Anda di halaman 1dari 26

Obat yang Bekerja pada Sistem

Imun
Jaringan tubuh kembangkan sistem imun utk pisahkan
dirinya (self) dari benda asing (nonself).
Terbagi dua: 1) cepat dan nonspesifik (innate immunity);
2) lambat dan spesifik (adaptive immunity).
Pelaku innate immunity adalah komplemen, granulosit,
monosit/makrofag, natural killer cells, mast cells, dan
basofil.
Pelaku adaptive immunity adalah: limfosit B & T. Limfosit
B buat antibodi (imunoglobulin); limfosit T berfungsi sbg
helper cells, cytolytic, dan regulatory (supressor). Kedua
jenis limfosit ini penting dalam respon imun normal
terhadap infeksi, tumor, dan juga memperantarai reaksi
transplantasi dan autoimun.
Igs (antibodies) pd permukaan limfosit B adalah reseptor
utk berbagai zat yg spesifik.
Sebaliknya, limfosit T kenali antigen sbg fragmen
peptida dari human leucocyte antigens (HLA) pd
permukaan antigen-presenting cells, seperti sel
dendritik, makrofag dan sel lain MHC kelas I dan II.
Sekali teraktifasi oleh antigen spesifik, limfosit B&T
terangsang utk berdiferensiasi dan membelah yg
bertindak sebagai efekor dan regulator respons imun.
Sistem imun berperan dlam berbagai penyakit dan
reaksi penolakan jaringan pd transpalantasi.
Ada 3 kelas obat yg mempengaruhi sistem imun:
imunosupresan, immunotoleran, dan imunostimulan.
Imunosupresan
Tdd: glukokortikoid, penghambat calcineurin,
antiproliferatif/antimetabolik, dan antibodi.
Semuanya digunakan jangka lama, tekan seluruh sistem
imun, penderita terpapar pd infeksi dan kanker.
Glukokortikoid adalah diabetogenik, penghambat
calcineurin adalah nefrotoksik.
AB monoklonal dan poliklonal yg ditujukan pada sel T
reaktif merupakan terapi tambahan yg spesifik.
Penghambat mTOR ( mammalian target of rapamycin)
sirolimus dan everolimus, Ab anti-CD25 yg targetnya
adalah GF pathway, bertujuan menekan cloning,
berpotensi sbg imunotoleran .
Prinsip Terapi Transplantasi Organ
Ada 5 prinsip: 1)kecocokan golongan darah dengan
organ donor; 2) kombinasi imunosupresan; 3)
imunosupresi yg lebih kuat pada awal pencangkokan utk
tekan reaksi penolakan; 4) evaluasi penolakan, penyulit,
infeksi, dan efek toksik obat; 5) penyesuaian dosis obat
utk hindari efek toksik.
Terapi induksi dengan antibodi utk perlambat efek
nefrotoksik penghambat calcineurin atau utk perkuat
terapi imuosupresif.
Terapi pemeliharaan adalah gunakan kombinasi obat:
penghambat calcineurin, glukokortikoid, dan
mycophenolate mofetil yang ditujukan pada sel T.
Terapi penolakan yang menetap: glukokortikoid dosis
tinggi, antibodi antilimfosit poliklonal.
Tempat kerja Imunosupresan pd
Sel T
Glukokortikoid: di DNA, kendalikan transkripsi gen.
Muromonab-CD3: kompleks reseptor sel T, hambat
pengenalan antigen.
Cyclosporine: calcineurin, hambat aktifitas fosfatase.
Tacrolimus: calcineurin, hambat aktifitas fosfatase.
Azathioprine: deoxyribonucleic acid, pengikatan
nucleotide yang salah.
Mycophenolate mofetil: hambat aktifitas inosine
monophosphate dehydrogenase.
Daclizumab, basiliximab: reseptor IL-2, hambat aktifasi
sel-T.
Sirolimus: hambat protein kinase yang berperan dalam
cell-cycle.
Glukokortikoid
Efek antiinflamasi thd berbagai komponen imunitas seluler: turunkan
jumlah lekosit di darah perifer, ikat protein pengendali transkripsi
gen, tingkatkan apoptosis sel yg aktif, dan yg paling penting tekan
sintesis sitokin proinflamasi (IL-2, IL-6). Priliferasi sel T dan sintesis
IL-2 dihambat. Kemotaksis netrofil dan monosit ditekan,
penglepasan enzim lisosome diturunkan.
Indikasi: 1) dengan imunosupresan lain utk cegah dan obati reaksi
transplantasi; metil prednisolon IV, dosis tinggi utk hentikan reaksi
akut penolakan jaringan dan penyakit otoimun; 2) pengobatan
reaksi akut penyakit GVH; 3) pengobatan rutin penyakit otoimun
(SLE, asma, psoriasis, dll); 4) tekan reaksi alergi/imunologi oleh
imunosupresan lain.
Toksisitas: hambatan pertumbuhan anak, nekrosis tulang avaskuler,
osteopenia, risiko infeksi, penutupan luka terhambat, katarak,
hiperglikemia, hipertensi.
Kombinasinya dgn cyclosporine kurangi dosis steroid, ttp tetap ada
morbiditas krn steroid.
Cyclosporine
Komplek cyclosporine-cyclophilin (immunophilin) ikat
fosfatasehambat defosforilasi calcineurinhambat transkripsi IL-2
dan sitokinhambat proliferasi sel T dan pembentukan sel T yg
sitotoksik.
Terdapat 3 sediaan: 1) dalam kapsul gelatin lunak (Sandimune); 2)
formulasi mikoemulsi yang BA-nya lebih baik (Neoral); 3) sediaan
generik. Titrasi dosis dengan pengukuran kadar perlu bila dilakukan
substitusi generik.
Indikasi: 1) berbagai transplantasi organ, dikombinasi dgn steroid,
dan salah satu obat lain (azathiprine, mycophenolate mofetil, atau
sirolimus); 2)rheumatoid arthritis yg tak respon dgn methotrexate
(saja); 3) psoriasis yg tak respon dgn obat lain; 4) bbg peny yg
diperantai oleh sel T.
Toksisitas: disfungsi ginjal, tremor, hirsutism, hipertensi,
hiperkolesterolemia, hiperurisemia, peningkatan aktifitas P-
glycoprotein. Interaksi: dgn obat yg dimetabolisme mel CYP3A
(metabolic inhibitor dan metabolic inducer)
Tacrolimus
Cara kerjanya mirip cyclosporine, hambat aktifitas
fosfatase calcineurinhambat aktifitas sel T.
Metabolisme ekstensif di hati oleh CYP3A, t1/2 12 jam,
ikatan protein plasma 75-99%, perlu titrasi dosis.
Indikasi: 1)utk profilaksis reaksi penolkan alograf
jaringan solid; 2) rescue therapy pd pda reaksi
penolakan pd penderita dgn kadar terapi cyclosporin.
Toksisitas: nefrotoksik, neurotoksik, keluhan GI,
hipertensi, hiperkalemia, hiperglikemia/diabetes, infeksi
sekunder, tumor sekunder.
Interaksi: kombinasi dgn cyclosporine timbulkan
nefrotoksisitas sinergistik, dgn obat yg dimetabolisme
oleh CYP3A.
Sirolimus dan Everolimus
Golongan antiproliferatif dan antimetabolik.
Kompleks dgn protein FKBP-12 (immunophilin),
tak hambat aktifitas calcineurin tapi hambat
protein kinasehambat cell-cycle progression
pd fase transisi G1S
Hambat aktifasi sel T, tekan sintesis IL-2 dan
faktor pertumbuhan lain sel T.
BA 15%, lemak makanan kurangi absorpsi 34%,
pastikan selalu diminum sesudah atau sebelum
makan, metabolisme ektensif di hepar oleh
CYP3A4 dan transportasi oleh P-glycoprotein,
t1/2 62 jam.
Indikasi: 1) reaksi penolakan jaringan, dikombinasi dgn
penghambat calcineurin dan steroid; 2) kombinasi dgn
steroid dan mycophenolate mofetil pd penderita risiko
tinggi nefrotoksik dgn cyclosporine; 3) pd stent cegah
proliferasi lokal dan penyumbatan vaskuler.
Toksisitas: tak nefrotoksik, ttp perberat efek nefrotoksisk
cyclosporin plus sirolimus, lymphocele, anemia,
leucopenia, thrombocytopenia, demam, perlambat
penyembuhan luka, risiko neoplasma, dan infeksi.
Interaksi dgn obat yg dimetabolisme oleh CYP3A4 dan
dgn obat yg sama-sama ditranportasi oleh P-
glycoprotein.
Azathioprine
Turunan 6-mercaptopurine, hambat sintesis
purinehambat proliferasi dan fungsi limfosit
Sbg imunosupresan lebih poten dari 6-mercaptopurine;
berarti profil kinetiknya lebih baik, punyai bbrp metabolit
aktif, retensi di jaringan tinggi, metabolisme ekstensif di
hati.
Indikasi: terapi tambahan pd reaksi penolakan jaringan,
RA berat.
Toksisitas: depresi SST, infeksi, hepatotoksik, alopesia,
pancreatitis, risiko neoplasia.
Interaksi: allopurinol tinggikan kadarnya, krn hambatan
pd xanthine oksidase.
Mycophenolate mofetil
Prodrug, lepaskan mycophenolic acid (MPA), penghambat inosine
monophosphate dehydrogenase yg selektif, nonkompetitif, dan
reversiblehambat sintesis guanine nucleotide hambat selektif
proliferasi dan fungsi sel T (sintesis AB, adhesi selular, migrasi).
T1/2 MPA 16 jam, dimetabolisme di hati jadi MPA glukoronat.
Indikasi: profilaksis penolakan transplantasi, selalu dikombinasi
dengan steroid dan penghambat calcineurin, tidak dgn azathiprine.
Dpt dikombinasikan dgn sirolimus.
Toksisitas: leukopenia, diarrhea, muntah, infeksi cytomegalovirus.
Infeksi virus berat oleh kombinasi tacrolimus dan MM.
Interaksi: tacrolimus hambat metabolisme MPA, cholertyramine ikat
MPA, , antasid hambat absorbsi MM, acyclovir dan ganciclovir
hambat sekresi tubuler MPAG.
Antiproliferatif dan sitotoksik lain: cyclophosphamide, thalidomide,
chlorambucil, methotrexate, leflunomide.
Antibodi
AB thd surface-AG limfosit luas digunakan utk cegah dan obati
penolakan transplantasi organ.
Antisera poliklonal dihasilkan dari injeksi berulang thymocyte
manusia (antithymocyte globulin, ATG) atau limfosit (antilymphocyte
globulin, ALG) ke dalam tubuh kuda, kelinci, kambing, dan
kemudian dimurnikan.
Walau efektif, khasiat dan keamanannya berbeda dari satu batch ke
batch yg lain.
AB monoklonal tak perlihatkan keragaman ini, ttp kejanya lebih
spesifik. AB monoklonal generasi I dari murine berkhasiat antigenil,
sedangkan AB chimeric yang manusiawi tak antigenik, t1/2 lebih
panjang, dapat dimutasikan utk tingkatkan afinitasnya thd receptor
Fc
Produk monoklonal dan poliklonal keduanya mendapat tempat
dalam pengobatan.
Antithymocyte Globulin (ATG)
Adalah gammglobulin yg dimurnikan dari serum kelinci yg
diimunisasikan dengan thymocyte manusia. Tersedia dalam produk
yang dibekukan dan dikeringkan, IV setelah dilarutkan dalam air
steril.
Berisi AB sitoksik yg ikat CD2, CD3, CD4, CD8, CD11a, CD18,
CD25, CD44, CD 45, dan molekul HLA kelas I dan II pd permukaan
limfosit T manusia. AB ini menggusur limfosit sirkulasi dgn cara
sitotoksik langsung (dgn perantaraan komplemen atau sel) dan
hambat fungsi limfosit dengan cara mengikat molekul di permukaan
sel yang terlibat dalam pengaturan fungsi sel.
Indikasi: reaksi penolakan akut pd transplantasi ginjal, bersama dgn
imunosupresan lain. Perpanjang lama hidup organ cangkok
ES: demam, menggigil, hipotensi, leukopenia, trombositopenia,
infeksi
Anti CD-3 Antibodi Monoklonal
( Muromonab-CD3 )
Ikat rantai CD3, komponen monomorfik kompleks
reseptor sel T yg terlibat dalam pengenalan antigen,
penandaan sel, dan proliferasi. Pengobatan dgn AB ini
percepat internalisasi reseptor sel T, sehingga cegah
pengenalan antigen berikutnya. Pemberian AB diikuti
dgn cepat oleh hilangnya dan tergusurnya sel T dari
aliran darah dan organ limfosit perifer.
Indikasi: pengobatan penolakan akut transplantasi.
Toksisitas: Cytokine release syndrome (IL-2, IL-6, TNF-
, interferon-), dgn gejala, demam tinggi, menggigil,
sakit kepala, muntah, tremor, myalgia, arthralgia. Reaksi
fatal: udema paru berat, acute respiratory distress
syndrome, kolaps KV, aritmia, cardiac arrest. Berikan
steroid mendahului pemberian antibodi ini.
Anti-IL-2 Receptor (anti-CD25)
Antibodies (Daclizumab &
Basiliximab)
Bekerja mengikat reseptor IL-2 yg ada pd
sel T yg aktif.
Indikasi: profilaksis penolakan akut pd
transplantasi organ. Digunakan bersama
imunosupresan lain; gantikan kedudukan
cyclophosphamide.
Toksisitas: reaksi anafilaksis, , gangguan
limfoproliferatif, infeksi opurtunistik.
Anti-TNF- Monoclonal AB
(Infliximab)
Ikat reseptor TNF-, hambat kerja TNF-.
Indikasi: rheumatoid arthritis yg tak sembuh dengan
methotrexate saja; Crohn disease yg tak responsif dgn
obat lain.
Toksisitas: reaksi infus(demam, urticaria, hioptensi,
sesak nafas),infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran
kemih, timbulnya ANA dan lupuslike syndrome.
Etanercept, bukan AB, ikat reseptor TNF-, digunakan
bersama methotrexate utk RA, dgn ES infeksi berat, dan
injection-site reactions.
Adalizumab adalah IG1 monoclonal AB yg diindikasikan
utk RA.
Penghambat LFA (Lymphocyte
Function Associated Antigen (LFH)-1
Efalizumab ikat LFA-1cegah interaksi
LFH-1 dgn ICAM (intercellular adhesion
molecule)hambat adhesi, mobilisasi,
dan aktifasi sel T.
Indikasi: hambat reaksi penolakan jaringan
bersama imunosupresan lain; psoriasis.
Immunotolerance
Imunosupresi berisiko infeksi opurtunistik
dan tumor sekunder.
Sasaran riset sekarang dalam
transplantasi organ adalah menginduksi
dan mempertahankan toleransi
imunologik, yaitu keadaan nonresponsif
thd antigen.
Obat yg sedang diuji: antibodi dan antigen
Immunostimulation
Dikembangkan obat perangsang sistem imun
(immunostimulant) utk digunakan pd infeksi,
imunodefisiensi, dan kanker.
Levamisole kembalikan fungsi imun yg tertekan dari
limfosit B, limfosit T, monosit, dan makrofag. Digunakan
bersama 5-FU pascbedah Ca colon.
Thalidomide turunkan TNF- sirkulasi dan
antiangigenesis.
BCG induksi reaksi granulomatosis, digunakan utk
profilaksis kanker insitu kd kemih.
Interferon tingkatkan fagositosis makrofag dan aktifkan
sel T.
Rec human IL-2 tingkatkan proliferasi limfosit dan sel yg
pertumbuhannya tgt IL-2, tingkatkan aktifitas sitotoksik.
Imunisasi
Vaksinasi (imunisasi aktif): pemberian antigen, organisme yg telah
dimatikan, organisme yg telah dilumpuhkan, atau protein/peptida yg
berasal dari organisme.Dosis penguat (booster) sering diperlukan,
terutama bila menggunakan organisme yg sudah dimatikan sbg
imunogen.
Vaksin telah mengikis bbg peny infesi: difteri, campak, gondongan,
pertussis, rubella, tetanus, H influenzae type b, dan pneumococcus.
Sedang dikembangkan vaksin utk kanker dan penyakit otoimun.
Karena sel T diaktifkan secara optimal oleh peptida dan
costimulatory ligand yg keduanya terdapat pada antigen-presenting
cell (APC), salah satu cara vaksinasi adalah mengimunisasi
penderita dgn APC yg mengeluarkan antigen tumor.
Vaksin lain adalah vaksin DNA, tetapi berbahaya krn dapat terjadi
mutasi gen.
Imunoglobulin
Imunisasi pasif diindikasikan bila individu yang
kekurangan AB, kongenital atau krn penyakit, perlu
segera diperkuat imunitasnya karena terpapar infeksi.
IgG adalah imunoglobulin nonspesifik, berasal dari
plasma manusia, menghasilkan proteksi 1-3 bulan.
Tersedia pula globulin imun yang spesifik (hyperimmune)
utk hepatitis B, rabies, tetanus, varicella-zoster, CMV, dll.
Sediaan plasma ini mengandung risiko tertular penyakit
infeksi.
Sediaan lain: Rho(D) Immune Globulin, dan IV
immunoglobulin (IGIV).
Reaksi Imunologik Obat
Type 1 (immediate drug allergy): obat ikat hapten,
dideteksi oleh sistem imun sbg benda asing
IgG/IgEfiksasi IgE pd reseptor Fc basofil/makrofag
kompleks AG-ABlepas histamin dan
leuktrienerelaksasi otot polos, peningkatan
permeabilitas vaskuler, hipotensi, edema,
bronkokonstriksi.
Skin test, dgn tetesan larutan encer obat pd kulit yg
digores dgn jarum suntik. Dinyatakan positif bila ada
flare dan edema; dapat negatif palsu bila telah diberi
antihistamin atau steroid.
Hasil tes kulit yg positif/negatif tak selalu meramalkan
akan timbul/tidaknya reaksi alergi obat.
Selalu sedia epinefrin utk atasi syok anafilaksis. Steroid
dosis tinggi diberikan mendahului pemberian obat yg
alergenik (misalnya kontras media).
Tindakan desensitisasi dgn pengawasan ketat dapat
dlakukan bila obat yg alergenik tak ada penggantinya.
Type 2 (reaksi otoimun): SLE oleh hydralazine,
procainamide; anemia hemolitik oleh metildopa;
thrombocytopenic purpura oleh quinidine; aganulositosis
oleg banyak obat. Obat merubah protein tubuh,
menimbulkan respon antibodi (IgG/IgM) yg terikat sel
tubuhkematian sel krn lysis/sitoksik.
Type 3 (vaskulitis/serum sickness): sering bersama type
2, dgn gejala eritema, skin eruption, arthralgai/arthritis,
limfadenopati, glomerulonefritis, edema, dan demam.
Diperantarai oleh IgG/IgM, terbentuk imun
komplekskerusakan membran basalisaktifasi
komplemeninfiltrasi lekositkerusakan jaringan.
Gunakan steroid utk tekan reaksi. Obat yg timbulkan:
sulfonamide, penicillin, thiouracil, antikonvulsan, Ragam
reaksi: erythema multiforme, arhtritis, nephritis,
myocarditis, dan Steven-Johnson syndrome,
Type 4 (cell mediated allergy): contact dermatitis.

Anda mungkin juga menyukai