Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis

yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai

sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan

juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani

kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012).

Keberhasilan agribisnis kopi membutuhkan dukungan semua pihak yang terkait dalam

proses produksi kopi pengolahan dan pemasaran komoditas kopi. Upaya meningkatkan

produktivitas dan mutu kopi terus dilakukan sehingga daya saing kopi di Indonesia dapat

bersaing di pasar dunia (Rahardjo, 2012).

Budidaya tanaman kopi di Aceh berkembang begitu pesat dan begitu juga di dataran

Tinggi Gayo kopi arabika di Tanah Gayo sebagaimana daerah lain dikembangkan oleh

pemerintah Kolonial Belanda. Hal tersebut dikarenakan tanaman kopi sangat sesuai dengan

ketinggian tanah di Gayo. Bagi masyarakat Gayo kopi dapat dikatakan sebagai sumber utama

bagi kehidupan. Mayoritas petani di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah menanam

kopi, baik yang dikerjakan secara tradisional maupun modern. Semua keluarga dalam tradisi

dan budaya Gayo memiliki peran dalam proses produksi kopi, mulai dari membuka lahan,

menanam, merawat hingga memanen kopi. Pertanian kopi merupakan tradisi yang merupakan

bagian kehidupan sosial ekonomi masyarakat Gayo.

1
Gayo Menjadi salah satu penghasil kopi terbesar di Indonesia yaitu kopi arabica dan

robusta. Produksi kopi yang di hasilkan sudah menempati posisi yang khusus pada

masyarakat Gayo sendiri hingga sampai saat ini kopi Gayo diakui sebagai salah satu kopi

terbaik di dunia.

Terdapat beberapa perbedaan antara dua jenis kopi yang di tanam di dataran tinggi

gayo. Kopi arabika adalah produk berkualitas yang banyak diekspor ke luar negeri seperti

Amerika, eropa, Jepang,dan Australia. Hal ini karena kopi jenis ini memiliki biji yang besar

dan rasa asam yang khas yang berbeda dengan kopi robusta. selain itu kopi arabika memiliki

kadar caffein yang lebih rendah dari kopi robusta.

Kopi robusta memiliki biji yang lebih kecil dari biji kopi arabika. Selain itu jenis kopi

ini memiliki rasa yang berbeda dengan kopi arabika, kopi ini memiliki rasa yang sedikit

pahit. Bentuk inilah yang membuat kopi robusta lebih banyak di konsumsi atau digemari

masyarakat lokal dan jarang menjadi sebuah komoditas ekspor.

Terdapat sekitar 61 persen dari jumlah produksi tersebut diekspor sedangkan sisanya

dikonsumsi di dalam negeri dan di simpan sebagai cadangan oleh pedagang dan eksportir,

selain itu sebagai cadangan bila terjadi gagal panen. Konsekuensi dari besarnya jumlah kopi

yang diekspor adalah ketergantungan Indonesia pada situasi dan kondisi pasar kopi dunia.

(Yahmadi, 2005).

2
Tabel Perkembangan Produksi dan Ekspor Kopi Arabica Aceh

Kopi Arabika

Persentase

Produksi Kopi Volume Ekspor Kopi Volume Ekspor

Tahun (Ton/Thn) (Ton/ Thn) Terhadap

Produksi
Kopi Total Kopi Kopi Total Kopi

Arabika Arabika
2000 28.352 41.535 4.209,34 4.262,44 14,85
2001 28.352 40.919 4.384,50 4.705,50 15,46
2002 26.748 40.025 10.768,72 10.832,92 40,25
2003 21.593 33.985 9.386,70 9.391,86 43,47
2004 22.757 37.382 6.619,02 6.669,72 29,09
2005 28.930 35.012 3.651,99 3.716,49 12,62
2006 35.597 41.894 6.818,62 7.055,62 19,16
2007 28.730 46.943 6.038,44 6.038,44 21,02
2008 41.076 47.124 7.435,84 7.435,84 18,10
2009 41.592 50.190 5.606,92 5.606,92 13,48
2010 41.025 49.861 7.854,46 7.854,46 19,15

Bagi masyarakat Gayo yang lebih dominan yang ditanam adalah kopi arabika. Namun

bukan berarti kopi robusta menjadi komoditas yang terasing karena jarang dilirik pasar dunia.

Hal ini terlihat dari diliriknya kopi jenis ini bagi masyarakat lokal, di warung-warung terlihat

banyak sajian kopi robusta yang khas.

Hal yang menarik ketika melihat dua komoditas dengan perlakuan berbeda. Kopi

arabika menjadi sebuah primadona karena menjadi komoditas ekspor, sedangkan kopi robusta

menjadi sebuah komoditas yang dinikmati sebagai gaya orang gayo dalam menikmati kopi.

Alhasil ketika berbicara menikmati kopi maka akan berbicara menikmati kopi robusta,

3
sedangkan ketika berbicara komoditas ekspor maka akan berbicara kopi arabika yang

berkualitas tinggi.

Tahun 2012 adalah tahun yang menandai Kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Pada

dasarnya, banyak hal yang terjadi terkait perkembangan kopi Arabika Gayo yang puncaknya

terjadi di tahun 2012, Harga kopi dan hasil yang cukup baik 2011 dan 2012 memberi dampak

yang sangat hebat terhadap pertumbuhan ekonomi di dataran tinggi Gayo. Salah satu contoh

efeknya adalah peningkatan daya beli petani terhadap kenderaan bermotor, roda dua

misalnya. Sempat mengalami antrian disalah satu dealer di Takengon. Kondisi pasar kopi

dunia yang mengedepan kualitas tinggi merangsang lahirnya penguji kualitas (Q-Grader)

sebelum di ekspor di Gayo terbentuklah Gayo Cupper Team.

Di Tahun 2012 terjadi modernisasi meminum kopi, bermunculan cafe dan usaha

roasting.Tumbuhnya kopi shop atau kopi retail yang saat ini sudah berjamur dan berjumlah

sedikitnya 12 kedai atau toko dengan merek Kopi Gayo yang meyakinkan kita bahwa kopi

Gayo memang sedang tumbuh dan bermetamorfosis menuju Kopi Gayo yang lebih mantap.

Disini terjadi perubahan tentang cara menikmati kopi dimana kopi arabika mulai dilirik

sebagai kopi yang juga dinikmati, tidak sekedar sebuah komoditas ekspor. Disinilah peneliti

merasa menarik ketika melihat perubahan fungsi kopi gayo.

Titik pertama yang dapat dilihat bagaimana pemaknaan kopi tergambar dari selera

masyarakat Gayo terhadap kopi hasil bentukan mereka. Bertolak dari pandangan tersebut

sehingga Gayo kini dapat dikatakan sebagai daerah dengan pengetahuan akan kopi yang

pertumbuhannya sangat cepat.

Selain Jakarta dan Bandung, Gayo mencuri perhatian dengan keseluruhan struktur dan

kultur kopi yang kuat yang ini di buktikan dengan berbagai pameran yang diikuti oleh

koperasi tani di Indonesia coffe festival 2012 dan 2013 di bentuknya Gayo cuppers team,

4
hingga rencana festival kopi di takengon 2007. Merupakan sebuah kebanggan, kopi Gayo

sudah menjadi sebuah komoditas yang sangat berharga. Aktor-aktor utama kopi kini sedang

bergerak mengikuti pengetahuan berkembang.

Perkembangan pengetahuan dan cara menikmati kopi gayo secara tidak langsung akan

mempengaruhi persepsi masyarakat tentang kopi gayo. Hal ini tentu akan menimbulkan

sebuah perubahan yang merujuk pada perubahan fungsi dari kopi gayo tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian untuk

mengetahui sejauh mana perubahan fungsi kopi bagi masyarakat Gayo sebagai salah satu

kopi organik terbaik di dunia.

1.2 Tujuan Penelitian

Setiap peneliitian memiliki sebuah tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah penelitian.

Hal ini sebagai dasar yang menjadikan sebuah penelitian tersebut layak dilakukan. Adapun

tujuan dari penellitian ini adalah sebagai berikut:

 Menjelaskan fungsi kopi bagi masyarakat Gayo dari berbagai sudut pandang.
 Menjelaskan perubahan fungsi kopi Gayo saat ini.
 Mengetahui faktor-faktor pergeseran fungsi kopi Gayo tersebut.

1.3 Manfaat Penelitian

5
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kontribusi terhadap kajian ilmu sosial,

budaya. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat guna menelusuri isu mengenai asal-mula

selera atas secangkir kopi yang diminum hari ini. Selera merupakan hasil endapan antara

proses pemaknaan atas kopi yang berujung pada selera masyarakat Gayo. Adapun Manfaat

penelitian ini adalah:

 Menambah pengetahuan tentang perubahan fungsi Kopi Gayo yang ada di Desa Bandar

Lampahan, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah.


 Sebagai bahan informasi ilmiah bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
 Bagi peneliti sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Manajemen Restoran.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian sosial terkait tentang kopi telah banyak ditulis oleh ilmuwan. Hal ini

menyebabkan penelitian tentang kopi bukan sesuatu yang baru.untuk itu berbagai kajian

tentang kopi terus berkembang sehingga deskripsi maupun analisisnya juga semakin menarik

dan mendalam.

Penelitian Kopi biasanya terkait dengan pengetahuan petani kopi dan bagaimana

adaptasi di kehidupan mereka sehari-hari. Seperti Tambunan (2013) yang m enuliskan

tentang pengetahuan petani kopi di daerah Sidikalang. Beliau mengungkapan bagaimana

pengetahuan petani kopi bertahan dan digunakan sebagai cara mereka mengambil keputusan

baik itu keputusan yang berhubungan dengan ekonomi maupun keputusan mereka

menghadapi perubahan iklim.

6
Beberapa penelitian yang lain juga mengekspresikan bagaimana fenomena warung

kopi yang hidup di berbagai lapisan masyarakat. Hal ini tentu saja menarik ketika melihat

komoditas kopi menjadi barang yang berharga dan menjadi alat kebutuhan untuk sekedar

bersenda gurau sehari-hari.

Penelitian Nurazizi tentang warung kopi (2013) mengungkapkan bahwa saat ini

warung kopi sudah mengalami pergeseran makna, dimana mengunjungi warung kopi bukan

hanya sebagai tempat sebagian orang melakukan aktivitas konsumsi akan tetapi mengunjugi

warung kopi juga sudah menjadi salah satu gaya hidup bagi sebagian masyarakat saatini.

Seiring perkembangannya perubahan fisik juga tampak pada berdirinya kedai-warung kopi

yang bernuansa modern atau yang lebih dikenal coffee shop .

Nurazizi (2013) melihat Kecenderungan lahirnnya coffee shop bisa menimbulkan

adanya sebuah jarak di kalangan konsumen atau pengunjung dalam mengunjungi warung

kopi. Karena warung kopi ini memberikan berbagai fasilitas baik dari segi menu maupun

sarana prasarana yang berbeda dengan warung kopi pada umumnya. Dan perbedaan yang

paling menonjol adalah dari segi harga minuman kopi yang jauh lebih mahal dibanding menu

kopi di warung kopi biasa. Kehadiran coffee shop menawarkan aktivitas ngopi yang berbeda

dengan kedai-warung kopi sebelumnya

Melihat kejadian yang ada di warung kopi kini muncul menjadi sebuah identitas yang

melekat bagi para penikmatnya, tidak hanya tingkat kenikmatan semata, gaya hidup dan gaya

yang khas tetapi kini fungsinya semakin mendapatkan hati masyarakat. Selain terjangkau

harganya, nilai yang nyata di warung kopi juga menjadi hiburan yang tak tergantikan dari

kehidupan masyarakat. Warung kopi dijadikan sebagai wadah atau tempat yang nyaman

selain rumah untuk berkomunikasi, bersenang-senang, warung kopi menjadi tanda yang

7
mengukuhkan keberadaan baru bagi masyarakat, melalui bertemunya beragam orang, suku,

agama, lembaga, status sosial dan bahkan identitas yang multikultur.

Pandangan yang lebih luas, warung kopi juga bagian dari subkultur yang

mempertemukan berbagai budaya dan identitas baru. Tetapi ngopi juga bukan sekadar soal

keakraban, didalamnya kerap terjadi pertukaran informasi, wacana, dan pengembangan

wawasan, bahkan hiburan sekalipun .

Menurut Rasul (2010) Awalnya ngopi “ hanyalah aktifitas mengisi waktu luang dan

tempat untuk istirahat dari kepenatan ”. Namun perkembangannya kini warung kopi menjadi

sebuah tempat yang penting untuk menghabiskan waktu luang maupun waktu beraktifitas

sehari - hari . Dari berbagai suku yang berbeda warung kopi memiliki peran yang benar-benar

memberikan ruang untuk berkreasi, berdiskusi hiburan walaupun muncul konflik – konflik

kecil didalamnya. Tetapi dalam beberapa hal, warung kopi juga didirikan dengan latar

belakang yang berbeda, Lebih jauh lagi, aktifitas warung kopi ini, membentuk kultur dan

kebiasaan baru dalam berbagai sektor kehidupan, misalnya ekonomi dan sosial.

Bagi sebagian pecinta kopi, menikmati secangkir kopi mungkin hal yang biasa

dilakukan di waktu senggang dan bisa dilakukan dimana saja. Namun bagi kalangan tertentu

menikmati kopi bukan hanya bagaimana merasakan sensasi manis dan pahit, tetapi

bagaimana muatan yang menyertai aktifitas itulah yang akan berdampak lebih luas. Misalnya

para eksekutif muda akan menikmati secangkir kopi dengan menjalankan aktifitas dengan

relasi bisnisnya. Begitu juga dengan mahasiswa, menikmati secangkir kopi hanya bermakna

jika dilakukan di warung kopi yang diselingi dengan diskusi kecil. Dan orang tua sekalipun

menjadikan warung kopi salah satu daya tarik yang tidak lepas dari kehidupan sehari – hari

bahkan warung kopi menjadi rumah kedua bagi mereka.

8
Fahrizal (2014) mengungkapkan bahwa Penikmat kopi juga beragam, mulai dari

buruh bangunan hingga para pejabat. Tidak ada sekat dalam hal siapa peminat kopi. Ini

membuktikan bahwa warung kopi mempunyai potensi kultural yang dapat menggiring

masyarakat ke arah pembauran sosial. Ini tidak lepas dari salah satu manfaat warung kopi

yaitu sebagai tempat menemukan ide dan gagasan. Bahkan, bagi para penikmat kopi, warung

kopi adalah sumber informasi dan inspirasi.

Tulisan Fachrizal (2014) mengungkapkan adanya ruang yang terjadi diantara

penikmat kopi. Ruang bebas dimana obrolan yang terjadi bisa menjadi begitu cair. Hal ini

terlihat ketika satu dua orang bercengkrama satu sama lain kemudian mulai mengobrolkan

sesuatu yang mereka anggap menarik seperti permasalah bola, namun dapat begitu cairnya

ketika dibawa obrolan hingga ke masalah politik yang tengah hangat.

Berbeda dengan penelitian tentang kopi yang sudah pernah dibuat, Penelitian tentang

perubahan fungsi kopi Gayo ini memberikan sebuah pemaparan tentang adanya sebuah

pembaharuan fungsi kopi Gayo yang awalnya hanya dipandang sebagai komoditas tanaman,

kini kopi Gayo mampu hidup menjadi sebuah Identitas.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat etnografi, peneliti mencoba

menggambarkan perubahan fungsi sosial kopi Gayo. Hal ini menggugah peneliti untuk

melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung tingkah laku yang rutin dari seluruh

karakteristik individu yang dipelajari. Pengamatan harus dilakukan secara langsung dalam

setting masyarakat yang diteliti sebagai laboratorium alaminya. Kesimpulan digambarkan

secara hati-hati, tidak gegabah, perlu juga memberikan perlakuan spesial terhadap hasil

pengamatan dalam konteks yang berbeda-beda.

9
1.6 Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa Bandar Lampahan, Kecamatan

Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh. Alasan peneliti memilih lokasi ini

adalah karena di Desa ini hampir 90% penduduknya bekerja sebagai petani kopi dan

penikmat kopi di tambah lagi perkebunan kopi masyarakat daerah ini sangat luas, Panen

kopinya juga sangat bagus dan bermutu hingga terkenal sampai ke Manca Negara. Selain itu

tempat ini menjadi salah satu daerah yang menjadi pusat perhatian karena setiap tahunnya

hasil dari panen kopi semakin meningkat. Penikmat kopi juga semakin banyak dari yang tua,

muda sampai remaja sekalipun menyukai kopi. Dan perkembangan warung kopi tradisional

menjadi modern secara otomatis akan berdampak pada perubahan gaya hidup baik itu cara

penyajian kopi, pengelolahan, peningkatan konsumen kopi, dan harga yang ditawarkan

beragam. Selain itu hal ini akan berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat.

Disisi ini lah peneliti tertarik mengambil lokasi Desa Bandar Lampahan menjadi tempat

penelitan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kopi

Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama

dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi dunia

mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari spesies kopi robusta.

Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia. Namun, kopi sendiri baru

10
dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah

asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab, melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).

Di Indonesia kopi mulai di kenal pada tahun 1696, yang di bawa oleh VOC. Tanaman

kopi di Indonesia mulai di produksi di pulau Jawa, dan hanya bersifat coba-coba, tetapi

karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup menguntungkan sebagai

komoditi perdagangan maka VOC menyebarkannya ke berbagai daerah agar para penduduk

menanamnya (Najiyanti dan Danarti, 2004).

11
2.2. Jenis-Jenis Kopi

Di dunia perdagangan dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering

dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta, dan liberika. Pada umumnya, penggolongan kopi

berdasarkan spesies, kecuali kopi robusta. Kopi robusta bukan nama spesies karena kopi ini

merupakan keturunan dari berapa spesies kopi terutama Coffea canephora.

1. Kopi Arabika

Kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak di kembangkan di dunia maupun di

Indonesia khususnya. Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang memiliki iklim kering

sekitar 1350-1850 m dari permukaan laut. Sedangkan di Indonesia sendiri kopi ini dapat

tumbuh dan berproduksi pada ketinggian 1000 – 1750 m dari permukaan laut. Jenis kopi

cenderung tidak tahan Hemilia Vastatrix. Namun kopi ini memiliki tingkat aroma dan rasa

yang kuat.

2. Kopi Liberika

Jenis kopi ini berasal dari dataran rendah Monrovia di daerah Liberika. Pohon kopi liberika

tumbuh dengan subur di daerah yang memilki tingkat kelembapan yang tinggi dan panas.

Kopi liberika penyebarannya sangat cepat. Kopi ini memiliki kualitas yang lebih buruk dari

kopi Arabika baik dari segi buah dan tingkat rendemennya rendah.

12
3. Kopi Canephora (Robusta)

Kopi Canephora juga disebut kopi Robusta. Nama Robusta dipergunakan untuk

tujuan perdagangan, sedangkan Canephora adalah nama botanis. Jenis kopi ini berasal dari

Afrika, dari pantai barat sampai Uganda. Kopi robusta memiliki kelebihan dari segi produksi

yang lebih tinggi di bandingkan jenis kopi Arabika dan Liberika.

4. Kopi Hibrida

Kopi hibrida merupakan turunan pertama hasil perkawinan antara dua spesies atau

varietas sehingga mewarisi sifat unggul dari kedua induknya. Namun, keturunan dari

golongan hibrida ini sudah tidak mempunyai sifat yang sama dengan induk hibridanya. Oleh

karena itu, pembiakannya hanya dengan cara vegetatif seperti stek atau sambungan.

2.3 Proses penggilingan kopi

Kopi yang dipetik dari pohon disebut dengan buah cherry, akan tetapi jika petani

menyebutnya buah gelondong. Kemudian gelondong digiling ( dikupas kulitnya ) hingga

menjadi gabah. Setelah gelondong menjadi gabah, kemudian dijemur oleh petani sampai

setengah kering, lalu dijual / dibawa ke pabrik untuk dilakukan proses pengeringan kembali.

Setelah itu dilakukan sortasi kemudian disimpan digudang penyimpanan ( kopi dengan

sebutan DP), hasil sortasi dipisahkan antara yang bagus dengan yang jelek (sisa). Akan tetapi

yang jelek juga tetap akan dijual kepada siapa saja yang ingin membelinya dan akan dikirim

juga ke luar negeri, harganya mencapai RP.34.000 Per Kg. Kopi gayo merupakan kopi

termahal serta terbaik dan nomor 1 di seluruh dunia (sudah mendapatkan penghargaan).

13
Setelah disortir kemudian kopi disuton kembali untuk menghilangkan debu dan batu

(alat yang disebut dengan suton ready) atau siap untuk diekspor, kemudian langsung

dimasukkan ke dalam kemasan dan dijahit (packing). Berat isi setiap kemasan mencapai 60

Kg atau 320 bag. Untuk masalah pembayarannya sendiri akan ditransfer terlebih dahulu,

setelah itu kopi akan dikirim, hal itu disebabkan karena pihak dari pengelola kopi gayo

tersebut tidak ingin mengambil resiko.

Awalnya pengelola kopi gayo hanya mengirimkan stempel (PSS) kemudian pihak luar

negeri akan mengirimkan balasannya, contoh “oke / baik, stempel anda sudah kami setujui”.

Kemudian pengelola kopi gayo mengirimkan kontrak dan pihak yang bersangkutan akan

menandatangani.

Starbuck (Amerika) pun tidak sanggup jika membeli full kopi gayo karena harganya

yang cukup mahal. Sehingga Starbuck juga membeli kopi asal Brazil, Meksiko, Kosta Rika,

dll. Apabila kopi asal Negara lain tidak dicampur dengan kopi gayo maka rasanya akan

hambar, jadi kopi gayo ini sebagai penikmat rasa. Starbuck sendiri membeli kopi gayo setiap

bulannya hingga 8 kontainer.

2.4 Syarat Umum Kopi

Syarat mutu dibagi menjadi dua yaitu syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum

adalah persyaratan bagi setiap biji kopi yang dinilai dari tingkat mutunya. Biji kopi yang

tidak memenuhi syarat umum tidak dapat dinilai tingkat mutu kopinya. Sementara syarat

khusus digunakan untuk menilai biji kopi berdasarkan tingkat mutunya.

Kopi robusta memiliki tekstur lebih kasar dari kopi arabika. Jenis lainnya dari kopi

robusta seperti Qillou, Uganda dan Chanepora. Dalam pertumbuhannya kopi robusta hampir

14
sama dengan kopi arabika yakni tergantung pada kondisi tanah, cuaca, proses pengolahan.

Pengemasan kopi ini akan berbeda untuk setiap negara dan menghasilkan rasa yang sedikit

banyak juga berbeda (Anonim, 2012a).

Kopi robusta biasanya digunakan sebagai kopi instant atau cepat saji. Kopi robusta

memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi, rasanya lebih netral, serta aroma kopi yang

lebih kuat. Kandungan kafein pada kopi robusta mencapai 2,8% serta memiliki jumlah

kromosom sebanyak 22 kromosom. Produksi kopi robusta saat ini mencapai sepertiga

produksi kopi seluruh dunia (Anonim, 2012a).

Biji kopi memiliki kandungan yang berbeda baik dari jenis dan proses pengolahan

kopi. Perubahan ini disebabkan karena adanya oksidasi pada saat proses penyangraian.

2.5 Konsep Dasar Pengeringan

Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air

kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan

pertanian dapat dicegah dari serangan jamur, enzim dan aktifitas serangga (Hederson and

Perry, 1976). Sedangkan menurut Hall (1957) dan Brooker et al., (1974), proses pengeringan

adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat

memperlambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum

bahan diolah atau dimanfaatkan.

Pengeringan adalah proses pemindahan panas untuk menguapkan kandungan air yang

dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengeringan yang biasanya

berupa panas. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai dimana

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan 7

15
terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu

simpan yang lebih lama (Anonim, 2012b).

Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan yang dilakukan

dengan tujuan pengawetan. Manfaat lain dari pengeringan adalah memperkecil volume dan

berat bahan dibanding kondisi awal sebelum pengeringan, sehingga akan menghemat ruang

(Rahman dan Yuyun, 2005).

Dalam pengeringan, keseimbangan kadar air menentukan batas akhir dari proses

pengeringan. Kelembapan udara nisbi serta suhu udara pada bahan kering biasanya

mempengaruhi keseimbangan kadar air. Pada saat kadar air seimbang, penguapan air pada

bahan akan terhenti dan jumlah molekul-molekul air yang akan diuapkan sama dengan

jumlah molekul air yang diserap oleh permukaan bahan. Laju pengeringan amat bergantung

pada perbedaan antara kadar air bahan dengan kadar air keseimbangan (Siswanto, 2004).

Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan

semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari

bahan pangan. Pada proses pengeringan, air dikeluarkan dari bahan pangan dapat berupa uap

air. Uap air tersebut harus segera dikeluarkan dari atmosfer di sekitar bahan pangan yang

dikeringkan. Jika tidak segera keluar, udara di sekitar bahan pangan akan menjadi jenuh oleh

uap air sehingga memperlambat penguapan air dari bahan pangan yang memperlambat proses

pengeringan (Estiasih, 2009).

16
2.6 Pengeringan Biji Kopi

Kombinasi suhu dan lama pemanasan selama proses pengeringan pada komoditi biji-

bijian dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan biji. Suhu udara, kelembaban relatif

udara, aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar akhir bahan merupakan faktor yang

mempengaruhi waktu atau lama pegeringan (Brooker et al., 1974).

Biji kopi yang telah dicuci mengandung air 55%, dengan jalan pengeringan

kandungan air dapat diuapkan, sehingga kadar air pada kopi 8 mencapai 8-10%. Setelah

dilakukan pengeringan maka dilanjutkan dengan perlakuan pemecahan tanduk. Pengeringan

dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

1. Pengeringan dengan sinar matahari, dengan cara semua biji kopi diletakkan dilantai

penjemuran secara merata.


2. Pengeringan dengan menggunakan mesin pengering, dimana pada mesin pengering

tersebut terdiri atas tromol besi dengan dindingnya berlubang – lubang kecil (Aak, 1980).

Pengeringan pada kopi biasanya dilakukan dengan tiga cara yaitu pengeringan secara

alami, buatan, dan kombinasi antara alami dan buatan.

1. Pengeringan Alami

Pengeringan alami hanya dilakukan pada musim kemarau karena pengeringan pada

musim hujan tidak akan sempurna. Pengeringan yang tidak sempurna mengakibatkan kopi

berwarna coklat, berjamur, dan berbau apek. Pengeringan pada musim hujan sebaiknya

dilakukan dengan cara buatan atau kombinasi cara alami dan buatan. Pengeringan secara

alami sebaiknya dilakukan dilantai semen, anyaman bambu, atau tikar. Kebiasaan menjemur

17
kopi di atas tanah akan menyebabkan kopi menjadi kotor dan terserang cendawan (Najiyati

dan Danarti, 2004).

Cara penjemuran kopi yang baik adalah dihamparkan di atas lantai dengan ketebalan

maksimum 1.5 cm atau sekitar 2 lapisan. Setiap 1–2 jam hamparan kopi di bolak-balik

dengan menggunakan alat menyerupai garuh atau kayu sehingga keringnya merata. Bila

matahari terik penjemuran biasanya berlangsung selama 10–14 hari namun bila mendung

biasanya berlangsung 3 minggu (Najiyati dan Danarti, 2004).

2. Pengeringan Buatan

Pengeringan secara buatan biasanya dilakukan bila keadaan cuaca cenderung

mendung. Pengeringan buatan memerlukan alat pengering yang hanya memerlukan waktu

sekitar 18 jam tergantung jenis alatnya. Pengeringan ini dilakukan melalui dua tahap. Tahap

pertama, pemanasan pada suhu 65-100 oC untuk menurunkan kadar air dari 54% menjadi

30%. 9

Tahap kedua pemanasan pada suhu 50–60 oC untuk menurunkan kadar air menjadi 8-

10% (Najiyati dan Danarti, 2004).

18
2.7 Proses Pengolahan Bubuk Kopi

Proses pengolahan bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu sebagai

berikut:

1. Penyangraian

Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini merupakan

tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan

panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik calon pembentuk

citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai

atau sering disebut derajat sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai

mendekati cokelat tua kehitaman (Mulato, 2002).

Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada waktu dan

suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat

kering terutama gas dan produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini

sangat menentukan citarasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu

penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3

golongan yaitu ligh roast suhu yang digunakan 193 °C sampai 199 °C, medium roast suhu

yang digunakan 204 °C dan dark roast suhu yang digunakan 213 °C sampai 221 °C. Light

roast menghilangkan 3-5% kadar air, medium roast menghilangkan 5-8% dan 10 dark roast

menghilangkan 8-14% kadar air (Varnam and Sutherland, 1994).

Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau continous. Pemanasan

dilakukan pada tekanan atmosfer dengan media udara panas atau gas pembakaran.

Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang

dipanaskan, dan pada beberapa desain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada

19
pemanasan. Desain paling umum yang dapat disesuaikan baik untuk penyangraian secara

batch maupun continous yaitu berupa drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji

kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster

dimana dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan

langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan

sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfer serta menekan biaya

operasional (Ciptadi dan Nasution, 1985).

Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan (light), medium dan

gelap (dark). Secara laboratoris tingkat kecerahan warna biji kopi sangrai diukur dengan

pembeda warna lovibond. Biji kopi beras sebelum disangrai mempunyai warna permukaan

kehijauan yang bersifat memantulkan sinar sehingga nilai Lovibondnya (L) berkisar antara

60-65. Pada penyangraian ringan (light), sebagian warna permukaan biji kopi berubah

kecoklatan dan nilai L turun menjadi 44-45. Jika proses penyangraian dilanjutkan pada

tingkat medium, maka nilai L biji kopi makin berkurang secara signifikan kekisaran 38-40.

Pada penyangraian gelap, warna biji kopi sangrai makin mendekati hitam karena senyawa

hidrokarbon terpirolisis menjadi unsur karbon. Sedangkan senyawa gula mengalami proses

karamelisasi dan akhirnya nilai L biji kopi sangrai tinggal 34-35. Kisaran suhu sangrai untuk

tingkat sangrai ringan adalah antara 190 oC-195 oC, sedangkan untuk tingkat sangrai

medium adalah di 11 atas 200 oC. Untuk tingkat sangrai gelap adalah di atas 205 oC (Mulato,

2002).

Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut Ukers

dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) seperti swelling, penguapan air, tebentuknya

senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein,

terbentuknya gas sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi.

Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar

20
terdiri dari kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang

membentuk aroma dan rasa di dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi

dan Nasution (1985) adalah:

1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam klorogenat,

asam ginat dan riboflavin.


2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat, keton

kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.


4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline, alanin, threonin,

glisin dan asam aspartat.


5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan volerat.

Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk

komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethilamin, asam formiat dan

asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk

kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kafein klorogenat. Biji kopi yang

disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi

dipisahkan dari outlet khusus dan digunakan langsung oleh konsumen. Tempat penyimpanan

yang lebih 12 baik serta kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif

jika kopi tidak melewati outlet khusus. Saat ini digunakan kemasan vakum dari kaleng yang

mampu menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan

tetapi menerima oksigen (Ciptadi dan Nasution ,1985).

2. Pendinginan Biji Sangrai

21
Proses pendinginan biji kopi yang telah disangrai sangat perlu dilakukan. Ini untuk

mencengah agar tidak terjadi pemanasan lanjutan yang dapat mengubah warna, flavor,

volume atau tingkat kematangan biji yang diinginkan. Beberapa cara dapat dilakukan antara

lain pemberian kipas, ataupun dengan menaruhnya kebidang datar (Pangabean, 2012).

Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan di dalam bak

pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses penyangraian berlanjut

dan biji kopi menjadi gosong (over roasted). Selama pendinginan biji kopi diaduk secara

manual agar proses pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi

untuk memisahkan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai (Mulato,

2002).

3. Penghalusan/Pengilingan Biji Kopi Sangrai

Biji kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh butiran kopi

bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif

besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh. Dengan demikian, senyawa pembentuk citarasa

dan senyawa penyegar mudah larut dalam air seduhan (Mulato, 2002).

Salah satu perubahan kimiawi biji kopi selama penyangraian dapat dimonitor dengan

perubahan nilai pH. Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa volatil seperti

aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat

mudah menguap. Makin lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas di

dalam seduhan makin berkurang secara signifikan. Biji kopi secara alami 13 mengandung

cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas kopi antara lain asam

amino dan gula. Selama penyangraian beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi

22
menimbulkan aroma khas. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti

tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino

membentuk senyawa melancidin yang memberikan warna cokelat (Mulato, 2002).

2.8 Kadar Air

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kadar air.

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sehingga menghambat

perkembangan organisme pembusuk. Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap banyaknya

air yang diuapkan dan lamanya proses pengeringan (Taib et al., 1988).

Kadar air suatu bahan merupakan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan

yang dinyatakan dalam persen basis basah (wet basis) atau dalam persen basis kering (dry

basis). Kadar air basis basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan

kadar air basis kering lebih 100%. Kadar air basis basah (Mwb) adalah perbandingan antara

berat air yang ada dalam bahan dengan berat total bahan.

Struktur bahan secara umum dapat didasarkan pada kadar air yang biasanya

ditunjukkan dalam persentase kadar air basis basah atau basis kering. Kadar air basis basah

(Mwb) banyak digunakan dalam penentuan harga pasar sedangkan kadar air basis kering

(Mdb) digunakan dalam bidang teknik (Brooker et al., 1974).

Metode penentuan kadar air dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode langsung

dan metode tidak langsung. Metode langsung menerapkan metode oven dan metode destilasi.

Pada metode oven, sampel bahan diletakkan ke dalam oven hingga diperoleh berat konstan

pada bahan. Penentuan kadar air pada metode oven didasarkan pada banyaknya air yang

hilang dari produk. Adapun pada metode destilasi, kadar air dihilangkan dengan memanaskan

23
biji ke dalam air dan selanjutnya menentukan volume atau massa air yang hilang pada biji

dalam uap yang terkondensasi atau dengan pengurangan berat sampel (Brooker et al., 1974).

2.9 Kadar keasaman (pH)

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau

kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion

hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara

eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah

skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan

berdasarkan persetujuan internasional. pH merupakan salah satu contoh fungsi keasaman.

Konsentrasi ion hidrogen dapat diukur dalam larutan non-akuatik, namun perhitungannya

akan menggunakan fungsi keasaman yang berbeda (Volk, 1993).

24
BAB III

Foto kegiatan

25
26

Anda mungkin juga menyukai