Ruptur Uretra
Ruptur Uretra
Pembimbing:
dr . R.Sp.OT
Disusun Oleh :
Latifah Agustina Lestari 030.10.159
Sely Fauziah
030.10.248
PENDAHULUAN
Ruptur uretra merupakan suatu kegawatdaruratan bedah.
Sering oleh karena fraktur pelvis akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian
Pada fraktur pelvis akan terjadi cedera uretra bagian posterior (3,5%-19%) pada pria, dan (0%-6%) pada
uretra perempuan.
Dari semua cedera yang terdapat di UGD, 10 % merupakan cedera urogenitalia dan sulit untuk
mendiagnostik secara tepat.
Diagnosis awal sangat perlu untuk mencegah komplikasi lanjut. Penatalaksaannya bermacam-macam
tergantung derajat cedera
Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada laki-laki.
Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior, hal ini
karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan serta
prognosisnya.1,2,3
ANATOMI URETRA
Uretra dibagi menjadi : uretra posterior ( uretra pars prostatic dan pars
membranasea) dan uretra anterior (uretra pars bulbosa, uretra pars pendulosa
dan fossa naviculare)
Panjang uretra laki-laki dewasa sekitar 18 cm, dengan perbandingan uretra
posterior 3 cm dan uretra anterior 15 cm.
Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna dan sfingter uretra eksterna.
Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik
dan Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot lurik dipersarafi oleh sistem somatic.
Uretra posterior difiksasi pada dua tempat yaitu fiksasi uretra pars membranasea
pada ramus ischiopubis oleh diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika ke
simphisis oleh ligamentum puboprostatikum. 9
EPIDEMOLOGI
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur
uretra posterior dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi
dan penyebab utama terjadinya fraktur pelvis adalah kecelakaan
bermotor (15,5
Di Amerika Serikat pada laki-laki cedera uretra 1-25% Cedera
uretra pada wanita dengan fraktur pelvis jarang terjadi sekitar 46%.8
Cedera prostatomembranaseus bervariasi mulai dari yang simple
(25 %), ruptur parsial (25%) dan ruptur komplit (50%).
Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita,
perbedaan ini disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih
mobilitas dan mempunyai ligamentum pubis yang tidak kaku.
PATOFISIOLOGI
Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam
kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius
sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat
bersama uretra prostatika dan buli-buli akan terangkat ke kranial
bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranasea terikat
di diafragma urogenital.2,4
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser pada
prostatomembranosa junction sehingga prostat terlepas dari
fiksasi pada diafragma urogenitalia.
KLASIFIKASI
Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat
cedera uretra dalam 3 jenis :
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (perengangan). Foto
uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan diafragma
urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasai kontras yang masih
terbatas di atas diafragma
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut
rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstvasasi kontras meluas hingga di bawah
diafragma sampai ke perineum. 2
GAMBARAN KLINIS
Trias diagnostik dari gangguan uretra prostatomembranosa
1. Fraktur pelvis
2. Darah pada meatus
3. Retensi urin
. Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom,
dan nyeri tekan. Bila disertai ruptur kandung kemih, bisa dijumpai tanda
rangsangan peritoneum, sakit pada daerah perut bagian bawah. 10,11
. Abses periuretral atau sepsis dapat mengakibatkan demam
. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh dan mudah
timbul infiltrat urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia.
. High riding prostat pada pemeriksaan rektum
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uretrografi retrograde
CT Scan ideal untuk saluran kemih bagian atas dan cedera vesika
urinaria
MRI berguna untuk pemeriksaan pelvis setelah trauma
PENATALAKSANAAN
1. Emergency
Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-obat
analgesik.
Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing, tidak perlu
menggunakan alat-alat atau manipulasi
Jika tidak bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada uretrosistogram,
pemasangan kateter harus dilakukan dengan lubrikan yang adekuat. 14
Sistotomi jika tidak ada cedera organ intraabdominal yang lain. Reparasi uretra
dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan anastomosis ujung ke ujung, dan
pemasangan kateter silicon selama 3 minggu. 10
Pembedahan jika ada ekstravasasi pada uretrosistogram.
1. Immediate management
Sistostomi suprapubic
2. Delayed urethral reconstruction
Rekonstruksi uretra setelah disposisi prostat dapat dikerjakan dalam 3 bulan
Metode yang dipilih adalah single-stage reconstruction
Anastomosis uretra pars bulbosa ke apeks prostat lalu dipasang kateter
uretra ukuran 16 F melalui sistotomi suprapubik.
3. Immediate urethral realignment
Langsung memperbaiki uretra
Timbulnya striktur, impotensi, dan inkotinensia lebih tinggi dari immediate
cystotomy dan delayed reconstruction.
KOMPLIKASI
Striktur
Impotensi
inkotinensia urin
MEKANISME TRAUMA
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan cedera uretra anterior. cedera
pada segmen uretra pars bulbosa paling sering (85%), karena fiksasi uretra pars
bulbosa dibawah dari tulang pubis
Trauma tumpul pada uretra pars bulbosa biasanya disebabkan oleh straddle injury
atau trauma pada daerah perineum. Uretra pars bulbosa terjepit diantara ramus
inferior pubis dan benda tumpul, menyebabkan memar atau laserasi pada uretra. 4
Trauma tumpul uretra anterior jarang berhubungan dengan trauma organ lainnya.
Kenyataannya, straddle injury menimbulkan cedera cukup ringanPasien biasanya
datang dengan striktur uretra setelah kejadian yang intervalnya bulan atau tahun. 4
Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10% sampai
20% dari kasus). Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera pada saat
berhubungan intim, dimana penis yang sementara ereksi menghantam ramus pubis
wanita, menyebabkan robeknya tunika albuginea. 4
KLASIFIKASI
Klasifikasi rupture uretra anterior dideskripsikan oleh McAninch dan Armenakas
berdasarkan atas gambaran radiologi
1. Kontusio : Gambaran klinis memberi kesan cedera uretra, tetapi uretrografi
retrograde normal
2. Incomplete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi, tetapi masih
ada kontinuitas uretra sebagian. Kontras terlihat mengisi uretra proksimal atau
vesika urinaria.
3. Complete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi dengan tidak
ada kontras mengisi uretra proksimal atau vesika urinaria. Kontinuitas uretra
seluruhnya terganggu. 4
GAMBARAN KLINIS
Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi trauma dan
nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik.
Memar atau hematom pada penis dan skrotum, beberapa tetes darah
segar di meatus uretra
Pada perabaan mungkin ditemukan kandung kemih yang penuh.
butterfly hematoma 10
Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin
dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh dan mudah timbul
infiltrate yang disebut infiltrate urin yang mengakibatkan selulitis dan
septisemia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uretrogram retrograde dapat memberi keterangan letak dan tipe
ruptur uretra, menunjukkan gambaran ekstravasasi bila terdapat
laserasi uretra, sedangkan kontusio uretra tidak tampak adanya
ekstravasasi.
Pemeriksaan ultrasound uretra dapat membantu menggambarkan
panjang dan derajat keparahan dari striktur. Bila tidak tampak
adanya ekstravasasi maka kateter uretra boleh dipasang. 10,11
PENATALAKSANAAN
1. Penanganan Awal
Armenakas dan McAninch (1996) membuat klasifikasi yang membagi cedera
uretra anterior berdasarkan penemuan radiografi menjadi kontusio, ruptur
inkomplit, dan ruptur komplit.
Kontusio dan cedera inkomplit dapat ditatalaksana hanya dengan diversi
kateter uretra. Tindakan awal sistotomi suprapubik adalah pilihan
penanganan pada cedera staddle mayor yang melibatkan uretra.
Pilihan utama berupa surgical repair direkomendasikan pada luka tembak
dengan kecepatan rendah. Diversi urin dengan suprapubik direkomendasikan
setelah luka tembak uretra dengan kecepatan tinggi, diikuti dengan
rekonstruksi lambat.3,15
Penanganan Spesifik
1. Kontusio Uretra
Pasien dengan kontusio uretra tidak ditemukan bukti adanya
ekstravasasi dan uretra tetap utuh. Setelah uretrografi, pasien
dibolehkan untuk buang air kecil; dan jika buang air kecil normal,
tanpa nyeri dan pendarahan, tidak dibutuhkan penanganan
tambahan. Jika pendarahan menetap, drainase uretra dapat
dilakukan.3
2. Laserasi Uretra
Sistotomi suprapubik, Jika pada uretrogram terlihat sedikit ekstravasasi, berkemih dapat dilakukan
7 hari setelah drainase kateter suprapubik Pada kerusakan yang lebih parah, drainase kateter
suprapubik harus menunggu 2 sampai 3 minggu sebelum mencoba berkemih
a. Laserasi Uretra dengan Ekstravasasi Urin yang Luas dilakukan Sistotomi suprapubik untuk
pengalihan urin Infeksi dan abses biasa terjadi dan memerlukan terapi antibiotik. 3
b. Rekonstruksi segera
Perbaikan segera laserasi uretra dapat dilakukan, tetapi prosedurnya sulit dan tingginya resiko
timbulnya striktur.3
c. Rekonstruksi lambat
Sebelum semua rencana dilakukan, retrograde uretrogram dan sistouretrogram harus dilakukan
untuk mengetahui tempat dan panjang dari uretra yang mengalami cedera.
Uretroplasty anastomosis end-to-end
Tingkat keberhasilan dari prosedur ini lebih dari 95%
KOMPLIKASI
Komplikasi dini setelah rekontruksi uretra adalah infeksi,
hematoma, abses periuretral, fistel uretrokutan, dan epididimitis.
Komplikasi lanjut yang paling sering terjadi adalah striktur
uretra.10