Anda di halaman 1dari 11

HIV – done

Tangal pelaksanaan: 12 Agustus 2020


Tanggal selesai: 12 Agustus 2020
Kode kegiatan F1 Promkes  OA, Asma, HIV, Hep B, PPOK
F2 Kesling  10 phbs RT,
F3 KIA KB  penyuluhan KB, ASI eksklusif
F4 Gizi  isi piringku, KEK
F5 Penyakit menular dan tidak menular  DBD, BIAS
F6 pengobatan dasar
Peserta hadir 20, lurah, ibu bidan wilayah
Judul laporan Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
dengan Penyuluhan HIV/AIDS
Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus
penyebab dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome
(AIDS). Penyakit ini merupakan kumpulan gejala yang
disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat
infeksi oleh virus HIV. Infeksi HIV merupakan kejadian
pandemik. Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1987
sampai dengan Juni 2012, kasus HIV-AIDS tersebar di 378 dari
498 (76%) kabupaten/kota di seluruh provinsi di
Indonesia. Penyakit ini menyerang imunitas seseorang
sehingga tidak mampu melawan infeksi dan penyakit dalam
tubuh.
Permasalahan Semua kelompok usia berisiko terinfeksi oleh HIV, oleh karena
HIV dapat ditularkan melalui darah, cairan dari kemaluan dan
ibu dengan HIV yang mengandung dan menyusui anaknya.
Perlu ditekankan bahwa HIV tidak menular dari air ludah, air
mata dan keringat, sehingga aman untuk bercakap-cakap,
berjabat tangan dan berbagi kamar mandi dengan pasien HIV.
Hal-hal yang dapat masyarakat lakukan untuk mencegah HIV
yaitu menghindari perilaku berisiko seperti perilaku seks yang
aman, bersikap setia hanya kepada pasangan, apabila tidak
bisa setia dapat menggunakan kondom, hindari penggunaan
NAPZA. Masyarakat juga dapat mendukung pasien HIV untuk
melakukan pengobatan. Berdasarkan studi HIV prevention trial
network (HPTN) 052 membuktikan bahwa pemberian ARV
lebih dini dapat menurunkan penularan HIV sebesar 93% pada
pasangan seksual non-HIV (pasangan serodiskordan) sehingga
upaya pencegahan dengan menggunakan ARV merupakan
upaya dari Treatment as prevention. Masyarakat dianjurkan
untuk mengetahui status HIV, terutama pada ibu hamil guna
mencegah penularan HIV ibu kepada anak melalui kehamilan,
persalinan dan proses menyusui.
Pemilihan Intervensi akan dilakukan dengan metode penyuluhan dan
intervensi pendekatan massal dengan target masyarakat remaja hingga
dewasa. Penyuluhan diberikan oleh penyuluh berupa materi
mengenai definisi penyakit, penyebab, perjalanan penyakit,
transmisi penularan, gejala, pencegahan, dan anjuran untuk
tidak menjauhi penderita. Sesi tanya jawab berlangsung untuk
menjelaskan bagian yang masih kurang dipahami atau bagian-
bagian maupun persepsi-persepsi di masyarakat yang salah.
Pelaksanaan Intervesi telah dilakukan melalui penyuluhan di balai desa
yang disisipkan pada beberapa kegiatan tertentu sepeti kelas
ibu hamil seperti yang telah terlaksana pada tanggal 12
Agustus 2020 pukul 09.00 WIB. Kegiatan dilakukan dengan 2
sesi yakni sesi penyuluhan dan dilanjutkan dengan sesi tanya
jawab.
Monitor dan Harapan dari penyuluhan ini baik melalui tokoh masyarakat,
eval orang penting, ataupun ibu-ibu yang ada di masyarakat adalah
agar mereka dapat menyampaikan informasi yang tepat terkait
HIV/AIDS ke masyarakat luas. Selain itu, terdapat penambahan
ilmu pengetahuan, perubahan mindset dan perilaku
masyarakat terhadap HIV/AIDS.
OA - done
Tangal pelaksanaan: 29 Juli 2020
Tanggal selesai: 29 Juli 2020
Kode kegiatan F1 Promkes  OA, Asma, HIV, Hep B, PPOK
F2 Kesling  10 phbs RT,
F3 KIA KB  penyuluhan KB, ASI eksklusif
F4 Gizi  isi piringku, KEK
F5 Penyakit menular dan tidak menular  DBD, BIAS
F6 pengobatan dasar
Peserta hadir 20
Judul laporan Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
dengan Penyuluhan Penyuluhan Oasteoarthritis pada Lutut
Latar belakang Osteoartritis (OA) atau pengapuran sendi merupakan penyakit
sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago
sendi. Osteoartritis yang juga disebut sebagai penyakit
degeneratif merupakan salah satu masalah kedokteran yang
paling sering terjadi terutama pada orang usia lanjut. WHO
melaporkan 40% penduduk dunia yang lansia akan menderita
OA, dari jumlah tersebut 80% mengalami keterbatasan gerak
sendi. Prevalensi osteoartritis di Indonesia cukup tinggi yaitu
5% pada usia > 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan 65%
pada usia > 61 tahun. Degenerasi sendi yang menyebabkan
sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi
tangan, panggul, kaki, dan spine meskipun bisa terjadi pada
sendi sinovial mana pun. Gejala yang dtunjukkan oleh pasien
adalah persendian terasa kaku terutama saat bangun pagi atau
setelah beraktivitas yang membebani sendi tersebut. Nyeri
pada sendi yang terus menerus, nyeri muncul baik saat
istirahat maupun dibuat aktivitas. Terkadang keluhan juga
disertai dengan bengkak pada sendi.
Permasalahan Osteoarthritis dapat terjadi pada semua orang, namun
penyakit ini berkembang dengan pengaruh dari interaksi
beberapa faktor risiko dalam tubuh dengan lingkungan. Faktor
risiko tersebut diantaranya yaitu usia lanjut diatas 50 tahun
terutama pada wanita. Oleh karena pada wanita usia lanjut
telah mengalami menopause sehingga hormon yang mencegah
pngapuran sendi menurun. Genetik memberikan peranan 2x
lebih berisiko terkena osteoarthritis oleh karena terdapat
abnormalitas kode genetik yang bersifat diturunkan. Berat
badan lebih dan obesitas menyebabkan peningkatan beban
sendi untuk menopang tubuh sehingga mempercepat proses
pengapuran sendi. Namun, perlu ditekankan bahwa obesitas
merupakan salah satu faktor risiko osteoarthritis yang dapat
dimodifikasi dengan merubah gaya hidup serta pola makan
sehat. Riwayat cidera pada sendi juga dapat meningkatkan
risiko osteoarthritis 5-6 kali lebih tinggi dan terjadi pada usia
lebih dini. Sangat penting bagi semua pasien OA diberikan
edukasi yang tepat. Dua hal yang menjadi tujuan edukasi
adalah bagaimana mencegah atau menunda osteoarthritis dan
apabila sudah terkena OA bagaimana mengatasi nyeri sehingga
dapat meingkatkan kualitas hidup penderita. Selain
pengobatan dengan dokter merubah kebiasaan aktivitas
terkait sendi sangatlah penting, seperti menghindari aktivitas
atau pekerjaan yang terlalu memberatkan sendi yang terkena
seperti menaiki tangga, mengangkat beban berat atau
menggendong. Mengistirahatkan sendi dapat membantu
mengurangi nyeri. Selain menggunakan obat, kompres dingin
dapat diberikan apabila nyeri terasa makin memberat. Dalam
jangka panjang, menurunkan berat badan dan menjaga berat
badan ideal menjadi program utama terutama pada pasien
dengan obesitas. Yang terakhir adalah aktivitas fisik non
weight-bearing yang dilakukan rutin minimal 30 menit sehari
seperti berenang, senam lantai atau bersepeda.
Pemilihan Intervensi akan dilakukan dengan metode penyuluhan dan
intervensi pendekatan massal dengan target masyarakat umum.
Penyuluhan diberikan oleh penyuluh berupa materi mengenai
definisi penyakit, penyebab, perjalanan penyakit, gejala dan
pencegahan. Sesi tanya jawab berlangsung untuk menjelaskan
bagian yang masih kurang dipahami atau bagian-bagian
maupun persepsi-persepsi di masyarakat yang salah.
Pelaksanaan Intervesi telah dilakukan melalui penyuluhan di ruang tunggu
balai pengobatan Puskesmas Ngronggot seperti yang telah
terlaksana pada tanggal 29 Juli 2020 pukul 08.00 WIB.
Kegiatan dilakukan dengan 2 sesi yakni sesi penyuluhan dan
dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Monitor dan Harapan dari penyuluhan ini baik masyarakat semua agar
eval mereka dapat menyampaikan informasi yang tepat terkait
pengapuran sendi atau ostearthritis ke masyarakat luas. Selain
itu, terdapat penambahan ilmu pengetahuan, perubahan
mindset dan perilaku masyarakat terhadap osteoarthritis.
Hep B - done
Tangal pelaksanaan: 21 Juli2020
Tanggal selesai: 21 Juli 2020
Kode kegiatan F1 Promkes  OA, Asma, HIV, Hep B, PPOK
F2 Kesling  10 phbs RT,
F3 KIA KB  penyuluhan KB, ASI eksklusif
F4 Gizi  isi piringku,
F5 Penyakit menular dan tidak menular  DBD, BIAS
F6 pengobatan dasar
Peserta hadir 20
Judul laporan Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
dengan Penyuluhan Hepatitis B
Latar belakang Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh
“Virus Hepatitis B” (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus
yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun
yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis
hati atau kanker hati. Virus Hepatitis B telah menginfeksi
sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar 240 juta orang
diantaranya menjadi Hepatitis B kronik dan sebanyak 1,5 juta
penduduk dunia meninggal setiap tahun karena Hepatitis. DI
Indonesia, berdasarkan hasil saring tes darah pendonor di PMI,
diperkirakan dari 100 orang indonesia, 10 orang diantaranya
terinfeksi Hepatitis B. Infeksi virus Hepatitis B saat ini mulai
merupakan masalah kesehatan masyarakat yangserius, karena
selain manifestasinya bersifat akut beserta komplikasinya,
dapat menjadisumber penularan bagi lingkungan terutama
bagi pengidap hepatitis b kronik.
Permasalahan Perlu diketahui bahwa Hepatitis B dapat tidak memberikan
gejala pada masa inkubasi, hingga gejala ringan pada saat awal
masa terinfeksi. Gejala yang muncul seperti gejala mirip flu
yaitu demam, sakit kepala, mialgia, batuk, mual dan muntah,
kulit atau mata berubah menjadi warna kuning, gatal-gatal
tidak jelas pada kulit, penurunan berat badan, nyeri perut
terutama di kuadran kanan atas, dan warna kencing menjadi
lebih gelap. Penularan infeksi Hepatitis B dapat melalui
parenteral atau darah yaitu secara vertikal dimana ibu dapat
menularkan kepada anaknya melalui proses kehamilan,
melahirkan dan menyusui, atau secara horisontal bila melalui
kontak pada individu yang sangat erat dan lama seperti melalui
hubungan seksual, penggunaan jarum suntik bersama atau
transfusi darah yang terkontaminasi virus Hepatitis B. Upaya
pencegahan infeksi Hepatitis B merupakan hal yang terpenting.
Pencegahan secara spesifik dapat dilakukan dengan imunisasi
menggunakan vaksin Hepatitis B yang telah diberikan pada
bayi baru lahir, dan dapat di booster pada saat dewasa.
Tindakan pencegahan lain yang dapat dilakukan yaitu
menghindari perilaku berisiko seperti yang telah disebutkan.
Pemilihan Intervensi akan dilakukan dengan metode penyuluhan dan
intervensi pendekatan massal dengan target masyarakat remaja hingga
dewasa. Penyuluhan diberikan oleh penyuluh berupa materi
mengenai definisi penyakit, penyebab, perjalanan penyakit,
transmisi penularan, gejala dan pencegahan. Sesi tanya jawab
berlangsung untuk menjelaskan bagian yang masih kurang
dipahami atau bagian-bagian maupun persepsi-persepsi di
masyarakat yang salah.
Pelaksanaan Intervesi telah dilakukan melalui penyuluhan di ruang tunggu
balai pengobatan Puskesmas Ngronggot seperti yang telah
terlaksana pada tanggal 21 Juli 2020 pukul 08.00 WIB.
Kegiatan dilakukan dengan 2 sesi yakni sesi penyuluhan dan
dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Monitor dan Harapan dari penyuluhan ini baik melalui tokoh masyarakat,
eval orang penting, ataupun ibu-ibu yang ada di masyarakat adalah
agar mereka dapat menyampaikan informasi yang tepat terkait
Hepatitis B ke masyarakat luas. Selain itu, terdapat
penambahan ilmu pengetahuan, perubahan mindset dan
perilaku masyarakat terhadap Hepatitis B.
PHBS RT - done
Tangal pelaksanaan: 25 Agustus 2020
Tanggal selesai: 25 Agustus 2020
Kode kegiatan F1 Promkes  OA, Asma, HIV, Hep B, PPOK
F2 Kesling  10 phbs RT,
F3 KIA KB  penyuluhan KB, kesehatan remaja
F4 Gizi  zat besi remaja, isi piringku
F5 Penyakit menular dan tidak menular  DBD, BIAS
F6 pengobatan dasar
Peserta hadir 20
Judul laporan Upaya Kesehatan Lingkungan dengan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat pada Rumah Tangga
Latar belakang Rumah Tangga merupakan unit terkecil dalam lingkungan.
Perilaku hidup yang bersih dan sehat selayaknya harus
diterapkan dan ditanamkan kepada seluruh anggota keluarga.
Peranan keluarga dalam sebuah rumah memegang kunci
utama untuk meningkatkan kualitas kesehatan sejak dini.
Karena jika keluarga sehat, akan membentuk masyarakat yang
sehat pula. Untuk itu, Sehat harus diawali dari dalam rumah
sendiri. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah
sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang,
keluarga atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri
(mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat. Manfaat PHBS di rumah
tangga antara lain, setiap anggota keluarga mampu
meningkatkan kesejahteraan dan tidak mudah terkena
penyakit, rumah tangga sehat mampu meningkatkan
produktivitas anggota rumah tangga dan manfaat PHBS rumah
tangga selanjutnya adalah anggota keluarga terbiasa untuk
menerapkan pola hidup sehat dan anak dapat tumbuh sehat
dan tercukupi gizi.
Permasalahan Program pembinaan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
telah berjalan sekitar 15 tahun, namun keberhasilannya masih
jauh dari harapan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun
2014 menunjukkan bahwa rumah tangga di Indonesia yang
mempraktekkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) baru
mencapai 38,7%, Terpaut jauh dari target yang tertulis di
Rencana Strategis (Restra) Kementerian Kesehatan tahun
2010-2014 yaitu sebesar 70% rumah tangga telah
mempraktekkan PHBS pada tahun 2014. Berikut perilaku
bersih dan sehat yang harus dilakukan dalam rumah tangga:
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Persalinan yang mendapat pertolongan dari pihak tenaga
kesehatan baik itu dokter, bidan ataupun paramedis
memiliki standar dalam penggunaan peralatan yang bersih,
steril dan juga aman. Langkah tersebut dapat mencegah
infeksi dan bahaya lain yang beresiko bagi keselamatan ibu
dan bayi yang dilahirkan.
2. Memberi ASI ekslusif
Kesadaran mengenai pentingnya ASI bagi anak di usia 0
hingga 6 bulan tanpa memberikan buah dihaluskan atau
susu formula tanpa indikasi.
3. Menimbang bayi dan balita
Penimbangan secara teratur dapat memudahkan deteksi
dini kasus gizi buruk. Penimbangan dapat dilakukan di
Posyandu sejak bayi berusia 1 bulan hingga 5 tahun.
Posyandu dapat menjadi tempat memantau pertumbuhan
anak dan menyediakan kelengkapan imunisasi.
4. Menggunakan air bersih
Gunakan air bersih dan mengalir dari sumber mata air, atau
air keran PDAM, penampungan air hujan yang bersih atau
air sumur yang bersih untuk aktivitas rumah tangga seperti
mandi, mencuci peralatan masak dan sayur.
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Praktek cuci tangan dengan 6 langkah merupakan langkah
pencegahan penularan berbagai jenis penyakit berkat
tangan yang bersih dan bebas dari kuman.
6. Menggunakan jamban sehat
Yaitu fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri
atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa
atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan
unit penampungan kotoran dan air untuk
membersihkannya.
7. Memberantas jentik di rumah
Lakukan pemeriksaan jentik berkala tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk (tempat-tempat penampungan
air) yang ada di dalam rumah seperti bak mandi/WC, vas
bunga, tatakan kulkas. Atau diluar rumah seperti, alas pot
bunga, bolongan pada pohon, ketiak daun dan sebagainya.
Lakukan 3M plus agar rumah bebas jentik.
8. Makan buah dan sayur setiap hari
Setiap anggota rumah tangga mengkonsumsi minimal 3
porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari.
Penting untuk setiap anggota keluarga mengkonsumsi sayur
dan buah, oleh karena sayur dan buah mengandung vitamin
dan mineral, yang mengatur pertumbuhan dan
pemeliharaan tubuh serta mengandung serat yang tinggi.
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Anggota keluarga melakukan aktivitas fisik 30 menit setiap
hari. Aktivitas fisik dapat berupa melakukan repetisi dari
aktivitas sehari-hari atau dapat dengan berolah raga.
10.Tidak merokok
Anggota keluarga dianjurkan untuk tidak merokok,
terutama didalam rumah dan didekat anak.
Pemilihan Intervensi akan dilakukan dengan metode penyuluhan dan
intervensi pendekatan massal dengan target masyarakat remaja hingga
dewasa. Penyuluhan diberikan oleh penyuluh berupa materi
mengenai poin-poin perilaku bersih dan sehat didalam rumah
tangga beserta penjelasaanya. Sesi tanya jawab berlangsung
untuk menjelaskan bagian yang masih kurang dipahami.
Pelaksanaan Intervesi telah dilakukan melalui penyuluhan di ruang tunggu
balai pengobatan Puskesmas Ngronggot seperti yang telah
terlaksana pada tanggal 25 Agustus 2020 pukul 08.00 WIB.
Kegiatan dilakukan dengan 2 sesi yakni sesi penyuluhan dan
dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Monitor dan Evaluasi dilakukan dengan mengulang resume penyuluhan
eval dengan masyarakat secara seksama. Harapan dari penyuluhan
ini masyarakat dapat memperluas pengetahuan hidup sehat,
serta mampu merubah mindset dan perilaku masyarakat untuk
hidup bersih dan sehat.
ASMA
Tangal pelaksanaan: Agustus 2020
Tanggal selesai: Agustus 2020
Kode kegiatan F1 Promkes  OA, Asma, HIV, Hep B, PPOK
F2 Kesling  10 phbs RT,
F3 KIA KB  penyuluhan KB, ASI eksklusif
F4 Gizi  zat besi remaja, KEK
F5 Penyakit menular dan tidak menular  DBD, BIAS
F6 pengobatan dasar
Peserta hadir 20
Judul laporan Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
dengan Penyuluhan Asma
Latar belakang
Permasalahan
Pemilihan
intervensi
Pelaksanaan Intervesi telah dilakukan melalui penyuluhan di balai desa
yang disisipkan pada beberapa kegiatan tertentu sepeti kelas
ibu hamil seperti yang telah terlaksana pada tanggal 12
Agustus 2020 pukul 09.00 WIB. Kegiatan dilakukan dengan 2
sesi yakni sesi penyuluhan dan dilanjutkan dengan sesi tanya
jawab.
Monitor dan
DBD - done
Tangal pelaksanaan: 6 Agustus 2020
Tanggal selesai: 6 Agustus 2020
Kode kegiatan F1 Promkes  OA, Asma, HIV, Hep B, PPOK
F2 Kesling  10 phbs RT,
F3 KIA KB  penyuluhan KB, ASI eksklusif
F4 Gizi  zat besi remaja, KEK
F5 Penyakit menular dan tidak menular  DBD, Bias
F6 pengobatan dasar
Peserta hadir 20
Judul laporan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
Demam Berdarah Melalui 3M Plus
Latar belakang Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan utama di
100 negara-negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara,
Pasifik Barat, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Prevalensi
global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam dua
dekade terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia di daerah
tropis dan sub tropis beresiko terkena DHF. Penyakit ini kini
menjadi penyakit yang endemik di Indonesia sejak tiga dekade
terakhir. Insidennya berfluktuasi setiap tahun bahkan sampai
terjadi wabah DHF di beberapa daerah di Indonesia4. Sampai
saat ini 200 kota telah melaporkan kejadian luar biasa. Insiden
rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun
1968 menjadi berkisar 6-27 per 100.000 penduduk pada tiga
tahun terakhir ini.
Proporsi kasus DHF berdasarkan umur di Indonesia
menunjukkan bahwa DHF paling banyak terjadi pada anak usia
sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun. DHF masih sulit diberantas
karena belum ada vaksin untuk pencegahan dan
penatalaksanaannya hanya bersifat suportif. Keberhasilan
penatalaksanaan DHF terletak pada kemampuan mendeteksi
secara dini fase kritis dan penanganan yang cepat dan tepat,
untuk itu diperlukan pengetahuan pada masyarakat tentang
gejala dan tanda DBD serta penanganan apa yang harus
dilakukan.
Permasalahan Pencegahan dapat dilakukan untuk menekan angka kejadian
DBD, diantaranya adalah gerakan 3M plus yang dicanangkan
oleh Kementrian Kesehatan.
Adapun yang dimaksud dengan 3M Plus Menguras, menutup,
mengubur dan menghindari gigitan nyamuk. Adapun dalam
praktik 3M plus dapat berupa:
1) Menguras tempat penampungan air minimal satu kali
dalam seminggu.
2) Menutup tempat penampungan air
3) Mengubur barang-barang bekas
4) Dan, menghindari gigitan nyamuk menggunakan obat
nyamuk atau anti nyamuk dan menggunakan kelambu
saat tidur
5) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan
6) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
7) Menanam tanaman pengusir nyamuk
8) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam
rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan
lain-lain.
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) perlu ditingkatkan
terutama pada musim penghujan dan pancaroba, karena
meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-
tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD, sehingga
seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) terutama
pada saat musim penghujan.
Pemilihan Intervensi akan dilakukan dengan metode penyuluhan dan
intervensi pendekatan massal dengan target masyarakat dewasa.
Penyuluhan diberikan oleh penyuluh berupa materi mengenai
definisi penyakit, penyebab, perjalanan penyakit, transmisi
penularan, gejala dan pencegahan. Sesi tanya jawab
berlangsung untuk menjelaskan bagian yang masih belum
dipahami atau persepsi-persepsi di masyarakat yang salah.
Pelaksanaan Intervesi telah dilakukan melalui penyuluhan di ruang tunggu
balai pengobatan Puskesmas Ngronggot seperti yang telah
terlaksana pada tanggal 6 Agustus 2020 pukul 08.00 WIB.
Kegiatan dilakukan dengan 2 sesi yakni sesi penyuluhan dan
dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Monitor dan Evaluasi dilakukan dengan memberikan resume pencegahan
evaluasi DBD dengan 3M plus bersama dengan masyarakat dengan
seksama. Harapan dari penyuluhan ini masyarakat dapat
memperluas pengetahuan mengenai DBD, serta mampu
merubah mindset dan perilaku masyarakat untuk
melaksanakan pencegahan DBD.
BIAS - done
Tangal pelaksanaan: 26 Agustus 2020
Tanggal selesai: 26 Agustus 2020
Kode kegiatan F1 Promkes  OA, Asma, HIV, Hep B, PPOK
F2 Kesling  10 phbs RT,
F3 KIA KB  penyuluhan KB, ASI eksklusif
F4 Gizi  zat besi remaja, KEK
F5 Penyakit menular dan tidak menular  DBD, BIAS
F6 pengobatan dasar
Peserta hadir 20
Judul laporan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
Melalui Bulan Imunisasi Anak Sekolah
Latar belakang Campak merupakan penyakit infeksi virus akut serius yang
sangat menular. Campak disebabkan oleh paramyxovirus dan
ditularkan terutama melalui udara. WHO melaporkan
peningkatan kasus campak empat kali lipat secara global dalam
tiga bulan pertama tahun 2019 dibandingkan dengan waktu
yang sama tahun lalu. Peningkatan kejadian campak ini
diperkirakan karena cakupan imunisasi yang kurang. Angka
yang dibutuhkan untuk mencegah wabah dan menjadikan
adanya kekebalan kelompok (herd immunity) adalah 95%,
sedangkan cakupan global dosis pertama campak adalah 85%
dengan dosis kedua 67%.
Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang efektif
untuk menghindari penyakit infeksi. Dengan imunisasi,
seseorang dibuat kebal (resisten) terhadap penyakit infeksi,
yang biasanya dilakukan dengan pemberian vaksin. Dengan
demikian, angka kejadian penyakit infeksi akan menurun,
kecacatan serta kematian yang ditimbulkannya pun akan
berkurang. Tujuan imunisasi adalah membentuk kekebalan
demi mencegah penyakit pada diri sendiri dan orang lain
sehingga kejadian penyakit menular menurun dan bahkan
dapat menghilang dari muka bumi. Kekebalan yang disalurkan
oleh ibu ke bayi yang dikandung tidak berlangsung lama, maka
kekebalan harus dibentuk melalui pemberian imunisasi pada
bayi.
Perlu menjadi perhatian bahwa berdasarkan data Riskesdas
2018, data cakupan imunisasi dasar lengkap pada anak umur
12-23 bulan sebesar 57,9% yang menurun jika dibandingkan
dengan Riskesdas 2013 sebesar 59,2%. Pada tingkat provinsi,
Jawa Timur juga mengalami penurunan cakupan imunisasi
dasar lengkap pada anak umur 12-23 bulan.
Permasalahan Kejadian luar biasa (KLB) campak di Indonesia tampak pada
tahun 2015 hingga 2017 di hampir setiap provinsi dengan
jumlah provinsi melaporkan KLB meningkat dari 27 provinsi
tahun 2015 menjadi 30 provinsi tahun 2017. Peningkatan ini
diantaranya karena perbaikan kewaspadaan dini terhadap
kasus campak. Kecepatan dalam mendeteksi kasus
ditindaklanjuti dengan upaya penanggulangan, antara lain
imunisasi measles rubella
(MR). Pemberian imunisasi MR pada anak usia 9 bulan sampai
dengan kurang dari 15 tahun dengan cakupan tinggi dan
merata diharapkan akan membentuk imunitas kelompok,
sehingga mengurangi transmisi virus ke usia yang lebih
dewasa dan melindungi kelompok tersebut ketika memasuki
usia reproduksi.
Masalah yang sering kali muncul terkait cakupan imunisasi
pada anak antara lain kurangnya informasi pada masyarakat
mengenai perlunya imunisasi tambahan pada anak usia
sekolah. Banyak orang tua yang tidak tahu adanya program
imunisasi pada anak usia sekolah. Selain itu, banyak orang tua
yang juga beralasan tidak dapat memberikan anaknya
imunisasi karena tidak adanya waktu untuk membawa anak ke
tenaga kesehatan terdekat.
Pada kondisi ekstrim, dapat pula ditemukan adanya ketakutan
akan imunisasi. Hal ini disebabkan oleh penyebaran informasi
yang salah ke masyarakat, misalnya imunisasi menyebabkan
penyakit dan imunisasi mengandung bahan-bahan kimia yang
tidak baik untuk tubuh. Oleh sebab itu, diadakan BIAS (Bulan
Imunisasi Anak Sekolah) yang diharapkan dapat memberikan
cakupan imunisasi pada seluruh anak usia sekolah di
kecamatan Ngronggot.
Pemilihan Intervensi akan dilakukan dengan metode penyuluhan kepada
intervensi masyarakan dengan target siswa dan orang tua siswa.
Penyuluhan diberikan oleh penyuluh berupa materi mengenai
definisi penyakit, penyebab, perjalanan penyakit, transmisi
penularan, gejala dan pencegahan. Sesi tanya jawab
berlangsung untuk menjelaskan bagian yang masih belum
dipahami atau persepsi-persepsi di masyarakat yang salah.
Setelah penyuluhan dilakukan pemberian imunisasi MR
kepada seluruh siswa yang datang.
Pelaksanaan Intervesi telah terlaksana melalui pelaksanaan imunisasi di
sekolah Madrasah Iptidaiyah Negeri 3 Nganjuk di desa Dingin,
Kecamatan Ngronggot pada tanggal 26 Agustus 2020 pukul
08.00 WIB. Kegiatan dilakukan dengan 2 sesi yakni sesi
penyuluhan mengenai imunisasi MR dan dilanjutkan dengan
kegiatan imunisasi.
Monitor dan Dalam pelaksanaan target siswa tidak memenuhi 100% karena
evaluasi beberapa alasan diantaranya sedang sakit dan tidak datang.
Bagi siswa yang tidak datang bisa mendapatkan imunisasi
susulan di Polindes desa Dingin. Harapan dari terlaksananya
kegiatan ini mampu mencegah penyakit campak dan rubela
serta mampu merubah mindset dan perilaku masyarakat
mengenai imunisasi.

Anda mungkin juga menyukai