Anda di halaman 1dari 28

KEBIJAKAN PEMERINTAH

DALAM MENDORONG
INDUSTRIALISASI KOPI,
KAKAO, DAN TEH DI
Ir. Panggah
Susanto, MM
INDONESIA

Direktur Jenderal Industri Agro,


Kementerian Perindustrian
Disampaikan pada:
Roundtable Bidang Agribisnis dan Pangan
KADIN Indonesia
Jakarta, 1 Desember 2014

DAFTAR ISI
I.

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM HILIRISASI INDUSTRI


PENGOLAHAN KAKAO

II.

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM HILIRISASI INDUSTRI


PENGOLAHAN KOPI

III.

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM HILIRISASI INDUSTRI


PENGOLAHAN TEH

I. KEBIJAKAN NASIONAL
DALAM HILIRISASI
INDUSTRI PENGOLAHAN
KAKAO

A. GAMBARAN UMUM
a. Indonesia merupakan negara produsen kakao nomor 3
di dunia
dengan total produksi pada tahun 2013
mencapai 410 ribu ton (berdasarkan data International
Cocoa Organization) atau + 10% dari produksi kakao
dunia (4,1 juta ton) pada tahun 2020 di prediksi produksi
kakao akan mencapai 1,2 juta ton.
b. Industri kakao Indonesia kedepan memiliki peranan
penting khususnya dalam perolehan devisa Negara dan
penyerapan tenaga kerja karena memiliki keterkaitan
yang luas baik ke hulu maupun hilirnya. Pada tahun
2013, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao
mencapai USD 1,15 milyar.
c. Beberapa kebijakan telah dikeluarkan untuk mendorong
kemajuan perkakaoan nasional baik di sektor on-farm
maupun off-farm diantaranya pembebasan bea masuk
atas impor mesin dalam rangka investasi, penerapan
bea keluar biji kakao, tax allowance dan penerapan SNI

B. PROFIL INDUSTRI
No.

Uraian

Satuan

2009

Tahun
2010
2011

2012

2013

Jumlah

Unit

Perusahaan
Jumlah Tenaga

Usaha

15

15

16

16

18

Kerja

Orang
Juta

4.000
1.500.0

4.000
1.500.0

4.300
2.000.0

4.300
3.000.0

5.300
4.200.0

Jumlah Investasi
Kapasitas

Rupiah

Terpasang

Ton

345.000 345.000 560.000 580.000 735.000

5
6

Kapasitas Produksi Ton


Utilisasi
%

125.000 150.000 250.000 306.000 408.000


36,23% 43,48% 44,64% 52,76% 55,51%

00

00

00

00

00

D. PERMASALAHAN
1. Kurangnya pasokan listrik dari PLN dan Gas;
2. Terbatasnya infrastruktur seperti akses jalan di sentra
produksi kakao;
3. Mutu biji kakao masih rendah (ada kadar kotoran, jamur
dan masih banyak yang belum difermentasi);
4. Produktifitas di tingkat on farm masih rendah;
5. Adanya

pengenaan

PPN

10%

bagi

produk-produk

pertanian

E. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAKAO 5 TAHUN KE


DEPAN
1. Koordinasi

antar instansi dan dunia usaha dalam rangka

pembahasan jaminan pasokan biji kakao


2.Harmonisasi tarif bea keluar biji kakao dan turunannya.
3. Promosi peningkatan konsumsi cokelat di dalam negeri dari
0,25 kg/kapita/tahun sampai dengan 0,6 kg/kapita/tahun.
4. Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia,
Lembaga Sertifikasi Profesi dan Tempat Uji Kompetensi industri
pengolahan kakao.
5. Promosi investasi industri hilir kakao dan terbangunnya 1
industri hilir kakao baik berupa investasi baru atau perluasan.
6. Peningkatan ekspor produk kakao olahan.
7. Meningkatnya kapasitas produksi industri pengolahan kakao
dan meningkatnya utilisasi industri kakao

olahan di dalam 8

II. KEBIJAKAN NASIONAL


DALAM HILIRISASI
INDUSTRI PENGOLAHAN
KOPI

A. Perkopian Indonesia
Kopi merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan
Indonesia yang memiliki peranan penting terhadap sektor
ekonomi.
Menurut data International Coffee Organization (ICO),
Indonesia adalah pasar terbesar produk kopi no.2 setelah
Jepang di Asia dan no.8 di dunia.
Pertumbuhan rata-rata konsumsi kopi domestik dari tahun
2000 s.d 2012 adalah 6,6%/tahun. Jika terus tumbuh dengan
kecepatan yang sama, pada tahun 2020 konsumsi dalam
negeri kopi Indonesia akan melampaui Prancis pada tahun
2012(360 ribu ton).
Indonesia adalah negara penghasil kopi terbesar ketiga di
dunia setelah Brasil dan Vietnam dengan produksi pada tahun
2013 sebesar 692 ribu ton atau 8 % dari produksi kopi dunia.
Sebagian besar kopi yang diproduksi di Indonesia adalah jenis
Robusta (75-80%).
10

A. Perkopian Indonesia -Lanjutan


Pada tahun 2013 diperkirakan 60% bahan baku kopi Indonesia
ditujukan untuk pasar ekspor dan sisanya sebesar 40% atau
diolah di dalam negeri.
Konsumsi per kapita/tahun kopi di dalam negeri baru
mencapai 1,2 Kg/kapita/tahun, jauh lebih rendah dibanding
negara produsen kopi lainnya seperti Brasil yang mencapai
6Kg/kapita/tahun.
Indonesia juga memiliki berbagai jenis kopi specialty yang
dikenal di dunia seperti Gayo Coffee, Mandailing Coffee,
Lampung Coffee, Java Coffee, Kintamani Coffee, Toraja Coffee,
Bajawa Coffee, Wamena Coffee dan juga Luwak Coffee dengan
rasa dan aroma khas sesuai indikasi geografis yang menjadi
keunggulan Indonesia.

11

B. Indonesia Sebagai Penghasil Kopi Spesial


No

Nama Kopi

Asal

Produksi
(ton/tahun)

1.

Gayo Coffee

Dataran Tinggi Gayo, Aceh

50.000-60.000

Mandheling Coffee

Bukit Barisan, Sumatera Utara

10.000-15.000

3.

Lintong Coffee

Bukit Barisan, Sumatera Utara

30.000-40.000

4.

Java Coffee

Dataran Tinggi Ijen, Jawa Timur

3000-5000

5.

Preanger Coffee

Jawa Barat

6.

Toraja Coffee

Tana Toraja, Sulawesi Selatan

5000-10000

7.

Kalosi Coffee

Tana Toraja, Sulawesi Selatan

5000-10000

8.

Bali Kintamani
Coffee

Kintamani, Bali

2000-3000

9.

Flores Bajawa

Flores, Nusa Tenggara Timur

2000-3000

10.

Baliem Coffee

Paniai dan Jayawijaya, Papua

3500

3000

12

C. Peta Indikasi Geografis Kopi

Sudah terdaftar 8 indikasi geografis


13

D. Ekspor-Impor Kopi Indonesia


A. Ekspor Kopi Tahun 2012-2013
No.

Deskripsi

Ekspor Bahan Baku Kopi

Pertumbuhan Ekspor Bahan Baku Dibanding Tahun 2012 (%)

Nilai per unit Bahan Baku kopi (USD/Kg)

2012
Berat (Kg) Nilai (US$)

2013
Berat (Kg) Nilai (US$)

47.070.39 1.244.194.1 532.173.4 1.166.339.0


3
07
69
35

(6,26)

2,78

2,19

Pertumbuhan Nilai Per Unit Ekspor Bahan Baku kopi


Dibanding 2012 (%)

Ekspor Kopi Olahan

(21,25)

88.147.14
84.222.43
5 322.622.962
8 302.030.868

B. Impor
Kopi Ekspor
Tahun
2012-2013
Pertumbuhan
Kopi
Olahan Dibanding Tahun 2012 (%)
No

(6,38)
2012
2013
3,66
3,59
Berat (Kg) Nilai (US$) Berat (Kg) Nilai (US$)

Nilai per unit Kopi Olahan Deskripsi


(USD/Kg)
Pertumbuhan Nilai Per Unit Ekspor Kopi Olahan Dibanding
Impor
Bahan Baku Kopi
2012 (%)

Pertumbuhan Impor Bahan Baku Dibanding Tahun 2012 (%)

Nilai per unit Bahan Baku kopi (USD/Kg)

Pertumbuhan Nilai Per Unit Impor Bahan Baku kopi Dibanding 2012
(%)

52.184.036 113.018.743 15.196.437

34.277.956
(2,02)

(69,67)

2,17

2,26
4,15

Sumber : Pusdatin, Kemenperin (diolah)

Impor Kopi Olahan

10.363.274

71.199.085 16.488.958

102.521.495

14

D. Ekspor-Impor Kopi Indonesia-Lanjutan


(Lanjutan)

Ekspor produk kopi olahan tahun 2013 mencapai USD 302,03 juta
atau menurun 6,38% dari tahun 2012 yang mencapai USD 322,62
juta. Ekspor produk kopi olahan didominasi produk kopi instan,
ekstrak, esens dan konsentrat kopi yang tersebar ke negara tujuan
ekspor seperti Filipina, Malaysia, Singapura, RRC, dan Uni Emirat Arab.

Berbanding terbalik dengan ekspor yang menurun, impor produk kopi


olahan naik sangat signifikan. Impor kopi olahan mencapai USD 71,19
juta pada tahun 2012 naik menjadi USD 102,52 juta pada tahun 2013
atau naik 43,99%. Negara asal impor terbesar adalah Malaysia, Brasil,
India, Vietnam dan Singapura. Impor terbesar dialami produk kopi
instan yang disinyalir adalah produk bermutu rendah.

Meskipun impor kopi olahan meningkat pesat, akan tetapi neraca


perdagangan produk kopi olahan masih mengalami surplus sebesar
USD 199,51 Juta.

15

E. Kinerja Industri Pengolahan Kopi


URAIAN
Jml Perusahaan

SATUAN
Unit
Usaha

80

171.50
0
146.76
5

176.80
0
157.77
2

180.33
6
169.60
5

5.870

6.310

85,58
132.85
9

US$ Ribu
Ton
US$ Ribu
Ton
US$ Ribu

Produksi riil

Ton

Pemasaran Dalam
Negeri
Ekspor
Impor

2009

79

Ton

Utilisasi

2008

77

Kapasitas

Nilai Produksi

2007

Rp.Milya
r
%
Ton

Orang

81

2011
82

2012
84
219.00
0
210.70
0

2013
85

185.568

198.500

182.326

196.000

6.784

7.293

7.840

8.428

89,24

94,05

98,25

98,74

96,21

8.876
98,45

134.362

141.139

122.854

154.326

5.314

5.374

5.645

5.196

4.747

4.862

13.906
52.378
5.631
49.733
138.49
0

23.410
88.642
8.717
80.572
170.64
0

28.466
96.181
3.726
26.644
189.60
0

52.430
170.424
4.999
26.353

77.324
268.684
11.960
78.048

88.147
322.622
10.363
71.199

84.222
302.030
16.488
102.521

194.340

284.400

298.15
0

327.035

0,82

1,2

1,25

4.467

4.778

4.847

19.507

19.818

20.118

Konsumsi Dalam
Ton
Negeri
Konsumsi per
Kapita/th (Kopi
Kg

0,72
0,8
Sumber : Dit.Industri Minuman Dan Tembakau (Diolah)
Biji)
Rp.
Nilai Investasi
4.128
4.256
4.341
Milyar
Jml Tenaga Kerja

TAHUN
2010

18.550

18.921

19.110

129.896

118.676

225.400
221.903

4.731

1,27
4.998
20.430

16

F. Permasalahan Utama
Bahan Baku
Dengan permintaan konsumsi yang terus naik, produksi biji kopi
Indonesia masih stagnan.
Terjadi perebutan bahan baku kopi antara perusahaan lokal dan
eksportir asing
Maraknya sertifikasi bahan baku oleh LSM dan eksportir asing yang
memberatkan petani
Meningkatnya impor bahan baku kopi kualitas rendah
Dikenakannya kembali PPN kepada produk primer termasuk kopi.
Produksi
Teknologi pengolahan dan kemasan yang masih sederhana untuk
industri skala kecil dan menengah
Belum diterapkannya Cara Produksi Pangan Olahan yang Benar
(CPPOB) untuk industri skala kecil dan menengah
Pada industri skala kecil dan menengah, juga masih didapati
pencampuran produk kopi olahan dengan komoditas lain seperti
jagung dan kedelai untuk mendapatkan harga jual produk yang
bersaing akan tetapi mempengaruhi citarasa produk kopi olahan yang
dihasilkan.
Masih belum maksimalnya peningkatan nilai tambah melalui

17

F. Permasalahan Utama (Lanjutan)


Pasar Dalam Negeri dan Luar Negeri
Meningkatnya Impor produk kopi olahan utamanya produk
kopi instant dan kopi mix dengan kualitas dan harga
rendah.
Maraknya produk kopi olahan impor yang mengandung gula
dengan Bea Masuk (BM) rendah (0-5%) sehingga
mengurangi daya saing produk dalam negeri yang
mengandung gula dengan harga dalam negeri dan BM lebih
tinggi.
BM produk olahan kopi ke negara tujuan ekspor masih
cukup tinggi utamanya yang mengandung susu dan produk
pertanian lainnya.
Adanya kampanye negatif terhadap kopi luwak utamanya
tentang permasalahan animal welfare dan keaslian produk
kopi luwak.
Adanya pemalsuan produk kopi olahan Indonesia di pasar
luar negeri.

18

G. Kebijakan Pengembangan Industri Pengolahan Kopi


Di dalam konsep Rencana Industri Pengembangan
Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, industri
pengolahan kopi termasuk salah satu industri
prioritas untuk dikembangkan.
Peningkatan konsumsi kopi Indonesia di dalam
negeri dari 1,2 Kg/kapita/tahun pada tahun 2014
menjadi 1,5 Kg/kapita/tahun pada tahun 2019
Peningkatan
kompetensi
melalui
pelatihan
pengolahan kopi sebanyak 200 orang sampai
dengan tahun 2019.
Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia di Sektor Industri Pengolahan Kopi
(Roaster dan Cupper/Grader)
19

G. Kebijakan Pengembangan Industri Pengolahan Kopi-Lanjutan

Pemberlakuan SNI Kopi Instan secara wajib


Fasilitasi Pameran di dalam dan luar negeri
Bantuan
mesin/peralatan
pengolahan
kopi
sebanyak 20 unit dari 2015 s.d 2019.
Industri makanan dan minuman termasuk industri
pengolahan
kopi
masuk
dalam
program
restrukturisasi industri kecil dan menengah oleh
Kementerian Perindustrian, melalui potongan harga
pembelian mesin/peralatan sebesar 35% bagi
industri kecil dan 25% bagi industri menengah. Bila
mesin/peralatan diproduksi di dalam negeri maka
potongan harga menjadi 40% untuk industri kecil
dan 30% untuk industri menengah.
Usulan kenaikan Bea Masuk Produk Kopi Olahan
dari 5% menjadi 20%

20

III. KEBIJAKAN NASIONAL


DALAM HILIRISASI
INDUSTRI PENGOLAHAN
TEH

A. INDUSTRI TEH INDONESIA

Produksi teh Indonesia tahun 2013 sebesar 146.682 ton


(berasal dari Teh Rakyat, PTPN/ Perkebunan Negara dan Teh
Swasta) dan merupakan urutan ketujuh (setelah China,
India, Kenya, Sri Lanka, Vietnam dan Turki)
Pertumbuhan minuman Ready-to-Drink (RTD) Tea jauh
lebih besar dibandingkan pertumbuhan Ready-toDrink (RTD) Coffee. Sejak tahun 2011 sampai dengan
2012 untuk pertumbuhan Ready-to-Drink (RTD) Tea adalah
sebesar 13,7 % sedangkan pertumbuhan Ready-to-Drink
(RTD) Coffee 4,8%
Konsumsi teh cair dalam kemasan 4,5 liter/kapita/tahun,
konsumsi terbesar teh kemasan botol plastik mencapai 60%
Penjualan minuman teh siap saji pada tahun 2011 tumbuh
diatas 8 % yaitu sebesar Rp. 11,02 triliun dibanding tahun
2010 sebesar Rp. 10,2 triliun. Dalam 2 tahun terakhir
persaingan pasar teh kemasan tumbuh hingga 45 %
Pasar dalam negeri masih berpotensi untuk dikembangkan
dari konsumsi 330 gram per kapita/tahun menjadi 600

22

B. PROFIL INDUSTRI TEH INDONESIA


Indikator

2007

2008

2009

2010

Unit Usaha (Unit)


Kapasitas (Ton)
Produksi Riil (Ton)
Nilai Produksi (Rp

15
159.500
105.948
1.082

17
165.880
110.186
1.332

17
169.198
115.695
1.425

19
183.011
119.458
1.593

Kapasitas

66,43

66,43

68,38

65,27

(%)
Tenaga Kerja (Orang)

18.550

18.921

19.110

19.507

Milyar)
Utilisasi

Sumber : Dit.Industri Minuman Dan Tembakau (Diolah)

23

C. PERMASALAHAN DAN TANTANGAN


Tanaman teh rakyat 60 % telah tua dan rusak serta mesin
yang sudah tua dan idle capacity sehingga produksi,
kualitas dan produktivitas teh hanya 1.200 kg/ha/tahun.
Luas perkebunan yang setiap tahun menurun 3.000
ha/tahun
disebabkan bisnis perkebunan teh tidak
kompetitif, biaya produksi meningkat terus lebih dari 10%
dan tidak sebanding dengan harga jual, sehingga petani
beralih ke tanaman lain.
Impor teh yang terus meningkat karena tarif bea masuk teh
yang berlaku selama ini 5 % yang tarifnya paling rendah
dibanding dengan tarif bea masuk negara-negara lain
(Srilangka 30%, Kenya 25%, Turki 145% dan Vietnam 50%)
sehingga perlu dilakukan pengendalian.
Rendahnya harga teh ekspor Indonesia hanya 65 % dari
Colombo Tea Auction (Srilangka)
24

C. PERMASALAHAN DAN TANTANGAN-Lanjutan


Non Tariff Barriers yang diberlakukan negaranegara importir teh antara lain:
Sertifikasi keamanan pangan/ HACCP (Eropa, USA, Australia,
Midle East)
Serifikasi RFA /Rainforest Allience (seluruh dunia)
Sertifikasi UTZ (Belanda, Belgia, Inggris, Skandinavia, Swiss,
Jepang, AS dan Canada)
Ketentuan BTA/ Bio Terroris Act (Amerika Serikat)
ISO 22000 (seluruh dunia)
Fair Trade (Eropa, AS, Canada, Jepang, Selandia Baru,
Mexico, Australia, Afrika Selatan)
ETP/ Ethical Tea Partneship (seluruh dunia)
Menjadi member dari Asosiasi Teh (Jepang)
Mendapat izin dari Tea Board (Sri Lanka, India).

25

D. PELUANG DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TEH

Jumlah penduduk yang besar dan gaya hidup masyarakat


yang meningkat serta kebutuhan sehingga memilih dengan
minuman dalam kemasan (Ready-To-Drink) memberi peluang
pasar lebih luas.
Jenis produk berbahan baku teh yang beragam berkembang
pesat (untuk minuman teh instan, ice cream, Ready-To-Drink,
kecantikan dan kosmetik dalam bentuk sabun atau cream dll).
Pengembangan premium tea : melalui pameran dan even
lainnya.
Dalam rangka pengendalian impor teh dan pengembangan
industri pengolahan teh (nomor HS. 2101.20.10.00) diusulkan
untuk MFN tahun 2017 bea masuk menjadi 10% (MFN 2012
bea masuk sebesar 5 %)
Teknologi pengolahan dan peralatan pengolahan sudah cukup
dikuasai
26

D. PELUANG DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TEH-Lanjutan


Telah melakukan penyusunan SNI antara lain :
o
Minuman Teh dalam kemasan : 3143-2011.
o
Teh Instan : 7707:2011;
o
Teh Kering Dalam Kemasan : 3836 : 2013
o
Teh Hijau Celup (RSNI 4324 : 2013);
o
Teh Hitam Celup (RSNI 3753:2013);
o
Teh Wangi : 01-1898-2002
o
Teh Hijau Bubuk : 01-4453-1998
o
Teh Hitam : 01-1902-1995
o
Teh Hijau : 01-3945-1995
Pemerintah telah mempertimbangkan untuk melakukan keringanan
pembiayaan untuk pengembangan industri pengolahan teh,
terutama untuk peremajaan mesin-mesin produksi.
Pemerintah
Juga
berencana
mengadakan
pelatihan
Good
Manufacturing Practices pada industri teh; penerapan SNI pada teh
oolong, teh putih, teh hijau, dan teh hitam; revitalisasi mesin
pengolah teh; dan mendorong industri pengolahan teh rakyat
membentuk koperasi dan mitra dengan industri teh olahan besar

27

TERIMA KASIH

28

Anda mungkin juga menyukai