Anda di halaman 1dari 13

ABSES PARAFARING

Fitri Meylani (0920221254)


Andi Alfian (1102007028)
Tengku Arsyfia (1102007276)
Merylla Jane (112010083)
DEFINISI

Abses parafaring adalah kumpulan nanah yang


terbentuk di dalam ruang parafaring.
EPIDEMIOLOGI
Anatomi Faring
ETIOLOGI
Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara :
Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan
tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan terjadi karena
ujung jarum suntik yang terkontaminasi kuman (aerob dan
anaerob) menembus lapisan otot tipis (m. konstriktor faring
superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fossa
tonsilaris.
Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi,
tonsil, faring, hidung, sinus paranasal,mastoid dan vertebra
servikal dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya
abses ruang parafaring.
Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau
submandibula
PATOLOGI
Infeksi leher dalam merupakan selulitis flegmonosa
dengan tanda-tanda setempat yang sangat mencolok atau
menjadi tidak jelas karena tertutup jaringan yang
melapisinya. Seringkali dimulai pada daerah prastiloid
sebagai suatu selulitis, jika tidak diobati akan berkembang
menjadi suatu thrombosis dari vena jugularis interna.
Abses dapat mengikuti m. stiloglosus ke dasar mulut
dimana terbentuk abses.
Infeksi dapat menyebar dari anterior ke bagian posterior,
dengan perluasan ke bawah sepanjang sarung pembuluh-
pembuluh darah besar, disertai oleh trombosis v. jugularis
atau suatu mediastinitis.
Infeksi dari bagian posterior akan meluas ke atas
sepanjang pembuluh-pembuluh darah dan mengakibatkan
infeksi intracranial atau erosi a. karotis interna
GEJALA KLINIS
Pada infeksi dalam ruang parafaring terdapat pembengkakan
dengan nyeri tekan daerah submandibula terutama pada
angulus mandibula, leukositosis dengan pergeseran ke kiri, dan
adanya demam.
Terlihat edema uvula, pilar tonsil, palatum dan pergeseran ke
medial dinding lateral faring. Sebagai perbandingan pada abses
peritonsil hanya tonsil yang terdorong ke medial. Pada
rontgenogram lateral mungkin tampak pergeseran trakea ke
arah anterior.
Trismus yang disebabkan oleh menegangnya M. Pterigoid
internus merupakan gejala menonjol, tetapi mungkin tidak
terlihat jika infeksi jauh di dalam sampai prosesus stiloid dan
struktur yang melekat padanya sehingga tidak mengenai M.
Pterigoid internus.9
Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat


penyakit, gejala, dan tanda klinik. Bila
meragukan dapat dilakukan pemerksaan
penunjang berupa foto rontgen jaringan lunak
AP atau CT scan
PENATALAKSANAAN
Jika terdapat pus, tidak ada cara lain kecuali dengan
evakuasi bedah. Sebelumnya diperlukan istirahat di
tempat tidur, kompres panas untuk menekan
lokalisasi abses. Terapi antimikroba sangat perlu,
akan lebih baik jika disesuaikan dengan tes
sensitivitas, biakan, dan pewarnaan gram dari pus
yang diambil.
Insisi intraoral dilakukan jika timbul penonjolan ke
dalam faring. Dilakukan anestesi sebelum tindakan
dan dilanjutkan dengan insisi dan drainase.
Insisi ekstranasal dilakukan jika suatu abses
menonjol ke luar atau tampak pembengkakan yang
jelas.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling berbahaya dari infeksi spatium
faringomaksilaris adalah terkenanya pembuluh darah
sekitarnya.
Tromboflebitis septik vena jugularis.
Perdarahan masif yang tiba-tiba akibat dari erosi
arteri karotis intena.
Trombosis jugular telah ditemukan pada beberapa
kasus.
Angina ludovici, perdarahan, osteomielitis vertebra
servikal dan mandibula, pneumonia, erisipelas,
gangguan n.vagus, meningitis, abses, dan septikemia.
Abses parafaring terjadiKesimpulan
Proses supurasi kelenjar limfa leher
bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus
paranasal,mastoid dan vertebra servikal dapat merupakan
sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring.
Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau
submandibula.
Gejala yaitu nyeri tekan daerah submandibula terutama pada
angulus mandibula, leukositosis dengan pergeseran ke kiri,
dan adanya demam. Terlihat edema uvula, pilar tonsil,
palatum dan pergeseran ke medial dinding lateral faring.
Tonsil yang terdorong ke medial. Pada rontgenogram lateral
mungkin tampak pergeseran trakea ke arah anterior. Trismus
yang disebabkan oleh menegangnya M. Pterigoid internus
merupakan gejala menonjol.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala,
dan tanda klinik. Bila meragukan dapat dilakukan pemerksaan
penunjang berupa foto rontgen jaringan lunak AP atau CT
scan.
Daftar Pustaka
Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Applied Anatomy and Physiology Mouth and Pharynx.
Dalam: Richard AB (ed). Ear, Nose, and Throat Disease, a pocket reference. 2nd rev.ed. New
York: Thieme Flexibook 1994:307-315.
Hatmansjah. Tonsilektomi. Cermin Dunia Kedokteran Vol. 89, 1993. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, hal:19-21.
Hasibuan R, A.H. SpTHT. Pharingologi, Jala Penerbit, Jakarta, 2004. Hal:38, 55-8.
Gray RF, Hawthrorne M. Anatomy of The Mouth and Pharynx. Dalam: Synopsis of
Otolaryngology. 5th ed. Singapore: Butterworth Heinemann 1992:228-304.
Effendi H: Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam: Boies, Buku Ajar Penyakit THT
Edisi VI, EGC, Jakarta, 1997. Hal:333.
Adrianto, Petrus. 1986. Penyakit Telinga, Hidung, dan tenggorokan, 296, 308-309. EGC,
Jakarta.
Tan AJ. 2010. Peritonsilar Abscess in Emergency Medicine. Tersedia pada:
http://emedicine.medscape.com/article/764188-overview. diakses pada tanggal 31 Maret
2011.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. h.226-30.
Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher Jilid 1. Edisi 13. Jakarta:
Binarupa Aksara. 1994. h. 295-9.
Adams GL, Boies LR, Higler PA. Buku ajar penyakt THT. Edisi 7. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC. 2000. h. 342-5.

Anda mungkin juga menyukai