Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I TINJAUAN TEORI GAGAL JANTUNG

A. DEFINISI Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (Arief, Mansjoer, 2000)

Gagal jantung adalah ketidaksanggupan jantung mempompa darah secukupnya untuk kebutuhan tubuh. (Mangku, Sitepoe, 1996)

Gagal jantung adalah kegagalan jantung memompa darah secukupnya untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi darah. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, 1997).

Gagal jantung dibagi menjadi tiga macam, yaitu pertama Gagal jantung kiri ditandai dengan pernapasan memendek, kesulitan bernapas kecuali kalau berdiri tegak lurus, bersin, batuk, kekurangan oksigen dibadan, kulit pucat atau kebiruan, ritme jantung irreguler, dan tekanan darah meningkat. Yang kedua Gagal jantung kanan ditandai dengan kaki membengkak, hati dan limpa membesar, pembengkakan vena di leher, pembentukan cairan di lambung, perut busung, penurunan berat badan, ritme jantung irreguler, mual, muntah, nafsu makan berkurang, kelelahan, gelisah dan bisa pingsan.

Dan yang ketiga adalah Gagal jantung kongestif adalah gabungan gagal jantung kiri dan kanan yang ditandai dengan kelelahan dan kelamahan, takikardi, sianosis pada kegagalan jantung yang hebat, pucat, kehitam-hitaman, kulit berkeringat, berat badan bertambah, murmur systole abnormal, irama galop diastole (bunyi jantung ketiga selama diastole), oliguria, meningkatnya tekanan pada arteri pulmonal dan kapiler yang menyempit, meningkatnya tekanan atrium kanan (juga disebut tekanan vena sentral, CVP).

B. TANDA DAN GEJALA Curah jantung rendah Distensi vena jugularis Edema Disritmia S3 dan S4 ventrikel kanan Hipersonor pada perkusi Immobilisasi diafragma rendah Peningkatan diameter pada antero posterial

C. ETIOLOGI Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati.

Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).

D. MANIFESTASI KLINIS Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sistem pulmonal antara lain : 1. Lelah 2. Angina 3. Cemas 4. Oliguri. Penurunan aktifitas GI 5. Kulit dingin dan pucat Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antara lain : 1. Dyppnea 2. Batuk 3. Orthopea 4. Reles paru 5. Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru. Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan : 1. Edema perifer 2. Distensi vena leher 3. Hati membesar 4. Peningkatan central venous pressure (CPV)

BAB II PEMBAHASAN

A. PEMILIHAN OBAT GAGAL JANTUNG a. Digitalis Preparat digitalis untuk memperlambat denyut jantung dan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel sehingga meningkatkan darah jantung. Digitalis adalah salah satu obat utama yang digunakan dalam mengobati gagal jantung yang kronis pada gagal ginjal kronis yang akut. Dokter biasanya menentukan dosis digitalis melalui intravena. Dosis yang besar diberikan antara 24 48 jam. Kadar digitalis dalam serum dikaji setiap hari selama pemberian digitalis untuk menentukan bahwa tingkat pengobatan telah tercapai. Pasien kemudian diberikan dosis atau takaran rumatan (biasanya 0,125 mg atau 0,25 mg) ketika kadar terapeutik telah tercapai. 1) Indikasi Semua pasien yang mengalami kardiomegali, penurunan fungsi sistolik, dan kongesti vena pulmonalis harus dimulai dengan digitalis.

2) Preparat obat dan farmakokinetika Dua glikosida jantung yang tersedia adalah digoksin dan digitoksin. Karena absorpsi digoksin digunakan dari saluran cerna tidak lengkap, maka bioavailabilitas tablet digoksin hanya sekitar 70-80%, bila dibandingkan dengan 90-95% untuk digitoksin.

3) Pemberian Metode pemberian digoksin ditentukan berdasarkan situasi klinik. a) Pada pasien yang stabil tidak perlu diberikan dosis pembebanan

dengan digoksin. Lebih baik dimulai suatu dosis pemeliharaan oral (0,125-0,5 mg sehari). b) Dalam keadaan darurat (misalnya dekompensasi jantung akut akibat fibrilasi atrium) regimen pembebanan intravena atau oral dapat digunakan untuk memperoleh efek yang cepat. Perubahan frekuensi denyut jantung dapat terlihat dalam 10-30 menit setelah pemberian dosis tunggal digoksin intravena, dengan efek maksimal terjadi antara 90 menit dan 6 jam. Pada fibrilasi atrium, dosis pembebanan intravena sebesar /kg berat badan tanpa lemak dapat diberikan. Dosis awal keseluruhan harus terbagi atas 2-3 dosis (misalnya 1/2, 1/4, 1/4) dan diberikan setiap 6-8 jam dalam situasi yang tidak begitu mendesak atau setiap 6-8 jam bila diperlukan. Efek dari setiap dosis harus dinilai sebelum memberikan dosis berikutnya. Pemantauan EKG secara terus menerus harus digunakan selama regimen pembebanan digoksin. Dosis perawatan berikutnya bergantung pada fungsi ginjal.

4) Toksisitas digitalis a) Manifestasi toksisitas gastrointestinal yang sering ditemukan adalah anoreksia, mual, muntah-muntah, dan nyeri perut sedang.

b) Manifestasi toksisitas pada sistem saraf pusat antara lain adalah nyeri kepala, rasa lelah, lesu, disorientasi, kebingungan, delirium, dan kejang. Juga terdapat gangguan visual misalnya skotoma, halo, berkelip (flickering), dan perubahan persepsi warna. c) Manifestasi toksisitas pada jantung dapat berupa gangguan irama apa saja yang dikenal.

b. Diuretika Untuk menolong membersihkan kelebihan cairan dalam tubuh sehingga mengurangi tekanan pada pembuluh darah/vena pada paru-paru. 1) Indikasi Diuretika diindikasikan untuk semua pasien dengan gangguan fungsi jantung sistolik. 2) Cara kerja Diuretika meningkatkan ekskresi natrium dan air, memperbaiki gejala kongestif dengan mengurangi tekanan pengisian, dan memperbaiki fungsi ventrikel dengan mengurangi tekanan dinding ventrikel karena

berkurangnya ukuran rongga. 3) Pilihan diuretika a) Diuretika tiazid (1) Indikasi Gagal jantung kongestif ringan sampai sedang. (2) Efek samping Hipokalemia, alkalosis metabolik, hiperurisemia, dan hiperkalsemia. Diuretika tiazid dapat memperburuk intoleransi glukosa pada penderita dengan diabetes mellitus dan hiperlipidemia pada penderita dengan kelainan lipid. Efek samping langka yang lain adalah ruam kulit, trombositopenia, leukopenia, dan vaskulitis.

b) Diuretika ansa (asam etakrinat, furosemid, dan bumetanid) (1) Indikasi Obat ini sering digunakan pada penderita dengan gagal jantung yang ringan sampai yang berat, dan obat ini dapat efektif pada penderita yang juga memiliki fungsi ginjal yang berkurang.

(2) Dosis Furosemid dapat dimulai dengan dosis kecil dan dinaikkan bila dibutuhkan. Bila diberikan secara interval, furosemid pada awalnya menyebabkan venodilatasi sehingga menurunkan preload sebelum dicapai suatu respons diuretika. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal, dosis awal furosemid per oral 20 mg dapat menimbulkan diuresis yang memadai dalam 2 jam. Dosis dapat dinaikkan sampai efek terapeutik yang dikehendaki tercapai, dan dosis berikutnya dapat diberikan setiap 6 jam. Pada penderita dengan gagal jantung yang berat, terapi intravena mungkin diperlukan untuk mencapai respon terapeutik karena absorpsi gastrointestinal yang tidak lengkap akibat edema usus. Dalam kasus ini, dosis intravena awal harus 20 mg atau separuh dari dosis oral sebelumnya. Diuresis akan dicapai dalam 30 menit, dan dosis dapat diulangi setiap 2 jam. Beberapa pasien dengan gagal jantung yang berat dan insufisiensi ginjal membutuhkan dosis oral harian dalam rentang 300-500 mg atau dosis intravena sebesar 300-400 mg. Terapi kombinasi dengan furosemid dan tiazid metolazon dapat menimbulkan diuresis yang lebih efektif pada penderita yang tak memberi respons terhadap furosemid. (3) Efek samping Efek samping furosemid hipokalsemia, antara lain adalah hipokalemia, dan alkalosis

hiponatremia,

hipomagsenemia,

metabolik. Ketulian permanen dan sementara dilaporkan dapat disebabkan oleh asam etakrinat dan furosemid.

c) Diuretika hemat kalium (spironolakton, triamteren, dan amilorid) (1) Indikasi Obat diuretika hemat kalium adalah diuretika yang relatif lemah yang jarang digunakan sebagai obat diuretika tersendiri dalam pengobatan gagal jantung kongestif. Obat-obat ini digunakan untuk memperbaiki keseimbangan kalium yang negatif. (2) Pemilihan obat khusus Spironolakton adalah suatu antagonis aldosteron, sementara

triamteren dan amilorid bekerja langsung pada sel tubulus distal untuk mengurangi sekresi kalium. Efek spironolakton tertunda selama sekitar 2 hari setelah permulaan terapi dan bertahan selama 2-3 hari setelah terapi dihentikan. (3) Efek samping Ketiga obat ini dapat menyebabkan hiperkalemia dan asidosis metabolik, karena menghambat pertukaran natrium dengan kalium dan ion hidrogen. Obat-obatan ini dikontraindikasikan pada insufisiensi ginjal dan tidak boleh diberikan pada pasien yang menggunakan pengganti garam (salt subtitutes), yang pada

hakikatnya adalah kalium klorida, atau suplemen kalium.

c. Vasodilator Untuk mengurangi afterload (tahanan vaskuler perifer), sehingga dapat memperbaiki curah jantung. 1) Indikasi Terapi vasodilator telah terbukti dapat mengurangi angka mortalitas pada penderita gagl jantung kelas IV (menurut New York Heart Association). 2) Pemilihan vasodilator a) Vitrat oral

Keuntungan klinik dari terapi nitrat jangka panjang atau jangka pendek tidak begitu banyak bila dibandingkan dengan vasodilator lain. b) Penghambat enzim pengubah angiotensin (1) Kaptropil Adalah suatu penghambat enzim-pengubah-angiotensin

(angiotensin-converting enzyme = ACE) berdaya kerja pendek yang dapat meningkatkan kemampuan latihan dan memperbaiki kualitas hidup. (a) Farmakokinetika Absorpsi gastrointestinal sekitar 75% dalam 1 jam dalam lambung yang kosong.Kaptropil dapat terakumulasi pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal. (b) Dosis Kaptropil dapat diberikan sebagai suatu dosis uji sebesar 6,25mg secara oral dan pasien dipantau untuk malihat terjadi hipotensi atau tidak. Kalau hipotensi tidak terjadi, dosis dapat dinaikkan sampai maksimum 50 mg tiga kali sehari untuk menghindari hipotensi. (c) Efek samping Hipotensi, efek samping lain yang perlu diperhatikan adalah gangguan fungsi ginjal. Efek samping ketiga adalah terjadinya betuk kering, non produktif yang berlanjut, keadaan yang disebut batuk kaptopril, yang hanya dapat menghilangkan bila obat dihentikan.

(2) Enalapril Adalah suatu penghambat ACE yang secara oral aktif dengan lama kerja yang lebih lama daripada kaptropil.

10

(a) Farmakokinetika Bila diberikan secara oral, 60% enalapril akan diabsopsi (b) Dosis Pada awalnya, diberikan 2,5 mg secara oral. Dosis ini kemudian dapat diberikan dua kali sehari kalau hipotensi tidak terjadi. Dosis dapat dititritasi sesuai dengan respons klinik sampai 40 mg/hari. Petunjuk untuk menghindari hipotensi sama seperti dengan kaptopril. (c) Efek samping Hipotensi dan gangguan fungsi ginjal yang reversibel dan mendadak pada penderita dengan stenosis arteri renalis bilateral. Pasien yang menderita efek samping kaptopril umumnya.

(3) Lisinopril (a) Farmakokinetika Absorpsi lisinopril adalah 25% setelah pemberian oral dan tidak dipengaruhi oleh asupan makanan. Lisinopril tidak dimetabolisme menjadi senyawa lain dan terutama diekskresi dalam bentuk yang berubah lewat ginjal. (b) Dosis Dosis awal lisinopril adalah 10 mg sekali sehari. Bila diperlukan untuk mengendalikan tekanan darah, dosis dapat dinaikkan sampai 40-80 mg sehari. (c) Efek samping Hipotensi, hiperkalemia, batuk kering.

11

c) Hidralazin (1) Dosis yang dibutuhkan untuk vasodilasi yang adekuat biasanya adalah 75-100 mg secara oral 4 kqli sehari. (2) Toleransi yang penting secara klinik ditemukan pada sekitar 30% pasien. (3) Nyeri kepala, palpitasi, muka kemerahan (flusing), mual, dan muntah sering terjadi dan mengharuskan penghentian obat pada 10% pasien. Serangan iskemia pada miokardium, termasuk angina yang tak stabil dan infark miokardium, juga dapat terjadi.

d) Prazosin Dosis oral awal biasanya 1 mg; ini dapat dinaikkan sampai 7 mg setiap 6-8 jam. Pada awal penggunaan, dapat terjadi ko,plikasi pusing, kepala terasa ringan (light-headedness), palpitasi dan sinkop. Toleransi terhadap efek hemodinamik yang bermanfaat terjadi pada 30-40% pasien.

e) Obat penghambat masuknya kalsium Diantara obat penghambat masuknya kalsium yang tersedia, nipedifin adalalah obat yang paling banyak digunakan dalam pengobatan gagal jantung kronis yang berat. Obat ini adalah suatu vasodilator arteri yang kuat, tetapi obat ini memberikan efek inotropik negatif langsung pada otot jantung.

B. ALASAN MEMILIH OBAT Preparat digitalis untuk memperlambat denyut jantung dan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel sehingga meningkatkan darah jantung.

12

Digitalis adalah salah satu obat utama yang digunakan dalam mengobati gagal jantung yang kronis pada gagal ginjal kronis yang akut. Dieuretik untuk menolong membersihkan kelebihan cairan dalam tubuh sehingga mengurangi tekanan pada pembuluh darah/vena pada paru-paru.

Untuk mengurangi afterload (tahanan vaskuler perifer), sehingga dapat memperbaiki curah jantung.

C. OBAT OBAT GAGAL JANTUNG DALAM KEMASAN (OBAT PATEN) 1. DIGITALIS a. DIGOXIN SANDOZ (Sandoz) Dosis : Dewasa : Digitalis cepat; 4-10 tablet dalam beberapa dosis, 24 hingga 36 jam. Digitalis lambat : 3-6 tablet dalam beberapa dosis, 3 hingga 5 hari; pemeliharaan, 1-3 tablet dalam beberapa dosis. Anak: Digitalis, tiap 6 jam 25 mg/kgBB/hari. Kemasan : Dosis 10 x 10 tablet Rp. 51.160,-

2.

DIURETIKA a. BENDROFLAZID/BENDROFLUMETAZID (Corzide) Dosis : edema dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada pagi hari; dosis pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali seminggu, 2,5 mg pada pagi hari. Bentuk sediaan obat : tablet b. CHLORTALIDONE (Hygroton, Tenoret, Tenoretic) Dosis : edema, dosis awal 50 mg pada pagi hari atau 100-200 mg selang sehari, kurangi untuk pemeliharaan jika mungkin. Hipertensi, 25 mg, jika perlu ditingkatkan sampai 50 mg pada pagi hari.

13

Bentuk sediaan obat : tablet c. HIDROKLOROTIAZID Dosis : edema, dosis awal 12,5-25 mg. kurangi untuk pemeliharaan jika mungkin; untuk pasien dengan edema yang berat dosis awalnya 75 mg sehari. Hipertensi, dosis awal 12,5 mg sehari; jika perlu ditingkatkan sampai 25 mg pada pagi hari. Bentuk sediaan obat : tablet d. FURISEMIDE (Lasix, Uresix, Impugan) Dosis : oral, dewasa 20-40 mg pada pagi hari, anak 1-3 mg/kg bb; Injeksi, dewasa dosis awal 20-50 mg im, anak 0,5-1 mg/kg sampai dosis maksimal sehari 20 mg; infuse iv disesuaikan dengan keadaan pasien. Bentuk sediaan obat : tablet, injeksi, infuse. e. AMILOROID HCL (Amiloride, Puritrid, Lorinid) Dosis : dosis tunggal, dosis awal 10 mg sehari atau 5 mg dua kali sehari, maksimal 20 mg sehari. Kombinasi dengan diuretic lain 5-10 mg sehari. Bentuk sediaan : tablet f. SPIRONOLAKTON (Spirolactone, Letonal, Sotacor, Carpiaton) Dosis : 100-200 mg sehari, jika perlu ditingkatkan sampai 400 mg; anak, dosis awal 3 mg/kg dalam dosis terbagi. Bentuk sediaan obat : tablet . 3. VASODILATOR a. CAPTOPRIL (Hexpharm Jaya) Dosis : Dosis awal 12,5 mg, 2 kali sehari. Maintenance 25 mg 2 kali sehari, dapat ditingkatkan setelah 2-4 minggu. Dosis maksimal 50 mg, 3 kali sehari. Anak-anak dosis awal 0,3 mg/kg bb/hari. Maksimal 0,6 mg/kg bb/hari dalam 2-3 dosis terbagi.

14

Kemasan

: Dosis 5 x 10 tablet. 12,5 mg Rp 3.200,-; 25 mg Rp 6.250,-; 50 mg Rp 10.700,-.

b. TENACE (Combiphar) Dosis Kemasan : 10-40 mg/hari dalam dosis tunggal atau dosis terbagi. : dosis 6x10 tablet 5 mg Rp. 110.000,-; 6x10 tablet 10 mg Rp. 174.000,-

D. OBAT YANG LEBIH CEPAT EFEKNYA Gambaran Umum Digoksin adalah suatu obat yang diperoleh dari tumbuhan Digitalis lanata. Digoksin digunakan terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi) jantung dalam keadaan kegagalan jantung/congestive heart failure (CHF). Obat ini juga digunakan untuk membantu menormalkan beberapa dysrhythmias ( jenis abnormal denyut jantung). Obat ini termasuk obat dengan Therapeutic Window sempit (jarak antara MTC [Minimum Toxic Concentration] dan MEC [Minimum Effectiv Concentration] mempunyai jarak yang sempit. Artinya rentang antara kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan yang dapat menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma harus tepat agar tidak melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan efek toksik. Efek samping pada pemakaian dosis tinggi, gangguan susunan syaraf pusat: bingung, tidak nafsu makan, disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi kulit seperti gatalgatal, biduran dan juga terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu membesarnya payudara pria)mungkin terjadi.

Deskripsi Nama & Struktur Kimia : Sinonim : (3, 5 , 12 )-3-[(O-2,6-dideoxy- -D-ribo- hexopyranosyl-(1?4)-O2,6-dideoxy D-ribo-hexopyranosyl-(1?4)-2,6-dideoxy -Dribo-

exopyranosyl)oxy]-12,14-dihydroxy-card-20(22)-enolide. C41H64O14 Sifat Fisikokimia : Digoksin merupakan kristal putih tidak berbau. Obat ini praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sedikit larut dalam alkohol dan dalam kloroform dan sangat larut dalam piridin

15

Keterangan : Digoksin adalah salah satu glikosida jantung (digitalis), suatu kelompok senyawa yang mempunyai efek khusus pada miokardium. Digoksin diekstraksi dari daun Digitalis lanata.

Indikasi Gagal jantung, aritmia supraventrikular (terutama atrial fibrilasi) Oral, untuk digitalisasi cepat, 1 1,5 mg dalam dosis terbagi, bila tidak diperlukan cepat, 250 500 mikrogram sehari (dosis yang lebih tinggi harus dibagi). Dosis pemeliharaan : 62,5 500 mikrogram sehari (dosis yang lebih tinggi harus dibagi). Disesuaikan dengan fungsi ginjal dan pada atrial fibrilasi , tergantung pada respon denyut jantung; dosis pemeliharaan biasanya berkisar 125 250 mcg sehari (dosis yang lebih rendah diberikan pada penderita lanjut usia). Pada kondisi emergensi, loading dose (dosis muatan) diberikan secara infus intravena , 0,75 1 mg hingga paling sedikit 2 jam, kemudian dilanjutkan dosis pemeliharaan melalui oral.

Tambahan : Penggunaan Digoksin dimulai pada dosis 0,125-0,25 mg sehari dan tergantung pada usia, fungsi ginjal, berat badan, dan risiko toksisitas. Dosis yang lebih rendah harus digunakan jika pasien memenuhi salah satu kriteria berikut: berusia lebih dari 65 tahun, bersihan kreatinin (creatinine clearance) kurang dari 60 mL/menit atau berat badan ideal kurang dari 70 kg (154 lb). Dosis 0,125 mg perhari cukup pada sebagian besar pasien. Rentang konsentrasi yang diinginkan untuk digoksin adalah 0,5-1,2 ng / mL (0,64-1,5 nmol / L), sebaiknya dengan konsentrasi pada atau kurang dari 0,8 ng / mL (1 nmol / L).

Mekanisme Kerja Mekanisme kerja digoksin yaitu dengan menghambat pompa Na-K ATPase yang menghasilkan peningkatan natrium intracellular yang menyebabkan lemahnya pertukaran natrium/kalium dan meningkatkan kalsium intracellular. Hal tersebut dapat meningkatkan penyimpanan kalsium intrasellular di sarcoplasmic reticulum pada otot jantung, dan dapat meningkatkan cadangan kalsium untuk memperkuat /meningkatkan kontraksi otot. Ion Na+ dan Ca2+ memasuki sel otot jantung selama/setiap kali depolarisasi (Gambar 33-8). Ca2+ yang memasuki sel melalui kanal Ca2+ jenis L selama

16

depolarisasi memicu pelepasan Ca2+ intraseluler ke dalam sitosol dari retikulum sarkoplasma melalui reseptor ryanodine (RyR). Ion ini menginduksi pelepasan Ca2+ sehingga meningkatkan kadar Ca2+ sitosol yang tersedia untuk berinteraksi dengan protein kontraktil, sehingga kekuatan kontraksi dapat ditingkatkan. Selama repolarisasi myocyte dan relaksasi, Ca2+ dalam selular kembali terpisahkan oleh Ca2+ sarkoplasma retikuler -ATPase (SERCA2), dan juga akan dikeluarkan dari sel oleh penukar Na+- Ca2+ (NCX) dan oleh Ca2+ sarcolemmal ATPase. Kapasitas dari penukar untuk mengeluarkan Ca2+ dari sel tergantung pada konsentrasi Na+ intrasel. Pengikatan glikosida jantung ke sarcolemmal Na+,K+-ATPase dan penghambatan aktivitas pompa Na+ seluler menghasikan pengurangan tingkat aktifitas ekstrusi Na+ dan peningkatan sitosol Na+. Peningkatan Na+ intraseluler mengurangi gradien transmembran Na+ yang mendorong ekstrusi Ca2+ intraseluler selama repolarisasi myocyte. Dengan mengurangi pengeluaran Ca2+ dan masuknya kembali Ca2+ pada setiap kali potensial aksi, maka Ca2+ terakumulasi dalam myocyte: serapan Ca2+ ke dalam SR meningkat; ini juga meningkatkan Ca2+ sehingga dapat dilepaskan dari SR ke troponin C dan protein Ca2+-sensitif dari aparatus kontraktil lainnya selama siklus berikutnya dari gabungan eksitasikontraksi, sehingga menambah kontraktilitas myocyte (Gambar 33-8). Peningkatan dalam pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma adalah merupakan substrat biologis di mana glikosida jantung meningkatkan kontraktilitas

miokard. Glikosida jantung berikatan secara khusus ke bentuk terfosforilasi dari a subunit dari Na+, K+-ATPase. Ekstraselular K+ mendorong defosforilasii enzim sebagai langkah awal dalam translokasi aktif kation ke dalam sitosol, dan juga dengan demikian menurunkan afinitas enzim dari glikosida jantung. Hal ini menjelaskan sebagian pengamatan bahwa dengan meningkatnya ekstraselular K+ dapat membalikkan beberapa efek toksik dari glikosida jantung.

Selain itu, digoksin juga bekerja secara aksi langsung pada otot lunak vascular dan efek tidak langsung yang umumnya dimediasi oleh system saraf otonom dan peningkatan aktivitas vagal (refleks dari system saraf otonom yang menyebabkan penurunan kerja jantung).

17

Farmakodinamik/Farmakokinetik :

Onset of action (waktu onset) : oral : 1-2 jam; IV : 5-30 menit Peak effect (waktu efek puncak) : oral : 2-8 jam; IV : 1-4 jam Durasi : dewasa : 3-4 hari pada kedua sediaan

Absorpsi : melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas, makanan dapat menyebabkan absorpsi mengalami penundaan (delay), tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi. Distribusi :

Fungsi ginjal normal : 6-7 L/kg Gagal ginjal kronik : 4-6 L/kg Anak-anak : 16 L/kg Dewasa : 7 L/kg menurun bila terdapat gangguan ginjal Ikatan obat dengan protein (protein binding) : 30%

Metabolisme : melalui sequential sugar hydrolysis dalam lambung atau melalui reduksi cincin lakton oleh bakteri di intestinal , metabolisme diturunkan dengan adanya gagal jantung kongestif Bioavailabilitas:

T eliminasi (half-life elimination) berdasarkan umur, fungsi ginjal dan jantung

T eliminasi (half-life elimination): parent drug (obat asal ): 38 jam; metabolit: digoxigenin: 4 jam ; monodigitoxoside : 3 12 jam

Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: oral ~ 1 jam Ekskresi : urin (50% hingga 70% dalam bentuk obat yang tidak berubah ) Konsentrasi serum digoksin :
o o

Gagal jantung kongestif : 0,5 -0,8 ng/ml .Aritmia : 0,8-2 ng/ml Dewasa : < 0,5 ng/ml, kemungkinan menunjukkan underdigitalization, kecuali jika terdapat hal-hal khusus

Toksik > 2,5 ng/ml

Kontraindikasi Intermittent complete heart block ; Blok AV derajat II ; supraventricular arrhytmias yang disebabkan oleh Wolff-Parkinson-White Syndrome ; takikardia ventricular atau fibrilasi ; hypertropic obstructive cardiomyopathy Efek Samping Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung, delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash, isckemia intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka panjang , trombositopenia.

18

Interaksi Dengan Obat Lain :

Efek Cytochrome P450: substrat CYP3A4 (minor): Meningkatkan efek/toksisitas : senyawa beta-blocking (propanolol), verapamil dan diltiazem mempunyai efek aditif pada denyut jantung. Karvedilol mempunyai efek tambahan pada denyut jantung dan menghambat metabolisme digoksin. Kadar digoksin ditingkatkan oleh amiodaron (dosis digoksin diturunkan 50 %), bepridil, siklosporin, diltiazem, indometasin, itrakonazol, beberapa makrolida (eritromisin, klaritromisin), metimazol, nitrendipin, propafenon, propiltiourasil, kuinidin dosis digoksin diturunkan 33 % hingga 50 % pada pengobatan awal), tetrasiklin dan verapamil. Moricizine dapat meningkatkan toksisitas digoksin . Spironolakton dapat mempengaruhi pemeriksaan digoksin, namun juga dapat meningkatkan kadar digoksin secara langsung. Pemberian suksinilkolin pada pasien bersamaan dengan digoksin dihubungkan dengan peningkatan risiko aritmia. Jarang terjadi kasus toksisitas akut digoksin yang berhubungan dengan pemberian kalsium secara parenteral (bolus). Obat-obat berikut dihubungkan dengan peningkatan kadar darah digoksin yang menunjukkan signifikansi klinik : famciclovir, flecainid, ibuprofen, fluoxetin, nefazodone, simetidein, famotidin, ranitidin, omeprazoe, trimethoprim. Menurunkan efek : Amilorid dan spironolakton dapat menurunkan respon inotropik digoksin. Kolestiramin, kolestipol, kaolin-pektin, dan metoklopramid dapat menurunkan absorpsi digoksin. Levothyroxine (dan suplemen tiroid yang lain) dapat menurunkan kadar digoksin dalam darah. Penicillamine dihubungkan dengan penurunan kadar digoksin dalam darah. Interaksi dengan obat-obat berikut dilaporkan menunjukkan signifikansi klinik aminoglutetimid, asam aminosalisilat, antasida yang mengandung alumunium, sukralfat, sulfasalazin, neomycin, ticlopidin.

Dengan Makanan : Kadar serum puncak digoksin dapt diturunkan jika digunakan bersama dengan makanan. Makanan yang mengandung serat (fiber) atau makanan yang kaya akan pektin menurunkan absorpsi oral digoksin.

Hindari ephedra (risiko stimulasi kardiak) Hindari natural licorice (menyebabkan retensi air dan natrium dan meningkatkan hilangnya kalium dalam tubuh)

Interaksi Digoksin dengan suplemen Magnesium (Mg)

Penggunaan Digoksin dapat menurunkan Mg intraseluler dan meningkatkan pengeluaran Mg dari tubuh melalui urin. Pemberian suplemen Mg akan sangat menguntungkan. Dianjurkan konsumsi Mg adalah 30-500 mg per hari. Dari

19

makanan, juga dapat ditingkatkan konsumsinya (tanpa melalui suplemen Mg). Sumber utama Mg adalah sayuran hijau, serealia tumbuk, biji-bijian dan kacangkacangan, daging, coklat, susu dan hasil olahannya.

Interaksi Digoksin dengan Potassium (Kalium)

Digoksin mengganggu transport potassium dari darah menuju sel sehingga Digoksin pada dosis yang cukup tinggi dapat menyebabkan hiperkalemia fatal. Oleh karenanya pada saat mengkonsumsi / menggunakan Digoksin, hindari konsumsi suplemen potassium atau makanan yang mengandung potassium dalam jumlah besar seperti buah (pisang). Sumber utama potassium adalah buah, sayuran dan kacang-kacangan. Namun banyak orang mengkonsumsi digoksin menyebabkan diuretic. Pada kasus tersaebut, peningkatan intake potassium dibutuhkan. Oleh karenanya harus dikomunikasikan dengan tim kesehatan yang lain.

Interaksi Digoksin dengan Calcium(Ca)

Peningkatan Ca dalam plasma dapat meningkatakan toksisitas digoksin. Oleh karenanya, hindari konsumsi makanan tinggi Ca terutama 2 jam sebelum/sesudah minum obat ini. Sumber utama Ca adalah susu dan hasil olahannya seperti keju.

Interaksi digooksin dengan Makanan Berserat

Serat larut air dalam makanan dapat menurunkan absorbsi digoksin.

Interaksi makanan dengan Herb (tanaman/jamu)

1. Ginseng : mekanisme belum jelas, namun penggunaan bersama menyebabkan Digoksin kurang berfungsi 2. Teh Jawa : menyebabkan diuretik, jika dikonsumi dalam jumlah besar mengakibatkan kehilangan potassium melalui urin. 3. GFJ : menginduksi P.Glikogen transporter obat dan menurunkan AUC Digoksin. Peringatan Infark jantung baru ; sick sinus syndrome; penyakit tiroid ; dosis dikurangi pada penderita lanjut usia ; hindari hipokalemia ; hindari pemberian intravena secara cepat (mual dan risiko arimia); kerusakan ginjal ; kehamilan Toksisitas Digoksin Insiden dan keparahan toksisitas digoksin telah menurun secara substansial dalam dua dekade terakhir, karena adanya pengembangan obat alternatif untuk pengobatan aritmia supraventrikuler dan gagal jantung, yaitu meningkatnya pemahaman terhadap farmakokinetik digoksin, adanya monitoring kadar

digoksin serum , dan adanya identifikasi interaksi penting antara digoksin dan obat lainnya yang diberikan bersamaan. Namun demikian, pengakuan toksisitas digoksin tetap menjadi pertimbangan penting dalam diagnosis diferensial aritmia

20

dan gejala neurologis dan gastrointestinal pada pasien yang menggunakan glikosida jantung. 1. Imunoterapi Digoksin Antidotum (penawar racun) efektif untuk toksisitas digoksin atau digitoksin yang mengancam jiwa tersedia dalam bentuk imunoterapi antidigoksin dengan fragmen Fab yang dimurnikan dari antiserum antidigoksin yang diperoleh dari domba (DIGIBIND). Dosis penetralisirnya didasarkan atas perkiraan total dosis obat tertelan atau beban total tubuh digoksin yang dapat diberikan secara intravena dalam larutan garam lebih dari 30 sampai 60 menit.

Kelemahan digoksin dalam terapi Peran yang tepat dari digoksin dalam terapi masih kontroversial terutama karena perbedaan pendapat pada risiko versus keuntungan dari penggunaan obat ini secara rutin pada pasien dengan gagal jantung sistolik. Digoksin terbukti menurunkan jumlah pasien gagal jantung yang dirawat inap tetapi tidak menunjukkan kemajuan atau peningkatan kelangsungan hidup bagi penderita gagal jantung. Selain itu, digoksin dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk konsentrasi terkait toksisitas dan efek samping yang banyak. Studi analisis Posthoc menunjukkan hubungan yang jelas antara konsentrasi plasma digoksin dengan hasil yang diperoleh. Konsentrasi di bawah 1,2 mg / dL (1,5 nmol / L) dikaitkan dengan tidak jelasnya efek yang merugikan terhadap kelangsungan hidup, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi relatif meningkatkan risiko kematian.

Digoksin merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari Digitalis lanata.

Obat ini biasa digunakan untuk mengobati gagal jantung kongestif dan penyimpangan detak jantung tertentu.

Mekanisme Digoksin melalui 2 cara yaitu efek langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (efek inotropik positif). Hal ini terjadi berdasarkan penghambatan enzim Na+,K+ -ATPase dan peningkatan arus masuk ion kalsium ke inrtasel. Efek tidak langsung yaitu pengaruh digoksin terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap neorotransmiter.

21

BAB III PENUTUP

A.

KESIMPULAN Penyebab utama dari gagal jantung yaitu hipertensi. Adapun faktor lain yang dapat meningkatkan risiko gagal jantung adalah diabetes, obesitas, dan buruknya kualitas udara seperti perokok. Peristiwa gagal jantung masih menjadi penyebab kematian utama bagi warga dunia. Untuk itu maka harus dilakukan pengobatan secara intensif.

Beberapa terapi obatpun digunakan seperti. Digitalis, Diuretik, Vasodilator. Selain itu, penderita gagal jantung harus mengikuti diet. Akan tetapi terapi obat tidak menyembuhkan, hanya membantu mengontrol gejala-gejala yang timbul. Terapi obat dan diet harus diikuti selama hidup. Sering suplemen kalium bagi pasien-pasien yang mendapat takaran rumatan kalium-hemat diuretik (tiazid atau diuretik loop). Pemberian tambahan dengan memakan makanan yang banyak mengandung kalium merupakan alternatif yang lebih disukai karena makanan tersebut juga memberi tambahan kalori. Selain itu untuk lebih efektif harus memakan makanan yang kaya akan kalium setiap hari. Makanan yang tinggi kalium adalah pisang, jeruk, jus jeruk, dan buah-buahan yang dikeringkan.

B.

SARAN Peran farmakologi dalam dunia medis sangatlah penting, terutama dalam terapi yang bersifat kuratif. Oleh karena itu penemuan-penemuan baru mengenai gagal jantung sangat membantu untuk menurunkan mortalitias dan morbiditas akibat serangan gagal jantung.

21

22

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Dr. Listiawati . 2008. DOI Edisi 11. Jakarta : PT. Muliapurna Jayaterbit Daili, F.S. 2002. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : FKUI Ganiswarna, G.S. 2000. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta: FKUI

Suhardjo. 1999. Penggunaan Asiklovir Oral pada Herpes Zoster Oftalmikus di RSUP Dr. Sardjito. Cermin Dunia Kedokteran No.122.

Tim Redaksi ISO Indonesia. 2010. ISO INDONESIA. Jakarta : PT. ISFI.

Anda mungkin juga menyukai