Anda di halaman 1dari 131

ANALISIS PERENCANAAN OBAT DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA TAHUN 2018

SKIRIPSI

OLEH
KEZIA HASIAN PAKPAHAN
NIM. 141000569

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS PERENCANAAN OBAT DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA TAHUN 2018

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
KEZIA HASIAN PAKPAHAN
NIM. 141000569

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ANALISIS

PERENCANAAN OBAT DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA TAHUN 2018” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya

sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara

yang tidak sesuai dengan etika keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap

menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau

klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2018

Kezia Hasian Pakpahan


NIM. 141000569

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

Manajemen perencanaan obat merupakan tahap awal dan sebagai tahap


yang penting dan menentukan dalam pengelolaan obat. Perencanaan obat
bertujuan untuk menetapkan pemilihan jenis, jumlah perbekalan obat yang sesuai
kebutuhan dan untuk menghindari kekosongan dengan menggunakan metode
yang dapat dipertanggung jawabkan.
Penelitian ini merupakan penelitian kulitatif yang bertujuan untuk
menganalisis perencanaan obat di instalasi farmasi Rumah Sakit USU. Penelitian
ini menggunakan data primer yaitu melalui wawancara mendalam dengan
berpedoman pada pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya dan
observasi/pengamatan secara langsung. Data sekunder berupa dokumen-dokumen
di instalasi farmasi Rumah Sakit USU. Informan dalam penelitian ini berjumlah 7
orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perencanaan obat di instalasi
farmasi Rumah Sakit USU belum sesuai dengan pedoman pengelolaan obat yang
di rekomendasikan oleh kementerian kesehatan dan belum ada prosedur tertulis
tentang perencanaan obat sehingga perencanaan obat di Rumah Sakit USU belum
sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Hal ini terjadi karena tenaga perencanaan
obat belum memahami cara merencanakan kebutuhan obat yang tepat, tenaga
perencanaan obat belum pernah mengikuti pelatihan manajemen logistik farmasi
khususnya perencanaan obat. Selain itu, data-data yang diperlukan dalam proses
perencanaan obat belum mencukupi Hal ini mengakibatkan perencanaan obat
yang dilakukan tidak optimal, sehingga terjadi kekosongan obat dan sebagian lagi
jumlahnya berlebih.
Berdasarkan Penelitian diharapkan kepada rumah sakit membuat prosedur
tertulis terkait perencanaan obat dan melakukan penambahan tenaga perencana
obat di Rumah Sakit USU serta perlu dilakukan pelatihan terhadap tim perencana
untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan terkait perencanaan obat.
Kemudian disarankan kepada pihak farmasi supaya menyusun perencanaan
kebutuhan obat untuk setiap tahunnya lebih tepat dan efektif dengan metode yang
sesuai dengan langkah-langkah yang sudah ditetapkan.

Kata kunci: Perencanaan, Kebutuhan obat, Rumah Sakit USU

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
The medicinal plan requirements needs was one of a very important step
in the medication management. The planning of medication needs aims to set type
and quantity of medicinal and avoiding medicinal void with using method that can
be accounted.
The research used qualitative apporoach which was aimed to analyze the
planning of medicinal requirements in pharmaceutical installations of University
of Sumatera Utara Hospital. This research uses primary data that was through
in-depth interviews with guided interviews (interview guide) that have been
prepared previously and using secondary data or data obtained from the
pharmacy installation University of Sumatera Utara Hospital. This research
involved seven people as the informants.
The results showed that the process of medicinal plan in the pharmacy
installation of University of Sumatera Utara Hospital has not been in accordance
with the medicines management guidelines was recommended by the ministry of
health and They stil have no procedures that is written about medicinal plan, so
that drug planning in University of Sumatera Utara Hospital not in accordance
with the needs of the hospital. This happens because drug medicines planning
personnel have not understood how to plan for proper drug needs, drug planning
personnel have never followed pharmaceutical logistics management training,
especially drug planning. In addition, the data was needed in the process of drug
planning has not been sufficient. This resulted in medicines planning that was not
done optimally, resulting in a vacuum of medicines (out of stock) and partly
overdone (over stock).
Based of research that was recommended for the hospital to make
medicinal-plan procedures in writing and make addition of drugs personnel
planning needs of the University of Sumatera Utara Hospital, it was necessary to
make training related drugs planning to improve the skills adn the knowledge.
Then it is recommended to pharmacy hand in the draft of medication needs plan
every year, and could be more precise and effectively each year with appropriate
method with the steps that have been set yet.

Key Words: Needs, Medication planning, University of Sumatera Utara


Hospital

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “ANALISIS PERENCANAAN OBAT DI RUMAH SAKIT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2018”. Skripsi ini adalah salah

satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penulisan dan penyelesaian skripsi ini, penulis banyak

mendapat bimbingan, doa, dukungan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara

moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini

dan juga selama menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, yaitu kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku Ketua Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. dr. Fauzi, SKM selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan

waktu untuk memberikan saran, bimbingan, motivasi serta selalu dengan tulus

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan sabar membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

baik.

6. Dr. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan

saran dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, SKM, MPH selaku Dosen Penguji II yang

telah memberikan saran dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik.

8. dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Akademik selama

penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

9. Seluruh dosen dan staf pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

terutama Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

10. Direktur RS USU, Kepala Instalasi Farmasi, Penanggung Jawab Perbekalan

serta seluruh pihak RS USU yang telah banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan penelitian.

11. Teristimewa kepada orangtua tercinta, John Hasiholan MTh dan Nurdina

Sinaga yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa, dukungan moril maupun

materil, motivasi, arahan, dan ketulusannya mendampingi penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adik-adik tersayang Stephen

Ledwig Pakpahan, Ribka Octavia Pakpahan, dan Yehezkiel Strugle Pakpahan

yang telah memberikan banyak dukungan, bantuan, dan doa kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis, yang tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan

lebih baik bagi skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan

semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya serta menjadi referensi bagi

pengetahuan.

Medan, Juli 2018


Penulis

Kezia Hasian Pakpahan

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
ABSTRACT .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................viii
DAFTAR TABEL........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
1.4 Manfaat penelitian............................................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8


2.1 Rumah Sakit..................................................................................... 8
2.1.1 Pengertian Rumah Sakit .......................................................... 8
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit............................................... 10
2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit .......................................... 12
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ......................................................... 13
2.2.1 Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit .............................. 13
2.2.2 Tanggung Jawab dan Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit .. 14
2.2.3 Fungsi Instalasi Farmasi .......................................................... 16
2.2.4 Struktur Organisasi.................................................................. 18
2.2.5 Sumber Daya Manusia ............................................................ 19
2.2.6 Prosedur.................................................................................. 22
2.3 Perencanaan...................................................................................... 23
2.3.1 Pengertian Perencanaan .......................................................... 23
2.3.2 Pentingnya Perencanaan.......................................................... 24
2.3.3 Tujuan Perencanaan ................................................................ 24
2.4 Perencanaan Obat ............................................................................. 25
2.4.1 Tahap Pemilihan Jenis Obat .................................................... 25
2.4.2 Tahap Kompilasi Penggunaan Obat ........................................ 26
2.4.3 Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat ....................................... 26
2.6 Kerangka Pikir Penelitian ................................................................ 30

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 32


3.1 Jenis Penelitian ................................................................................. 32
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 32

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2.1 Lokasi Penelitian ..................................................................... 32
3.2.2 Waktu Penelitian ..................................................................... 32
3.3 Informan Penelitian .......................................................................... 32
3.4 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 33
3.4.1 Sumber Data Primer ................................................................ 33
3.4.2 Sumber Data Sekunder............................................................ 33
3.6 Instrumen Penelitian......................................................................... 34
3.8 Metode Analisis Data ....................................................................... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 37


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 37
4.1.1Sejarah Singkat Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara...... 38
4.1.2 Visi dan Misi ........................................................................... 38
4.1.3 Struktur Organisasi RS USU ................................................... 38
4.1.4 Sumber Daya Manusia (SDM) RS USU ................................. 40
4.1.5 Kunjungan Pasien ke RS USU ................................................ 41
4.2 Instalasi Farmasi RS USU ................................................................. 41
4.3 Karakteristik informan .................................................................... 43
4.4 Prosedur............................................................................................. 44
4.5 Sumber Daya Manusia ...................................................................... 49
4.6 Pemilihan Obat .................................................................................. 55
4.7 Metode............................................................................................... 59
4.8 Pengumpulan Data ............................................................................ 61
4.9 Analisa Data ...................................................................................... 64
4.10 Perhitungan Kebutuhan ................................................................... 66
4.11 Hasil dalam Perencanaan Obat........................................................ 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 84


5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 84
5.2 Saran................................................................................................. 85

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 87


LAMPIRAN
.

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tenaga RS USU Tahun 2016 .......................................................... 40

Tabel 4.2 Gambaran kunjungan pasien tahun 2016-2017 di RS USU ............ 41

Tabel 4.3 Daftar sepuluh penggunaan obat terbanyak .................................... 43

Tabel 4.4 Karakteristik Informan .................................................................... 43

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Pikir ................................................................................... 31

Gambar 4.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RS USU .......................... 42

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman wawancara

Lampiran 2. Tabel matriks hasil wawancara

Lampiran 3. Daftar obat di Rumah Sakit USU

Lampiran 4. Dokumentasi

Lampiran 5. Surat permohonan izin penelitian

Lampiran 6. Surat izin penelitian

Lampiran 7. Surat keterangan telah selesai penelitian

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Kezia Hasian Pakpahan, lahir pada tanggal 3 Februari

1996 di Jakarta. Penulis beragama Kristen Protestan dan bersuku Batak Toba.

Penulis merupakan anak dari Ayahanda John Hasiholan Pakpahan M.Th dan

Ibunda Nurdiana Sinaga.

Jenjang Pendidikan formal penulis dimulai dari Taman Kanak – kanak

Methodist Aek Nabara pada Tahun 2001 dan selesai Tahun 2002, SD Swasta St.

Xaverius Padang Sidempuan pada Tahun 2002 dan selesai pada Tahun 2008, SMP

Swasta Kesuma Indah Padang Sidempuan pada Tahun 2002 dan selesai pada

tahun 2011, SMAK Penabur Harapan Indah Bekasi pada Tahun 2011 dan selesai

pada Tahun 2014, dan pada Tahun 2014 melanjutkan Pendidikan S1 di

Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat.

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan salah satu komponen yang penting dalam upaya

pelayanan kesehatan, baik di pusat pelayanan kesehatan primer maupun ditingkat

pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Keberadaan obat merupakan kondisi

pokok yang harus terjaga ketersediaanya. Penyediaan obat sesuai dengan tujuan

pembangunan kesehatan yaitu menjamin tersedianya obat dengan mutu terjamin

dan tersedia merata dan teratur sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

yang tepat (Depkes RI, 1990).

Menurut WHO (2011), bahwa di beberapa negara maju biaya obat berkisar

antara10-15% dari anggaran kesehatan, seperti di Jerman 15% dan Jepang 19%,

sedangkan di negara berkembang biaya ini lebih besar yaitu 35-66%, sebagai

contoh di Thailand sebesar 35%, China 45%, Mali 66%, dan Indonesia sebesar

39%. Menurut Scheyer dan Friedman (2011), rumah sakit pada umumnya

memiliki biaya rutin terbesar pada pengadaan persediaan farmasi. Menurut

Depkes RI 2007, secara nasional biaya obat sebesar 40-50% dari jumlah

operasional pelayanan kesehatan, maka diperlukan manajemen pengelolaan obat

yang baik karena ketidakefisienan akan memberi dampak negatif terhadap biaya

operasional pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2007).

Keberadaan obat merupakan kondisi pokok yang harus terjaga

ketersediaannya karena ketersediaan obat merupakan salah satu hal yang

mempengaruhi pelayanan kesehatan, dan dengan persepsi masyarakat tentang

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

hasil dari pelayanan kesehatan adalah menerima obat setelah berkunjung ke

sarana kesehatan. Bila diumpamakan, tenaga medis adalah tentara yang sedang

berperang di medan tempur, maka obat adalah amunisi yang mutlak harus dimiliki

untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Oleh karena vitalnya obat dalam pelayanan

kesehatan, maka pengelolaan yang benar, efektif dan efisien sangat diperlukan

oleh petugas di Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2007).

Manajemen obat yang efektif dan efisien akan mendukung mutu pelayanan

kesehatan di rumah sakit. Tujuan dari manajemen obat di Rumah Sakit yaitu agar

obat yang diperlukan tersedia setiap saat, dalam jumlah yang cukup untuk

mendukung pelayanan serta memberikan manfaat bagi pasien dan Rumah Sakit.

Manajemen pengelolaan obat merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari

perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,

pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, sampai monitoring dan

evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Dalam siklus tersebut,

perencanaan merupakan tahap awal dan sebagai tahap yang penting dan

menentukan, karena perencanaan kebutuhan obat akan mempengaruhi pengadaan,

pendistribusian dan penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan. Apabila lemah

dalam perencanaan maka akan mengakibatkan kekacauan dalam siklus

manajemen secara keseluruhan, yang menimbulkan dampak seperti pemborosan,

tidak tersedianya obat, tidak tersalurnya obat, obat rusak, dan lain sebagainya

(Kemenkes RI, 2010).

Menurut Febriawati (2013) perencanaan merupakan proses kegiatan dalam

pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan dengan mengunakan

metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang

telah ditentukan antara lain metode konsumsi, epidemiologi, dan kombinasi.

Dalam melakukan kegiatan perencanaan obat ini, komponen input juga menjadi

penentu berupa struktur organisasi yang jelas, tenaga perencana yang cukup dan

berkualitas, prosedur yang tepat, serta anggaran yang tersedia untuk menghasilkan

keluaran yang diharapkan, yaitu tersedianya jenis dan jumlah obat yang tepat

sesuai kebutuhan, menghindari terjadinya kekosongan obat, meningkatkan

penggunaan obat secara rasional, dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Dalam metode konsumsi, perhitungan kebutuhan didasarkan pada data riil

konsumsi obat periode yang lalu. Terdapat 4 langkah dalam metode konsumsi

yaitu pengumpulan dan pengolahan data, analisa data untuk informasi dan

evaluasi, perhitungan perkiraan obat dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat

dengan alokasi dana. Pada tahap perhitungan perkiraan kebutuhan obat terdapat

beberapa langkah dalam menghitung perkiraan kebutuhan obat, yaitu menghitung

pemakaian nyata pertahun, menghitung pemakaian rata-rata perbulan, menghitung

kekurangan obat, menghitung kebutuhan obat sesungguhnya pertahun,

menghitung kebutuhan obat untuk tahun yang akan datan, menghitung waktu

tunggu, menentukan stok pengaman, menghitung kebutuhan obat yang akan

diprogramkan untuk tahun yang akan datang, dan menghitung jumlah obat yang

perlu diadakan pda tahun anggaran yang akan datang (Kemenkes RI,2010).

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara merupakan satu-satunya rumah

sakit pendidikan milik pemerintah kelas C yang terletak di Kota Medan. Grand

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

opening Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara diadakan pada tanggal 28 Maret

2016, namun masyarakat sudah banyak menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

di rumah sakit tersebut. Hal ini tampak dari jumlah kunjungan pasien yang datang

berobat semakin bertambah selama kurang lebih waktu 2 tahun sejak dibukanya

Rumah Sakit tersebut. Demikian pula dari jenis penyakit yang ditangani di rumah

sakit cenderung semakin beraneka ragam. Konsekuensinya rumah sakit harus

selalu menyediakan obat yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan agar

mendukung pelayanan yang bermutu. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Universitas

Sumatera Utara merupakan salah satu unit pelayanan yang memberikan pelayanan

pemberian obat, pengelolaan obat, penyimpanan obat. Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Universitas Sumatera Utara memiliki pegawai sebanyak 22 orang.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari 2018

dengan koordinator instalasi farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Universitas

Sumatera Utara (RS USU) didapat bahwa pelaksanaan manajemen perencanaan

obat dilakukan oleh bagian perbekalan yang merangkap tugas menjadi sebagai tim

perencanaan dan penyimpanan di instalasi yang dibentuk di rumah sakit.

Perencanaan obat dilakukan oleh tim perbekalan dengan melakukan usulan

rencana kebutuhan obat. Rencana kebutuhan obat tersebut diajukan kepada kepala

instalasi farmasi kemudian diberikan kepada direktur utama yang selanjutnya

direktur utama memberikan rencana kebutuhan obat tersebut kepada Rektor

dengan tembusan ke pejabat pengadaan di biro untuk dilakukan proses pengadaan.

Gambaran perencanaan obat di instalasi farmasi RS USU adalah dengan

melakukan penentuan jenis obat yang digunakan di rumah sakit berdasarkan pola

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

pemakaian obat dan pengembangan. Selanjutnya juga akan dilakukan perhitungan

jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan penambahan 20% dari jumlah

kebutuhan obat sebelumnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator instalasi farmasi,

diketahui pelaksanaan manajemen perencanaan obat di RS USU belum optimal

seperti; masih terdapat obat yang diresepkan tidak terdapat di formularium

nasional misalnya Inj Vit C dan Zyrox, yang terdapat pada Kemenkes No

Hk.01.07/Menkes/Grg/2017 yang tercantum di dalam formularium nasional untuk

fasilitas kesehatan tingkat I,II, dan III untuk Vit C tab 50 mg dan tab 250 mg;

masih sering terdapat terjadinya kekosongan obat yang mengakibatkan pasien

harus membeli obat di luar apotek rumah sakit. Berdasarkan informasi yang saya

peroleh ada 2 dari 5 pasien yang saya wawancarai tidak memperoleh obat yang

diminta ketika datang ke RS USU dan juga masih terdapat kelebihan obat pada

beberapa item obat juga terjadi di rumah sakit ini; dan berdasarkan wawancara

dengan salah seorang dari tim perencana obat diketahui bahwa dalam

merencanakan obat belum menghitung perkiraan kebutuhan obat dengan metode

konsumsi seperti yang telah ditetapkan oleh Kemenkes RI. Kendala lain yang

ditemukan kurangnya sumber daya manusia yang pertama dalam perencanaan

dikarenakan kelompok kerja di gabung antara kelompok kerja perencanaan dan

gudang dan yang kedua dalam proses pengadaan obat yang dilakukan di biro

rektor masih sering menggunakan tim perencanaan sehingga kurang efektif dan

efisien baik dari segi sumber daya manusia maupun waktu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

Berdasarkan hasil penelitian Malinggas (2015) menyebutkan bahwa

pengelolaan obat di instalasi farmasi tidak menggunakan metode-metode yang

tepat sehingga terjadi kekosongan obat pada waktu-waktu tertentu. Hal ini

dibuktikan dengan hasil observasi yang dilakukan oleh Malinggas yang

mengungkapkan masih terdapat obat yang tidak tersedia di instalasi farmasi

terutama pada obat fast moving. Hal ini mengakibatkan pasien harus membeli obat

di luar instalasi farmasi rumah sakit.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Assanthi (2016) mengenai pengelolaan

obat di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada, menyatakan bahwa perencanaan

pengadaan obat belum sesuai dengan pedoman teknis pengelolaan dan pengadaan

obat publik dan perbekalan kesehatan yang telah ditetapkan oleh Menteri

Kesehatan Republik Indonesia. Perencanaan obat dibuat sendiri oleh kepala

instalasi farmasi rumah sakit dengan metode konsumsi dan belum ada pedoman

khusus untuk perencanaan dan pengadaan obat sehingga mengakibatkan hasil

yang tidak maksimal pada perencanaan pengadaan obat.

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Pane (2017) di RSUD

Sultan Sulaiman menyatakan bahwa perencanaan obat belum optimal, terlihat dari

data yang digunakan untuk membuat rencana kebutuhan obat belum lengkap,

yaitu tidak ada menggunakan data waktu tunggu, standar pengobatan dan

formularium rumah sakit, pemilihan jenis obat yang digunakan di rumah sakit

berdasarkan dengan e-katalog dan form permintaan dokter. Formularium rumah

sakit sudah dibuat tetapi masih dalam bentuk draft dan belum disahkan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

perencanaan kebutuhan obat tidak tepat, terlihat dari masih terjadi kekosongan

stok obat dan obat yang mengalami kadaluarsa.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai ”Analisis Perencanaan Obat di Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara Tahun 2018”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

dalam penelitian ini adalah bagaimana perencanaan obat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran perencanaan obat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan permasalahan penelitian, maka dapat dirumuskan tujuan

penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi pengumpulan dan pengolahan data dalam

perencanaan obat di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

2. Untuk mengidentifikasi perhitungan jumlah obat dalam perencanaan obat

di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

3. Untuk mengidentifikasi kebutuhan obat tahun yang akan datang dalam

perencanaan obat di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara, sebagai bahan masukan

bagi rumah sakit agar manajemen perencanaan obat dapat terlaksana

dengan optimal untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Bagi instalasi farmasi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara, sebagai

bahan masukan dalam melakukan perencanaan obat di masa yang akan

datang sesuai dengan pedoman yang berlaku.

3. Bagi peneliti lain, dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman,

dijadikan referensi dalam melakukan penelitian atau kajian yang terkait

dengan perencanaan obat di rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu

pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi

masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu

dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Menurut WHO (2011), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu

organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna

(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit

(preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi

tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Menurut Blake dalam Siregar dan Amalia (2004) Rumah sakit adalah

suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan

rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan, personal terlatih dan terdidik

dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya

terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan

pemeliharaan kesehatan yang baik.

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa

rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif. Untuk menjalankan tugasnya, maka rumah sakit

mempunyai fungsi :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai

kebutuhan medis;

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan; dan

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 56 Tahun 2014,

dijelaskan bahwa berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit

dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit

umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Sedangkan rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang

atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ,

jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Rumah sakit juga dapat diklasifikasikan

berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan yang terdiri atas rumah sakit

umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D. Adapun klasifikasi rumah sakit

umum salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Kelas C :

Rumah Sakit Umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik umum yaitu:

pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga

berencana; 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit

dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 3 (tiga) pelayanan medik

spesialis penunjang yaitu: pelayanan anestesiologi, radiologi dan patologi klinik;

dan paling sedikit 1 (satu) pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

2.2.1 Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Berdasarkan Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, dinyatakan Instalasi Farmasi adalah unit

pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan

kefarmasian di Rumah Sakit.

Menurut Siregar Instalasi farmasi rumah sakit didefinisikan sebagai suatu

departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit dibawah pimpinan seorang

apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggungjawab atas seluruh

pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna,

mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan

kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita

rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan

penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi

klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada penderita dan

pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan.

(Febriawati, 2013)

Pedoman organisasi rumah sakit menyatakan bahwa rumah sakit harus

melaksanakan beberapa fungsi, satu diantaranya adalah fungsi

menyelengggarakan pelayanan penunjang medik dan non medik. Dalam hal

penunjang medik, maka salah satu pelayanan penting di dalamnya adalah

pelayanan farmasi. Instalasi farmasi di rumah sakit merupakan satu-satunya unit

di rumah sakit yang mengadakan barang farmasi, mengelola, dan

mendistribusikannya kepada pasien, bertanggung jawab atas semua barang

farmasi yang beredar di rumah sakit serta bertanggung jawab pengadaan dan

penyajian informasi obat yang siap pakai bagi semua pihak di rumah sakit, baik

petugas maupun pasien. (Aditama, 2007)

2.2.2 Tanggung Jawab dan Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi Farmasi Rumah Sakit mempunyai tanggung jawab yaitu:

mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan

baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosis dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan rumah sakit keseluruhan untuk

kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik (Siregar dan Amalia, 2004).

Tugas utama Instalasi Farmasi di rumah sakit adalah pengelolaan mulai

dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan

resep/order, distribusi obat sampai dengan pengendalian semua perbekalan

kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit, baik untuk pasien

rawat inap, rawat jalan, maupun semua unit termasuk poli klinik rumah sakit.

(Febriawati, 2013)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, tugas IFRS, meliputi :

1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi

seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional

serta sesuai prosedur dan etik profesi;

2. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;

3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna

memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;

4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta

memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;

5. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan pelayanan kefarmasian;

6. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

Hk.02.02/Menkes/068/I/2010 Tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah

instalasi rumah sakit yang mempunyai tugas menyediakan, mengelola,

mendistribusikan informasi dan evaluasi tentang obat.

2.2.3 Fungsi Instalasi Farmasi

Menurut Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Fungsi IFRS, adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai

a. Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit;

b. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai secara efektif, efisien dan optimal;

c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai

ketentuan yang berlaku;

d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di

rumah sakit;

e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku di

rumah sakit;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian;

g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit;

h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;

i. Melaksanakan pelayanan obat “unit dose” / dosis sehari;

j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai (apabila sudah

memungkinkan);

k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait

dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai;

l. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapat

digunakan;

m. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai;

n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

2. Pelayanan farmasi klinik

a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat;

b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat;

c. Melaksanakan rekonsiliasi obat;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

d. Memberikan informasi penggunaan obat baik berdasarkan resep

maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien;

e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait

dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai;

f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan

lain;

g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;

h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO) : Pemantauan Efek

Terapi Obat; Pemantauan Efek Samping Obat; Pemantauan Kadar

Obat dalam Darah (PKOD)

i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

j. Melaksanakan dispensing sediaan steril : melakukan pencampuran

obat suntik; menyiapkan nutrisi parenteral; melaksanakan

pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil;

k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga

kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar

rumah sakit;

l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

2.2.4 Struktur Organisasi

Salah satu persyaratan dalam penerapan sistem manajemen mutu

menyeluruh adalah adanya organisasi yang sesuai, yang dapat mengakomodasi

seluruh kegiatan pelaksanaan fungsi. Menurut Permenkes RI No. 72 Tahun 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

Struktur organisasi harus menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung

jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan kefarmasian

yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Struktur organisasi IFRS minimal

terdiri dari kepala instalasi, administrasi, pengelolaan perbekalan farmasi,

pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu.

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) juga harus memiliki suatu

organisasi yang pasti dan sesuai dengan kebutuhan sekarang dan kebutuhan

mengakomodasi perkembangan di masa depan, dan mengikuti visi yang telah

ditetapkan pimpinan rumah sakit dan para apoteker rumah sakit. Organisasi IFRS

didesain dan dikembangkan sedemikian rupa agar faktor-faktor teknis,

administratif, dan manusia yang memengaruhi mutu produk dan pelayanannya

berada di bawah kendali. Pengendalian tersebut dapat dilaksanakan melalui suatu

struktur organisasi IFRS terdiri atas penetapan pekerjaan yang dilakukan beserta

tanggung jawab dan hubungan hierarki untuk melaksanakan pekerjaan itu (Siregar

dan Amalia, 2004).

2.2.5 Sumber Daya Manusia

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit dijelaskan bahwa instalasi farmasi

dipimpin oleh seorang apoteker yang merupakan penanggung jawab seluruh

pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kepala instalasi farmasi rumah sakit

diutamakan yang telah memiliki pengalaman bekerja di instalasi farmasi rumah

sakit minimal 3 (tiga) tahun. Pada pelayanan kefarmasian di rawat inap,

penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja idealnya dengan rasio

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

1 apoteker untuk 30 pasien. Sedangkan pada pelayanan kefarmasian di rawat

jalan, idealnya 1 apoteker untuk 50 pasien. Selain itu, diperlukan juga masing-

masing 1 orang apoteker untuk kegiatan pelayanan kefarmasian di ruang tertentu,

yaitu unit gawat darurat, Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit

(ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit

(PICU), dan pelayanan informasi obat.

Pihak-pihak yang mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap

pelaksanaan kegiatan instalasi farmasi di rumah sakit adalah (Febriawati, 2013) :

1. Direktur rumah sakit

Direktur adalah orang yang wajib tahu tentang perkembangan dan keadaan

obat maupun stok obat. Direktur pula yang harus memastikan bahwa

formularium obat telah dijalankan dengan benar oleh para tenaga medis.

Adanya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan

bukan kesalahan direktur, namun pada akhirnya akan menjadi tanggung

jawab direktur jika penyimpangan ini terus dibiarkan. Direktur harus bisa

menjalankan fungsi monitoring, sebagai pengawas dan evaluasi.

2. Kepala instalasi farmasi rumah sakit

Kepala instalasi farmasi adalah orang yang paling berhak dan pertama kali

tahu mengenai stok dan kebutuhan obat-obatan di rumah sakit. Tugas dari

kepala instalasi farmasi adalah merencanakan pemesanan, menghitung

kebutuhan, melaporkan pemakaian rumah sakit. Namun, kepala instalasi

farmasi bukan yang bertanggung jawab atas pembelian obat-obatan di

rumah sakit. Hal ini sangat penting dalam menjaga keadilan, transparansi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

dan mencegah terjadinya kesepakatan tersembunyi antara kepala instalasi

farmasi dan perusahaan obat.

3. Bagian logistik rumah sakit

Bagian logistik adalah bagian yang bertugas untuk membeli obat dan

menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan yang direkomendasikan

oleh kepala instalasi farmasi. Semua pembelian obat-obatan dalam jumlah

besar atau jumlah tertentu harus melalui logistik sehingga memudahkan

pendataan, penghitungan pembiayaan dan pelaporan keuangan.

4. Instalasi penerimaan dan pengadaan barang di rumah sakit

Instalasi penerimaan dan pengadaan barang mempunyai tugas melakukan

penerimaan dan penyimpanan perbekalan farmasi yang sudah dibeli oleh

bagian logistik. Petugas gudang akan menghitung dan mencocokkan

jumlah obat-obatan yang diterima dengan jumlah pesanan. Obat-obatan

akan disimpan di dalam gudang dan dikeluarkan sesuai dengan permintaan

kepala instalasi farmasi. Kepala instalasi penerimaan dan pengadaan

barang harus sering memberikan laporan kepada kepala instalasi farmasi,

dengan tujuan agar kepala instalasi farmasi bisa merencanakan pembelian

obat-obatan berikutnya.

5. Petugas gudang dan apoteker bagian perbekalan rumah sakit

Petugas gudang dan apoteker adalah orang yang bersentuhan langsung

dengan produk atau obat-obatan yang dijual. Pekerjaan ini adalah

pekerjaan yang paling rentan dan paling sering disalahkan apabila ada stok

atau obat-obatan yang hilang. Sebab itu, ada baiknya orang yang bekerja di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

profesi ini harus orang yang jujur dan melakukan pelaporan setiap saat

kepada atasannya. Petugas gudang melaporkan setiap kegiatannya maupun

kehilangan obat kepada kepala instalasi pengadaan barang, dan apoteker

melaporkan kegiatan hariannya maupun kehilangan obat kepada kepala

instalasi farmasi.

6. Dokter

Dokter sangat berperan dalam pengendalian stok obat, karena dokter

merupakan end user. Obat-obat tidak bisa keluar jika tidak ada peresepan

dokter. Direktur bersama dengan kepala instalasi farmasi harus selalu

mengingatkan dokter mengenai penggunaan obat dan stok obat yang

tersedia dan yang harus dihabiskan.

Sumber daya manusia (SDM) di instalasi farmasi sesuai dengan Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi di

Rumah Sakit, yaitu apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan petugas penunjang

lain agar tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi. Uraian tugas tertulis dari

masing-masing staf instalasi farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan

peninjauan kembali paling sedikit setiap 3 tahun sesuai kebijakan dan prosedur di

instalasi farmasi rumah sakit.

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM instalasi farmasi

diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker yaitu sarjana farmasi

yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah

jabatan apoteker. Dan tenaga kefarmasian adalah tenaga yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang

terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan

tenaga menengah farmasi/asisten apoteker.

2. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari operator komputer/teknisi yang

memahami kefarmasian, tenaga administrasi, dan pekarya/pembantu

pelaksana.

2.2.6 Prosedur

Menurut Siregar dan Amalia (2004), prosedur adalah suatu instruksi

kepada personel, cara kebijakan dan tujuan dilakukan dan dicapai. IFRS

memerlukan berbagai prosedur yang terdokumentasi. Jika suatu prosedur

didokumentasi, biasanya disebut prosedur tertulis. Salah satu prosedur yang

diperlukan oleh IFRS adalah Prosedur Operasional Baku (POB), yang selalu

digunakan untuk melakukan kegiatan tertentu dan rutin di IFRS. Prosedur

Operasional Baku (POB) harus selalu mutakhir mengikuti perkembangan

pelayanan dan kebijakan rumah sakit. POB biasanya mencakup maksud dari suatu

kegiatan, lingkup suatu kegiatan, tanggung jawab yang harus dilakukan dan oleh

siapa, prosedur yang harus dilakukan, bahan, alat, dokumen apa yang harus

digunakan dan dokumentasi.

Inti POB perencanaan perbekalan kesehatan, penetapan spesifikasi produk

dan pemasok, serta pembelian perbekalan kesehatan yaitu (Siregar dan Amalia,

2004):

1. Semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, yang digunakan di

rumah sakit harus sesuai dengan formularium rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

2. Semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi yang digunakan di rumah

sakit harus dikelola hanya oleh IFRS.

3. IFRS harus menetapkan spesifikasi produk semua perbekalan

kesehatan/sediaan farmasi yang akan diadakan berdasarkan

persyaratan resmi (Farmakope Indonesia edisi terakhir) dan atau

persyaratan lain yang ditetapkan oleh KFT.

4. Pemasok perbekalan kesehatan/sediaan farmasi harus memenuhi

persyaratan yang ditetapkan oleh KFT.

5. Jika perbekalan kesehatan/sediaan farmasi diadakan dari suatu

pemasok/ industri tersebut untuk memeriksa kesesuaian penerapan

sistem mutu dan jaminan mutu.

2.3 Perencanaan

2.3.1 Pengertian Perencanaan

Menurut Azwar (2010), ada beberapa pengertian perencanaan yang

dipandang cukup penting adalah:

a. Le Breton, Perencanaan adalah pekerjaan menyangkut penyusunan

konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik.

b. Billy E. Goetz, Perencanaan adalah kemampuan untuk memilih satu

kemungkinan dari berbagai kemungkinan yang tersedia dan yang

dipandang paling tepat untuk mencapai tujuan.

c. Maloch dan Deacon, Perencanaan adalah upaya menyusun berbagai

keputusan yang bersifat pokok yang dipandang paling penting dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

yang akan dilaksanakan menurut urutannya guna mencapai tujuan

yang telah ditetapkan.

d. Ansoff dan Brendenburg, perencanaan adalah proses menetapkan

pengarahan yang resmi dan menetapkan berbagai hambatan yang

diperkirakan ada dalam menjalankan suatu program guna dipakai

sebagai pedoman dalam suatu organisasi.

2.3.2 Pentingnya Perencanaan

Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam

manajemen, dan sebagai landasan dasar dari fungsi manajemen secara

keseluruhan. Menurut Hasibuan (2009), perencanaan itu sangat penting, karena :

1. Tanpa perencanaan berarti tidak ada tujuan yang ingin dicapai.

2. Tanpa perencanaan tidak ada pedoman pelaksanaan sehingga banyak

pemborosan.

3. Tanpa perencanaan, pengendalian tidak dapat dilakukan, karena

perencanaan adalah dasar pengendalian.

4. Tanpa perencanaan berarti tidak ada keputusan dan proses manajemen

pun tidak ada.

2.3.3 Tujuan perencanaan

Hasibuan (2009) menyatakan bahwa tujuan perencanaan adalah:

1. Menentukan tujuan, kebijakan, prosedur, dan program serta memberikan

pedoman cara-cara pelaksanaan yang efektif dalam mencapai tujuan.

2. Menjadikan tindakan ekonomis, karena semua potensi yang dimiliki

terarah dengan baik kepada tujuan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

3. Memperkecil risiko yang dihadapi pada masa yang akan datang.

4. Menyebabkan kegiatan-kegiatan dilakukan secara teratur dan bertujuan.

5. Memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang seluruh

pekerjaan.

6. Membantu penggunaan suatu alat pengukuran hasil kerja.

7. Menjadi suatu landasan untuk pengendalian.

8. Menghindari mismanagement dalam penempatan karyawan.

9. Membantu peningkatan daya guna dan hasil guna organisasi.

2.4 Perencanaan Obat

Perencanaan kebutuhan obat adalah proses kegiatan dalam pemilihan

jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode

yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah

ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan

epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Tujuan perencanaan

obat adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit

dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan perencanaan

kebutuhan obat meliputi pemilihan, kompilasi penggunaan dan perhitungan.

(Pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Tahun 2007)

2.4.1 Tahap Pemilihan Jenis Obat

Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi

benar - benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

penyakit di rumah sakit. Kriteria pemilihan kebutuhan obat yang baik yaitu

meliputi:

a. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari

kesamaan jenis.

b. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi

mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.

c. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan

(drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial

Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing, Formularium

RS. Sedangkan pemilihan alat kesehatan di rumah sakit dapat berdasarkan dari

data pemakaian oleh pemakai, standar ISO, daftar harga alat, daftar harga alat

kesehatan yang dikeluarkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes, serta spesifikasi yang

ditetapkan oleh rumah sakit.

2.4.2 Tahap Kompilasi Penggunaan Obat

Kompilasi penggunaan obat berfungsi untuk mengetahui penggunaan

bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun

dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari

kompilasi penggunaan obat adalah:

a. Jumlah penggunaan tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan.

b. Persentase penggunaan tiap jenis obat terhadap total penggunaan setahum

seluruh unit pelayanan.

c. Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis obat secara periodik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

2.4.3 Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat

Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang harus

dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit. Masalah kekosongan

atau kelebihan obat dapat terjadi, apabila informasi yang digunakan semata-mata

hanya berdasarkan kebutuhan teoritis saja. Dengan koordinasi dan proses

perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan seperti di

atas, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah,

tepat waktu, dan tersedia pada saat dibutuhkan.

Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui

beberapa metode:

1. Metode Konsumsi

Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data riel

konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan

koreksi (Kemenkes RI, 2010)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah obat yang

dibutuhkan adalah:

a. Pengumpulan dan pengolahan data

Sumber data adalah melalui pencatatan, pelaporan, dan informasi yang ada.

Jenis data yang dikumpulkan adalah mengenai alokasi dana, daftar obat-

obat yang dibutuhkan, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat

hilang/rusak atau kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian rata-rata

tahunan, indeks musiman, waktu tunggu, stok pengaman, dan

perkembanganpola kunjungan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi

Analisa data konumsi tahun sebelumnya dimaksudkan untuk melihat lebih

mendalam pola penggunaan obat, untuk meningkatkan efektifitas

penggunaan dana dan obat, serta optimasi penggunaan dana obat. Hasil

analisis dapat digunakan sebagai panduan dalam menyusun

anggaran/perencanaan penggunaan obat tahun berikutnya.

c. Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi

Adapun langkah-langkah dalam menghitung perkiraan kebutuhan obat adalah :

1) Menghitung pemakaian nyata per tahun (a)

Pemakaian nyata per tahun adalah jumlah obat yang dikeluarkan dengan

kecukupan untuk jangka waktu tertentu.

(a) = stok awal + penerimaan – sisa stok* - jumlah obat hilang/rusak/kadaluarsa

*sisa stok dihitung per 1 November

2) Menghitung pemakaian rata-rata per bulan (b)

(b) = (a) : n (bulan)

3) Menghitung kekurangan obat (c)

Kekurangan obat adalah jumlah obat yang diperlukan pada saat terjadi

kekosongan obat.

(c) = waktu kekosongan obat x (b)

4) Menghitung kebutuhan obat sesungguhnya (riil) per tahun (d)

Adalah jumlah obat yang sesungguhnya dibutuhkan selama satu tahun.

(d) = (a) + (c)

5) Menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang (e)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Kebutuhan obat yang akan datang adalah ramalan kebutuhan obat yang sudah

mempertimbangkan peningkatan jumlah penduduk yang akan dilayani.

(e) = (d) + y%

y = perkiraan kenaikan jumlah kunjungan per tahun

6) Menghitung waktu tunggu (lead time) (f)

Jumlah waktu tunggu adalah jumlah obat yang diperlukan sejak rencana

kebutuhan diajukan sampai dengan obat diterima.

(f) = (b) x n2

n2 = waktu yang dibutuhkan sejak rencana kebutuhan obat diajukan sampai

dengan obat diterima

7) Menentukan stok pengaman (g)

Adalah jumlah obat yang diperlukan untuk menghindari terjadinya kekosongan

obat. Nilai stok pengaman dapat diperoleh berdasarkan pengalaman dari

monitoring dinamika logistik.

8) Menghitung kebutuhan obat yang akan diprogramkan untuk tahun yang akan

datang (h)

(h) = (e) + (f) + (g)

9) Menghitung jumlah obat yang perlu diadakan pada tahun anggaran yang akan

datang (i)

(i) = kebutuhan obat yang diprogramkan – sisa stok

d. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.

2. Metode Morbiditas/Epidemiologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Dinamakan metode morbidotas karena dasar perhitungan adalah jumlah

kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load) yang

harus dilayani.

Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola

penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu (lead time).

Langkah-langkah dalam metode ini adalah (Kemenkes RI, 2010):

1) Menentukan jumlah pasien yang dilayani

2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit.

3) Menyediakan formularium/standar/pedoman perbekalan farmasi.

4) Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi.

5) Penyesuaian dengan aloksai dana yang tersedia.

3. Metode Kombinasi

Kombinasi metode konsumsi dan metode morbiditas disesuaikan dengan

anggaran yang tersedia. Acuan yang digunakan yaitu:

1) DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, dan

kebijakan setempat yang berlaku.

2) Data catatan medik/rekam medik

3) Anggaran yang tersedia

4) Penetapan prioritas

5) Pola penyakit

6) Sisa persediaan

7) Data penggunaan periode yang lalu

8) Rencana pengembangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

2.5 Alur Pikir Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui manajemen pengelolaan obat

di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara melalui salah satu fungsinya yaitu

perencanaan. Gambaran mengenai perencanaan obat di Rumah Sakit Universitas

Sumatera Utara diperoleh dengan memperhatikan data, perhitungan jumlah obat

berdasarkan metode konsumsi dan tersusunnya kebutuhan tahun yang akan

datang. Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori serta mengacu pada

Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit menurut Kemenkes RI

tahun 2010, maka peneliti merumuskan alur pikir penelitian adalah sebagai

berikut:
Pengumpulan Data

Pengolahan dan Analisa Data

Perhitungan jumlah obat


berdasarkan metode konsumsi

Tersusunnya rencana kebutuhan obat


yang akan datang

Gambar 2.2 Alur Pikir

Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian,

sebagai berikut :

1. Pengumpulan dan pengolahan data adalah sumber data diperoleh melalui

pencatatan, pelaporan, dan informasi yang ada dalam perencanaan obat di

Rumah Sakit USU.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

2. Analisa data adalah bahan acuan atau informasi untuk melakukan

perencanaan obat.

3. Perhitungan jumlah obat adalah proses yang dilakukan untuk menentukan

perkiraan jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi.

4. Hasil dari perencanaan obat yaitu tersusunnya rencana kebutuhan obat

tahun yang akan datang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang menggunakan

metode pendekatan kualitatif melalui observasi dan wawancara mendalam untuk

mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang perencanaan obat di instalasi

farmasi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara tahun 2018.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Universitas

Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan T. Mansur No.66 Kampus USU Padang

Bulan, Medan, dengan pertimbangan kurang optimalnya perencanaan obat di

instalasi farmasi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan survei pendahuluan sampai dengan

penelitian yaitu dimulai pada bulan Januari 2018 sampai bulan Mei 2018.

3.3 Informan Penelitian

Untuk mendapatkan data yang tepat perlu juga ditentukan sumber

informasi yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan data. Informan dalam

penelitian ini adalah informan yang mampu memberi informasi yang berkaitan

dengan topik penelitian, yaitu pelaksanaan perencanaan obat di instalasi farmasi

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara. Informan dalam penelitian ini

berjumlah 7 informan yang terdiri dari Direktur Sarpras dan Penunjang, Kepala

32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33

dan Koordinator Instalasi Farmasi, Penanggung Jawab Perbekalan Farmasi,

Penanggung Jawab Pelayanan Farmasi dan dua orang staf instalasi farmasi di

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

a. Wawancara mendalam (indepth interview)

Wawancara mendalam merupakan salah satu teknik pengumpulan data

untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dengan cara

melakukan tanya jawab secara langsung kepada informan. Langkah

pertama adalah melakukan pengumpulan data dan pengolahan data, yaitu

dari data sisa stok, stok awal, pemakaian rata-rata perbulan dan data

lainnya. Lalu melakukan analisa data untuk informasi dan data. Setelah

mengetahui informan yang mempunyai data untuk mendapatkan informasi

tersebut lalu dilakukan wawancara mendalam dengan menggunakan

pedoman wawancara dan observasi/pengamatan.

b. Pengamatan (Observasi)

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan

melakukan pengamatan secara langsung terhadap kelengkapan data-data

yang berhubungan dengan penelitian.

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang

diperoleh dari dokumen-dokumen rumah sakit seperti:

- Data sisa stok, stok awal, pemakaian rata-rata perbulan obat,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

- Kebijakan, peraturan, SOP terutama yang terkait dengan

perbekalan farmasi Rumah Sakit, Profil Rumah Sakit,

- Laporan penggunaan (penerimaan dan pengeluaran) obat,

- Referensi dari buku-buku serta hasil penelitian yang berhubungan

dengan perencanaan obat di rumah sakit.

3.4.3 Triangulasi

Dalam penelitian kualitatif validitas data merupakan hal yang penting oleh

karena itu, pada penelitian ini untuk menjaga validitas data yang diperoleh,

peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

Menurut Sugiyono (2013), triangulasi sumber berarti mendapatkan data

dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama, yakni memilih

informan yang dianggap dapat memberikan jaawaban sesuai dengan pertanyaan

yang diajukan. Triangulasi sumber didapat dari informan yang berbeda jabatannya

namun masih dalam serangkaian tugas pokok dan fungsi dalam perencanaan obat

di instalasi farmasi rumah sakit.

Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Triangulasi

teknik dilakukan peneliti dengan cara membandingkan hasil wawancara dengan

observasi.

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif ini peneliti menggunakan instrumen

wawancara mendalam (indepth interview) berupa pedoman wawancara yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

berisi daftar pertanyaan yang disusun sesuai dengan topik yang akan dibicarakan,

dan dalam melakukan observasi, instrumen yang digunakan berupa lembar check

list observasi. Untuk memperjelas informasi yang akan diperoleh, digunakan alat

bantu berupa alat perekam suara dan alat tulis untuk catatan.

3.6 Metode Analisis Data

Analisa data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2013) analisis data kualitatif

dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,

langkah –langkah dalam analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu :

1. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,

dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan

mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian data

Langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif,

penyajian data bisa dilakukan dalam uraian singkat, tabel, bagan, hubungan antar

kategori, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data

dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan

menyajikan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan

verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru

yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau

gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap

sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau

interaktif, hipotesis atau teori.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah singkat Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

Rumah sakit pendidikan USU dibangun di atas lahan seluas 38.000 m2

dengan sertifikat hak pakai dan berlokasi di pusat kota, Jl. dr. Mansur,

berseberangan dengan Kampus Universitas Sumatera Utara. Sejarah pendirian

Rumah Sakit USU sebenarnya telah dimulai pada tahun 2003 dengan diajukannya

Usulan proyek pembangunan Pusat Penelitian dan Diagnostik Kesehatan (PPDK)

USU ke Bappenas yang kemudian direvisi menjadi usulan Pembangunan Rumah

Sakit Pendidikan (RSP) USU. Pembangunan RSP USU berlangsung antara tahun

2009 – 2011 dan sementara itu mulai pula disusun usulan rencana pengadaan

alkes/non alkes dan usulan ketenagaan.

Bangunan rumah sakit terdiri dari : Instalasi Gawat Darurat, Instalasi

Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap untuk sementara (100 tempat tidur terdiri dari

kelas I, kelas II, dan kelas III), Kamar Bersalin, Kamar Bedah Sentral, Instalasi

Perawatan Intensif (ICU, NICU, PICU,), Unit Endoskopi, Unit CSSD, Unit

Hemodialisa, Instalasi Radiologi, Instalasi Radioterapi, Laboratorium (Patologi

Klinik, Patologi Anatomi, Mikrobiologi), Unit Transfusi Darah, Instalasi Farmasi,

Instalasi Gizi, kantor, kamar mandi / cuci, bagian pendaftaran pasien, kamar jaga

dokter dan Mortuari “Soft opening” RS USU dilaksanakan pada tanggal 4

Desember 2014 dan pembukaan operasional penuh baru dapat terlaksana pada

tanggal 28 Maret 2016.

37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38

RS USU adalah entitas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI yang

ditempatkan dibawah pengelolaan USU. Selain memberikan pelayanan kesehatan,

RS USU mempunyai fungsi utama sebagai tempat pendidikan/pelatihan tenaga

profesional dan penelitian kesehatan/kedokteran. RS USU berfungsi sebagai

sebuah institusi yang menghasilkan tenaga kesehatan yang berkualitas, penyedia

jasa pelayanan kesehatan dan sebagai sebuah wahana penelitian. Rumah Sakit

Universitas merupakan rumah sakit negeri dibawah Universitas dan Kemenristek

yang melayani masyarakat umum, karyawan USU, pasien Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN), BPJS Kesehatan.

4.1.3 Visi dan Misi

Visi Rumah Sakit USU adalah sebagai Pusat pengembangan IPTEKDOK

2025 di wilayah Indonesia Barat. Misi Rumah Sakit USU adalah :

1. Meningkatkan mutu Dokter, Dokter Spesialis dan tenaga kesehatan serta mutu

Pelayanan Kesehatan khususnya di Sumatera Bagian Utara.

2. Mengembangkan IPTEKDOK secara terpadu antara berbagai cabang ilmu

kedokteran dan kesehatan maupun ilmu-ilmu lain yang menunjang Rumah Sakit

USU menggunakan motto : Kualitas, Aman dan Bersahabat (Quality, Safety and

Friendly).

4.1.3 Stuktur Organisasi RS USU

Bagan dari struktur oranisasi rumah sakit terdapat di lampiran. Direksi RS

USU terdiri dari Direktur Utama yang dibantu oleh 4 Direktur. Kedudukan

Direksi adalah sebagai pengurus dan pemimpin Rumah sakit. RS USU adalah

entitas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI yang ditempatkan dibawah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

pengelolaan USU. Selain memberikan pelayanan kesehatan, RS USU mempunyai

fungsi utama sebagai tempat pendidikan/pelatihan tenaga profesional dan

penelitian kesehatan/kedokteran. RS USU berfungsi sebagai sebuah institusi yang

menghasilkan tenaga kesehatan yang berkualitas, penyedia jasa pelayanan

kesehatan dan sebagai sebuah wahana penelitian. UU Rumah Sakit menyatakan

bahwa rumah sakit harus berstatus BLU. USU pada saat ini berstatus Perguruan

Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) oleh sebab itu pengelolaan RS USU

menjadi bagian dari Pola Pengelolaan PTN BH USU.

Organisasi dan tata kelola RS USU tetap mengacu kepada UU Rumah

Sakit dan disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan USU. Posisi RS USU

berada dibawah Rektorat USU, setara dan interaksi kegiatan dengan fakultas,

LPP/LPM, Laboratorium dan UPT lainnya. Kelembagaan, pengelolaan keuangan,

asset, SDM dan perencanaan program menjadi tanggung jawab universitas.

Rektor membentuk Dewan Pengawas yang merupakan unit nonstruktural

dan bersifat independen serta bertanggung jawab kepada Rektor. Dewan

Pengawas terdiri dari unsur Pejabat dari Universitas, unsur Departemen/Instansi

lain yang kegiatannya berhubungan, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan

atau tokoh masyarakat yang ahli dalam kegiatan usaha perumah sakitan,

pendidikan dan atau penelitian.

Untuk menyelenggarakan sistem pengawasan internal di Rumah Sakit

dibentuk satuan pengawasan internal yang membantu Direksi mengawasi

pelaksanaan operasional Rumah Sakit. Pengawasan dan pembenahan

penyelenggaraan yang berkesinambungan akan terdukung dengan adanya Satuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Pemeriksa Internal. Untuk perencanaan dan pengembangan di RS USU dibentuk

pula Badan Perencanaan dan Pengembangan.

Komite Akademik, Komite Medik dan Komite Keperawatan merupakan

komite yang bertanggung jawab untuk menyusun standar dan melakukan

pengawasan internal terhadap terselenggaranya fungsi rumah sakit.

Penyelenggaraan fungsi rumah sakit dilaksanakan melalui Departemen, Unit,

Instalasi dan penyelenggara administrasi RS USU.

4.1.4 Sumber Daya Manusia (SDM) RS USU

Jumlah total ketenagaan RS USU sampai dengan akhir tahun 2016 adalah

sebanyak 278 orang. Selama tahun 2015, terdapat penambahan tenaga sebanyak

71 orang sehingga pada akhir tahun 2016 seluruh tenaga di RS USU berjumlah

349 orang dan hampir 70 % adalah wanita. Sebanyak 77 % tenaga adalah

berstatus PNS sedang 23 % lagi adalah Non PNS (diangkat oleh USU).

Tabel 4.1 Tenaga RS USU tahun 2016

No Kelompok Ketenagaan Jumlah


1 Tenaga Medik dan Penunjang Medik 100
2 Tenaga Keperawatan/bidan 136
3 Tenaga Farmasi/CSSD 11
4 Tenaga Laboratorium 7
5 Tenaga Radiologi 4
6 Tenaga Penunjang Medik lainnya 5
7 Administrasi/Keuangan 25
8 Teknisi 21
9 Tenaga lainnya 40
Total 349
Sumber : Profil Rumah Sakit USU Tahun 2016

Keseluruhan Dokter Spesialis dan Penunjang Medik berasal dan

ditugaskan dari FK USU. Tenaga Medik dan Penunjang Medik terdiri dari Dokter

Spesialis empat dasar, Dokter Spesialis bidang lainnya dan Dokter Spesialis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Penunjang Medik. Dokter Umum dan Dokter Gigi diangkat dan ditempatkan dari

Kemendikbud sebagai PNS di RS USU. Sebanyak 18 dari 31 Dokter Umum dan

Dokter Gigi yang ditempatkan di RS USU saat ini sedang mengikuti pendidikan

spesialis dan pada tahun 2015 baru selesai sebanyak 3 (tiga) orang.

4.1.5 Kunjungan Pasien ke RS USU

RS USU sudah memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sejak

tahun 2016. Masyarakat sudah banyak menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

di rumah sakit tersebut. Hal ini tampak dari jumlah kunjungan pasien yang datang

berobat semakin bertambah selama kurun waktu 2 tahun terakhir. Demikian pula

dari jenis penyakit yang ditangani di rumah sakit yang cenderung semakin

beraneka ragam. Berikut gambaran kunjungan pasien periode tahun 2016-2017

adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2 Gambaran kunjungan pasien tahun 2016-2017 di RS USU

Jenis Kunjungan Kategori Pasien Tahun 2016 Tahun 2017

Rawat Jalan Umum 6796 11672


BPJS 6520 30861
Total 13316 42533
Rawat Inap Umum 141 3400
BPJS 825 427
Total 966 3827
Sumber : Rekam medik RS USU Tahun 2017

4.2 Instalasi Farmasi RS USU

Instalasi farmasi RS USU sebagai salah satu pelayanan penunjang medis

di rumah sakit dan salah satu bagian instalasi yang ada di RS USU yang

memberikan pelayanan kepada pasien berupa pelayanan farmasi, serta menjamin

ketersediaan obat-obatan untuk pasien rawat jalan dan rawat inap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

melaluimanajemen farmasi, yang dimulai dari tahap perencanaan sampai

pendistrisbusian. Letak instalasi farmasi berada di sebelah kiri pintu masuk dan

apotek berada didepan instalasi farmasi sehingga mempermudah dalam pelayanan

kefarmasian.

Instalasi Farmasi RS USU dikepalai oleh seorang apoteker. Jumlah SDM

di instalasi farmasi RS USU sebanyak 22 orang, yang terdiri dari kepala instalasi

farmasi, 1 orang koordinator farmasi dengan 3 orang staf administrasi , 1 orang

penanggung jawab perbekalan farmasi (perencanaan dan penyimpanan) dan 2

orang staf, 1 penanggung jawab pelayanan farmasi, 3 orang apoteker pelayanan

dan 10 orang tenaga teknis kefarmasian pelayanan. Berdasarkan tingkat

pendidikan, SDM di instalasi farmasi terdiri dari 7 orang apoteker, 3 orang sarjana

dan 12 orang ahli madya farmasi. Struktur organisasi instalasi farmasi RS USU

seperti pada bagan berikut ini :

Kepala Instalasi
Farmasi

Penanggung Penanggung
Koordinator
Jawab Perbekalan Jawab Pelayanan
Farmasi
dan Farmasi Farmasi

Koordinator
Apoteker
Administrasi
Pelayanan
Farmasi

Gambar 4.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RS USU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Table 4.3 Daftar sepuluh penggunaan obat terbanyak di RS USU tahun 2017

No Nama Obat
1 Paracetamol
2 Vit C tablet
3 Vit B Kompleks
4 Aspirin 80 mg
5 Simpastatin 20 mg
6 Kandersatan 16 mg
7 Medformil 500 mg
8 Nitrokarfetat 2,5 mg
9 Aspirin 100 mg
10 Kandersatan 32 mg
Sumber : Instalasi Farmasi RS USU Tahun 2017

4.3 Karakteristik Informan

Jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang, yang terdiri dari

direktur sarpras dan penunjang rumah sakit , kepala instalasi farmasi, koordinator

instalasi farmasi, penanggung jawab perbekalan farmasi, penanggung jawab

pelayanan farmasi dan dua orang staf instalasi farmasi di RS USU. Karakteristik

masing-masing informan disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.4 Karakteristik Informan

No Kode Jenis Umur Pendidikan Keterangan


Informan Kelamin (Tahun)
1 Informan 1 Laki-laki 44 Tahun S3 Direktur Direktur
Sarpras Medik &
Pelayanan Penunjang
2 Informan 2 Laki-laki 65 Tahun S3 Kepala Instalasi
Farmasi
3 Informan 3 Perempuan 32 Tahun S1, Apt Koordinator Instalasi
Farmasi
4 Informan 4 Perempuan 31 Tahun S1, Apt Penanggung Jawab
Perbekalan Farmasi
5 Informan 5 Perempuan 30 Tahun S1, Apt Penanggung Jawab
Pelayanan Farmai
6 Informan 6 Perempuan 30 Tahun D3 Staf Instalasi Farmasi
(Perbekalan)
7 Informan 7 Perempuan 31 Tahun S1 Staf Instalasi Farmasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

4.4 Prosedur

Prosedur adalah suatu instruksi kepada personel, cara kebijakan dan tujuan

dilakukan dan dicapai. Oleh karena prosedur kerja yang dimaksud bersifat tetap,

rutin, dan tidak berubah-ubah, maka prosedur kerja tersebut dibakukan menjadi

dokumen tertulis yang disebut sebagai standar operasional prosedur. Menurut UU

No. 44 Tahun 2009, standar operasional prosedur adalah suatu perangkat

instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin

tertentu. Prosedur merupakan dasar bagi petugas kefarmasian dalam

melaksanakan seluruh kegiatan operasional di rumah sakit. (Siregar dan Amalia,

2004)

Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan

informan diperoleh informasi mengenai prosedur dalam merencanakan obat di

Rumah Sakit USU, berikut kutipan wawancaranya:

“Untuk prosedur tertulis terkait perencanaan obat tidak ada,


untuk merencanakan obatnya dengan melihat konsumsi obat yang
dipakai selama ini dengan melihat pola-pola pemakaian
obatnya.” (Informan 2)

“Prosedur tertulis untuk merencanakan obat di rumah sakit ini


tidak ada, yah biasanya kita merencanakan obat sebelumnya
telah menerima form permintaan dari setiap departemen atau
user lalu tahu obat-obat yang akan di pesan itu dari daftar-daftar
obat yang dipakai di rumah sakit ini melalui pemakaian obatnya
misal dari resep harian dan dari buku catatan pemakaian obat
perharinya. Kita menyusun untuk merencanakan obat itu ketika
pada pertengahan tahun ada dari kemenkes mengenai RKO.”
(Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari informan mengenai

prosedur tetap tentang perencanaan obat di instalasi farmasi RS USU, dapat

diketahui bahwa prosedur tetap tentang perencanaan obat di instalasi farmasi RS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

USU belum ada. Sehingga prosedur tetap itu perlu dibuat agar mempermudah

proses perencanaan obat di instalasi farmasi RS USU.

Perencanaan kebutuhan obat di rumah sakit USU tidak didasari oleh

prosedur tertulis melainkan perencanaan kebutuhan obat didapatkan melalui rapat

antara kepala instalasi, koordinator, bagian perbekalan dan bagian pelayanan

farmasi untuk penyusunan rencana kebutuhan obat. Hal ini tidak sesuai dengan

Permenkes RI No. 72 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan

kefarmasian di rumah sakit harus didukung oleh standar operasional prosedur

yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Hal ini juga tidak sesuai dengan

Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 yang menyatakan bahwa

instalasi farmasi rumah sakit wajib membuat prosedur perencanaan, pengadaan,

penyimpanan, pendistribusian dan pemantauan obat yang digunakan fasilitas

pelayanan kesehatan.

Menurut Kemenkes RI (2010), prosedur tetap pelayanan kefarmasian

berguna untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan.

Prosedur sebagai suatu urut-urutan yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang

menerangkan apa yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan, kapan

dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Dalam proses perencanaan obat,

terdapat prosedur yang harus dilaksanakan yaitu persiapan data yang dibutuhkan,

dan pelaksanaan perencanaan yang berupa memilih sediaan farmasi dan alat

medis habis pakai yang berkualitas dengan harga yang murah, menghindari

kesamaan jenis sediaan farmasi dan alat medis habis pakai, serta melakukan

penghitungan kebutuhan dengan cara pengumpulan dan pengolahan data, analisa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan

farmasi, serta penyesuaian jumlah sediaan farmasi dengan alokasi dana. Dengan

adanya prosedur perencanaan secara tertulis, maka akan memudahkan koordinasi

antar pihak yang terkait dengan perencanaan obat sehingga perencanaan obat

dapat terlaksana lebih optimal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan informan

diperoleh informasi mengenai alur dalam perencanaan obat di Rumah Sakit USU,

berikut kutipan wawancaranya:

“Ya, Itu rencana kebutuhan obat pertahun. Itu biasanya dibuat


dipertengahan tahun, itu kan mintanya biasanya bulan-bulan
enam. Untuk yang saat ini berarti ini kami mau buat yang untuk
tahun 2019 lah. Dan ada juga untuk yang pertiga bulan.”
(Informan 2)

“Awalnya dari permintaan user tadi, tapi tidak semua apa yang
dokter minta, rumah sakit sediakan, itu semua tergantung dengan
budget dan dana. Obat-obat yang diluar e-katalog, itu tergantung
rumah sakit, kalau rumah sakitnya sanggup untuk
mengadakannya, kita pesen juga. Kan utamanya itu e-katalog.”
(Informan 3)

“Awalnya kita itu ada nyebar form permintaan user ke


departemen-departemen. Lalu nanti dikumpulakan dan dibuat
rekapannya. Untuk farmasi sendiri ada di minta RKO setiap
tahunnya, itu juga sebagai dasarlah, kebutuhan obat kita. Untuk
di rumah sakit ini, per triwulan kita buat, ya seperti itu sih. Dan
itu kan setiap bulan kita lihat juga ada obat yang kosong, ya
kalau memang obat itu fast moving ya terus kita minta lagi.
Tahapan alur perencanaan RKO idealnya ada 4 kali dalan
setahun, pengadaan besar. Kalo misalnya ada aja pola yang
berubah jadi ada aja permintaan obat susulan ya kalau disini kita
buatnya 1 bulan 2 periode. Di perencanaan kita buat 2 kali
sebulan. Kita masukin ke direktur utama lalu ke ulp ppk dan
direktur yang membawahi kita. Dir akan menyurati rektor. Jadi
ada 2 surat dari instalasi farmasi dan rektor ke ulp/ppk di biro
rektor.” (Informan 4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Berdasarkan penelitian dari hasil wawancara dan observasi, alur tahapan

perencanaan obat di rumah sakit dimulai dari bagian farmasi membagikan form

permintaan obat kepada seluruh user yaitu kepala ruangan di setiap departemen

RS USU, pada setiap awal tahun atau akhir tahun untuk mengetahui obat apa yang

mereka butuhkan. Lalu form permintaan tersebut akan dikumpulkan oleh pihak

farmasi dan akan dibuat rekapannya. Dalam membuat rekapan tersebut, pihak

farmasi juga akan memperhitungkan mengenai jumlah stok yang ada, pengeluaran

obat fast moving dan slow moving, pemakaian rata-rata, obat e-katalog atau non e-

katalog, dan pola pemakaian obat. Lalu dilakukan rapat oleh kepala instalasi,

koordinator farmasi, bagian perbekalan dan penanggung jawab pelayanan farmasi

mengenai penyusunan rencana kebutuhan obat, tim perencana akan membuat

usulan rencana kebutuhan obat yang disesuaikan dengan anggaran yang diberikan

oleh biro rektor. Setelah rencana kebutuhan obat selesai disusun lalu diajukan

kepada kepala instalasi farmasi kemudian diberikan kepada direktur utama yang

selanjutnya direktur utama memberikan rencana kebutuhan obat tersebut kepada

Rektor dengan tembusan ke pejabat pengadaan di biro untuk dilakukan proses

pengadaan. Setelah itu pengadaan dilalukan oleh ULP (unit layanan pengadaan)

melalui akun e-katalogue. Dalam pengisian jenis dan jumlah obat pada e-

katalogue ULP dibantu oleh tim perencana obat Rumah Sakit USU untuk proses

pengadaan sediaan farmasi. Dalam pengadaan obat akan diutamakan obat yang

terdapat di e-katalog, dan untuk obat non e-katalog juga akan tetap dilakukan

pemesanan tetapi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Setelah dilakukan

pemesanan, panitia penerima obat yaitu pihak farmasi akan menunggu obat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

tersebut sampai di rumah sakit. Alur tahapan dalam perencanaan obat di RS USU

ini dinilai sudah sesuai dengan alur tahapan perencanaan perbekalan farmasi di

rumah sakit dalam Febriawati (2013).

Menurut Kemenkes RI (2010), rencana kebutuhan obat di rumah sakit

disusun dan diajukan untuk satu tahun yang akan datang. Hal ini sudah sesuai

dengan perencanaan obat yang dilakukan di RS USU. Berdasarkan hasil

wawancara, farmasi melakukan perencanaan obat di rumah sakit setiap tahun yang

disebut rencana kebutuhan obat per tahun, yang biasanya dibuat pada pertengahan

tahun atau pada saat ada permintaan dari Kementerian Kesehatan. Rencana

kebutuhan obat per tahun itu, akan dilakukan pengadaan setiap tiga bulan, dengan

melihat sisa stok obat, kecepatan penggunaan obat dan juga kebutuhan obat di

rumah sakit. Akan tetapi jika ada ada stok obat yang kosong dan kebutuhan obat

yang mendesak, maka akan langsung diajukan permintaan kebutuhan obat untuk

diadakan.

Perencanaan obat di rumah sakit USU adalah pelaksanaan manajemen

perencanaan obat dilakukan oleh bagian perbekalan yang merangkap tugas

menjadi sebagai tim perencanaan dan penyimpanan (gudang) di instalasi farmasi

yang dibentuk di rumah sakit. Perencanaan obat dilakukan oleh tim perbekalan

dengan melakukan usulan rencana kebutuhan obat. Rencana kebutuhan obat

tersebut diajukan kepada kepala instalasi farmasi kemudian diberikan kepada

direktur utama yang selanjutnya direktur utama memberikan rencana kebutuhan

obat tersebut kepada Rektor dengan tembusan ke pejabat pengadaan di biro, yaitu

ULP (Unit Layanan Pengadaan) dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

dilakukan proses pengadaan. Struktur organisasi hubungan antara biro rektor

(ULP dan PPK) dengan rumah sakit (tim perencana obat) tidak ada, yang ada

adalah didalam tugas dan fungsi tim perencana yaitu membantu proses pengadaan

sediaan farmasi dan BMHP berkoordinasi dengan Unit Layanan Pengadaan

(ULP), tetapi yang ada hubungan struktur organisasinya adalah rektor yang

berhubungan langsung dengan direktur rumah sakit, itu tampak pada struktur

organisasi rumah sakit.

4.5 Sumber Daya Manusia

Menurut Azwar (2010) Sumber daya manusia adalah orang-orang yang

siap, mampu, dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dengan begitu

adapun yang dikatakan sebagai sumber daya manusia dalam instalasi farmasi

yaitu orang-orang yang mengabdikan diri dalam bidang farmasi di rumah sakit

serta harus mempunyai wewenang untuk melakukan jenis pekerjaan tertentu

sesuai bidangnya di instalasi farmasi.

Salah satu faktor keberhasilan suatu program yaitu tersedianya sumber

daya manusia yang cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sumber daya

manusia merupakan peran utama suatu organisasi dalam kegiatan perencanaan

dan pelaksanaan program, dalam hal ini yaitu orang-orang yang ikut ambil bagian

dalam kegiatan perencanaan obat di rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa berdasarkan pernyataan informan diperoleh informasi mengenai sumber

daya manusia terkait perencanaan obat di Rumah Sakit USU, berikut kutipan

wawancaranya:

“Ya, pastilah ada. Itu orang dari instalasi farmasi. Itu saya
serahkan ke orang farmasi, di struktur organisasi instalasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

farmasi nanti ada disebutkan tugasnya masing-masing, yang


bagian itu adalah ada orang perbekalan. Ya pastinya mereka
bekerja karena sudah di beri SK (surat keputusan).” (Informan 1)

“Ya ada jelas tertulis di SOP instalasi farmasi yang melakukan


itu adalah bagian perbekalan farmasi. Tugas untuk
merencanakan obat di rumah sakit ini adalah orang perbekalan.
Jadi orang perbekalan merangkap menjadi tim perencana dan
gudang. Nah maka dari itu masih kurang sumber daya manusia
karena seharusnya pokja gudang dan perencanaan dipisah dan
sementara ini pekarya untuk gudang kita belum ada.” (Informan
2 dan 3)

“Ya, saya adalah penanggung jawab untuk itu di rumah sakit ini
disebut tim perbekalan. Ya dirumah sakit ini digabung tugas nya
sebagai tim perencana dan juga tim gudang, ya menurut saya kita
masih kurang orang, selain itu kita juga masih sering diminta
untuk bantuin untuk hal pengadaan di biro. Saya bekerja atas
surat keputusan yang telah diberikan. Di struktur organisasi
(instalasi farmasi) juga sudah ada jelas pembagian kerja, intinya
gini kami punya kayak uraian jobdesc gitu jadi udah jelas disitu.”
(Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari informan, Tim

perencana obat di rumah sakit sudah ada dan mengerjakan tugas sesuai surat

keputusan yang diberikan, hal ini sudah sesuai dengan Kemenkes RI (2010) yang

menyatakan bahwa tim perencanaan obat terpadu sebagai suatu kebutuhan agar

perencanaan obat dapat terlaksana secara optimal. Tetapi masih ditemukannya

pembagian kerja yang double yaitu, kurangnya sumber daya manusia sejumlah 4

orang, yaitu sebagai administrasi perbekalan, kepala gudang, pekarya dan porter.

Pertama dalam perencanaan dikarenakan kelompok kerja di gabung antara

kelompok kerja perencanaan dan gudang, kendalanya tidak ada pekarya dan yang

kedua dalam proses pengadaan obat yang dilakukan di biro rektor masih sering

menggunakan tim perencanaan sehingga mengakibatkan kurang efektif dan

efisien baik dari segi sumber daya manusia maupun waktu dalam hal untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

merencanakan obat. Mengenai pekarya gudang hal ini dinilai belum sesuai dengan

Permenkes (2016) karena seharusnya disetiap instalasi farmasi rumah sakit itu

sudah harus ada tenaga/pekarya gudang. Adapun sumber daya manusia yang ada

sebagai tim perbekalan berjumlah 3 orang saja, yaitu sebagai 1 orang penanggung

jawab perbekalan dan 2 tenaga teknis perbekalan, maka masih perlu dilakukan

penambahan sumber daya manusia untuk memaksimalkan kinerja di Instalasi

Farmasi RS USU.

Menurut Permenkes (2016) dalam menjalankan tugasnya intalasi

farmasi mempunyai dua bagian yaitu farmasi klinis dan farmasi manajerial.

Manajemen obat termasuk dalam farmasi manajerial, salah satunya adalah

perencanaan obat. Dalam hal tersebut ada yang disebut tim perencana obat, yaitu

orang-orang yang terlibat dalam perencanaan obat di rumah sakit. Hal ini sejalan

dengan penelitian Assanthi (2016), yang menyatakan bahwa tim perencanaan obat

terpadu merupakan bagian penting dalam melakukan perencanaan obat karena

memiliki peran dalam memberi masukan dan merumuskan kebijakan mengenai

perencanaan obat di instalasi farmasi rumah sakit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan informan

diperoleh informasi mengenai tugas dan fungsi perencanaan obat di Rumah Sakit

USU, berikut kutipan wawancaranya:

“Tupoksi saya terkait perencanaan kebutuhan obat yaitu


mengkoordinir dan sebagai pejabat teknis yang bertanggung jawab
di bagian farmasi.” (Informan 1)

“Tupoksi saya terkait perencanaan obat bersama menyusun


dengan melakukan rapat dengan tim pelayanan, koordinator dan
orang perencanaan untuk obat yang akan direncanakan.”
(Informan 2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

“Memberi masukan terkait pengembangan yang akan dilakukan di


rumah sakit jadi untuk mengtahui obat-obat yang akan diadakan
terkait pengembangan.” (Informan 3)

“Yah saya tugasnya dek merencanakan obat sesuai dengan


formularium rumah sakit dan katalog elektronik.” (Informan 4)

“Saya biasanya menyampaikan apa yang paling banyak digunakan


di instalasi, trus merencanakan misalnya ini kayaknya dokternya
baru pake ini selama ini kita ga pake yang ini kan sedianya pas-
pasan tolong ini dibanyakin, atau ini ga usah lagi.” (Informan 5)

“Ya dek saya biasanya bantu dalam hal pemesanan di e-katalogue


saya orang lapangannya. Ya melalui akun ULP dan PPK setiap
pemesanan itu harus disetujui dulu dari mereka untuk dilakukan
pengadaan.” (Informan 6)

Berdasarkan pernyataan informan tersebut, diperoleh informasi bahwa

tugas dan tanggung jawab dari masing-masing informan dalam perencanaan obat

yaitu, untuk direktur sarpras dan penunjang memiliki tugas sebagai pejabat teknis

yang bertanggung jawab di bidang kefarmasian termasuk dalam hal menyusun

rencana kebutuhan obat, untuk tugas kepala instalasi farmasi sendiri yaitu

menyusun rencana kebutuhan obat dengan akurat, dibawah pejabat teknis untuk

merencanakan obat, pengadaan obat, dan memantau proses pelayanan

kefarmasian di instalasi farmasi. Penanggung jawab perbekalan farmasi memiliki

tugas merencanakan obat sesuai dengan formularium rumah sakit dan katalog

elektronik, sedangkan penanggung jawab pelayanan farmasi mempunyai tugas

untuk memberi tahu tren obat yang dipakai di instalasi farmasi. Staf instalasi yang

bagian perbekalan yaitu membantu pemesanan melalui e-katalogue untuk

dilakukan pengadaan barang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Salah satu bentuk pengembangan sumber daya manusia untuk

mempersiapkan tenaga perencana obat yang berkualitas, maka diperlukan

pendidikan dan pelatihan sebagai kegiatan pengembangan SDM instalasi farmasi

rumah sakit. Dengan meningkatnya kemampuan, kompetensi yang dimiliki serta

kualitas tenaga perencana obat, maka diharapkan ketersediaan, pemerataan,

keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan serta pelayanan kefarmasian yang

bermutu dalam rangka mewujudkan penggunaan obat yang rasional dapat tercapai

(Kemenkes RI, 2010).

Berdasarkan pernyataan informan diperoleh informasi mengenai pelatihan

yang dilakukan terhadap sumber daya manusia terkait perencanaan obat di Rumah

Sakit USU, berikut kutipan wawancaranya:

“Kalau pelatihan dilakukan di bagian diklat kepada orang-orang


farmasi, tapi kalau untuk perencanaan obat belum ada.”
(Informan 1)

“Belum pernah kalau pelatihan terkait perencanaan obat.”


(Informan 3)

“Pelatihan dari rumah sakit belum. Saya sedikit banyak


mengetahui tentang perencanaan obat karena dulu pernah
magang di rumah sakit adam malik.” (Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara melalui informan bahwa tim perencana obat

RS USU belum pernah mengikuti pelatihan mengenai perencanaan obat, namun

mereka pernah magang di rumah sakit lain di bagian perencanaan obat rumah

sakit. Sehingga pelatihan perlu dilakukan bagi tenaga perencanaan obat,agar dapat

melakukan perencanaan obat yang lebih baik dan optimal di instalasi farmasi RS

USU.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Menurut Depkes (2007), dalam melaksanakan pengelolaan obat, sebaiknya

tenaga apoteker atau asisten apoteker mengikuti berbagai pelatihan yaitu

mengenai pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, perencanaan dan

pengelolaan obat terpadu, penggunaan obat rasional, pengelolaan obat program

kesehatan, dan manajemen umum (keuangan dan administrasi) khusus untuk

apoteker penanggungjawab instalasi farmasi. Dengan meningkatnya pengetahuan,

sikap dan keterampilan dalam melakukan perencanaan obat, maka

produktifitasnya dapat lebih optimal.

Kelancaran dan keberhasilan tugas tenaga kefarmasian yang ada di

instalasi farmasi RS USU sangat didukung oleh kualitas sumber daya manusianya.

Kualitas sumber daya manusia yang ada di instalasi farmasi RS USU masih

kurang baik dan masih membutuhkan SDM yang memiliki kemampuan dan

kompeten terkait perencanaan obat agar ilmu terkait perencanaan dapat meningkat

dan lebih maksimal. Kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan salah

satunya dengan pelatihan. Pelatihan adalah salah satu upaya peningkatan

pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas dalam rangka meningkatkan mutu

dan kinerja petugas (Kemenkes, 2010).

Penelitian yang dilakukan di Instalasi Farmasi RS USU menunjukkan

bahwa Instalasi Farmasi RS USU dikepalai oleh seorang apoteker. Hal ini sesuai

dengan Permenkes No. 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di

rumah sakit, bahwa instalasi farmasi rumah sakit harus dikepalai oleh seorang

apoteker yang merupakan penanggung jawab seluruh pelayanan kefarmasian di

rumah sakit. Kepala instalasi rumah sakit diutamakan telah memiliki pengalaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

bekerja di instalasi farmasi rumah sakit minimal 3 tahun. Instalasi rumah sakit

juga harus memiliki apoteker dan tenaga kefarmasian yang sesuai dengan beban

kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi

rumah sakit.

4.6 Pemilihan Jenis Obat

Menurut Kemenkes RI tahun 2010, pemilihan jenis obat adalah untuk

menentukan apakah perbekalan farmasi benar-benar diperlukan sesuai dengan

jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit. Dengan tersedianya

jenis obat yang tepat maka penyakit yang diderita pasien dapat segera

disembuhkan. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat

Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing,

Formularium Rumah Sakit, standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi.

Kriteria pemilihan kebutuhan obat yang baik yaitu meliputi:

a. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari kesamaan

jenis.

b. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai

efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.

c. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of

choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

Berdasarkan pernyataan informan diperoleh informasi mengenai pemilihan jenis

obat untuk perencanaan obat di Rumah Sakit USU, berikut kutipan

wawancaranya:

“Pemilihan jenis obatnya berdasarkan yah kita usahakan harus


sesuai dulu sama e-katalog. Diutamakan obat-obat yang ada di e-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

katalog itulah, generik ya dengan melihat juga formularium


rumah sakit dan nasional, lalu melihat data pemakaian obat
sebelumnya.” (Informan 2)

“Menurut saya, kita pilih dulu obat yang paling sering


digunakan, Kalau untuk pemilihan jenis obat kita dari e-katalog
dari data obat menurut pola pemakaiannya.” (Informan 3)

“Ya pemilihan jenis obat nya berdasarkan e-katalogue,


formularium nasional dan rekapitulasi pemakaian obat
perbulannya.” (Informan 4)

Pemilihan jenis obat adalah proses yang dilakukan untuk menentukan jenis

obat yang dibutuhkan di rumah sakit sebelum dilakukannya perhitungan perkiraan

kebutuhan obat. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pemilihan jenis

obat di rumah sakit ini dengan melakukan pemilihan obat melalui elektronik

katalog yang mengacu kepada Formularium Nasional dan Rumah Sakit,

rekapitulasi pemakaian obat perbulan, dan data stok.

Penelitian yang dilakukan di rumah sakit didapatkan bahwa pemilihan

jenis obat di instalasi farmasi RS USU adalah berdasarkan jumlah obat yang

paling banyak digunakan dalam waktu satu tahun dengan mengacu dari

formularium nasional dan rumah sakit. Proses pemilihan jenis obat yaitu dengan

mengumpulkan semua dokumen terkait perencanaan obat, seperti data

penggunaan obat tahun lalu, sisa stok. Selanjutnya dilakukan pemilahan jenis dan

jumlah obat yang paling banyak digunakan dalam kurun waktu satu tahun.

Tahapan perencanaan obat yang dilakukan di instalasi farmasi RS USU masih

kurang baik karena belum sesuai tahapan yang seharusnya dilaksanakan di

pelayanan kefarmasian rumah sakit. Tahapan yang seharusnya dilakukan menurut

Kemenkes RI 2010 adalah tahap pemilihan jenis obat, tahap kompilasi obat, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

tahap perhitungan obat, sedangkan tahapan yang dilakukan di Rumah Sakit USU

yaitu tahapan pemilihan jenis obat dan perhitungan kebutuhan obat.

Pemilihan jenis obat yang digunakan di RS USU dilakukan dengan

menyesuaikan jenis obat berdasarkan obat yang ada pada e-katalog. Penggunaan

obat di RS USU juga diutamakan menggunakan obat generik. Hal ini sesuai

dengan Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang kewajiban

menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.

Penggunaan obat generik diwajibkan untuk rumah sakit pemerintah, dan sebagai

unit pelayanan milik pemerintah, RS USU wajib mengikuti keputusan ini

walaupun tidak menutup kemungkinan untuk pengadaan obat paten, apabila obat

generik tidak tersedia. Pertimbangan lain dalam pemilihan obat generik adalah

karena harganya yang relatif murah, khasiat dan keamanannya pun cukup

terjamin.

Adapun kutipan wawancara terhadap informan mengenai resep di luar


formularium, yaitu sebagai berikut:

“Untuk resep obat diluar formulariun ada peraturannya di


rumah sakit ini harus mengisi form permohonan untuk
diperlukannya obat tersebut.” (Informan 2)

“Kalo misal di luar formularium sistemnya buka keran lalu


mengikuti meknisme yaitu mengisi formulir lalu di tanda tangan
ke departemen lalu ditunjukkan kepada direktur (disposisi) lalu
turun ke farmasi selanjutnya orang farmasi membeli obat tersebut
untuk yang BPJS dan dibeli oleh pasien atau keluarga untuk
pasien yang umum.”( Informan 3)

“Beberapa yah sesekali lah tapi karena pasien umum, peresepan


obat di luar formularium nasional di rumah sakit ini
diperbolehkan dengan syarat harus mengikuti mekanisme yang
sudah di tentukan oleh rumah sakit.” (Informan 4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

“Yah disini ada dua formularium yaitu formularium rumah sakit


dan nasional, ya masih ada juga dokter yang meresep diluar
formularium itu ataupun bahkan ada beberapa dokter yang tidak
tahu kalau formularium itu ada.” (Informan 5)
Dari hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan ditemui bahwa

pelaksanaan sistem formularium yang telah ditetapkan tidak kaku, sehingga

dokter dapat menulis resep di luar sistem formularium tersebut. Jika dokter

menulis resep di luar sistem formularium, maka ia harus membuat protokol terapi

untuk kemudian meminta persetujuan kepada direktur rumah sakit, jika memang

disetujui setelah itu barulah IFRS USU memenuhi resep tersebut. Hal ini

mengakibatkan petugas instalasi harus membeli obat di apotik luar sehingga

pasien mengeluh dan menunggu lama.

Menurut Kemenkes RI (2010), standar pengobatan sangat diperlukan

untuk menghitung jumlah kebutuhan obat sebagai pedoman untuk dokter dalam

melakukan pengobatan. Formularium rumah sakit juga diperlukan sebagai

pedoman untuk dokter dalam pemilihan jenis obat yang digunakan di rumah sakit.

Menurut Kemenkes RI (2013), manfaat formularium yaitu sebagai acuan

penetapan penggunaan obat, meningkatkan penggunaan obat yang rasional, dapat

juga mengendalikan mutu dan biaya pengobatan, serta mengoptimalkan pelayanan

kepada pasien. Selain itu, formularium juga dapat memudahkan perencanaan dan

penyediaan obat, serta meningkatkan efisiensi anggaran pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian Nurlinda tahun 2017 menyatakan bahwa, pemilihan obat

yang akan diadakan disesuaikan dengan formularium RSUD Kabupaten Pangkep.

Namun ada satu informan yang mengatakan bahwa terkadang tidak sesuai dengan

formularium apabila ada resep yang ditulis dokter tidak terdapat dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

formularium. Informasi dari informan tersebut sesuai dengan hasil telaah

dokumen yang telah dilakukan. Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Pangkep

memiliki formularium yang disesuaikan dengan formularium nasional. Pemilihan

obatnya disesuaikan dengan formularium rumah sakit, kecuali resep yang ditulis

dokter tidak terdapat di formularium maka diusulkan untuk dimasukkan ke

formularium.

4.7 Metode

Metode adalah cara yang digunakan untuk melakukan perencanaan obat di

rumah sakit. Metode dalam perencanaan obat ada tiga yaitu metode konsumsi,

epidemiologi dan kombinas, dan yang paling sering digunakan adalah metode

konsumsi karena mudah dalam penggunaannya. (Kemenkes, 2010)

Berdasarkan pernyataan informan diperoleh informasi mengenai Metode

dalam merencanakan obat di Rumah Sakit USU, berikut ini kutipan

wawancaranya:

”Metode yang digunakan dalam perencanaan obat yaitu


berdasarkan kebutuhan obat yang tahun lalu, dengan melihat
pengembangan yang ada di rumah sakit, dengan perhitungan
metode konsumsi.” (Informan 2)

“Konsumsi dengan melihat pola pemakaian obat tahun lalu


ditambah 20% untuk buffer stok dilihat juga pengembangan yang
ada di rumah sakit.” (Informan 4)

Berdasarkan pernyataan informan bahwa dalam melakukan perencanaan

obat menggunakan data konsumsi obat pada periode sebelumya dan ditambahkan

20% dari jumlah tahun sebelumnya yang mewakili perkiraan kenaikan jumlah

pasien. Metode konsumsi ini bagus digunakan di rumah sakit, jika setiap

tahapannnya dilakukan oleh tenaga perencanaan kebutuhan obat. Maka metode

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

yang digunakan dalam perencanaan obat di Instalasi Farmasi RS USU yaitu tidak

menggambarkan penerapan metode konsumsi yang sebenarnya.

Metode dalam perencanaan kebutuhan obat dapat dilakukan melalui

metode konsumsi dan metode epidemiologi. Perhitungan kebutuhan dengan

metode konsumsi didasarkan pada data riel konsumsi perbekalan farmasi periode

yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah perbekalan farmasi yang

dibutuhkan adalah pengumpulan dan pengolahan data, analisa data untuk

informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi, dan

penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi dana. Metode

epidemiologi adalah perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan pola

penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu (lead time).

(Permenkes, 2010)

Penelitian yang dilakukan di Instalasi Farmasi RS USU menunjukkan

bahwa metode yang digunakan dalam perencanaan obat di instalasi farmasi RS

USU adalah menggunakan metode konsumsi yaitu berdasarkan pola pemakaian

obat pada periode sebelumnya, metode konsumsi ini digunakan karena merupakan

metode yang paling mudah daripada metode lainnya oleh tim perencana obat.

Akan tetapi metode konsumsi yang digunakan belum sesuai dengan Kemenkes

2010 tentang pedoman pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit karena

langkah perhitungan obat yang ditetapkan tidak semua dilakukan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurlinda (2017), kebutuhan

perhitungan obat di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Pangkep mengatakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

bahwa sesuai dengan Permenkes Nomor 58 tahun 2014 yaitu menghindari

kekosongan obat dengan metode konsumsi dan morbiditas dan disesuaikan

dengan anggaran yang tersedia.

4.8 Pengumpulan Data

Data adalah bahan acuan atau informasi untuk melakukan perencanaan

obat. Data yang digunakan di dalam perencanaan obat di RS USU adalah sebagai

berikut. Berdasarkan pernyataan informan diperoleh informasi mengenai data

untuk perencanaan kebutuhan obat di Rumah Sakit USU,berikut kutipan

wawancaraanya:

“Datanya dilihat dari formularium nasional, formularium rumah


sakit, dan data pemakaian obat, data stok, pengeluaran dan
pemasukan obat yang terdapat di sistem. Biasanya ada juga
untuk rencana pengembangan untuk obat-obat yang belum
pernah nah misal rumah sakit ingin menggalakkan thalasemi di
tahun depan maka obat-obat untuk itu adan diadakan.” (Informan
2)

“Datanya dilihat dari data sisa stok, formularium nasional,


formularium rumah sakit, DOEN, dan data pemakaian obat.
Kalau data pengeluaran dan pemasukan obat yang bisa dilihat di
sistem komputer. Saya pemakaian dalam 1 obat saya lihat pola-
pola pemakaian perhari, kemudian saya liat pola perbulan tapi
pola tiap perbulan itu kan berbeda , saya lihat signifikan apa
tidak. (berbeda karena pasien nya itu berubah-ubah).” (Informan
4)

“Kita biasanya mengumpulkan form-form permintaan dari user


yaitu dari setiap departemen yang ada di rumah sakit, lalu
setelah itu dilihat. Data-data dilihat juga dari formularium
nasional dan rumah sakit.” (Informan 6)
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari informan data yang

dijadikan acuan dalam menyusun perencanaan obat adalah daftar obat-obat yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

dibutuhkan dalam formularium rumah sakit, rekapitulasi resep harian dan

bulanan, sisa stok, data pola pemakaian obat harian dan bulanan, untuk data obat

yang masuk dan keluar hanya terdapat di sistem komputer yang setiap orang di

farmasi mempunyai akun untuk login. Untuk mengetahui sisa stok obat yang ada

di instalasi farmasi bisa dilihat dari sistem komputer yang ada dan juga kartu stok

yang ada di gudang farmasi. Kartu stok tersebut untuk mencatat keluar masuknya

obat setiap harinya, maka akan diperoleh data jumlah sisa stok obat yang menjadi

dasar untuk perencanaan obat pada periode berikutnya.

Hal ini sejalan dengan menurut Febriawati (2013), untuk mencari tahu sisa

persediaan stok obat yang ada, sangat dibutuhkan adanya kartu stok, karena kartu

stok digunakan untuk mencatat mutasi harian obat, selain itu dapat membantu

dalam pembuatan laporan stok setiap bulan dan sebagai pembanding terhadap

jumlah fisik obat yang tersedia pada saat dilakukan perhitungan stok (stock

opname). Besarnya sisa stok obat dan pemakaian obat periode yang lalu juga

menjadi dasar perencanaan obat untuk periode selanjutnya, karena dari sisa stok

tidak saja diketahui jumlah dan jenis obat yang diperlukan, tetapi juga diketahui

percepatan pergerakan obat, sehingga kita dapat mengetahui jumlah persediaan

obat baik obat fast moving maupun slow moving.

Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit

langkah awal yang dilakukan dalam merencanakan obat pada metode konsumsi

adalah pengumpulan dan pengolahan data. Sumber data adalah melalui

pencatatan, pelaporan, dan informasi yang ada. Jenis data yang dikumpulkan

adalah mengenai alokasi dana, daftar obat-obat yang dibutuhkan, stok awal,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak atau kadaluarsa,

kekosongan obat, pemakaian rata-rata tahunan, indeks musiman, waktu tunggu,

stok pengaman, dan perkembanganpola kunjungan. Pada metode epidemiologi

diperlukan data jumlah kunjungan, pola penyakit, frekuensi kejadian masing –

masing penyakit per tahun serta menggunakan formularium rumah sakit dan

standar pengobatan yang ada. (Kemenkes RI, 2010)

Penelitian yang dilakukan di Instalasi Farmasi RS USU menunjukkan

bahwa data yang digunakan untuk melakukan perencanaan kebutuhan obat di RS

USU adalah formularium nasional, formularium rumah sakit, rekapitulasi resep

bulanan, data konsumsi obat tahun lalu. Data yang digunakan tersebut belum

sesuai dengan data yang seharusnya diperlukan untuk menjadi acuan perencanaan

obat karena data yang digunakan belum lengkap seperti data obat hilang/rusak

atau kadaluarsa, indeks musiman, dan rata-rata tahunan. Tim perencana obat

tidak ada menghitung rata-rata tahunan karena rata-rata tersebut tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap perencanaan obat. Hal ini disebabkan pola pemakaian

obat yang berubah-ubah dan meningkat setiap bulannya, sehingga yang menjadi

acuan perencanaan obat adalah pola pemakaian obat terbanyak pada bulan

terakhir. Pencatatan yang ada di IFRS USU juga belum lengkap dilihat dari tidak

lengkapnya catatan mengenai data obat yang kosong dan kadaluarsa selama tahun

2017. Data-data yang belum lengkap untuk menyusun rencana kebutuhan obat,

akan mempengaruhi hasil akhir dari perencanaan yang dilakukan. Perencanaan

yang tidak tepat akan berakibat terhadap ketersediaan obat hasil perencanaan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

sebagian mengalami stok kosong (out of stcok) dan sebagian lagi jumlahnya

berlebih (over stock).

4.9 Analisa Data untuk Informasi dan Evaluasi

Analisa data konumsi tahun sebelumnya dimaksudkan untuk melihat lebih

mendalam pola penggunaan obat, untuk meningkatkan efektifitas penggunaan

dana dan obat, serta optimasi penggunaan dana obat. Hasil analisis dapat

digunakan sebagai panduan dalam menyusun anggaran/perencanaan penggunaan

obat tahun berikutnya. (Kemenkes RI 2010). Berdasarkan pernyataan informan

diperoleh informasi mengenai analisa data untuk informasi dan evaluasi dalam

perencanaan kebutuhan obat di Rumah Sakit USU, berikut kutipan

wawancaranya:

“Biasanya kita menganalisa datanya dengan melihat sisa stok


obat dan pola-pola pemakaian obatnya sih, ya kita melakukan
peramalan dengan memerhatikan yang saya sebut tadi kalo
menghitung dengan analisis ABC dan VEN sih tidak ada
dilakukan. Yang bertanggung jawab biasanya mengenai ini pj
perencanaan.” (Informan 3)

“Data-data yang dianalisa yah dari pola pemakaian obat harian


ataupun bulanannya yang didapatkan juga dari bagian
pelayanan obat di farmasi setiap harinya. Dari situ akan bisa
ngeliat obat-obat apa saja yang lagi sering digunakan dan yang
dibutuhkan untuk bisa dibuat di perencanaan.” (Informan 4)

Penelitian yang dilakukan di Instalasi Farmasi RS USU menunjukkan

bahwa Analisa data konsumsi tahun sebelumnya untuk melihat lebih mendalam

pola penggunaan obat dan untuk efektifitas dana dan obat tidak dilakukan oleh

pihak farmasi, bagian perbekalan hanya melihat dan menganalisa pola pemakaian

obat harian ataupun bulanan saja melalui bagian pelayanan obat di instalasi

farmasi. Pihak farmasi juga tidak ada perhitungan mengenai analisis ABC ataupun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

VEN yang digunakan sebagai panduan dalam menyusun anggaran tetapi jika

perencanaan yang dibuat tidak sesuai anggaran maka akan dilakukan pengurangan

dalam jumlahnya saja dan ketika ditemukan pada saat di tengah jalan obat kosong

atau kurang maka dilakukan permintaan susulan. Pihak farmasi hanya

menganalisa pola pemakaian obat yang paling banyak digunakan saja untuk

perencanaan penggunaan obat tahun berikutnya. Hal ini berdampak terhadap

ketersediaan obat yang kurang optimal sehingga terkadang mengalami stok

kosong.

Berdasarkan pernyataan informan diperoleh informasi mengenai evaluasi

dalam perencanaan kebutuhan obat di Rumah Sakit USU, berikut kutipan

wawancaranya:

“Ya pastilah dilakukan evaluasi biasanya pada akhir tahun untuk


acuan juga perencanaan berikutnya kira obat apa yang perlu di
tambah, misalnya dengan adanya pola penyakit baru ataupun
untuk rencana pengembangan.” (Informan 2)

“Kalau untuk evaluasi stock opname dilakukan 1 bulan sekali dek


tapi kadang saya mengecek juga untuk perharinya.” (Informan 7)

Berdasarkan hasil wawancara melalui informan mengenai evaluasi

penggunaan obat sebelumnya di instalasi farmasi RS USU, dapat diketahui bahwa

evaluasi penggunaan obat sebelumnya rutin dilakukan tepatnya pada akhir tahun.

Evaluasi ini dilakukan agar perhitungan untuk perencanaan tahun berikutnya lebih

tepat dan dan untuk penyesuaian obat yang keluar anatara gudang dan apotek.

Cara evaluasi dilakukan berdasarkan rekapan harian dan bulanan baik dari gudang

maupun apotek, sisa stok dan penggunaan obat terbanyak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

4.10 Perhitungan Kebutuhan Obat

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa proses penentuan dan

perhitungan kebutuhan obat menggunakan metode konsumsi yang didasarkan

dari pemakaian obat tahun sebelumnya. Langkah-langkah dalam menentukan dan

menghitung perkiraan kebutuhan obat dalan perencanaan obat, sebagai berikut:

1. Menghitung pemakaian nyata pertahun

“Biasanya saya tidak ada dihitung pemakaian nyata per tahun, dan orang
yang ditunjuk untuk menghitung itu juga tidak ada di bagian perbekalan
hanya ada tiga orang dan kamipun tugasnya sebagai perencanaan dan tim
gudang jadi orangnya masih kurang, saya biasa menghitung rata-rata
perbulan. Karena di rumah sakit ini jika melihat rata-rata pertahunnya itu
tidak sesuai atau tidak punya pengaruh besar akan kebutuhan selanjutnya
jadi saya lebih melihat ke pola pemakaian obat di bulan terakhirnya.”
(Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara melalui informan dapat diketahui bahwa dalam

proses menghitung kebutuhan obat tim perencana tidak ada menghitung data

pemakaian nyata pertahun, tetapi melihat sisa stok tahun sebelumnya dengan

melihat pemakaian obat yang paling banyak yaitu akhir bulan untuk perencanaan

obat tahun yang akan datang.

2. Menghitung pemakaian rata-rata perbulan

“Ya menghitung rata-rata perbulan sudah pasti dilakukan dek kadang dilihat
juga pemakaian perharinya, itu timperencanaan yang mengitung biasanya ”
(Informan 3)
“Ya pastilah dek,biasa saya yang menghitung. Saya kan ambil datanya
perbulan, semua itu kan mewakili data ril pertahun yang dibutuhkan dengan
melihat sisa stok ada walaupun ada imbasnya ada yang gabisa diberikan”
(Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara melalui informan mengenai perhitungan

kebutuhan obat menggunakan data pemakaian rata-rata perbulan, dapat diketahui

bahwa dalam proses menghitung kebutuhan obat tim perencana obat RS USU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

menggunakan data sisa stok yang dihitung dari rata-rata pemakaian setiap bulan

yang diolah jadi data pemakaian obat tahunan.

3. Menghitung Kekurangan Obat

“Untuk obat yang hilang/kadaluarsa biasa kita tidak menghitung karena obat
nya biasanya dikembalikan ke distributor” (Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara melalui informan mengenai perhitungan

kebutuhan obat tidak menggunakan data kekurangan obat, dapat diketahui bahwa

dalam proses menghitung kebutuhan obat seharusnya menggunakan data

kekurangan obat untuk perencanaan kebutuhan obat tahun berikutnya.

4. Menghitung kebutuhan obat sesungguhnya pertahun

“Ya kita lihat data pemakaian tahun lalu, untuk acuan perencanaan obat
tahun berikutnya tapi itu biasanya tidak berpengaruh kita lebih melihat data
bulan terakhirnya kareana mengingat rumah sakit ini masih berkembang”
(Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara melalui informan mengenai perhitungan

kebutuhan obat tidak menggunakan data kebutuhan obat sesungguhnya pertahun,

karena tidak ada dilakukan perhitungan kekurangan obat.

5. Menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang

“Itu tadi yang saya bilang biasanya kita melihat patokannya berdasarkan
pada pengeluaran kita setiap bulannya terutama yang dilihat pada bulan yg
terakhir yang diolah menjadi data tahunan dek, maka dari situ kita evaluasi
untuk perencanaan obat untuk tahun berikutnya”. (Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara melalui informan mengenai perhitungan

kebutuhan obat menggunakan data kebutuhan obat tahun yang akan datang,

diketahui bahwa dalam proses menghitung kebutuhan obat kenaikan jumlah

pasien tidak dilibatkan karena tidak dapat diprediksi. Dalam perencanaan

kebutuhan obat biasanya mengacu pada pemakaian obat tahun lalu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

6. Menghitung leadtime

“Iya, leadtime adalah waktu kita pesan barang hingga sampai ke kita, untuk
kita menghitung leadtime banyak faktor lagi yang mempengaruhi. Misal di
awal tahun e-katalogue tidak bisa karena pergantian SK, padahal e-
katalogue harus login melalui birokrasi (ppk) maka manual jadi leadtimenya
berbeda. Karena kita harus menunggu harga diskon dari distributor agar
harganya sama seperti yang di e-katalogue. Jadi gak kita pakai data ini dek
karena ribet menghitungnya dan tidak terlalu penting.” (Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara melalui informan mengenai perhitungan

kebutuhan obat menggunakan data leadtime atau waktu tunggu, dapat diketahui

bahwa dalam proses menghitung kebutuhan obat leadtime atau waktu tunggu

tidak digunakan dalam proses perencanaan kebutuhan obat.

7. Menentukan stok pengaman

“Ya biasanya ikut diperhitungkan juga yaitu 20%, tapi biasanya kami bikin
stok pengaman bisa sampai 40% untuk obat yang fast moving untuk jaga-
jaga di awal tahun selanjutnya. Penentuan buffer stock itu melalui rapat tim
farmasi dan pelayanan mengenai pertambahan kunjungan pasien, setelah itu
lalu ditetapkan oleh kepala instalasi mengenai buffer stock obatnya”.
(Informan 4)

Stok pengaman (buffer stock) adalah jumlah obat yang diperlukan untuk

menghindari kekosongan stok obat. Berdasarkan hasil wawancara melalui

informan mengenai perhitungan kebutuhan obat menggunakan data stok

pengaman, dapat diketahui bahwa dalam proses menghitung kebutuhan obat

melibatkan data stok pengaman.

8. Menghitung obat yang akan diprogramkan untuk tahun yang akan datang

“Ya pasti dek, itu yang dinamakan RKO (rencana kebutuhan obat) nanti kita
buat dengan acuan data obat pemakaian tahun yang lalu dengan
penambahan yang ada dari tiap departemen jika ada penambahan untuk obat
yang penyakit nya baru”. (Informan 4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

Berdasarkan hasil wawancara melalui informan mengenai perhitungan

kebutuhan obat menggunakan data obat yang akan diprogramkan tahun yang akan

datang, dapat diketahui bahwa dalam proses menghitung kebutuhan obat sebagai

acuan pada obat yang akan diprogramkan adalah pemakaian obat tahun lalu

ditambah obat daftar obat yang diusulkan untuk diadakan karena adanya pola

penyakit baru (rencana pengembangan).

9. Menghitung jumlah obat yang akan dianggarkan

“Ya nanti itu akan diberikan ke direktur melalui pemaparan untuk obat yang
mau dipesan terkait jumlah dan jenis obatnya, lalu nanti ditawarkan ke
distributor.” (Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara melalui informan mengenai perhitungan

kebutuhan obat menggunakan data jumlah obat yang akan dianggarkan, diketahui

bahwa obat yang dianggarkan harus dipaparkan terlebih dahulu baik dari segi

jumlah dan harga obat. Kemudian ditawarkan ke distributor untuk dilakukannya

pemesanan.

Menurut Kemenkes RI (2010), langkah-langkah dalam menghitung

perkiraan jumlah kebutuhan obat adalah dimulai dengan menghitung pemakaian

nyata per tahun, menghitung pemakaian rata-rata per bulan, menghitung

kekurangan obat, menghitung kebutuhan obat sesungguhnya per tahun,

menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang, menghitung waktu tunggu,

menentukan stok pengaman, menghitung kebutuhan obat yang akan diprogramkan

untuk tahun yang akan datang, dan menghitung jumlah obat yang diadakan pada

tahun anggaran yang akan datang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

Penelitian yang dilakukan di Instalasi Farmasi RS USU menunjukkan

bahwa perhitungan perkiraan jumlah kebutuhan obat yang akan datang di RS

USU dilakukan oleh tim perbekalan farmasi. Perhitungan jumlah obat yang

dilakukan tersebut dinilai belum sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh

Kemenkes RI (2010b) pada pedoman pengelolaan perbekalan farmasi di rumah

sakit. Hal ini disebabkan karena farmasi tidak melakukan perhitungan jumlah

kebutuhan obat dengan menggunakan rumus dan cara yang tepat. Langkah-

langkah dalam menentukan dan menghitung perkiraan kebutuhan obat dalam

perencanaan obat, sebagai berikut:

1. Menghitung pemakaian nyata pertahun

Pemakaian nyata per tahun yaitu dengan menggunakan data stok awal

ditambah dengan jumlah yang diterima dikurang dengan sisa stok yang dihitung

per 1 November dan dikurang dengan jumlah obat yang hilang/rusak/kadaluarsa

(Kemenkes RI, 2010b). Perhitungan pemakaian nyata per tahun tidak dilakukan

pada perhitungan obat di perencanaan obat di RS USU dan orang yang ditunjuk

untuk menghitung itu tidak ada. Menurut tim perencana perhitungan ini tidak

terlalu berpengaruh terhadap perencanaan obat yang selanjutnya karena untuk

merencanakan obat selanjutnya mereka hanya melihat pola pemakaian obat di

bulan sebelumnya. Selain itu pada perhitungan ini dibutuhkan data obat

kadaluarsa/hilang/hilang, sedangkan pencatatan mengenai data tersebut di

instalasi farmasi belum lengkap dan tidak dilakukan juga menghitung sisa stok per

1 November.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

2. Menghitung pemakaian rata-rata perbulan

Menghitung pemakaian rata-rata obat dalam kurun waktu satu bulan adalah

dengan cara menghitungpemakaian nyata pertahunnya dibagi dengan jumlah

bulan. Pemakaian rata-rata perbulan didapat dengan cara menghitung seluruh

pemakaian obat yang terdapat dalam laporan pemakaian dan membagi dengan 12

bulan sehingga didapatkan laporan pemakaian rata-rata perbulannya. Dalam

menghitung pemakaian rata-rata perbulan,dilihat dari data pemakaian obat setiap

tahun. Perhitungan ini dilakukan agar dengan mudah menghitung konsumsi obat

dalam 1 bulan. Dalam menghitung pemakaian rata-rata per bulan tim perencana

melakukan dengan menjumlahkan pola penggunaan obat 2 bulan terakhir lalu

dibagi dua. Setelah itu digunakan sebagai acuan data untuk perencanaan

selanjutnya dengan memerhatikan sisa stok yang ada. Hal ini belum sesuai dengan

yang seharusnya, dimana berdasarkan pedoman pengelolaan perbekalan farmasi di

rumah sakit. Hal ini dapat mempengaruhi ketepatan dalam merencanakan

kebutuhan obat secara riil dan berdampak terhadap ketersediaan obat.

3. Menghitung Kekurangan Obat

Kekurangan obat adalah jumlah obat yang diperlukan saat terjadinya

kekosongan pada tahun atau periode sebelumnya. Menghitung kekurangan obat

yaitu jumlah obat yang diperlukan saat terjadi kekosongan obat, dengan cara

mengalikan waktu kekosongan obat dengan pemakaian rata-rata per bulan. Data

ini juga diperlukan dalam proses perencanaan obat guna mempermudah

perhitungan kebutuhan obat yang tepat. Tetapi pihak farmasi tidak melakukan

perhitungan kekurangan obat, hanya mengetahui jenis obat yang kosong saja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

4. Menghitung kebutuhan obat sesungguhnya pertahun

Kebutuhan obat yang sesungguhnya adalah kebutuhan obat yang

sesungguhnya dibutuhkan oleh rumah sakit dalam periode sebelumnya.

Menghitung kebutuhan obat sesungguhnya per tahun dengan cara menjumlahkan

angka pemakaian nyata per tahun dengan angka kekurangan obat pada tahun atau

periode sebelumnya. Tetapi pihak farmasi tidak melakukan perhitungan

kebutuhan obat sesungguhnya per tahun, karena tidak ada dilakukan perhitungan

kekurangan obat. Pihak farmasi hanya melihat pada sistem komputer data berapa

obat yang diterma dan keluar saja. Sumber daya yang ditugaskan untuk

menghitung data ini belum ada.

5. Menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang

Kebutuhan obat tahun yang akan datang adalah perkiraan kebutuhan obat

yang sudah mempertimbangkan peningkatan jumlah pelanggan yang akan

dilayani. Menghitung kebutuhan oabat yang akan datang dengan cara kebutuhan

obat sesungguhnya ditambah kebutuhan obat yang sesungguhnya dikali dengan

20%. Pada tahap perhitungan ini sudah mempertimbangkan peningkatan jumlah

pasien yang dilayani. Data ini tidak digunakan oleh pihak instalasi farmasi RS

USU dengan alasan tidak dapat memprediksi kenaikan jumlah pasien dan rumah

sakit ini hanya berpatokan pada data pemakaian obat perbulannya untuk

pelaksanaan perencanaan obat tahun berikutnya.

6. Menghitung leadtime

Berdasarkan hasil wawancara melalui informan mengenai perhitungan

kebutuhan obat tidak menggunakan data leadtime atau waktu tunggu, dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

diketahui bahwa dalam proses menghitung kebutuhan obat leadtime atau waktu

tunggu digunakan dalam proses perencanaan kebutuhan obat. Di rumah sakit ini

leadtime sangat dipengaruhi karena pengadaan obat di biro rektor. Sehingga

sering terkendala akibat hal tersebut yaitu kelamaan menunggu obat sehingga

terkadang stok obat kosong, yang mengakibatkan hal tersebut karena adanya

pergantian pejabat pengadaan di biro rektor maka untuk login e-katalogue belum

bisa sehingga harus menunggu. Sehingga data ini tidak digunakan oleh pihak

rumah sakit dalam proses perencanaan obat karena susah dalam menghitungnya.

7. Menentukan stok pengaman

Stok pengaman (buffer stock) adalah jumlah obat yang diperlukan untuk

menghindari kekosongan stok obat. Berdasarkan hasil wawancara melalui

informan mengenai perhitungan kebutuhan obat menggunakan data stok

pengaman, menentukan stok pengaman yang diperoleh berdasarkan pengalaman

dari monitoring dinamika logistik. Di rumah sakit ini menggunakan 20% stok

pengaman obatnya, dan itu tergantung obatnya untuk obat fast moving dilakukan

penambahan 10-20%, sedangkan untuk obat slow moving dilakukan penambahan

sekitar 2-5% saja, dapat diketahui bahwa dalam proses menghitung kebutuhan

obat melibatkan data stok pengaman. Sebelum menentukan buffer stock, tim

farmasi dan pelayanan rumah sakit terlebih dahulu melakukan rapat terkait

pertambahan kunjungan pasien, karena itu berpengaruh terhadap stok pengaman

tersebut. Lalu setelah itu kepala instalasi menetapkan berapa buffer stock yang

diadakan untuk perencanaan obat, kalau kebijakan untuk buffer stock dari rumah

sakit tidak ada ditetapkan tetai melalui rapat tim farmasi dan pelayanan tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

8. Menghitung obat yang akan diprogramkan untuk tahun yang akan datang

Menghitung kebutuhan obat yang akan diprogramkan untuk tahun yang akan

datang dengan cara menjumlahkan angka kebutuhan obat tahun yang akan datang

dengan waktu tunggu dan stok pengaman. Perhitungan kebutuhan obat

menggunakan data obat yang akan diprogramkan tahun yang akan datang, dapat

diketahui bahwa dalam proses menghitung kebutuhan obat sebagai acuan pada

obat yang akan diprogramkan adalah pemakaian obat tahun lalu ditambah obat

daftar obat yang diusulkan untuk diadakan karena adanya pola penyakit baru

(rencana pengembangan). Daftar obat inilah yang di list untuk perencanaan obat

tahun berikutnya.

9. Menghitung jumlah obat yang akan dianggarkan

Langkah terakhir menghitung jumlah obat yang perlu diadakan pada tahun

anggaran yang akan datang adalah dengan cara mengurangi kebutuhan obat yang

diprogramkan dengan sisa stok. Pihak instalasi farmasi RS USU menggunakan

data obat yang akan di anggarkan dalam proses perhitungan kebutuhan obat,

dengan jumlah, jenis dan harga obat yang dipaparkan dalam dokumen rencana

kebutuhan obat.

Pihak farmasi tidak melakukan perhitungan jumlah kebutuhan obat yang akan

diadakan yaitu pada langkah kelima, kedelapan dan kesembilan dengan

menggunakan cara yang sesuai dengan pedoman pengelolaan perbekalan farmasi

di rumah sakit. Tim perencana obat dalam menghitung rencana pengadaan obat

yang akan datang, dilakukan dengan melihat pola pemakaian sebelumnya dan

peningkatan jumlah kunjungan pasien. Jika kunjungan pasien meningkat dan obat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

itu termasuk jenis obat fast moving, maka akan dilakukan penambahan sekitar

20%. Tetapi jika obat itu termasuk jenis obat slow moving, hanya dilakukan

penambahan sekitar 2-5% dari kebutuhan sebelumnya. Maka perencanaan yang

dilakukan oleh pihak farmasi adalah dengan menyusun rencana kebutuhan obat

berdasarkan pola konsumsi/pemakaian obat.

Berdasarkan penelitian pihak farmasi rumah sakit dalam merencanakan

obat tidak melakukan perhitunghan sesuai dengan pedoman perbekalan pada

rumah sakit menurut Kemenkes 2010. Perencanaan obat di rumah sakit USU

awalnya dilakukan dengan menyusun rencana kebutuhan obat. Rencana

kebutuhan obat disusun oleh tim perencana obat . Penyusunan rencana kebutuhan

obat memperhatikan sisa stok obat yang ada, pola obat per bulan, jumlah obat

yang dibutuhkan, rencana kebutuhan obat, realisasi pemakaian obat sebelumnya,

dimana sisa stok adalah obat yang masih ada dan tersisa yang bisa digunakan lagi

untuk kebutuhan obat selanjutnya.

Pola perbulan dilihat dari 3 bulan terakhirnya, biasanya data yang dipakai

adalah data maksimum pada bulan sebelumnya. Seharusnya data yang dipakai

adalah rerata dari obat tersebut pertahunnya tetapi karena pola obat di rumah sakit

ini berbeda-beda setiap bulannya dan mengalami kenaikan yang signifikan maka

yang dipakai adalah data atau pola obat yang maksimum untuk perencanaan.

Jumlah obat yang dibutukan tersebut adalah data obat yang pola perbulan dikali

dengan 18 bulan, itu sudah mencakup perkiraan penambahan pasien dan stok

pengaman obatnya. Setelah itu akan didapatkan hasilnya lalu pada rencana

kebutuhan obat adalah sisa stok yang ada dikurang dengan pola perbulan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

dikali 18 bulan, maka hasil dari perhitungan tersebut adalah rencana kebutuhan

obat yang akan diadakan.

Didalam rencana kebutuhan obat itu juga terdapat realisasi obat tahun

sebelumnya, gunanya untuk mengetahui jumlah obat yang telah dipakai atau

terealisasi. Orang-orang yang terlibat dalam penyusunan rencana kebutuhan obat

ini adalah koordinator farmasi, bagian perbekalan (perencanaan) farmasi,

penanggung jawab pelayanan farmasi. Peran koordinator dalam penyusunan

rencana kebutuhan obat adalah mengetahui rencana pengembangan yang akan

diadakan di rumah sakit, karena sebelumnya koordinator yang melakukan rapat

dengan tim dokter dan pelayanan rumah sakit sehingga bisa mengetahui

perkembangan yang ada di rumah sakit, sedangkan fungsi bagian perencanaan

adalah untuk menghitung jumlah obat yang akan di rencanakan, serta bagian

pelayanan untuk mengetahui pola pemakaian obat tiap hari atau bulannya yang

ada pada pelayanan resep farmasi sehingga obat yang akan direncanakan sesuai.

Setelah rencana kebutuhan obat disusun lalu diberikan kepada kepala instalasi

farmasi untuk mengetahui perencanaan obat yang telah disusun.

“Tahapan alur perencanaan RKO idealnya ada 4 kali dalan setahun,


pengadaan besar. Kalo misalnya ada aja pola yang berubah jadi ada aja
permintaan obat susulan ya kalau disini kita buatnya 1 bulan 2 periode. Di
perencanaan kita buat (ka intan). 2 kali sebulan. Kita masukin ke direktur utama
lalu ke ulp ppk dan direktur yang membawahi kita. Direktur akan menyurati
rektor. Jadi ada 2 surat dari inst farm dan rektor ke ulp/ppk” (Informan 4)
Berdasarkan penelitian melalui wawancara dengan informan didapatkan

bahwa pengadaan besar dalam rencana kebutuhan obat diadakan empat kali

setahun atau disebut juga triwulan dan jika ditemui pola obat yang berubah atau

ditemui obat yang habis ditengah jalan maka akan dilakukan permintaan obat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

susulan. Permintaan obat susulan yang biasanya dilakukan pihak farmasi adalah

dua kali dalam sebulan. Permintaan obat susulan tersebut diajukan kepada pihak

pengadaan lalu kemudian akan diadakan di rumah sakit.

4.11 Hasil dalam Perencanaan Obat

Menurut Febriawati (2013), tujuan perencanaan obat adalah mendapatkan

jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan, menghindari terjadinya

kekosongan obat, meningkatkan penggunaan obat secara rasional serta

meningkatkan efisiensi penggunaan obat, sehingga obat yang diperlukan tersedia

setiap saat dengan jumlah yang cukup dan mudah diperoleh pada waktu yang

tepat. Output/hasil dari perencanaan obat adalah tersusunnya dokumen

perencanaan kebutuhan obat. Dokumen tersebut terdiri dari nama obat yang

dibutuhkan, satuan dan jumlah obat. Dokumen perencanaan obat itu diserahkan ke

direktur rumah sakit untuk meminta persetujuan terkait perencanaan kebutuhan

obat kemudian diserahkan ke rektor dengan tembusan ke pengadaan di biro untuk

dilakukan pengadaan.

Dalam melakukan perencanaan obat di Rumah Sakit USU, terdapat

kendala dan hambatan, sehingga tujuan dari perencanaan obat itu tidak tercapai,

atau dengan kata lain obat tidak tersedia dengan jumlah, jenis atau tidak tersedia

tepat waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan

informan diperoleh informasi mengenai kendala obat berikut kutipan

wawancaranya:

Kalau kendalanya jika obat yang dibutuhkan tidak tersedia atau


kosong pada saat dibutuhkan. Kendalanya karena sistem e-
katalogue ini sih dek jadi obat nya itu kadang kosong dari
distributornya ataupun lama di waktu tunggunya karena kita

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

tidak tahu pasti kapan obat itu bisa ada dan pada awal tahun
susah login. (Informan 2 dan 3)

Yah kendalanya kekosongan obat stoknya lagi habis dan kadang


mereka tidak langsung mengirim dengan alasan barangnya
kosong, juga jika data yang dibutuhkan catatannya tidak lengkap
dan terkait jobdesc karena pokja perencanaan dan di gudang
digabung sehingga kurangnya sumber daya untuk itu. (Informan
4)

Kendalanya dokternya minta walaupun di formularium RS tidak


masuk dia akan membuat permintaan kepada KFT dia minta obat
ini dan nanti di rapat KFT itu akan dipertimbangkan apakah
perlu disediakan atau gak itu dia harus ada data klinis jurnal
evidence based nanti dibicarakan oleh KFT nah disitulah yang
menjadi konflik ketika dokter ngotot harus langsung ada karena
pasiennya butuh segera padahal kita gaboleh pesenkan tanpa
dasar. Itu konflik pertama. Yang ke dua kita punya dokter, kan
dokternya sering ganti-ganti jadi terlalu banyak. Jadi kita
kecapekan untuk sosialisasi, banyak juga dokter justru gak tahu
ada formularium. Jadi sebenarnya ada sosialisasi tapi karna
dokternya ganti-ganti mau mending bulanan mau harian atau
mingguan itu susahnnya. Nah itu yang merusak jadi rumah sakit
kita ini sangat sulit untuk menentukan pola obat. (Informan 5)

Berdasarkan hasil wawancara melalui informan mengenai kendala dalam

proses perencanaan obat di instalasi farmasi RS USU, dapat diketahui bahwa

kendala yang terjadi adalah jika data yang dibutuhkan untuk melakukan

perencanaan obat tidak lengkap, jika terjadi keterlambatan obat yang sampai ke

rumah sakit sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kekosongan stok obat di

rumah sakit. Kekosongan obat tersebut salah satunya disebabkan yaitu pada

sistem pengadaan secara elektronik (e-katalogue), karena terkadang obat yang

akan dipesan ke pihak distributor sedang habis atau kosong sehingga distributor

tidak langsung mengirim obat tersebut ataupun lama di waktu tunggu pengiriman

obatnya. Selain itu juga dapat diakibatkan karena terjadi peningkatan kunjungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

pasien, sehingga stok obat yang ada di gudang farmasi habis. Hal ini

menunjukkan adanya ketidaktepatan dalam melakukan perencanaan obat karena

masih terjadi kekurangan stok obat. Kekosongan stok menjadi salah satu kendala

yang dapat menurunkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di

rumah sakit. Berdasarkan data yang diperoleh di instalasi farmasi RS USU,

diketahui bahwa terdapat beberapa jenis obat yang mengalami kekosongan di

rumah sakit.

Menurut Permenkes RI No. 72 Tahun 2016, formularium rumah sakit

merupakan daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh KFT yang

ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Dengan adanya formularium rumah sakit

ini, akan menjadi dasar bagi dokter untuk membuat resep obat. Dalam rangka

meningkatkan kepatuhan penggunaan formularium rumah sakit, maka rumah sakit

sakit mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan obat

dalam formularium rumah sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaan,

efektivitas, risiko dan biaya.

Formularium Rumah Sakit sudah ada tetapi kendalanya masih

ditemukannya dokter yang tidak patuh terhadap formularium rumah sakit bahkan

ada dokter yang tidak tahu kalau formularium rumah sakit itu sudah ada dan ini

dinilai masih kurangnya sosialisasi formularium rumah sakit terhadap dokter-

dokter yang ada di rumah sakit sehingga dibutuhkannya sosialisasi rutin terhadap

dokter mengenai formularium yang ada di rumah sakit karena menurut Kemenkes

RI (2013) itu adalah sebagai acuan untuk penetapan penggunaan obat. Peresepan

obat yang berbeda-beda tiap dokter atau obat yang diresep adalah obat yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

jarang dipakai sebelumnya yang mengakibatkan pola pemakaian obat di rumah

sakit ini acak dan tidak menetap sehingga terdapat kesusahan atau mempengaruhi

dalam perencanaan obat. Dokter yang ada di rumah sakit ini banyak dan tidak

menetap karena rumah sakit ini adalah rumah sakit dari Universitas Sumatera

Utara, maka banyak ditemukan dokter yang masih pendidikan. Hal yang

dilakukan pihak farmasi jika obatnya kosong atau tidak tersedia adalah dengan

mengkonfirmasi dokter mengenai resep tersebut untuk subtitusi dengan golongan

dan jenis yang sama, selain itu konfirmasi untuk pola penggunaan obat yang

sebelumnya dipakai agar bisa digunakan untuk penyakit-penyakit tertentu yang

obatnya sama.

Selain itu adalah pada awal tahun terdapat kesusahan untuk login e-

katalogue karena adanya pengaturan regulasi mengenai SK (Surat Keputusan) di

biro rektor mengenai pejabat ULP (Unit Layanan Pengadaan) dan PPK (Pejabat

Pembuat Komitmen) yang baru padahal mereka adalah tim pengadaan obat rumah

sakit yang dilimpahkan wewenang oleh rektor sehingga akibatnya ada terjadi

kelebihan obat di rumah sakit yang gunanya untuk stok pengaman di awal tahun,

untuk membantu tugas pengadaan pihak perbekalan rumah sakit dilibatkan agar

memudahkan dalam pemesanan obat yaitu dengan memberikan login dan

password kepada bagian perbekalan farmasi rumah sakit, yang seharusnya

idealnya itu hanya digunakan oleh ULP dan PPK tetapi jika dalam pemesanan

barang oleh bagian perbekalan untuk pengadaan semuanya itu harus diketahui dan

dengan persetujuan tim ULP dan PPK di biro rektor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

Kekosongan stok (stock out) merupakan jumlah akhir obat sama dengan

nol. Stok obat di gudang mengalami kekosongan dalam persediaannya sehingga

bila ada permintaan tidak bisa terpenuhi. Apabila jumlah permintaan atau

kebutuhan lebih besar dari tingkat persediaan yang ada, maka akan terjadi

kekurangan persediaan atau disebut stock out. Kekosongan stok menjadi salah

satu kendala yang dapat menurunkan kepuasan pasien terhadap pelayanan

kefarmasian di rumah sakit. (Febrianti,2013)

Berdasarkan hasil observasi, kekosongan obat yang terjadi di rumah sakit

mengakibatkan perawatan pasien tertunda. Selain itu pasien juga mengeluh karena

harus membeli obat ke apotik luar. Hal ini sejalan dengan penelitian Maimun

(2008), yang menyatakan bahwa dimana adanya stock out akan berakibat

terganggunya pelayanan sedangkan adanya over stock akan membengkakkan

biaya persediaan. Cara yang dilakukan untuk mengatasi kekosongan obat yang

terjadi di RS USU, adalah pihak farmasi memberi tahu dokter agar tidak

meresepkan obat yang tidak ada stoknya di gudang farmasi rumah sakit. Akan

tetapi jika obat tersebut sudah diresepkan oleh dokter, maka solusi yang dilakukan

adalah untuk pasien umum akan membeli sendiri obat yang diresepkan tersebut ke

apotik luar. Tetapi untuk pasien BPJS, maka bagian farmasi akan melakukan

koordinasi kembali dengan dokter yang meresepkan obat tersebut, agar jika

memungkinkan untuk mengganti atau subtitusi obat tersebut dengan alternatif

obat lain yang jenis dan fungsinya sama.

Selain itu, adanya obat yang kadaluarsa juga menunjukkan bahwa

perencanaan obat di rumah sakit tidak berjalan baik. Menurut Pudjaningsih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

(dalam Palupiningtyas, 2014), semakin banyak obat yang mengalami kadaluarsa

di rumah sakit, maka akan semakin besar pula kerugian yang dialami oleh suatu

rumah sakit dan dapat mengurangi pendapatan rumah sakit.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh di instalasi farmasi RS USU,

diketahui bahwa terdapat beberapa jenis obat yang mengalami kadaluarsa. Jumlah

ini tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, bahwa idealnya persentase nilai

obat rusak dan kadaluarsa di gudang haruslah berjumlah 0% atau tidak ada sama

sekali. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, diketahui bahwa obat yang

kadaluarsa dikarenakan obat yang slow moving, pola penyakit berubah sehingga

obat menumpuk dan obat yang expired date nya kurang dari 2 tahun. Tetapi

belum ada dilakukan pemusnahan terhadap obat yang mengalami kadaluarsa di

rumah sakit. Hal ini dikarenakan RS USU sebagai rumah sakit milik pemerintah,

harus ada peraturan daerah mengenai pemusnahan obat yang kadaluarsa. Akan

tetapi peraturan tersebut belum ada, sehingga pemusnahan obat tidak dapat

dilakukan. Maka obat yang kadaluarsa di retur kepada distributor dan yang tidak

bisa di retur diletakkan di gudang farmasi Rumah Sakit USU.

Adapun kelebihan obat yang terjadi di rumah sakit itu pada akhir tahun, itu

adalah satu cara mereka untuk meyediakan obat di awal tahun dengan kata lain

stok pengaman di awal tahun, karena pada awal tahun biasanya ada kendala

mengenai login e-katalogue. Hal tersebut dikarenakan pada awal tahun adanya

perpindahan SK (surat keputusan) oleh tim pengadaan yang ada di biro rektor,

padahal yang mempunyai login dan kata sandi tersebut adalah tim pengadaan. Jadi

pada awal tahun itu biasanya tidak ada transaksi obat, yang seharusnya pengadaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

itu sudah dimulai sejak awal tahun. Perencanaan obat menjadi tidak optimal

dikarenakan hal tersebut, untuk menyiasati hal itu tim perencana membuat

perencanaan untuk 14 bulan karena di bulan satu dan dua untuk stok pengaman.

Oleh karena itu dengan adanya berbagai faktor yang mendukung terhadap

perencanaan obat di instalasi farmasi RS USU seperti sumber daya manusia, data,

metode dan prosedur diharapkan mampu mencapai ketersediaan obat sesuai

dengan jumlah dan jenis yang dibutuhkan serta tepat waktu sehingga tidak akan

terjadi kekosongan ataupun kelebihan stok obat dalam perencanaan kebutuhan

obat sehingga bisa meningkatkan pelayanan dan status kesehatan di RS USU.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam perencanaan obat di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara (RS USU), maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Perencanaan obat dilakukan oleh tenaga perencanaan obat rumah sakit

dengan adanya Surat Keputusan penunjukan secara tertulis. Perencanaan obat

di Rumah Sakit USU belum sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Hal ini

terjadi karena tenaga perencanaan obat belum memahami cara merencanakan

kebutuhan obat yang tepat, tenaga perencanaan obat belum pernah mengikuti

pelatihan manajemen logistik farmasi khususnya perencanaan obat. Sehingga

perlu dilakukan pelatihan terkait perencanaan obat.

2. Perencanaan obat di Rumah Sakit USU belum memiliki prosedur tertulis

mengenai perencanaan obat di rumah sakit, perencanaan obat dilakukan oleh

tim perencana dengan melanjutkan proses tahapan perencanaan yang telah

dilakukan sebelumnya, tanpa adanya prosedur tertulis maka perencanaan obat

belum terlaksana dengan optimal. Metode yang digunakan dalam menyusun

rencana kebutuhan obat tidak menggambarkan penerapan metode konsumsi

yang sebenarnya tetapi hanya dengan melihat dan menyesuaikan pola

pemakaian/penggunaan obat pada periode sebelumnya.

3. Data yang digunakan untuk membuat rencana kebutuhan obat masih belum

lengkap dan dan akurat karena tidak melibatkan beberapa data seperti data

84
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
85

leadtime, kekurangan/kekosongan obat dan data obat yang hilang/kadaluarsa.

Hal ini mengakibatkan perencanaan obat yang dilakukan tidak optimal,

sehingga terjadi kekosongan obat dan sebagian lagi jumlahnya berlebih.

4. Pemilihan obat yang digunakan rumah sakit berdasarkan dengan formularium

rumah sakit dan nasional, e-katalogue, dan juga form permintaan dokter,

tetapi masih ditemukannya peresepan obat oleh dokter di luar formularium.

5. Perhitungan jumlah kebutuhan obat pada metode konsumsi belum sesuai

pedoman pengelolaan perbekalan obat di rumah sakit menurut Kemenkes RI

tahun 2010, untuk perhitungan pemakaian nyata per tahun, pemakaian rata-

rata per bulan, kekurangan obat, kebutuhan obat tahun yang akan datang,

kebutuhan obat sesungguhnya per tahun, waktu tunggu, stok pengaman,

kebutuhan obat yang akan diprogramkan tahun yang akan datang dan obat

yang perlu diadakan pada tahun anggaran akan datang. Perhitungan obat yang

dilakukan oleh tenaga perencanaan rumah sakit hanya dengan merata-ratakan

pemakaian obat perbulan dengan melihat jumlah obat maksimum saja

sehingga perencanaan obat di rumah sakit belum terlaksana secara optimal

5.2 Saran

Adapun beberapa saran yang dapat diberikan untuk pelaksanaan

perencanaan kebutuhan obat yang tepat di Rumah Sakit Universitas Sumatera

Utara adalah:

1. Diharapkan kepada pihak rumah sakit agar :

a. melakukan penambahan tenaga perencana yang berkompeten dan memberikan

pelatihan mengenai perencanaan obat kepada tenaga perencana obat agar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

kemampuan tenaga perencana obat mengalami peningkatan dan agar perencanaan

obat dapat terlaksana lebih optimal.

b. membuat prosedur perencanaan obat secara tertulis agar memudahkan dalam

melakukan perencanaan obat.

c. melakukan sosialisasi kepada dokter mengenai penggunaan formularium rumah

sakit sebagai acuan pemilihan jenis obat di rumah sakit.

d. meminta kepada pihak biro rektor untuk menyerahkan wewenang sepenuhnya

mengenai pengadaan obat kepada rumah sakit agar proses perencanaan obat

terlaksana lebih optimal khususnya dalam hal (leadtime) waktu tunggu obat.

2. Diharapkan kepada pihak instalasi farmasi agar :

a. melakukan perhitungan jumlah kebutuhan obat yang tepat sesuai dengan cara

perhitungan yang ditetapkan dalam pedoman pengelolaan obat di rumah sakit agar

didapatkan rencana kebutuhan obat yang tepat sesuai dengan jumlah yang

dibutuhkan.

b. melakukan pencatatan dan pelaporan yang lebih teliti mengenai data yang

dibutuhkan dalam perencanaan kebutuhan obat, seperti data obat yang kosong dan

data obat yang hilang/kadaluarsa dan data lainnya sehingga perencanaan yang

dilakukan lebih baik dan tepat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. 2007. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta:
Universitas Indonesia

Anief, M. 2003. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Assanthi, F. 2016. Evaluasi Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah


Sakit Universitas Gadjah Mada Tahun 2014. Skripsi. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.

Azwar A. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta:


Binarupa Aksara

Depkes RI, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1990. Pedoman
perencanaan dan pengelolaan obat. Jakarta

__________, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan No.


1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit. Jakarta.

__________, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 2007.


Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di
Daerah Kepulauan. Jakarta
Febriawati, H. 2013. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta :
Gosyen Publishing
Hasibuan, M, S.P. 2009. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta:
PT. Bumu Aksara.
Instalasi Farmasi RS USU. Daftar 10 Obat Terbanyak Pada Tahun 2017.
Medan
Kemenkes RI, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2010.
Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota. Jakarta

___________________________________________________________. 2010.
Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta

___________________________________________________________. 2013.
Formularium Kendalikan Mutu dan Biaya Pengobatan. Sumber :
http://binfar.kemkes.go.id/2013/06/formularium-nasional-kendalikan-
mutu-dan-biaya-pengobatan/

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

___________. 2017. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor HK.01.07/MENKES/659/2017 Tentang Formularium Nasional.
Jakarta

Malinggas. 2015. Gambaran Manajemen Logistik Obat di Instalasi Farmasi


Rumah Sakit Umum Daerah DR Sam Ratulangi Tondano. Vol. 5, No.
2b April 2015. Jurnal
Nurlinda, dkk. 2017. Studi Tentang Manajemen Pengelolaan Obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep. FKM
UNHAS
Pane, N. D. A. 2017. Analisis Perencanaan Obat Di Rsud Sultan Sulaiman
Kabupaten Serdang Bedagai. Skripsi. Medan : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Permenkes. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan
Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta
________2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta

________2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72


Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Jakarta
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara. 2016. Profil Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara. Medan

Scheyer, W. L dan Friedman, B. B. 2011. Material and Resource Management.


In L. F. Wolper (Ed). Health Care Administration: Managing
Organinizing Systems (%th. Ed). Sudbury: Jones and Barlett Publishers,
LLC.

Siregar, C.J.P. dan Amalia L. 2004. Farmasi Rumah Sakit, Teori dan
Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta

World Health Organization. 2004. Management of Drugs at Health Centre


Level. Afrika : WHO
_______________________. 2011. The World Medicines Situation 2011.
Geneva : WHO
_____________., Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1. Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

ANALISIS PERENCANAAN OBAT DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA TAHUN 2018

A. Identitas Informan

1. Nama :

2. Umur : tahun

3. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

4. Pendidikan Terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

B. Daftar Pertanyaan

 Pertanyaan kepada Direktur

1. Apakah ada dibentuk tim perencanaan obat untuk melakukan perencanaan obat

di RS USU?

2. Siapakah yang melakukan perencanaan obat di RS USU?

3. Apakah ada Surat Keputusan (SK) terhadap tim perencanan obat?

4. Apakah ada pelatihan yang diberikan kepada orang-orang yang ditunjuk dalam

SK tersebut terkait perencanaan kebutuhan obat ?

 Pertanyaan kepada Kepala dan Koordinator Instalasi Farmasi

1. Apakah tugas dan tanggung jawab Bapak dalam melakukan perencanaan obat

di RS USU?

2. Apakah ada prosedur tertulis mengenai perencanaan obat di rumah sakit?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Apakah perencanaan obat dilakukan untuk waktu satu tahun yang akan datang?

4. Metode apa yang digunakan dalam melakukan perencanaan obat?

5. Data apa saja yang dibutuhkan dalam melakukan perencanaan obat ?

6. Bagaimana pemilihan jenis obat dalam perencanaan kebutuhan obat di instalasi

farmasi? Apakah sudah sesuai dengan formularium rumah sakit?

7. Bagaimana penentuan jumlah (perhitungan) perkiraan kebutuhan obat di

instalasi farmasi? Adakah dilakukan 9 tahap seperti pada metode konsumsi?

Bagaimana perhitungannya?

8. Apakah ada kendala dalam melakukan perencanaan obat?

9. Apakah ada terjadi kekosongan obat di rumah sakit? Bagaimana cara

mengatasinya?

10. Apakah ada obat yang kadaluarsa? Apa yang dilakukan terhadap obat

kadaluarsa tersebut?

11. Menurut Bapak apakah jumlah SDM di instalasi farmasi RS USU sudah

tercukupi?

 Pertanyaan kepada Penanggung Jawab Perbekalan dan Staf

Perbekalan Farmasi

1. Menurut Bapak/Ibu, dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan

perencanaan obat?

2. Bagaimana proses pemilihan atau seleksi obat yang dilakukan ?

3. Apakah Bapak/Ibu melakukan evaluasi pada penggunaan obat sebelumnya ?

a. Jika Ya, bagaimana caranya ?

b. Jika Tidak, mengapa tidak dilakukan ?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Menurut Bapak/Ibu bagaimana sumber daya manusia yang terlibat dalam

perencanaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, termasuk jumlah,

kemampuan dan pengembangan pengetahuan melalui pelatihan ?

5. Metode apa yang digunakan dalam proses perencanaan obat ?

6. Mengapa menggunakan metode tersebut ?

7. Apakah dilakukukan tim perencanaan obat ?

8. Apakah data jenis obat dan harganya disiapkan sebelum dipesan ?

9. Dalam tahap pemilihan jenis obat didasarkan atas apa saja ?

10. Jika perhitungan kebutuhan obat didasarkan atas metode konsumsi, data apa

saja yang dikumpulkan ?

11. Jika perhitungan kebutuhan obat didasarkan atas metode morbiditas, data apa

saja yang dikumpulkan ?

12. Jika jumlah dana yang dialokasikan terlalu sedikit, bagaimana pihak instalasi

farmasi untuk memenuhi kebutuhan obat yang harus tersedia?

13. Apa usaha yang dilakukan untuk mengatasi obat-obat yang kosong?

 Pertanyaan kepada Penanggung Jawab Pelayanan dan Staf Instalasi

Farmasi

1. Apakah tugas dan tanggung jawab Bapak dalam melakukan perencanaan obat

di RS USU?

2. Apakah Bapak/Ibu melakukan evaluasi pada penggunaan obat sebelumnya ?

a. Jika Ya, bagaimana caranya ?

b. Jika Tidak, mengapa tidak dilakukan ?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Apakah Bapak/Ibu selalu rutin memerhatikan kartu stok sehingga mengetahui

sisa stok yang ada ?

4. Apakah ada kendala dalam melakukan perencanaan obat?

5. Apakah ada terjadi kekosongan obat di rumah sakit? Bagaimana cara

mengatasinya?

6. Apakah ada obat yang kadaluarsa? Apa yang dilakukan terhadap obat

kadaluarsa tersebut?

7. Menurut Bapak apakah jumlah SDM di instalasi farmasi RS USU sudah

tercukupi?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2. Tabel Matriks Hasil Wawancara

HASIL WAWANCARA MENDALAM


Tabel 1. Matriks Pernyataan informan tentang SDM perencanaan obat
Informan 1 Tupoksi saya terkait perencanaan kebutuhan obat
yaitu mengkoordinir dan sebagai pejabat teknis yang
bertanggung jawab di bagian farmasi.
Itu saya serahkan ke orang farmasi, di struktur
organisasi instalasi farmasi nanti ada disebutkan
tugasnya masing-masing, yang bagian itu adalah ada
orang perbekalan.
Ya, pastilah ada tim perencana obat. Itu orang dari
instalasi farmasi.
Ya pastinya mereka bekerja karena sudah di beri SK
(Surat Keputusan).
Ya untuk sumber daya manusia seperti kata orang
farmasi yah masih kurang. Untuk berapa kurangnya
kamu tanyakan langsung ke orang farmasinya.
Informan 2 Tupoksi saya terkait perencanaan obat bersama
menyusun dengan melakukan rapat dengan tim
pelayanan, koordinator dan orang perencanaan
untuk obat yang akan direncanakan.
Ya ada jelas tertulis di SOP instalasi farmasi yang
melakukan itu adalah bagian perbekalan farmasi.
Ya kalau secara kuantitas kurang, karena belum
sesuai dengan permenkesnya tentang klasifikasi
rumah sakit belum memenuhi, berdasarkan beban
kerja belum memenuhi juga (jumlah pasien, unit
yang dilayani, dan dihitung berdasarkan jam
kerjanya).
Informan 3 Tugas untuk merencanakan obat di rumah sakit ini
adalah orang perbekalan. Jadi orang perbekalan
merangkap menjadi tim perencana dan gudang. Nah
maka dari itu masih kurang sumber daya manusia
karena seharusnya pokja gudang dan perencanaan
dipisah dan sementara ini pekarya untuk gudang kita
belum ada
Informan 4 Ya, saya adalah penanggung jawab untuk itu di
rumah sakit ini disebut tim perbekalan. Ya dirumah
sakit ini digabung tugas nya sebagai tim perencana
dan juga tim gudang, ya menurut saya kita masih
kurang orang, selain itu kita juga masih sering
diminta untuk bantuin untuk hal pengadaan di biro.
Saya bekerja atas surat keputusan yang telah
diberikan. Di struktur organisasi (instalasi farmasi)
juga sudah ada jelas pembagian kerja, intinya gini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kami punya kayak uraian jobdesc gitu jadi udah jelas
disitu tapi saya lupa itu tanda tangan siapa, tapi itu
udah resmi dan struktur organisasi udah ada.
Informan 5 Dalam perencanaan obat saya bantu menyampaikan
apa yang paling banyak digunakan di instalasi, trus
merencanakan misalnya ini kayaknya dokternya baru
pake ini selama ini kita ga pake yang ini kan
sedianya pas-pasan tolong ini dibanyakin, atau ini ga
usah lagi.
Informan 6 Saya biasanya ikut bantu dalam perancanaan obat
karna saya termasuk di tim perbekaan. Ya dek saya
biasanya bantu dalam hal pemesanan di e-katalogue
saya orang lapangannya. Ya melalui akun ULP dan
PPK setiap pemesanan itu harus disetujui dulu dari
mereka untuk dilakukan pengadaan, jadi disini saya
seperti orang lapangannyalah. Ya untuk sumber daya
menurut sya masih sangat kurang karena kami hanya
tiga orang saja di bagian perbekalan padahal itu
tugasnya sebagai perencanaan dan penyimpanan
(gudang)

Tabel 2. Matriks Pernyataan informan tentang Pelatihan SDM perencanaan


obat
Informan 1 Kalau pelatihan dilakukan di bagian diklat kepada
orang-orang farmasi, tapi kalau untuk perencanaan
obat belum ada
Informan 2 Belum pernah kalau pelatihan terkait perencanaan
obat
Informan 3 Untuk pelatihan mengenai perencanaan belum ada
dek ya karna setahu ssaya elom ada pelatihan
mengenai perencaan obat dan di rumah sakit ini juga
belom ada pelatihan itu
Informan 4 Pelatihan dari rumah sakit belum. Saya sedikit
banyak mengetahui tentang perencanaan obat karena
dulu pernah magang di rumah sakit adam malik

Tabel 3. Matriks Pernyataan informan tentang Prosedur perencanaan obat


Informan 2 Untuk prosedur tertulis terkait perencanaan obat
tidak ada.
Perencanaan obat dilakukan oleh tim perbekalan
dengan melakukan usulan rencana kebutuhan obat.
Rencana kebutuhan obat tersebut diajukan kepada
kepala instalasi farmasi kemudian diberikan kepada
direktur utama yang selanjutnya direktur utama
memberikan rencana kebutuhan obat tersebut kepada
Rektor dengan tembusan ke pejabat pengadaan di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


biro untuk dilakukan proses pengadaan.
Ya kalau itu sudah pasti dek dilakukan perencanaan
obat untuk satu tahun yang akan datang, itu biasa
disebut dengan RKO yaitu rencana kebutuhan obat
untuk tahun yang akan datang
Informan 3 Untuk prosedur tertulis terkait perencanaan obat itu
belum ada, dan sebaiknya itu dibuat untuk
mempermudah proses perencanaan obat di rumah
sakit
Informan 4 Prosedur tertulis perencanaan obat tidak ada.
Biasanya kita lihat standar pelayanan instalasi
farmasi, yang pertama dilihat anggaran lalu di lihat
butuh berapa obat untuk berapa bulan, baru tahu
kira-kira berapa yang akan kita pesan. Kita biasa
melihat pola pemakaian obat dan pengembangan.
Misalnya farmasi belom melayani bank darah
sekarang sudah jadi otomatis menambah penggunaan
transfusi set jadi dilihat juga dari pola pemakaian,
pengembangan dan juga perkiraan pertambahan
pasien. Setiap bulan peningkatan pasien signifikan
bisa lebih kurang 20% maka obat juga seharusnya
ditambahi 20% tapi itu biasanya kurang karena RS
nya masih bertumbuh ditambah lagi pasien BPJS
sudah ke RS USU
Tahapan alur perencanaan RKO idealnya ada 4 kali
dalan setahun, pengadaan besar. Kalo misalnya ada
aja pola yang berubah jadi ada aja permintaan obat
susulan ya kalau disini kita buatnya 1 bulan 2
periode. Di perencanaan kita buat (ka intan) 2 kali
sebulan. Kita masukin ke dir utama lalu ke ulp ppk
dan dir yang membawahi kita. Dir akan menyurati
rektor. Jadi ada 2 surat dari instalasi farmasi dan
rektor ke ulp/ppk di biro rektor.
Informan 6 Prosedur tertulis untuk merencanakan obat di rumah
sakit ini tidak ada, yah biasanya kita merencanakan
obat sebelumnya telah menerima form permintaan
dari setiap departemen atau user lalu tahu obat-obat
yang akan di pesan itu dari daftar-daftar obat yang
dipakai di rumah sakit ini melalui pemakaian obatnya
misal dari resep harian dan dari buku catatan
pemakaian obat perharinya. Kita menyusun untuk
merencanakan obat itu ketika pada pertengahan tahun
ada dari kemenkes mengenai RKO

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4 Matriks Pernyataan informan tentang Alur dalam Perencanaan
Obat

Informan 3 Alur dalam perencanaan obat yaitu Pelaksanaan


perencanaan obat dilakukan oleh tim perencanaan
dengan melakukan usulan rencana kebutuhan obat
sesuai anggaran yang diberikan oleh biro rektor.
Rencana kebutuhan obat tersebut diajukan kepada
kepala instalasi farmasi kemudian diberikan kepada
direktur utama yang selanjutnya direktur utama
memberikan rencana kebutuhan obat tersebut kepada
Rektor dengan tembusan ke pejabat pengadaan di biro
untuk dilakukan proses pengadaan.
Informan 4 Kita membuat perencanaan kita sesuaikan sesuai
anggaran permintaan kita, kita tunggu anggaran keluar
dulu baru kita susun perencanaan. Nanti keluar dulu
brapa anggaran untuk obat rumah sakit misal periode
sampe maret atau 2017 dibagi triwulan kan ada dia itu
namanya RKP nah yaudah keluar itu dulu lalu
sesuaikan dengan itu. Pengadaan obat nya di biro
rektor sesungguhnya biro rektor yang ngerjain karena
kan akun itu kan (ULP) unit layanan pengadaan lalu
obat nya dianter ke rumah sakit, panitia penerimanya
di rumah sakit. Jadi kita yang minta kita biasanya tahu
apa yang yang harusnya datang, salah satu tim
penerimanya ka intan, ka rima apoteker kita semua.
Untuk ketentuan obatnya Pada dasarnya kita sepakat
(kita) farmasi dengan ULP ataupun PPK, biro rektor
itu masalahnya aspek itu sepakat bahwa diutamakan
barang ekatalogue dulu baru kalo memang gada di
ekatalogue maka dia pake banding harga minimal 3
distributor. pokoknya kita tinggal ngikutin dengan apa
yang mereka kasih dari anggarannya trus kita
berkoordinasi ttg obat-obatnya nanti mereka yang
bantuin pengadaan barang kita tinggal terima disini.
Walaupun misalnya secara teknis ULP tetap yang
mengadakan itu ULP tapi misalnya obat dan BMHP
dia kan gatau nah kita bantu teknisnya iniloh obatnya
yang dimaksud tengo obatnya, berdasarkan
permintaan kita oke yaudah. Pokoknya berarti mereka
handle pengadaan biaya sama barang, kita penerimaan
sama perencanaannya aja. Jadi pada dasarnya
sebenarnya kita farmasi disini membuat perencanaan,
karena mereka memang tidak ada basic misalnya
tentang itunya, secara teknis kita membantu ibaratnya
gitu, makanya dia gatau gimana pastiya obat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 5. Matriks Pernyataan informan tentang struktur hubungan Tim
Pengadaan (ULP & PPK di Biro Rektor) dan Tim Perencana Obat

Informan 3 Untuk hubungan biro rektor dan tim perencana rumah


sakit di uraian tugas Tim Perbekalan (tim perencana)
ada membantu proses pengadaan sediaan farmasi dan
BMHP berkoordinasi dengan Unit Layanan Pengadaan
(ULP)
Informan 4 Kalo struktur organisasinya gak ada yang ada adalah
direktur utama itu, biro rektor itu kan (misal rektor kan
atasan ppk) tidak ada sistem jajaran langsung tapi dari
direktur utama. Kita menyurati mereka kan direktur
utama, jadi tim ULP dan tim perencana nya itu hanya
berkoordinasi untuk kerjanya kalo secara struktur ga
ada sih. Nah kalo kita itu ngasihnya (dokumen
perencanaan obat) ke PPK, ppk ini yang diberi kuasa
pejabat pengadaan komitmen. KPA itu adalah Kuasa
Pengguna anggaran , KPA kita disini rektor.
Pemerintah itu memberikan biaya kepada KPA. Lalu
KPA itu menunjuk pejabat pembuat komitmen satu
atau lebuh dari satu orang, PPK ini dari uang yang ada,
dialah yang buat komitmen2 kepada distributor missal
ke PT ke vendor yang unutk mengadakan barang dan
jasa supaya diadakan sesuai perpres 70 tahun 2012 itu.
Nah termasuk obat. Dan kita (USU) ini namanya PT
BHMN yaitu Perguruan tinggi berbadan hukum, badan
hukum milik negara nah karena begitu status nya jadi
tunduknya ke biro rektor sama seperti fakultas.
Fakultas kalau mau minta apa aja kesana, bukan kita
sendiri yang mengadakan. Nah PPK hubungannya
dengan ULP . PPK itu akan bekerja sama dengan ULP.
Jadi nanti yang memilih adalah biasanya ULP, ULP ini
mencari-cari harga misalnya harga fotokopian dia akan
nyari dari bbrp tempat. Jadi alur pengadaan nya kan
begitu, dia harus tau dasar harga misalnya harga
penetapan setiap barang. Jadi dia punya dasar karena
sebelumnya dia sudah survey dulu. Jadi mereka lah
yang tau bagaimana menentukan harga, ULP dan PPk
inilah karena mereka sudah bersertifikat yang
diresmikan dari pusat. Jadi kalau orang mau jadi ULP
dan PPK dia harus disertifikat dia harus pandai
pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan
pemerintah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 6. Matriks Pernyataan informan tentang Metode perencanaan obat

Informan 2 Metode yang digunakan dalam perencanaan obat


yaitu berdasarkan kebutuhan obat yang tahun lalu,
dengan melihat pengembangan yang ada di rumah
sakit, dengan perhitungan metode konsumsi, tapi ada
juga pake epidemiologi yaa, dilihat dari sepuluh
penyakit terbesar.
Informan 4 Konsumsi dengan melihat pola penyakit dan pola
pemakaian obat tahun lalu ditambah 20% untuk
buffer stock dilihat juga jenis 10 penyakit terbesar
dan pengembangan

Tabel 7. Matriks Pernyataan informan tentang Data perencanaan obat

Informan 2 Datanya dilihat dari formularium nasional,


formularium rumah sakit, dan data pemakaian obat,
data stok, pengeluaran dan pemasukan obat yang
terdapat di sistem
Informan 4 Datanya dilihat dari data sisa stok, formularium
nasional, formularium rumah sakit, dan data
pemakaian obat, pengeluaran dan pemasukan obat
yang bisa dilihat di sistem komputer. Saya
pemakaian dalam 1 obat saya lihat pola-pola perhari,
kemudian saya liat pola perbulan tapi pola tiap
perbulan itu kan berbeda , saya lihat signifikan apa
tidak. ( berbeda karena pasien nya itu berubah-ubah)

Tabel 8. Matriks Pernyataan informan tentang resep Obat yang ditulis di


luar Formularium Nasional atau Rumah Sakit

Informan 2 Ya formularium RS sudah ada. Untuk resep obat diluar


formulariun ada peraturannya di rumah sakit ini harus
mengisi form permohonan untuk diperlukannya obat
tersebut
Informan 3 Kalo misal di luar formularium sistemnya buka keran
lalu mengikuti mekanisme yaitu mengisi formulir lalu
di tanda tangan ke departemen lalu ditunjukkan kepada
direktur (disposisi) lalu turun ke farmasi selanjutnya
orang farmasi membeli obat tersebut untuk yang BPJS
dan dibeli oleh pasien atau keluarga untuk pasien yang
umum
Informan 4 Untuk formularium rumah sakit kita sudah ada.
beberapa yah sesekali lah tapi karena pasien umum,
peresepan obat di luar formularium nasional di rumah
sakit ini diperbolehkan dengan syarat harus mengikuti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mekanisme yang sudah di tentukan oleh rumah sakit.
Informan 5 Yah disini ada dua formularium yaitu formularium
rumah sakit dan nasional, ya masih ada juga dokter
yang meresep diluar formularium itu ataupun bahkan
ada beberapa dokter yang tidak tahu kalau
formularium itu ada

Tabel 9. Matriks Pernyataan informan tentang Standar Terapi rumah sakit


Informan 4 Standar Terapi rumah sakit ya pasti ada dek, kita juga
merencanakan obat mengacu dari itu. Misalnya kita
mengenal 5 obat 5 penyakit yang termasuk dalam
standar terapi jadi yang diutamakan misal kayak
DBD,TIFUS itu mereka punya standar terapi nya
ketika dia masuk dia dapat obat apa itu obatnya itu
yang kita anggap memang itulah masuk dalam
perencanaan. Di dalam standar terapi itulah, distulah
kumpulan antara dokter farmasi, jadi dokter bilang
dengan keadaaan misalnya eee demam sekian maka
beri paracetamol itu sekian nah seperti itu. Jadi kita
ngikutin standar terapi disini. Kalo memang standar
terapi yang penyakitnya ga dianggap disini kenapa
harus kita bikin untuk obat yang belum pernah ada.

Tabel 10. Matriks Pernyataan informan tentang Pemilihan Jenis Obat


Informan 2 Pemilihan jenis obatnya berdasarkan yah kita usahakan
harus sesuai dulu sama e-katalogue. Diutamakan obat-
obat yang ada di e-katalogue itulah, generik ya dengan
melihat juga formularium rumah sakit dan nasional,
lalu melihat data pemakaian obat sebelumnya
Informan 3 Menurut saya, kita pilih dulu obat yang paling sering
digunakan. Kalau untuk pemilihan jenis dari e-
katalogue dari data obat menurut pola
pemamakaiannya
Informan 4 Ya pemilihan jenis obat nya berdasarkan e-katalogue,
formularium nasional dan rekapitulasi pemakaian obat
perbulannya

Tabel 11. Matriks Pernyataan informan tentang Perhitungan Obat


Informan 3 Menghitung Pemakaian Nyata Pertahun: Kita
biasanya bikin rencana kebutuhan obat pertahunnya.
Dan orang yang ditunjuk untuk menghitung itu juga
tidak ada
Informan 4 Biasanya saya tidak ada dihitung pemakaian nyata per
tahun, dan orang yang ditunjuk untuk menghitung itu
juga tidak ada saya biasa menghitung rata-rata
perbulan. Karena di rumah sakit ini jika melihat rata-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


rata pertahunnya itu tidak sesuai atau tidak punya
pengaruh besar akan kebutuhan selanjutnya jadi saya
lebih melihat ke pola pemakaian obat di bulan
terakhirnya.
Informan 3 Menghitung Pemakaian Rata-rata perbulan: Ya
menghitung rata-rata perbulan sudah pasti dilakukan
dek kadang dilihat juga pemakaian perharinya
Informan 4 Ya pastilah dek, karna saya kan ambil datanya
perbulan, semua itu kan mewakili data ril pertahun
yang dibutuhkan dengan melihat sisa stok ada
walaupun ada imbasnya ada yang gabisa diberikan
menghitung Kekurangan Obat: Untuk obat yang
hilang/kadaluarsa biasa kita tidak menghitung karena
obat nya biasanya dikembalikan ke distributor
Menghitung Kebutuhan obat Sesungguhnya
pertahun: Ya kita lihat data pemakaian tahun lalu,
untuk acuan perencanaan obat tahun berikutnya tapi itu
biasanya tidak berpengaruh kita lebih melihat data
bulan terakhirnya kareana mengingat rumah sakit ini
masih berkembang
Menghitung Kebutuhan Obat Tahun yang Akan
Datang: Itu tadi yang saya bilang biasanya kita
melihat patokannya berdasarkan pada pengeluaran kita
setiap bulannya terutama yang dilihat pada bulan yg
terakhir yang diolah menjadi data tahunan dek, maka
dari situ kita evaluasi untuk perencanaan obat untuk
tahun berikutnya.
Menghitung Menghitung Leadtime (Waktu
tunggu): Iya, leadtime adalah waktu kita pesan barang
hingga sampai ke kita, untuk kita menghitung leadtime
banyak faktor lagi yang mempengaruhi. Misal di awal
tahun e-katalogue tidak bisa karena pergantian SK,
padahal e-katalogue harus login melalui birokrasi
(ppk) maka manual jadi leadtimenya berbeda. Karena
kita harus menunggu harga diskon dari distributor agar
harganya sama seperti yang di e-katalogue. Jadi gak
kita pakai data ini dek karena ribet menghitungnya dan
tidak terlalu penting.
Menghitung Buffer stok (stok pengaman): Ya
biasanya ikut diperhitungkan juga yaitu 20%, tapi
biasanya kami bikin stok pengaman bisa sampai 40%
untuk obat yang fast moving untuk jaga-jaga di awal
tahun selanjutnya. Penentuan buffer stock itu melalui
rapat tim farmasi dan pelayanan mengenai
pertambahan kunjungan pasien, setelah itu lalu
ditetapkan oleh kepala instalasi mengenai buffer stock

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


obatnya
Menghitung Kebutuhan Obat yang akan
diprogramkan Untuk Tahun yang Akan Datang:
Ya pasti dek, itu yang dinamakan RKO (rencana
kebutuhan obat) nanti kita buat dengan acuan data obat
pemakaian tahun yang lalu dengan penambahan yang
ada dari tiap departemen jika ada penambahan untuk
obat yang penyakit nya baru
Menghitung Jumlah Obat yang akan dianggarkan:
Ya nanti itu akan diberikan ke direktur melalui
pemaparan untuk obat yang mau dipesan terkait
jumlah dan jenis obatnya, lalu nanti ditawarkan ke
distributor

Tabel 12. Matriks Pernyataan informan tentang Evaluasi Penggunaan Obat


Sebelumnya di Instalasi Farmasi
Informan 2 Ya pastilah dilakukan evaluasi biasanya pada akhir
tahun untuk acuan juga perencanaan berikutnya kira
obat apa yang perlu di tambah, misalnya dengan
adanya pola penyakit baru ataupun untuk rencana
pegembangan
Informan 3 Evaluasi dilakukan biasanya di akhir tahun kepala
instala bersama staf farmasi lainnya
Informan 4 Kita melakukan evaluasi ketika kita mau buat
perencanaan obat tahun berikutnya, dengan melihat
pola obat perbulannya dan penggunaan obat paling
banyak. Supaya kita tahu berapa sisa stok obat yang
ada dan untuk menyesuaikan masuk dan keluarnya
obat
Informan 7 Kalau untuk evaluasi stock opname dilakukan 1 bulan
sekali dek tapi kadang saya mengecek juga untuk
perharinya

Tabel 13. Matriks Pernyataan informan tentang Kendala


Informan 1 Ya kendalanya jika obat nya tidak tersedia pada saat
dibutuhkan dengan kata lain obat nya kosong
Informan 2 Kalau kendalanya jika obat yang dibutuhkan tidak
tersedia atau kosong pada saat dibutuhkan
Informan 3 Kendalanya karena sistem e-katalogue ini sih dek jadi
obat nya itu kadang kosong dari distributornya ataupun
lama di waktu tunggunya karena kita tidak tahu pasti
kapan obat itu bisa ada dan pada awal tahun susah
login, kalo e-katalogue itu loginnya itu punyanya 2,
yang punya itu ULP sama PPK, nah kalo misal di awal
tahun itu masalahnya itu satu indonesia ini kana da SK
pejabat setiap unit itu mungkin saja sama atau tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tapi SK itu berlaku di awal tahun, jadi di awal tahun
itu ada ,adalah SK belum keluar atau kalo udah keluar
itu akan dapat login baru itu kan koneknya ke pusat
kan, ke lkpp pusat sana. Nah kalau di awal tahun pasti
masalahnya login karena misalnya dia belum dapat
password sama username (login) nya dari lkpp nya
sana pasti selalu baru yaudah kalo yang itu masalahnya
kita ga bisa online ga bisa apa. Mau kita perencanaan
gimana pun disini kalaupun molor kekmana sementara
kita udah kasih lapor misalnya sampai januari atau
februari kalau banyak buffer kan perencanaan nya juga
bertanya kan misalnya, masa iya rumah sakit begini
menghabiskan dana misalnya 12 bulan menjadi kita
ambil 14 bulan karena untuk buffer kan gitu. Kalo 14
bulan karena kita mau buffer januari sampai februari
bisa saja dengan keadaan loginnya susah gitu kan
tapikan kalo lebih dari itu gabisa kenyataannya kita
kasih pun waktu januari sampe februari ada hal-hal
disini secara teknisnya yang belum selesai sehingga
loginnya belum ada belum apa, makanya lama. Kalau
di awal tahun itu pasti kelabakan lah. Yaudah
sementara perencanaan nya dia akhir tahun sudah
gilak2an kalo dibilang 20% lagi udah gamasuk akal
lagi karena kita menghandle di januari itu sampai
dengan akhir januari itu gak ada apa-apa karena orang
masih menentukan siapa yang akan jadi ppk siapa yg
akan jadi blabla. Nah itu yang masalah login itu.
Informan 4 Yah kendalanya kekosongan obat stoknya lagi habis
dan kadang mereka tidak langsung mengirim dengan
alasan barangnya kosong dan terkait jobdesc karena
pokja perencanaan dan di gudang digabung sehingga
kurangnya sumber daya untuk itu.
Informan 5 Misal dokter kendalanya sebenanarnya gini, kita punya
2 formularium kan yaitu formularium nasional dan
rumah sakit, semua yang ada di formularium nasional
masuk ke form RS tapi tidak semua yang ada di rumah
sakit ada di dalam form nasional, karena rumah sakit
itu ada di tambahkan kebijakan dari KFT nah itu
masalahnya ada kalanya menurut dokter dengan
keilmuannya ada dia obat tertentu yang seharusnya di
sediakan sedangkan itu tidak masuk dalam fornas dan
ini tidak ada hubungannya dengan BPJS dan umum
kalo masalahnya BPJS klo diluar form nasional
otomatis tidak terklaim oleh rumah sakit tapi yang
namanya pasien umum semua peredaran obat yang ada
di satu rumah sakit itu wajib mematuhi formularium

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang ditetapkan di rumah sakit jadi kalaupun
dokternya minta walaupun di formularium RS tidak
masuk dia akan membuat permintaan kepada KFT dia
minta obat ini dan nanti di rapat KFT itu akan
dipertimbangkan apakah perlu disediakan atau gak itu
dia harus ada data klinis jurnal evidence based nanti
dibicarakan oleh KFT nah disitulah yang menjadi
konflik ketika dokter ngotot harus langsung ada karena
pasiennya butuh segera padahal kita gaboleh pesenkan
tanpa dasar. Itu konflik pertama. Yang ke dua kita
punya dokter, kan dokternya sering ganti-ganti jadi
terlalu banyak. Jadi kita kecapekan untuk sosialisasi,
nanti dokter yang A sudah paham dengan formularium
tiba-tiba ganti akhirnya harus ulang lagi sampaikan
lagi dok ini dengan pasien diagnosa ini obat nya ini
atau pasien ini tidak boleh diberikan obat ini atau
boleh di diberikan tapi cuman tiga hari atau dokternya
minta ehh obatnya sih ada kitanya gabisa kasih atau
dia minta ternyata itu gamasuk di dalam formularium
karena banyak juga dokter justru gak tahu ada
formularium. Jadi sebenarnya ada sosialisasi tapi karna
dokternya ganti-ganti mau mending bulanan mau
harian atau mingguan itu susahnnya. Nah itu yang
merusak jadi rumah sakit kita ini sangat sulit untuk
menentukan pola obat. Dokter A pake pola ini doker
yang lain pake pola itu jadi sulit untuk melihat pola
jadi kacau polanya, sedangkan di swasta kan dokternya
tetap otomatis dia bisa bikin pola hari ini pasti obatnya
ini karena pengetahuannya pun beda-beda ada dokter
tua ada dokter muda

Tabel 14. Matriks Pernyataan informan tentang Obat Kadaluarsa


Informan 3 Ya ada yang kadaluarsa. Obat kadaluarsa itu ada yang
karena obat di RS usu ada yang sudah dipesan sejak
banyakan expired obat itu 2 tahun atau dibawahnya
ditambah lagi itu jenis obat slow moving, pola penyakit
berubah jadinya obatnya numpuk, gak dipake. Untuk
itu obat yang kadaluarsa dipisahkan, ada tempat
khususnya. Mulai dari awal kita rumah sakit dibuka,
sampai dengan saat ini, belum ada pemusnahannya.
Seharusnya itu kan sudah bisa dimusnahkan, cuman
kan memusnahkan itu harus dari pemerintah ada
prosesnya lagi. Jadi sampai saat ini obat kadaluarsa
belum ada pemusnahannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Informan 6 Ada. Obat yang kadaluarsa biasanya dikembalikan ke
distributor, obat yang kadaluarsa ya bisa karena
expired date nya kurang dari dua tahun, sudah gitu
jenisnya slow moving. Obat kadaluarsa itu kita
pisahkan, untuk laporannya ya itu setiap tahun kita
laporkan catatan untuk obat yang kadaluarsa hilang
tapi kemaren itu ada, sampai saat ini obat kadaluarsa
itu belum dimusnahkan, karna untuk pemusnahan obat
kadaluarsa itu harus ada peraturannya.
Informan 7 Untuk yang kadaluarsa itu di rektur, dikembalikan ke
distributor yang kita beli. Misal kita beli dari insefarm
lalu barang mereka tuh expired lalu dikembalikan ke
mereka tapi ada beberapa barang yang gak bisa di
rektur

Tabel 15. Matriks Pernyataan informan tentang Kekosongan obat di instalasi


farmasi
Informan 2 Ya pernah terjadi
Informan 3 Kekosongan obat di rumah sakit ini sering terjadi,
karena pola penyakit yang datang tidak sesuai prediksi.
Misalnya udah direncanain untuk 3 bulan ternyata di
bulan ke 2 penyakit tersebut banyak terus kita pakai
oabat tersebut lalu tiba-tiba habis ditengah jalan selain
itu karena sekarang sudah sistem e-katalogue jadi obat
yang dipesan itu datangnya lama bisa 5 sampai 6 bulan
lagi. Jadi kendalanya itu pola penggunaannya dari
belum pernah menggunakan itu tiba-tiba (dokter)
minta karena penyakit tersebut belom pernah ada.
Pernah ada obat kosong kurang lebih 6 bulan yaitu
obat antitetanus alasan dari mereka karena kosong
nasional.
Informan 6 Pernah, misal karena pengiriman terlambat, dia gabisa
supplay gada barang, dibilangnya barang masih di
jakarta padahal estimasi kita seharusnya tuh biasanya
barangnya disini jadi lead time yang biasa ga dapat
gitu loh, biasanya gitu kita pesan dateng kurang dari 3
hari pasti udh datang mungkin mereka mensupplay ke
rumah sakit lain juga sehingga barangnya sempat
kosong disini, sehingga distributornya minta ke pusat
lagi kira-kira jadwalnya 2 minggu. Nah kira kalau
kayak gitu kita nyiasatinnya ke distributor yang lain
tapi tetap dalam ketentuan lah.
Informan 7 Ya sering karena pasien tiba-tiba kadang meledak
kadang gak, sekarang makin banyak pasien karena rs
ini sudah bisa pasien BPJS, itu kan anggaran kita
sekian eh tiba-tiba abis obat lalu beli keluarlah, ya itu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


udah ada anggara untuk emergency kira-kira perlu
udah ada anggaran

Tabel 16. Matriks Pernyataan informan tentang Kelebihan obat


Informan 6 Misal kelebihan obat, kalo lebih itu memang, misalnya
yah di 2017. Kalo misal nya di 2015 terjadi kelebihan
jelas pasti karena baru buka. Kalo di 2017 terjadi
kelebihan biasanya kita memang sengaja seperti yang
saya bilang tadi menutupi kalo misalnya di januari atau
februari gak ada. Karena masih penyesuaian pejabat
pengadaan di biro rektor, istilah nya begini apa iya
mereka mau mengenal ada tidaknya obat di januari
2018 kan tidak . kalo ada kebihan di 2015 karena
diawal kita buka munhgkin saja terjadi karena kan pola
belum betul gituloh tapi kalau di 2017 atau 2018 itu
kalau ada kelebihan itu mungkin, kemungkinan sangat
itu kita sengaja. Tapi secara anggaran kita ga lebihin
dari yang 2017 itu ga negelebihin dari itu. Kan
belanjanya di 2017 kita ga ngelebihin. Ikuti anggaran
yang dikasih itu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LEMBAR OBSERVASI DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2018

Analisis Perencanaan Obat di Rumah Sakit Univesitas Sumatera Utara

No Variabel Observasi Ya Tidak

1 Surat Keputusan tim perencanaan obat 

2 Struktur organisasi tim perencanan obat 

3 Prosedur tertulis perencanaan obat 

4 Data perencanaan obat

- Alokasi dana 

- Daftar obat-obat yang dibutuhkan 

- Stok Awal 

- Penerimaan 

- Pengeluaran 

- Obat hilang/rusak atau kadaluarsa 

- Kekosongan obat 

- Pemakaian rata-rata tahunan 

- Indeks musiman 

- Waktu tunggu 

- Stok pengaman 

- Perkembangan pola kunjungan 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3. Daftar Obat di Rumah Sakit USU

Tabel 1. Daftar obat yang pernah mengalami kekosongan stok pada tahun
2017

No. Nama Obat


1. Akarboze 100 mg
2. Anti bisa ular
3. Anti rabies
4. Antitetanus
5. Asam folat 1 ml
6. Asam folat 5 ml
7. Aspirin 80 mg
8. Aspirin 100 mg
9. Desoksi Krim
10. Homatro 2%
11. Humalog Mix
12. Hidrocortison Salap Kulit
13. Ibuprofen tab 400 mg
14. Isoniazid 100 mg
16 Isoniazid (INH) 300 mg
17. Mignat Tablet
18. Asetil Salisilat 80 mg
19. Penitoin
21. Penobarbital
22. Pirazinamid
23. Vit C tablet

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2. Daftar obat yang pernah mengalami kelebihan stok pada tahun 2017
No Nama Obat
1 Allopurinol 100mg
2 Berotec
3 Bisoprol Tab
4 Cotrimoxazol
5 Ethambutol
6 Fasorbid
7 Ketamine
8 Riboflavin
9 Vasopressin
10 Ciprofloxacin tab 500 mg
11 Cendo tropin 1%
12 Cendrid 0,6 ml
13 Ethambutol 500mg
14 Efinefirin inj
15 Fargoxin Inj

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 4. Dokumentasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 5. Surat permohonan izin penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 6. Surat izin penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 7. Surat keterangan telah selesai penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai