Anda di halaman 1dari 50

SORE

THROAT
Skenario 2
Kelompok IIIB
Fricisilya Meilynda (1661050040)
Rio Erwan Kuncoro (1661050054)
Emeralda Kustari Pratikutha (1661050069)
Yosafat Juanto (1661050085)
Tio Dora Parhusip (1661050123)
Constantia Rosa Pattiselanno (1661050145)
Sona Anggreny Siburian (1661050151)
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan:
Definisi dan gejala ISPA
Anatomi dan histologi saluran pernafasan atas
Etiologi ISPA
Patofisiologi ISPA
Diagnosis banding
Pemeriksaan penunjang
Tatalaksana ISPA dan terapi suportif
Definisi
dan Gejala
ISPA
Tujuan Pembelajaran 1
Definisi ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut atau sering disebut
sebagai ISPA adalah infeksi yang mengganggu
proses pernafasan seseorang. Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh virus yang menyerang hidung,
trakea (pipa pernafasan), atau bahkan paru-paru.
(Menurut Alodokter)
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah
satu bagian dan atau lebih dari saluran
pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura
(Nelson, 2003)
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah
infeksi saluran pernafasan akut yang
menyerang tenggorokan, hidung dan paru-
paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari,
ISPA mengenai struktur saluran di atas laring,
tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai
bagian saluran atas dan bawah secara
stimulan atau berurutan
(Menurut WHO 2013)
Gejala ISPA
Menurut Depkes RI 2002, tanda dan gejala
ISPA di bagi dalam 3 bagian, yaitu:

ISPA Ringan
Batuk
Serak
Pilek
Demam, suhu tubuh lebih
dari 37 derajat
ISPA Sedang
Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada
anak yang berumur kurang dari satu tahun atau
lebih dari 40 kali per menit pada anak yang
berumur satu tahun atau lebih
Suhu lebih dari 39 derajat C
Pernafasan berbunyi seperti mengorok
(mendengkur)
ISPA Berat
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan
cukup lebar) pada waktu
bernafas.
3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok
dan anak tampak
gelisah.
Anatomi dan
histologi saluran
pernafasan atas
Tujuan Pembelajaran 2
Anatomi Saluran Pernafasan Atas
Anatomi Orofaring
Histologi Tonsil
Etiologi
ISPA
Tujuan Pembelajaran 3
Etiologi ISPA

Virus Bakteri
Miksovirus Streptococcus
Adenovirus Staphylococus
Koronovirus Pneumococcus
Pikornavirus Hemofilus
Mikoplasma Bordetella
Herpesvirus Corinebacterium
Tonsilitis
streptokokus atau staphilokokus

Faringitis
hemolytic stretococcy, staphylococci

Laringitis
streptococcus hemolyticus, streptococcus viridans,
pneumokokus, staphylococcus hemolyticus dan
haemophilus influenzae
Patofisiologi
ISPA
Tujuan Pembelajaran 4
Ketahanan saluran pernafasan terhadap infeksi tergantung
pada 3 unsur alami :

- Keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia


- Makrofag alveoli
- Antibodi setempat
Infeksi bakteri mudah terjadi akibat infeksi yang
pada saluran nafas yang sel-sel terdahulu
epitel mukosanya telah rusak

Selain itu,hal-hal yang menggangu


keutuhan lapisan mukosa & gerak silia
adalah :

- Asap rokok & gas so2, polutan utama dalam


pencemaran udara
- Sindroma imotil
- Pengobatan dengan O2 kosentrasi tinggi (25% atau
lebih).
Makrofag banyak terdapat di alveol & akan di mobilisasi ke
tempat lain bila terjadi infeksi.

Asap rokok dapat menurunkan kemampuan


makrofag membunuh bakteri,sedangkan alkohol
dapat menurunkan mobilitas sel-sel ini.
Kekurangan igA akan seperti yang sering terjadi
Antibodi setempat ialah
memudahkan terjadinya infeksi pada anak.
igA
saluran pernafasan
Namun infeksi jarang
Refleks batuk
Saluran nafas atas secara terjadi & jarang
merupakan ketahanan
langsung terpajan ke berkembang menjadi
tubuh
lingkungan infeksi pada saluran nafas
bagian bawah.

Silia bergerak secara ritmis untuk Yang mengeluarkan benda


Terdapat lapisan
mendorong mukus & mikro organisme asing ,mikro organisme,&
mukosiliaris yang
yang terperangkap di dalam mukus membuang mukus yang
terdiri dari sel-sel silia
tertimbun

Ke atas ke nasofaring dan Dikeluarkan melalui


dikeluarkan sebagai sputum hidung & ditelan
Diagnosis
banding
Tujuan Pembelajaran 5
Diagnosis banding ISPA

Tonsilitis

Faringitis

Difteri

Mononukleosis
Tonsilitis
Peradangan atau pembesaran pada
tonsil.
Manifestasi klinis:
- Demam
- Sakit kepala
- Nyeri tenggorokan saat menelan
- Sakit telinga
- Batuk
- Pada pemeriksaan tonsil ditemukan
pembesaran serta hiperemis, detritus
Faringitis

Peradangan faring akibat infeksi dari bakteri


atau virus.
Manifestasi klinis:
- Demam
- Pilek
- Nyeri tenggorokan
- Pada pemeriksaan tampak hiperemis,
oedema dan dinding posterior faring
bergranular
Difteri

Infeksi bakteri (Corynebacterium difteri)


yang umumnya menyerang selaput lendir
pada hidung dan tenggorokan, dan kulit.

Pseudomembran akan mulai menutupi


tonsil, faring, dan atau jaringan dalam
rongga hidung
Manifestasi klinis:
- Nyeri tenggorokan
- Demam
- Sulit mengunyah
- Suara parau
- Sakit kepala
- Pembesaran kelenjar getah bening yang menghasilkan leher
menebal menyerupai kerbau (bull neck)
- Batuk
- Susah bernapas
- Terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi
tenggorokan dan amandel
Mononukleosis

Infeksi yang terjadi karena


tersebarnya virus Epstein-Barr (EBV)
dalam tubuh melalui air liur.
Manifestasi klinis:
- Demam biasanya pada sore atau awal malam
hari
- Nyeri tenggorokan
- Pembesaran kelenjar getah bening
- Kelenjar getah bening di berbagai tempat bisa
membesar, tetapi yang paling sering adalah
kelenjar getah bening leher
Pemeriksaan
penunjang
Tujuan Pembelajaran 6
Tatalaksana
ISPA dan terapi
suportif
Tujuan Pembelajaran 7
ISPA

Common Cold (Batuk Pilek)


Sinusitis
Faringitis
Tonsilitis
Laringitis

Terapi ISPA umumnya dengan antibiotik


Terapi Common Cold

Penekanan refleks batuk secara sentral :


Kodein dan opiat lainnya
Dekstrometorfan (DMP)
Anti histamin
Obat untuk dahak yang kental :
Ekspektoran
Mukolitik
Terapi Hidrasi (Air) dan Terapi Uap
Mengurangi kongesti hidung :
Simpatomimetik
Antihistamin
Antikolinergik
Terapi Sinusitis

Membebaskan obstruksi, mengurangi viskositas sekret,


dan mengeradikasi kuman
Terapi pokok
Pemberian antibiotika 10-14 hari, kecuali azitromisin
Penambahan 10-14 hari
Tidakan operasi
Terapi pendukung
Pemberian analgesik
Kongestan
Terapi Faringitis

Mengatasi gejala secepat mungkin, membatasi penyebaran


infeksi serta membatasi komplikasi
Terapi pokok :
Antibiotika bila disebabkan Streptococcus (Grup A)
parasetamol atau ibuprofen, disertai kumur menggunakan larutan
garam hangat atau gargarisma khan dan tablet hisap bila disebabkan
non Streptococcus
Terapi pendukung
Analgesik seperti ibuprofen
Antipiretik
Kumur dengan larutan garam, gargarisma khan
Lozenges/ Tablet hisap untuk nyeri tenggorokan.
Terapi Faringitis

Antibiotika pada terapi Faringitis oleh karena Streptococcus Grup A Pilihan antibiotika pada terapi faringitis yang gagal
Terapi Tonsilitis

Tonsilitis kronik
Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat
kumur / hisap
Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi
medikamentosa atau terapi konservatif tidak
berhasil
Tonsilektomi
Tonsilektomi

Indikasi dilakukan :
Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun
telah mendapatkan terapi yang adekuat
Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial
Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan
sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan,
dan gangguan bicara
Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses
peritonsil, yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan
Tonsilektomi

Indikasi dilakukan :
Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A
Sterptococcus hemoliticus
Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
Otitis media efusa / otitis media supurataif

( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 )


Pengobatan Laringitis

Antibiotik (baik untuk bakteri)


Kortikosteroid (digunakan dalam keadaan mendesak
seperti penggunaan suara untuk bernyanyi dan
berpidato)
Terapi Laringitis

Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk


rumah sakit, namun ada indikasi masuk rumah sakit
apabila :
Usia penderita dibawah 3 tahun
Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
Diagnosis penderita masih belum jelas
Perawatan dirumah kurang memadai
Terapi Laringitis

1. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari


2. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit
3. Istirahat
4. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak
atsiri / minyak mint bila ada muncul sumbatan
dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis
(saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk
semprotan hidung atau nasal spray
Terapi Laringitis
5. Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika
pasien ada demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan
obat anti nyeri / analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan
dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin,
pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral
ataupun spray.Pemberian antibiotika yang adekuat yakni :
ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis atau
kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4
dosis atau sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson)
lalu dapat diberikan kortikosteroid intravena berupa
deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3
dosis, diberikan selama 1-2 hari.
Terapi Laringitis

6. Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila


penatalaksanaan ini tidak berhasil maka dapat
dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila
sudah terjadi obstruksi jalan nafas
7. Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok
akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi
pada pita suara, minum banyak air karena cairan akan membantu
menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu
banyak dan mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol
dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering. jangan
berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem
akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara,
meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga akan
menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir.
Daftar Pustaka
Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 11. EGC. Jakarta.
Setya Gilang. 2012. Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada balita.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-gilangsety-6618-3-babii.pdf. diakses pada
12 September 2017
Kemes. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan.
http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-content/uploads/2014/02/PC_INFEKSI.pdf. diakses pada 12
September 2017
Pujiarto, PS. 2014. Batuk Pilek (Common Cold) Pada Anak. InHealth Gazette Agustus November
2014. http://www.inhealth.co.id/uploads/INHEALTH%20GAZETTE%20Ed%20AGUST-
NOV%202014%20%28ok%29.pdf. diakses pada 12 September 2017
Unimus. Tonsilitis. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-sriwulansa-6326-2-
babii.pdf. diakses pada 12 September 2017
Febrida, M. 2013. Laringitis, Peradangan Laring Akibat Berlebihan Gunakan Suara.
http://health.liputan6.com/read/649679/laringitis-peradangan-laring-akibat-berlebihan-gunakan-
suara. diakses pada 12 September 2017
Faradilla, N. 2009. Laringitis Akut.
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/09/laringitis_akut_files_of_drsmed.pdf. diakses pada
12 September 2017
http://www.proteinatlas.org/learn/dictionary/normal/tonsil/detail+1
https://mediskus.com/penyakit/radang-amandel-tonsilitis-pada-anak

Anda mungkin juga menyukai