Anda di halaman 1dari 7

PRINSIP TRANSFUSI DARAH Transfusi darah adalah memasukkan sel darah merah (darah segar, pack red cell)

ke dalam tubuh melaui vena. Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang adalah sel darah merah, trombosit, plasma, sel darah putih. Transfusi darah adalah suatu pengobatan yang bertujuan menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang atau terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi. Tentu saja transfusi darah hanya merupakan pengobatan simptomatik karena darah atau komponen darah yang ditransffusikan hanya dapat mengisi kebutuhan tubuh tersebut untuk jangka waktu tertentu tergantung pada umur fisiologi komponen yang ditransfusikan; walaupun umur eritrosit adalah 120 hari namun bila ditransfusikan pada orang lain maka kemampuan transfusi tadi mempertahankan kadar hemoglobin dalam tubuh resipien hanya rata-rata satu bulan. Hal-hal mengenai transfusi darah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Darah. Kriteria calon donor (untuk keselamatan donor) Berbadan sehat. Umur antara 17-60 tahun. Berat badan minimal 45 Kg Kadar hemoglobin (Hb) minimal 12,5 g% Tekanan darah sistolik antara 100-180 mmHg; tekanan darah diastolik antara 50-100 mmHg. Denyut nadi berkisar antara 50-100 X/menit, teratur, tanpa denyut patologis. Tidak sedang : hamil, haid atau menyusui. Interval penyumbangan darah minimal 8 minggu dengan penyumbangan maksimal 5 kali pertahun. (untuk keselamatan resipien) Kulit tempat penyadapan : sehat Riwayat transfusi sebelumnya > 6 bln. Tidak ada penyakit infeksi yang ditularkan melalui darah. Malaria Bukan alkohol, narkotik. Pengonsumsian Aspirin bila kurang dari 3 hari, tolak donor untuk donor trombosit. Klassifikasi perdarahan Menurut the American College of Surgeons Class I Hemorrhage Melibatkan 15% volume darah. Tidak terjadi perubahan TTV Tidak memerlukan resusitasi cairan Class II Hemorrhage Melibatkan 15-30% volume darah Takhikardia Vasokonstriksi perifer Kulit puct dan dingin Gangguan kesadaran

Membutuhkan resusitasi cairan Tidak memerlukan tranfusi darah Class III Hemorrhage Melibatkan 30-40% volume darah TD drop Takhikardia CRT memanjang Membutuhkan resusitasi cairan dan tranfusi darah Class IV Hemorrhage Melibatkan >40% volume darah Mencapai batas kompensasi tubuh Resusitasi aggressive sangat dibutuhkan Kematian Penyimpanan Darah Tujuan penyimpanan darah adalah: 1. 2. 3. 4. Untuk mencegah pembekuan darah. Mempertahankan fungsi biologis sel darah in vitro (pretransfusi). Tetap berfungsi baik in vivo (pascatransfusi). Aman, tidak berpenyakit (untuk resipien).

Penyimpanan darah ada dua jenis yaitu: 1. Simpan cair (sering dilakukan) Penyimpana darah dengan menggunakan preservative anticoagulant (anti koagulan yang mengandung nutrisi untuk kehidupan sel darah) pada suhu 4O C. Jenis anti koagulan yang digunakan meliputi ACD (acid citrate dextrose) 63 ml ACD + 450 ml darah (3 minggu). CPD (citrate phosphatase dextrose) 63 ml CPD + 450 ml (3 minggu). CPDA-1 (citrate phosphatase dextrose adenine) 63 ml CPDA-1 + 450 ml (5 minggu). 2. Simpan beku (jarang dilakukan). Uji yang Dilakukan Sebelum Transfusi Darah Sebelum melakukan transfusi darah perlu dilakukan beberapa uji untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Uji tersebut meliputi 1. Pemeriksaan golong darah 2. Reaksi silang Tujuan pelaksanaan uji reaksi silang adalah sebagai berikut Memastikan di dalam serum resipien atau plasma donor tidak terdapat antibody yang reaktif terhadap eritrosit donor atau resipien. Menghindari reaksi transfusi hemolitik.

Memastikan efektivitas transfusi. Medium reaksi pada reaksi silang meliputi : salin (NaCL 0,85%), albumin (bovine albumin), dan Cooms (anti-human globulin). Ada dua jenis reaksi silang, yaitu: Reaksi silang mayor Mendeteksi adanya antibody di dalam serum donor yang dapat merusak eritrosit resipien yang akan ditransfusikan Reaksi silang minor Mendeteksi adanya antibodi di dalam plasma donor yang dapat merusak eritrosit resipien yang akan ditransfusikan. Transfusi boleh dilakukan bila hasil reaksi mayor dan minor negatif. Jenis Transfusi Darah Ada beberapa jenis transfusi yang diberikan, yaitu: 1. Darah utuh (whole blood/WB) Ada beberapa jenis WB, yaitu: Sangat segar (< 6 jam) mengandung eritrosit, trombosit, dan semua faktor pembekuan darah, termasuk faktor labil (FV). Segar (6-24 jam) mengandung eritrosit, trombosit dan semua faktor pembekuan, kecuali faktor labil (FV). Simpan (24 jam-batal simpan) mengandung eritrosit, albumin, dan faktor pembekuan darah, kecuali faktor V dan VIII. Indikasi WB untuk hipovolemia 2. Darah endap (Packed Red Cell-PRC) Darah endap /PRC diperoleh dari WB yang disentrifuse, kemudian diendapkan, setelah itu plasma dipisahkan. Indikasi untuk anemia kronis. 3. Trombosit konsentrat Indikasi untuk perdarahan trombositopenia dan trombositopatia, dosis 1 unit/kg berat badan. 4. Plasma segar beku Indikasi untuk perdarahan defisiensi faktor pembekuan, PT dan APTT yang kurang dari 1,5 kali normal, serta koreksi perdarahan akibat overdosis warfarin. 5. Cyro precipitate Indikasi untuk perdarahan akibat hemofilian, penyakit Von Wilebrand dan afibrinogemia. Persiapan Bahan dan Alat 1. Untuk transfusi darah lengkap diperlukan darah merah pekat, darah merah dicuci, plasma beku gunakan set transfusi khusus dengan penyaring/filter. 2. Untuk transfusi trombosit gunakan infus set khusus untuk trombosit.

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Prosedur Tindakan

Kateter besar (18 atau 19G. Sarung tangan sekali pakai. Kapas alkohol. Plester. Manset tekanan darah. Stetoskop Termometer Format persetujuan pemberian transfusi darah Bila tersedia dapat digunakan alat pemompa darah elektronik untuk transfusi darah. Cairan NaCl 0,9%.

1. Tetapkan bahwa klien telah menandatangani format persetujuan. 2. Buat jalur IV dengan kateter besar. 3. Gunakan selang penginfus yang memiliki filter, selang juga harus memiliki set pemberian tipe Y dengan filter 4. Gantung wadah cairan salin normal 0,9% yang akan diberikan setelah infus darah 5. Dapatkan riwayat transfusi klien. 6. Tinjau ulang program dokter 7. Periksa dengan tepat produk darah dan klien yang mendapat komponen darah. a. Periksa nama awal dan nama akhir klien dengan meminta klien menyebutkan namanya bila mampu. b. Periksa nomor identifikasi klien dan tanggal lahir pada selang dan catatan klien. c. Untuk darah lengkap, periksa golongan ABO dan tipe Rh. d. Periksa ulang produk darah dengan program dokter. e. Periksa tanggal kadaluwarsa pada kantong darah. f. Lihat darah untuk adanya bekuan. 8. Ukur tanda vital darah klien dalam 30 menit sebelum pemberian transfusi. Laporkan adanya peningkatan suhu pada dokter. 9. Minta klien untuk melaporkan segera gejala berikut: menggigil, sakit kepala, gatal, kemerahan, dan nyeri punggung. 10. Minta klien berkemih atau mengosongkan wadah penampung urine. 11. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan. 12. Buka set pemberian darah. 13. Tusukkan kantong IV salin normal 0,9%. 14. Isi selang dengan salin normal 0,9%. 15. Ketika unit ini selesai, pertahankan kepatenan vena dengan menginfusikan normal salin. 16. Buka klem pengatur pada slang Y yang disambungkan ke kantong salin dan lepaskan klem pengatur pada selang masuk yang tidak dipakai sampai selang dari kantong salin normal terisi. 17. Tutup klem pada selang yang tidak digunakan. 18. Peras tempat ruang tetesan, biarkan filter terisi sebagian.

19. Buka klem pengatur bawah dan biarkan selang infus terisi salin. 20. Tutup klem pengatur bwaha setelah selang terisi salin. 21. Balik kantong darah 1-2 kali dengan perlahan untuk mendistribusikan sel secara saksama, tusuk wadah darah, buka klem pada selang masuk dan selang bawah, kemudian isi selang secara saksama dengan mengisi filter dengan darah. 22. Sambungkan selang transfusi darah ke kateter IV dengan mempertahankan sterilitas. Buka klem bawah 23. Pantau tanda vital klien. 24. Atur infus sesuai pesanan dokter (PRC biasanya diberikan 1,5-2 jam, WBC diberikan 1-3 jam). 25. Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang dengan normal salin0,9%. 26. Buang semua bahan dengan tepat. 27. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan. 28. Catat golongan dan jumlah komponen darah yang diberikan serta respons klien terhadap terapi darah. Komplikasi Tindakan transfusi darah atau komponennya bukanlah tindakan tanpa risiko; sebaliknya tindakan ini merupakan tindakan yang mengandung risiko yang dapat berakibat fatal. Komplikasi yang dapat timbul akibat transfusi darah atau komponennya, dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu 1) reaksi imunologis, 2) reaksi non imunologis, 3) penularan penyakit. 1. Reaksi imunologis Reaksi imunologis dapat bervariasi mulai dari urtikaria akibat reaksi imunologis terhadap plasma, demam akibat reaksi imunologis ringan terhadap protein plasma dan lekosit sampai dengan reaksi imunologis hebat dengan renjatan akibat transfuse dengan eritrosit yang tidak cocok golongan imunologisnya (incompatible). 2. Reaksi non-imunologis Reaksi non-imunologis dapat diakibatkan oleh 1) penimbunan cairan yang memiliki batas kemampuan tubuh (overload), 2) adanya kadar antikoagulan yang berlebihan yang berasal dari darah donor, 3) gangguan metabolik (kadar K' tinggi, asam sitrat tinggi), sampai dengan 4) perdarahan akibat adanya defisiensi faktor pembekuan yang tidak ada pada darah donor dan kadar antikoagulan yang tinggi pada darah donor. 3. Penularan Penyakit Berbagai mikroorganisme dapat ditularkan melalui transfusi; yang terutama adalah 1) hepatitis (B+C), 2) sifilis, 3) malaria, 4) virus seperti CMV, EDV sampai dengan HIV. Penularan virus HIV melalui transfusi telah banyak dilaporkan antara lain oleh Allani (1987), Alter (1987) dan Allen (1987). Risiko tertular oleh HIV akibat transfusi dengan darah donor yang mengandung HIV amat besar yaitu lebih dari 90%; artinya bila seseorang mendapat transfusi darah yang terkontaminasi HIV, maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan akan menderita infeksi HIV sesudah itu. Pada mulanya prevalensi transmisi melalui transfusi darah cukup tinggi di Amerika Serikat dan di Eropa Barat, karena itu penyaringan terhadap HIV merupakan tindakan rutin di belahan dunia tersebut. Di Indonesia penyaringan terhadap HIV sebagai prasyarat transfusi belum dapat dilaksanakan mengingat terbatasnya dana yang tersedia. Pemberian transfuse darah maupun komponen-komponennya atas indikasi yang tepat merupakan salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan penularan HIV melalui transfusi.

Intervensi Keperawatan pada Reaksi Transfusi Apabila dicurigai terjadi reaksi transfusi, maka perawat harus segera menghentikan transfusi dan memberitahukan dokter, serta mengambil langkah-langkah sebagai berikut Transfusi set dilepaskan, tetapi jalur intravena harus tetap dipertahankan dengan larutan normal saline 0,9% agar bila diperlukan pengobatan intravena dapat dilakukan segera. Kantong darah dan selang disimpan, jangan dibuang, kemudian dikirim kembali ke bank darah untuk dilakukan uji golongan darah ulang dan kultur. Label dan nomor harus diperiksa kembali. Gejala ditangani sesuai resep dokter dan tanda-tanda vital dipantau terus. Ambil darah klien untuk pemeriksaan kadar hemoglobin, kultur, dan penentuan ulang golongan darah. Sampel urine harus segera dikirim ke laboratorium untuk menguji adanya hemoglobin dalam urine. Urine yang dikeluarkan selanjutnya harus diamati. Bank darah diberitahu bahwa telah terjadi kecurigaaan reaksi transfusi. Reaksi harus dicatat sesuai kebijaksanaan institusi.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Alternatif Farmakologis Transfusi Darah Bila pemberian transfusi darah menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan, maka dapat dilakukan upaya alternatif farmakologis pemberian transfusi darah, di antaranya pemberian: 1. Eritropoetin (epoetin alfa) merupakan penanganan alternatif yang efektif pada klien anemia kronis akibat penyakit ginjal kronis. Efek utama obat ini adalah merangsang eritropoesis. Obat ini dapat diberikan secara intravena atau subkutan. 2. DDAVP merupakan bentuk sintesis vasopresin L-arginin, yaitu suatu antidiuretik yang dihasilkan secara alamiah oleh tubuh. Obat ini efektif untuk mengangani kelainan perdarahan sehubungan dengan disfungsi trombosit atau trombositopenia. Obat ini banyak dipakai pada klien dengan hemofilian A, penyakit Von Willebrand, serta gagal ginjal akut dan kronis. Obat ini diberikan secara intravena, subkutan, dan intranasal.

Daftar Pustaka Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/588.pdf Cahyono, J. B. Suharjo B.. 2008. Membangun Budaya Keselamatan pasien Dalam Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai