sektor terkait, masyarakat dan swasta.
Dari konsep kebijakan dan modal sosial, akan diketahui dampak aktivitas
pembangunan tersebut terhadap modal sosial yang mengarah pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, dengan tetap memperhatikan
asas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, seimbang, kemandirian, kelestarian,
partisipasi masyarakat, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan serta
berpegang teguh ada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan tata kelola
pemerintah yang baik (good governance).
. Aktivitas pembangunan
pariwisata budaya (X) Modal Sosial (Y)
Dampak
Aktivitas Penguatan jati diri
dan karakter Kognitif Struktural
Pembangun
bangsa
an
Peningkatan Peranan
Pariwisata
apresiasi seni dan
Budaya budaya Aturan
Terhadap Peningakatan
Modal kualitas warisan Jaringan
Sosial budaya
Komunitas Pengembangan Kepercayaan
sumberdaya
Solidaritas
kebudayaan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Kategori yang digunakan dalam modal sosial adalah struktural dan kognitif.
Unsur struktural terdiri dari peranan, aturan dan jaringan, sedangkan unsur
kognitif terdiri dari kepercayaan dan solidaritas. Unsur tersebut berkembang di
masyarakat yang merupakan tradisi dalam aktivitas pembangunan dalam
pelestarian budaya. Aktivitas pembangunan yang dimaksud adalah. penguatan jati
diri dan karakter bangsa, peningkatan apresiasi seni dan budaya, peningakatan
kualitas warisan budaya dan pengembangan sumberdaya kebudayaan.
DAFTAR PUTAKA
Anen, N. 2012. Modal Sosial Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari Di
Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah [thesis]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor. Dapat diunduh dari :
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/63118
47
Syahyuti. 2008. Peran Modal Sosial (Social Capital) Dalam Perdagangan Hasil
Pertanian. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Vol. 25
No.1. Dapat diunduh dari
http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE26-1c.pdf.
Yoeti, O.A. 1980. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung [ID]: Angkasa. 372
halaman.